• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tourism Strategy Laporan Indarwati Aminu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tourism Strategy Laporan Indarwati Aminu"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

1

Laporan : Indarwati Aminuddin

Dengan dukungan Fasilitator

Ka a ia Tawakkal, Musdalifa,Ali Ma’ruf,

Hartati, Sugianta, Saleh Hanan, Tarima

(2)

2

Contents

01. Eksekutif Summary... 4

2.0 Wakatobi Sebagai Kawasan Konservasi ... 5

2.1 Kabupaten Wakatobi ... 5

2.2 Menjadi Kawasan Konservasi ... 5

2.3 Kepariwisataan dan Konservasi ... 7

2.3.1 Pariwisata dan Percepatan Ekonomi ... 7

2.3.2 Pariwisata dan Pelestarian Sumberdaya Alam dan Pelestarian Warisan Cagar budaya ... 8

2.3.3 Pariwisata dan Peningkatan Kualitas Hidup Warga ... 8

3.0 Joint Program TNC-WWF Indonesia untuk Program Kepariwisataan Berkelanjutan ... 9

4.0 Profil Kepariwisataan Wakatobi ... 9

4.1 Profil Akomodasi ... 9

4.2 Tour Operator dan Transportasi ... 12

4.3 Aktivitas Wisata Alam dan Seni Budaya ... 14

4.4 Produk Lokal ... 17

4.5 Makanan Lokal dan Jasa-jasa ... 19

4.6 Iklim dan Aktivitas Pariwisata ... 19

4.7 Pusat Informasi Pariwisata Wakatobi ... 22

5.0 Analisis SWOT ... 23

5.0 Asumsi Strategi ... 26

6.0 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kepariwisataan ... 29

6.1 Segmen Pengunjung... 31

6.1.1 Kunjungan Berbasis Bentang Alam ... 31

6.1.2 Kunjungan Berbasis Seni-Budaya ... 31

6.1.3 Kunjungan Berbasis Pendidikan ... 32

6.2 Proteksi Sumberdaya Alam ... 32

6.3 Infrastruktur ... 32

6.4 Keselamatan dan Penegakan Hukum ... 33

6.5 Monitoring Dampak dan Evaluasi Kualitas ... 33

6.6. Penyebaran Informasi (Promosi-Promosi) ... 33

(3)

3

(4)

4

01. Eksekutif Summary

Laporan ini merangkum data-data realistik, dan strategi kepariwisataan yang bisa dilaksanakan untuk memaksimalkan program konservasi di Wakatobi. Data diperoleh melalui olahan wawancara mendalam, kuisioner dan diskusi-diskusi dengan parapihak. Para responden yang dipilih adalah wwakil dari kelompok pelaku kepariwisataan di Wakatobi yakni Pemerintah, organisasi konservasi, pengelola lembaga adat,Sara,komunitas, pengelola akomodasi, pengelola katering, pengelola transportasi dan tour, penghasil produk lokal dan jasa, dan representatif dari media-media local. Ruang kerja dari seluruh proses ini adalah Kepulauan Wangiwangi.

Input dari responden kemudian terformulasikan dalam tiga strategi yang terkait dengan: Peningkatan kualitas komunikasi, jejaring dan profesionalisme di sektor kepariwisataan, peningkatan image konservasi dan budaya Wakatobi melalui promosi-promosi, dan peningkatan daya serap produk lokal di Wakatobi melalui jejaring promosi. Strategi tersebut, bila dilaksanakan maksimal akan memberi dampak pada promosi, management pengelolaan destinasi, infrastrukture, pembiayaan, teknologi dan meningkatnya ketrampilan dan pengetahuan sumberdaya manusia Wakatobi

(5)

5

2.0 Wakatobi Sebagai Kawasan Konservasi

2.1 Kabupaten Wakatobi

Kabupaten Wakatobi merupakan salahsatu kabupaten di Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia. Wilayah ini memiliki luas 823 km2 dengan jumlah penduduk 94,846 jiwa1 yang hidup menyebar di empat pulau besar Wakatobi ; Wanci, Kaledupa, Tomia, Binongko, dan sisanya di Pulau Runduma. Wakatobi sendiri merupakan akronim dari huruf depan nama pulau ; Wanci (Wangiwangi), Kaledupa, Tomia, Binongko. Sebelum populer dengan sebutan Wakatobi, wilayah ini dikenal dengan sebutan Kepulauan Toekang Besi—yang berarti pandai besi--, sekaligus merepresentasikan keunikan budaya dan sejarah warga yang mendiami Pulau Binongko, dan hidup sebagai pengolah besi secara turun temurun.

Peta 01. Kepulauan Wakatobi

Terdapat dua golongan etnik besar di Wakatobi yakni Buton dan Bajau. Kelompok etnik Buton menyebut diri mereka suku darat, karena dominan menetap di darat dan mereka merupakan representative dari 11 suku-suku. Total jumlah etnik Buton adalah 91,33 persen, dan etnik berikutnya adalah etnik Bajau yang mendiami wilayah pesisir Wakatobi dengan jumlah 7,92 persen. (Dalam uraian selanjutnya, digunakan istilah warga Wakatobi untuk merujuk etnik Buton dan etnik Bajau). Secara umum diketahui bahwa warga Wakatobi hidup sebagai pedagang antar pulau atau nelayan, namun data statistik 2011 justru menunjukkan bahwa sekitar 61,99 persen warga Wakatobi hidup dari sektor pertanian, dan sisanya di sektor perdagangan, jasa, tranportasi atau industri. Angka tersebut menunjukkan perlunya perhatian pada aspek pertanian selain prioritas lain yang ditujukan pada sektor perikanan dan pariwisata.

2.2 Menjadi Kawasan Konservasi

Dari sisi geographi, Wakatobi terletak diantara Laut Banda dan Laut Flores. Kekayaan ekosistem bawah lautnya dan keberagaman spesies dan karang selanjutnya menjadikan Wakatobi sebagai penunjang ekologi di bentang Sunda Banda dan sekaligus menjadi salahsatu kawasan penunjang pelestarian keanekaragaman hayati pusat segitiga karang dunia.

1

(6)

6 Peta 02. Wakatobi dalam kawasan segi tiga karang dunia.

Sebelum populer dengan julukan kepulauan dalam segitiga karang dunia, Wakatobi—karena keragaman hayati lautnya—ditunjuk menjadi kawasan konservasi laut (30 Juli 1996) dan menerima keputusan hukum tetap sebagai taman nasional di tahun 2002. Keputusan tersebut, selanjutnya mengikat 1,390 juta hektar beserta warga di dalamnya sebagai bagian dari kawasan konservasi.

Keputusan lalu diikuti dengan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi untuk menjadikan sektor perikanan berkelanjutan dan sektor kepariwisataan berkelanjutan sebagai dua pilar ekonomi andalan. Program tersebut di letakkan dalam framework Pemerintah daerah dan ditargetkan bergerak seiring dinamika sosial, politik dan ekonomi. Penjelasan di bawah selanjutnya fokus pada pengembangan kepariwisataan.

Kata kunci berkelanjutan selanjutnya menjadi rujukan untuk memastikan bahwa perencanaan, kebijakan, implementasi, dan monitoring Kabupaten Wakatobi dilakukan dengan bersandar pada tujuan besar yakni meningkatkan kesejahteraan warga Wakatobi (melalui peningkatan ekonomi), melestarikan sumberdaya alam (melalui konservasi), dan meningkatkan kualitas hidup warga (melalui kesadaran, pendidikan dan budaya).

(7)

7

2.3 Kepariwisataan dan Konservasi

Kepariwisataan sendiri merupakan salahsatu strategi dalam program konservasi. Akti itas ya g ra ah li gku ga , e u ja g kualitas li gku ga itu se diri serta pro pada arga dipaha i se agai jala untuk memastikan kawasan Wakatobi bisa dinikmati oleh siapapun pada hari ini dan hingga generasi selanjutnya. Program pariwisata di dudukkan sebagai program dan aksi yang mencerminkan keberpihakan pada warga Wakatobi.

Secara garis besar, program pariwisata Wakatobi dirancang dengan tiga target yang saling terkait yakni : Meningkatkan ekonomi warga dan daerah, melestarikan sumberdaya alam dan keanekaragaman biodiversity serta memperkuat tatanan hidup warga melalui pelestarian seni dan budaya yang pada akhirnya mendorong peningkatan kualitas hidup.

2.3.1 Pariwisata dan Percepatan Ekonomi

Dalam laporan penilaian ini kepariwisataan dan percepatan ekonomi terkait dengan berbagai perencanaan, kebijakan dan aksi untuk :

 Menciptakan lapangan kerja bagi warga lokal

 Menciptakan sumber-sumber panghasilan baru bagi warga dan daerah

 Mendorong lahirnya industri-industri yang terkait dengan program pariwisata berkelanjutan

 Mendorong munculnya inisiatif pembiayaan untuk program konservasi

 Melahirkan kerjasama-kerjasama internal dan eksternal.

(8)

8

2.3.2 Pariwisata dan Pelestarian Sumberdaya Alam dan Pelestarian Warisan Cagar budaya

Program pariwisata berkelanjutan ditargetkan bisa menjadi program yang mengubah kesadaran warga untuk melihat Wakatobi sebagai kawasan yang bisa dinikmati tanpa merusak sumberdayanya. Karena itu, program-program pariwisata berkelanjutan memiliki nilai-nilai yang terkait dengan :

 Proteksi dan pelestarian keanekaragaman Taman Nasional Wakatobi

 Peningkatan nilai-nilai budaya

 Pengembangan kesadaran dan partisipasi warga untuk melestarikan seni dan budaya

 Lahirnya praktek cerdas warga dan mekanisme dalam pengawasan kawasan

 Lahirnya riset-riset yang saling menunjang satu samalainnya di kawasan konservasi

 Pengembangan standar dan guidelines yang bisa digunakan untuk mengontrol pengunjung maupun management dalam pengelolaan kawasan itu sendiri

 Berkembangnya fasilitas-fasilitas yang mendukung sektor pariwisata berkelanjutan.

2.3.3 Pariwisata dan Peningkatan Kualitas Hidup Warga

Terhadap kualitas hidup warga, program pariwisata berkelanjutan memiliki kaitan dengan :

 Promosi estetika, nilai budaya dan spritual warga setempat

 Peningkatan kesadaran atas pendidikan lingkungan hidup baik untuk warga maupun pengunjung

 Mendorong terjadi kepahaman terhadap budaya dan kultur baru

(9)

9

3.0 Joint Program TNC-WWF Indonesia untuk Program Kepariwisataan

Berkelanjutan

Bagi joint program TNC-WWF Indonesia, program kepariwisataan adalah program yang memiliki keterkaitan dengan program konservasi. Proses penilaian yang dilakukan oleh TNC-WWF Indonesia ini dilakukan dengan tujuan-tujuan sebagai berikut :

 Lahirnya perencanaan dan strategi yang bisa digunakan untuk mengembangkan program pariwisata berkelanjutan di Wakatobi.

 Mendorong munculnya guidelines yang bisa digunakan sebagai rujukan dan standar bagi pelaku kepariwistaan di kawasan konservasi serta

 Terjabarkannya situasi-situasi terkini dalam pengelolaan kepariwisataan di Wakatobi dan selanjutnya menjadi masukan untuk meningkatkan kualitas program pariwisata berkelanjutan di Wakatobi.

4.0 Profil Kepariwisataan Wakatobi

Perkembangan kepariwisataan di Wakatobi tak lepas dari dukungan para pelaku di sektor pariwisata. Mereka, yakni pengelola akomodasi, transportasi, tour, penghasil produk lokal, pengelola adat, seni dan budaya, pengelola organisasi konservasi serta para retailer. Keterlibatan mereka telah memastikan kegiatan jasa dan pelayanan terus tersedia di Wakatobi. Kata ku i keterlibatan atau partisipasi lokal merupakan kata yang digunakan dalam penilaian ini untuk melihat sejauh mana program kepariwisataan di Wakatobi terlaksana dengan melibatkan pelaku kepariwisataan dalam perencanaan maupun implementasinya. Proses penilaian juga dilakukan untuk melihat strategi apa yang dibutuhkan untuk meningkatkan partisipasi warga di sektor kepariwisataan berkelanjutan. Di bawah ini adalah uraian tentang kepariwisataan di Wakatobi.

4.1 Profil Akomodasi

Terdapat sejumlah akomodasi yang tersedia di Kabupaten Wakatobi. Akomodasi tersebut mencakup hotel, resort, wisma, dan penginapan. Sebagian besar akomodasi terpusat di Ibukota Kabupaten Wakatobi yakni Wanci dan Wangiwangi. Sisanya, dalam jumlah terbatas menyebar di Pulau Kaledupa dan Pulau Tomia. Secara umum, standar harga akomodasi cukup terjangkau bagi para pengunjung Wakatobi, yakni antara Rp 50.000 – Rp 500.000.

(10)

10

Untuk akomodasi bertarif Rp 250.000 – Rp 500.000, fasilitas yang disediakan lebih variatif ; toilet duduk, pelayanan antar kamar, sarapan, transportasi antar-jemput, dan restoran dengan pilihan makanan lokal beragam (contoh : Hotel Wisata, Bajo Resort dan Patuno Resort).

Data menunjukkan, tamu-tamu domestik yang tinggal lama pada umumnya memilih akomodasi tipe penginapan atau wisma dengan rasa ru ah dan murah. Sedang tamu-tamu bisnis memilih akomodasi tipe hotel atau resort yang memiliki fasilitas lebih lengkap. Tamu-tamu yang datang di Wakatobi berasal dari kalangan Indonesia sendiri, Amerika, Australia, dan Eropa. Secara umum, tamu menginap antara 1 – 3 hari.

Tabel 01. Profil Akomodasi di Kabupaten Wakatobi

Deskripsi Akomodasi Tipe Akomodasi Jumlah Unit Alamat

Jelly Penginapan 10 unit Kelurahan Pongo

Wakatobi

Hotel – Transportasi-Trip (untuk penyelaman maupun trip budaya)

30 unit

Jl. Ahmad Yani, Tlp : +62404-21823

Nur Rizky Hotel-Transportasi 9 unit

Jl Jenderal Sudirman, Lingkungan Tebangka II

Kompleks Pasar Malam, Wanci. Kontak : +62404 21221. Email:

nurriskihotel@gmail.com

Patuno Resort 13 unit Jl. Raya Patuno, Wangi-wangi,

Wakatobi.

Kontak: +62 8114002221

(11)

11

Al Azizyah Hotel 20 unit Jl. Poros Liya , Wangi-wangi

Selatan

Setiana Hotel 15 unit Jl. Endapo, Kompleks Rujab

Bupati wakatobi. Tlp : 62404-21222

Hidayat Penginapan 7 unit Jl. Poros Liya, Wangiwangi,

Kontak: +6282188569232

Gajah Mada II Hotel 7 unit Jl. Kemakmuran No. 82 Kel.

Pongo, Kompleks Pasar Pagi. Telp : +62404-21527

Nita Sari Penginapan 11 unit Jl. Kemakmuran No. 34,

kompleks Pasar Pagi, Telp : 62404-21636

Lamongan Penginapan 6 unit Jl. Merdeka No. 5, dekat kantor

bupati.

Telp : +62404-21017

Lina Penginapan 5 unit Jl. Wolter Monginsidi II

Tlp: +62404-21961

Ratna Penginapan 13 unit

Maharani Wisma

Wisata beach Hotel-restaurant-transportasi 19 unit Jl. Ahmad Yani

(12)

12

Data menunjukkan sebagian besar pengelola akomodasi tak memiliki pengetahuan cukup dalam hal pelayanan, peningkatan managemen akomodasi, promosi dan pemahaman terhadap konservasi itu sendiri. Rata-rata pengelola akomodasi mengatakan, mereka mendirikan penginapan atau hotel hanya karena melihat masuknya orang-orang baru yang butuh tempat untuk menginap. Hal lain yang dikeluhkan adalah minimnya dukungan Pemerintah dalam bentuk program peningkatan kapasitas terhadap kelompok pengelola akomodasi ini.

4.2 Tour Operator dan Transportasi

Seperti halnya akomodasi, penyelenggara tour dan transportasi juga terpusat di Ibukota Kabupaten. Jumlah tour operator masih terhitung jari, pada umumnya mereka melayani pengunjung yang berminat pada wisata selam dan budaya di Pulau Wangiwangi, Pulau Kaledupa, Pulau Tomia dan Pulau Runduma. Tour operator memiliki jaringan dengan penyelenggara kepariwisataan di pulau-pulau Wakatobi dan terhubung berjejaring dengan sejumlah hotel dan pengelola transportasi.

Transportasi di Wakatobi meliputi jasa angkutan udara, saat ini dilakukan oleh perusahaan Wings Air dengan rute dari dan ke Jakarta, Makassar, Kendari, Baubau yang berjalan 3 kali seminggu. Angkutan umum darat dilakukan oleh ojek, mobil rental dan mobil umum. Tarif penyewaan mobil per hari adalah Rp 350.000 – Rp 400.000 (tergantung jenis kendaraan), dan untuk antar dan jemput ke bandara Rp 100.000. Untuk ojek dan bentor, tarif ditentukan berdasarkan jarak dan penawaran. Sedang jalur laut reguler berasal dan ke ; Kendari, Baubau, Kaledupa, Tomia, Binongko, Runduma dengan tarif Rp 50.000- Rp 175.000

(13)

13

(14)

14 Tabel 02. Pengelola Transportasi dan Tour

4.3 Aktivitas Wisata Alam dan Seni Budaya

Keindahan bawah laut merupakan daya tarik utama kepariwisataan Wakatobi. Dengan slogan surga bawah laut dan keunikan budaya, daerah ini diyakini mampu menarik minat wisatawan. Terdapat sejumlah aspek wisata menarik di Wangiwangi dan Wangiwangi Selatan (meliputi Pulau Kapota, Kamponaone dan Pulau Suma). Potensi wisata itu mencakup potensi pantai2, goa, telaga, bentang

2

(15)

15

hutan, panorama bukit, spot snorkling dan lokasi penyelaman yang indah dan menyebar di 13 site Wangiwangi dan Wangiwangi Selatan.

(16)
(17)

17

4.4 Produk Lokal

Produk lokal merupakan produk yang dihasilkan oleh kelompok-kelompok pengrajin. Pekerjaan ini dianggap sebagai kerja sambilan selain berkebun atau berdagang. Terdapat sejumlah kelompok pengrajin di wilayah Wanci dan Wangiwangi, yang pada umumnya merupakan binaan Yayasan Sintesa dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Wakatobi. Para pengrajin berkosentrasi pada produk tenun, kerajinan kayu dan bambu serta produk makanan-makanan kecil.

Para pengrajin tenun pada umumnya merupakan individu-individu yang secara turun temurun memiliki ketrampilan sebagai penenun traditional. Sedang para pengrajin kayu dan bambu sebagian adalah pengrajin yang memiliki pengalaman bekerja di luar Wakatobi, dan telah atau pernah menyaksikan jenis-jenis kerajinan.

Sarung tenun dengan motif khas dari Pulau Runduma

(18)
(19)

19

4.5 Makanan Lokal dan Jasa-jasa

Kelompok pengelola makanan ;restauran, rumahmakan, warung, penjaja makanan pinggir jalan dan pengelola jasa spa dan salón merupakan kelompok yang mengambil bagian dalam proses kepariwisataan di Wakatobi. Pengelola jasa makanan sebagian besar adalah warga lokal atau warga luar yang menikah dengan warga Wakatobi. Pengetahuan mereka dalam hal masakan diperoleh secara turun temurun. Karena itu, sebagian besar menú yang ditawarkan adalah makanan khas dengan menú lokal, berbasis seafood. Khusus untuk penjaja kue di bagian pasar malam dan pasar pagi, dua lokasi yang bisa menjadi spot pariwisata darat, belum dikelola secara maksimal. Perlu dukungan terhadap tiga hal yakni kebersihan, pelayanan dan promosi.

Rata-rata material makanan diperoleh dari Kendari atau luar Kendari (jenis sayuran atau buah). Situasi ini menyebabkan mata rantai para produksi makanan menjadi panjang dan membutuhkan biaya tak sedikit. Implikasi dari situasi ini adalah harga makanan cenderung mahal, material makanan tak segar dan tak variatif. Sejauh ini belum ada pembicaraan serius ditingkatan Pemerintah untuk mendorong kemampuan pulau-pulau lain yang berpotensi agricultura untuk berjejaring dengan warga pulau lain yang memiliki keterbatasan dalam bidang agriculture.

4.6 Iklim dan Aktivitas Pariwisata

Aktivitas kepariwisataan di Wakatobi amat tergantung dari iklim yang tengah berlangsung di Wakatobi. Jumlah kunjungan wisatawan international misalnya berlangsung pada musim teduh di antara bulan akhir Agustus, September, Oktober, November dan Desember. Sedang turis-turis domestik atau pengunjung yang datang dalam rangka investasi umumnya berkunjung pada bulan-bulan Mei-Juni. Hasil dari proses penilaian menunjukkan, warga Wakatobi memahami siklus iklim namun tidak secara detail memahami bahwa perubahan iklim berpengaruh siginifikan pada jumlah kunjungan dan pada akhirnya berdampak pada usaha mereka.

(20)
(21)

21 Cuaca cukup teduh, acara-acara pernikahan, sunatan dan

kegiatan adat lainya banyak terselenggara di bulan ini. Musim pengeringan ikan juga berlangsung hampir di tiap

desa Wakatobi.

Cuaca teduh, acara pernikahan, joget, sunatan, olahraga traditional dilakukan pada bulan ini. Panen ikan juga

berlangsung dimana-mana. Kunjungan turi Cuaca teduh, tidak berombak, namun diakhir Desember

(22)

22

4.7 Pusat Informasi Pariwisata Wakatobi

Pusat informasi pariwisata Wakatobi berlokasi di samping kantor Bupati Wangiwangi. Kantor ini memiliki tugas khusus dan spesifik yakni mempromosikan dan menyebarkan informasi-informasi terkait kepariwisataan di Wakatobi. Di bawah koordinasi Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Wakatobi, kantor ini seharusnya menjadi gerbang pertama promosi kepariwisataan Wakatobi. Sayangnya kantor ini tak didukung oleh data-data cukup dan terbaharukan. Brosur, leaflet, maupun majalah kepariwisataan merupakan produk lama yang sebagian besar perlu untuk direvisi. Informasi tentang kepariwisataan Wakatobi juga bisa diperoleh di bandara Matahora Wangiwangi, namun dengan keterbatasan brosur atau leaflet.

(23)

23

5.0 Analisis SWOT

Untuk melihat strategi apa yang diperlukan dalam rangka mendorong program kepariwisataan di Wakatobi, analisis SWOT (Strengths— kekuatan/Weaknesses-kelemahan/Opportunities-peluang/Threats-ancaman)3 dilakukan secara bersama-sama parapihak. Penting untuk melihat bahwa berbagai kekuatan internal yang ada di Wakatobi membawa pengaruh besar dalam hal pencapaian target-target kepariwisataan. Demikian halnya dengan kelemahan internal, membawa pengaruh tak sedikit. Pengaruh eksternal juga perlu dikaji secara seksama agar program-program selanjutnya bisa tersusun secara komprehensi dan holistik.

3

(24)
(25)
(26)

26

5.0 Asumsi Strategi

Kajian dokumen, analisis SWOT dan hasil diskusi parapihak, menghasilkan sejumlah asumsi strategi untuk memperkuat pengelolaan kepariwisataan di Wakatobi. Strategi di bawah merupakan formulasi dari analisis SWOT di atas. Berikut adalah asumsi strategi tersebut:

Strategi Satu : Kekuatan dan Peluang.

Strategi 1. Mengembangkan pariwisata berbasis keunikan tiap kepulauan

 Mendorong kegiatan kepariwisataan berbasis keunikan dan kekayaan sumberdaya alam tiap pulau di Wakatobi.

 Mengembangkan akses komunikasi, promosi dan infrastruktur yang berbasis budaya, dan ciri khas tiap pulau Wakatobi.

 Mendorong keterlibatan aktif forum organisasi rakyat atau warga lokal dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan.

 Mendorong lahirnya kerjasama antara tour operator Wakatobi dengan pihak eksternal yang memiliki pengalaman untuk mempromosikan program pariwisata Wakatobi.

 Memastikan aturan local tersosialisasi dengan baik.

Strategi 2. Meningkatkan jumlah turis domestik melalui keterhubungan Kendari, Jakarta, Baubau dan

Wakatobi.

 Meningkatkan promosi-promosi di kota-kota yang terhubungkan secara langsung melalui transportasi udara dan laut.

 Menciptakan ruang-ruang kerjasama antar kota-kota terdekat

 Mengembangkan i frastruktur ya g a a agi pe gu ju g ya g e iliki keter atasa (disable) ataupun karena faktor kesehatan dan atau menciptakan akses yang nyaman bagi semua pihak.

 Meningkatkan jumlah festival, even, seminar, atau acara-acara berbasis alam dan budaya.

 Memastikan tersedianya informasi yang cukup dan akurat yang bisa diakses melalui jejaring sosial dan media baik cetak maupun online.

Strategi 3. Meningkatan daya serap produk lokal di Wakatobi melalui jejaring promosi

 Mengembangkan framework dan regulasi yang mengatur tentang pengembangan produk lokal.

 Mendorong berjejaringnya pengelola produk lokal bentukan forum dengan pihak luar yang memiliki fokus sama dalam pengembangan produk lokal

(27)

27

 Meningkatkan promosi-promosi produk lokal melalui pameran, festival dan acara-acara kepariwisataan lainnya.

 Kuatnya kekuasaan para pemangku adat dan sara di Wakatobi merupakan peluang besar untuk memfilter masuknya mendorong munculnya kegiatan-kegiatan budaya yang unik, local dan original.

 Mengapresiasi kebijakan-kebijakan lokal terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam di Wakatobi.

Strategi Dua :Kekuatan dan Ancaman

Strategi 4. Program kepariwisataan berbasis iklum dan Kluster Keunikan di Wakatobi.

 Perubahan cuaca dan iklim membawa pengaruh besar pada jumlah kunjungan wisatawan. Karena itu, perencanaan kegiatan kepariwisataan sebaiknya dibuat berbasiskan perubahan cuaca di Wakatobi dan terinformasikan ke pihak luar secara rapi.

 Memastikan koordinasi antar semua pihak pelaku tourism dalam perencanaan kegiatan, ketepatan waktu dan ketepatan informasi.

 Memastikan ketersediaan transportasi yang aman dan nyaman

 Memastikan tersosialisasinya dan terpromosinya jalur-jalur wisata yang bisa termanfaatkan pada musim-musim berbeda.

 Mendorong tumbuhnya wirausaha-wirausaha lokal berkapasitas profesional.

Strategi 5. Meningkatkan profesionalisme, kualitas komunikasi, jejaring dan profesionalisme di sektor

kepariwisataan.

 Mendorong penguatan jejaring kerjasama yang telah ada dilevel Forum Masyarakat

 Meningkatkan kapasitas para pelaku kepariwisataan melalui program-program peningkatan kapasitas

 Mengembangkan hubungan komunikasi antara para pelaku kepariwisataan dengan fórum-forum komunitas di empat pulau Wakatobi

 Memperkuat jaringan media-media alternative bentukan forum

 Mendorong lahirnya standar profesionalisme para pelaku kepariwisataan di Wakatobi yang terintersepsi hingga ke jaringan-jaringan komunitas rakyat

(28)

28

 Memastikan adanya peningkatan pemahaman terhadap program konservasi bagi para pelaku kepariwisataan di Wakatobi

 Mendorong lahirnya kerjasama-kerjasama aktif antara pengelola kepariwisataan dengan pihak luar.

Strategi Tiga : Kelemahan dan Peluang

Strategi 6. Meningkatkan kemampuan Pemerintah dalam management pengelolaan pariwisata

berkelanjutan.

 Wakatobi telah menjadi target bagi tamu-tamu yang memiliki minat pada konservasi, karena itu diusulkan untuk memperkuat image Wakatobi sebagai daerah kepariwisataan yang berbasis kebahaharian, ekologi, dan pro pada keberlanjutan.

 Memastikan program-program bantuan bersentuhan langsung dengan peningkatan pemahama dan ketrampilan warga Wakatobi.

 Meningkatkan level pelayanan Pemerintah terhadap para pelaku usaha kepariwisataan

 Menciptakan kemudahan berinvestasi bagi pelaku-pelaku usaha di Wakatobi.

 Memastikan tersedianya regulasi yang mengatur tentang standar pariwisata berkelanjutan dan bisa menjadi rujukan semua pelaku kepariwisataan.

 Mendorong pemerataan pendidikan dan mencegah angka putus sekolah melalui peningkatan pendapatan warga dari sektor kepariwisataan.

 Memastikan pembaharuan data-data kepariwisataan secara periodik dan tersosialisasikan dengan baik dan tersistematis.

Strategi Empat : Kelemahan dan Ancaman

Strategi 7. Pembentukan Lembaga Tourism atau dukungan terhadap forum yang telah terbentuk

dalam rangka mendukung peran aktif para pelaku kepariwisataan

 Dukungan dan legitimasi Pemerintah terhadap fórum tersebut

 Memastikan sistem pendataan rapi untuk tiap investasi dan identifikasi produk-produk Wakatobi

 Mendorong peningkatan profesionalisme para pelaku kepariwisataan

 Memastikan bersinerginya program-program Pemerintah yang bertujuan menyukseskan program kepariwisataan Wakatobi.

(29)

29

6.0 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Kepariwisataan

Faktor-faktor di bawah ini merupakan komponen yang mempengaruhi pengembangan kepariwisataan di Wakatobi4. Sebagai contoh, diperlukan evaluasi segmen untuk mengetahui secara pasti dukungan apa yang dibutuhkan untuk mempengaruhi pasar dan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan di Wakatobi. Berdasarkan data statistic Balai Taman Nasional Wakatobi (2011) terdapat angka fluktuatif jumlah kunjungan wisatawan ke Wakatobi terhitung sejak tahun 1996 – 2011. Pada profil 1,2 dan 3, kunjungan tamu yang tercatat merupakan representatif dari dua kelompok besar yakni pengunjung yang berbasis riset dan pengunjung berbasis rekreasi. Sayangnya tidak ditemui data lengkap profil tamu yang bisa digunakan untuk mengevaluasi pasar kepariwisataan di Wakatobi. Pencatatan yang tak rapi di hotel atau penginapan-penginapan Wakatobi menyulitkan pendataan tersebut.

4

(30)

30 Profil 01. Kunjungan 1996-2000

Profil 02. Kunjungan 2000-2005 0

100 200 300 400 500 600 700

1996/1997 1998/1999 2000

Kunjungan Berbasis Riset

Kunjungan Berbasis Rekreasi

Lain-lainnya

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

2001 2001/2002 2003/2004 2005/2006

Kunjungan berbasis riset

Kunjungan berbasis rekreasi

(31)

31 Profil 03. Kunjungan tahun 2007-2011

6.1 Segmen Pengunjung

Tiga kategori pengunjung di Wakatobi ;pengunjung berbasis riset dan pengunjung berbasis rekreasi alam telah menunjukkan bahwa kepariwisataan berbasis sumberdaya alam merupakan faktor yang mendorong pengunjung menentukan pilihannya. Boleh dikata, kekayaan alam, keunikan bawah laut Wakatobi dan kesan kuat terhadap konservasi telah mempengaruhi pilihan para wisatawan yang menginginkan pengalamaan berbeda. Sejumlah responden mengatakan, pilihan pengunjung untuk menikmati pengalaman berbeda di Wakatobi telah membawa pengaruh positif terhadap kesadaran dan pandangan warga Wakatobi sendiri terhadap program konservasi yang berkembang di Wakatobi. 6.1.1 Kunjungan Berbasis Bentang Alam

Wisatawan yang menentukan pilihan untuk mengunjungi Wakatobi karena daya tarik bentang alamnya merupakan pengunjung yang menunjukkan peningkatan dari tahun 1996 hingga 2011. Mereka (lihat coloum berwarna merah) menunjukkan peningkatan cukup kuat dari tahun ke tahun. Meski terlihat penurunan pada tahun-tahun tertentu. Namun bisa dikata angka mereka cukup menggembirakan. 6.1.2 Kunjungan Berbasis Seni-Budaya

(32)

32 6.1.3 Kunjungan Berbasis Pendidikan

Pengunjung kategori ini merupakan kelompok yang datang untuk riset, internship dan kerja sosial. Jumlah mereka berdasarkan profil pengunjung sejak tahun 1996-2011 naik turun pada tahun-tahun tertentu. Tidak ditemukan basis data jelas terhadap jenis riset atau ketertarikan mereka terhadap isu-isu tertentu di Wakatobi. Di perlukan strategi lebih lanjut untuk menjadikan Wakatobi sebagai lab penelitian terbaik di dunia.

6.2 Proteksi Sumberdaya Alam

Hasil kuisioner dan diskusi dengan parapihak menunjukkan bahwa pemahaman para pelaku kepariwisataan terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan strategi untuk melindungi kelestariannya ( di luar dari praktek zoning) perlu untuk ditingkatkan. Pada umumnya pelaku kepariwisataan memahami bahwa Wakatobi adalah sebuah taman nasional yang memiliki 9 sumberdaya penting untuk dilindungi, namun tidak cukup spirit dan pemahaman bagaimana mereka bisa terlibat mendukung konservasi melalui usaha-usaha mereka. Peningkatan pemahaman terhadap tujuan besar konservasi dan agai a a praktek pari isata erkela juta dilaksa aka aka e duku g ke ijaka , aksi da monitoring dalam proses revitalisasi program kepariwisataan di Wakatobi.

6.3 Infrastruktur

Infrastruktur di sini melingkupi jalan, pelabuhan, bandara, pedestrian, listrik, sanitasi dan komunikasi di Wakatobi. Hasil kuisioner, wawancara dan diskusi-diskusi menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur di Wakatobi belum terlaksana merata di sejumlah wilayah. Keterbatasan budget pemerintah, perubahan politik, keterpencilan área menjadi alasan-alasan tidak berkembangnya infrastruktur dan fasilitas. Lainnya, sejumlah fasilitas dinilai tak bersisian dengan semangat ke erla juta ya g dide gu g-dengungkan. Seringkali pula pembangunan infrastruktur tidak sejalan dengan promosi kepariwisataan. Sebagai contoh, penunjukkan Pulau Kapota sebagai salahsatu aset wisata tidak diikuti dengan peningkatan infrastuktur untuk pelabuhan, dimana para pengunjung bisa berangkat dan tiba. Pelabuhan menuju Pulau Kapota justru berada di belakang pasar pagi Wanci, atau di Pelabuhan Mola yang arah dan letaknya tidak terpromosikan dengan baik.

Di Wa i, Ka pu g Bajo ya g isa e iliki daya tarik lokasi i dige ous people terha at de ga fasilitas yang tidak pro dengan pengetahuan local mereka. Pembangunan akses jalan misalnya, dibua tanpa koordinasi dengan warga setempat. Pada akhirnya akses jalan tersebut menutupi saluran-saluran air warga yang dikenal sebagai warga laut ini. Jalan penghubung itu juga menutupi keunikan warga Bajau, kini semakin sempit akses perahu-perahu traditional di kawasan tersebut. Lainnya, pembangunan jalan tersebut membuat air tergenang dan berpeluang menimbulkan penyakit menular.

(33)

33

6.4 Keselamatan dan Penegakan Hukum

Keselamatan dan penegakan hukum merupakan faktor yang mempengaruhi perkembangan kepariwisataan sebuah daerah. Responden menunjukkan tidak semua fasilitas pendukung kepariwisataan Wakatobi –kapal laut, kendaraan darat (mobil, ojek, bentor) dilengkapi dengan alat pendukung keselamatan . Kesadaran terhadap keselamatan juga amat minim. Ketidakpahaman mereka selanjutnya terkait dengan pelayanan yang diberikan (contoh ; merokok saat mengendarai, menelpon dan memacu kendaraan di atas kecepatan yang dianjurkan). Bagi kapal-kapal reguler antar pulau, tidak semua memiliki perangkat keselamatan bagi penumpangnya. Perlu dukungan dari Pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk mengubah situasi ini dan mendorong pelaku kepariwisataan dibidang transportasi untuk meningkatkan stándar dan pelayanan mereka. Demikian halnya di akomodasi-akomodasi yang berkembang di Wakatobi, pada umumnya minim dengan alat pendukung keselamatan (tabung pencegah kebakaran contohnya). Masih terkait dengan penegakan hukum, belum ditemui adanya sosialiasi terhadap seluruh pelaku pengelola kepariwisataan di Wakatobi untuk rencana bersama menajdikan Wakatobi sebagai daerah kondusif bagi para wisatawan.

6.5 Monitoring Dampak dan Evaluasi Kualitas

Monitoring dampak ini terkait dengan tingkat pelayanan dan evaluasi kualitas para pelaku kepariwisataan terhadap para pengunjung. Umumnya para respondent dari group akomodasi, jasa makanan, produk local, transportasi dan tour operator minus dalam memantau kepuasan dan dampak pelayanan mereka terhadap para pengguna jasa mereka. Tidak ditemukan juga adanya penelitian yang terkait dengan tingkat kepuasan wisatawan terhadap jasa dan pelayanan. Meskipun begitu, rata-rata pengelola jasa dan pelayanan mengatakan, tingkat pemahaman mereka yang kurang terhadap tata pelayanan prima menjadi alasan-alasan keluhan para pengunjung.

Kualitas dan mutu produk juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam rencana peningkatan wajah kepariwisataan Wakatobi. Hasil interview menunjukkan bahwa rata-rata produk yang dijual oleh kelompok-kelompok tertentu tak memiliki standar cukup baik dari sisi estetika, design, kemasan maupun rasa. Lainnya, terdapat masalah dalam hal promosi dan pemasaran yang tidak diperhitungkan sebagai bagian dari upaya penyerapan produk-produk ini.

6.6. Penyebaran Informasi (Promosi-Promosi)

(34)

34

6.7 Ruang Belajar bagi Pelaku Kepariwisataan

(35)

35

7.0 Tantangan Kepariwisataan di Wakatobi

Pertanyaan bagi pengelola kepariwisataan Wakatobi hari ini adalah ; Akan kemana program kepariwisataan ini? Apakah progra pari isata i i telah erjala ke arah ke erla juta ? Bila tidak, apa yang perlu dilakukan? Perlukah menyesuaikan aksi atau mengubah managemen secara keseluruhan? Pertanyaan-pertanyaan di atas diajukan untuk melihat gap antara penyelenggara kebijakan dan pelaksana program pariwisata di lapangan (lihat bagan alur pemikiran). Telah diketahui bersama bahwa tingkat pemahaman terhadap tujuan besar kepariwisataan di kawasan proteksi area akan mempengaruhi aksi dan kebijakan pariwisata.

Data menunjukkan bahwa belum terjadi keselarasan antara pelaku perencana kepariwisataan dengan pelaku kepariwisataan itu sendiri. Sebagian besar persoalan bertumpu pada pada aspek : sumberdaya manusia, infrastruktur, kebijakan, perubahan politik, promosi dan marketing. Tabel di bawah ini mengurangikan tipe pengelolaan kepariwisataan di Wakatobi dan dukungan apa yang diperlukan agar para pelaku ini mampu.

(36)

36 Tabel 05. Tipe Pengelolaan Kepariwisataan di Wakatobi

Jenis Usaha Deskripsi Keterangan

Akomodasi -Bahan bangunan dari wilayah lokal Wakatobi

-Pekerja pada umumnya keluarga atau kerabat yang tak memiliki skill dalam hal pelayanan.

-Standar gaji pekerja rendah, sebagian dari mereka adalah karyawan paruh waktu.

- Tarif kamar masih berkisar Rp 50 – Rp 200.000 dengan fasilitas terbatas.

-Tarif kamar berkisar Rp 250-500.000 dengan pelayanan maksimal.

- Pemilik rata-rata tak memahami management pengelolaan akomodasi

- Minim promosi

- Minim pelatihan peningkatan kapasitas

-Minim pengetahuan terhadap wilayah konservasi Wakatobi

-Tak memiliki basis data lengkap para tamu-tamu di akomodasi mereka, dan tak memahami tata cara

pelayanan tamu yang berbeda kultur, budaya dan bahasa -Tak berkomunikasi aktif dengan pihak Pemerintah -Minim penguasaan bahasa asing

-Makanan berbasis sea food bisa diperoleh dari lokal Wakatobi

-Makanan non seafood pada umumnya berasal dari luar -Kebersihan dan pelayanan perlu ditingkatkan

-Produk makanan dan minuman monoton -Harga tergolong mahal

-Belum adanya stándar dan monitoring yang rutin dari Pemerintah untuk faktor kebersihan ini.

- Minim promosi

-Belum ada asosiasi para pengelola jasa makanan dan minuman ini

-Minim pelatihan peningkatan kapasitas

-Minim pengetahuan terhadap sumberdaya penting di Wakatobi

-Minim pengetahuan terhadap perubahan iklim atau event-event yang akan diselenggarakan.

- Minim pengetahuan terhadap tata cara pelayanan tamu yang berbeda kultur, budaya dan bahasa.

- Minim pengetahuan dalam berbahasa asing.

Diperlukan dukungan untuk memperkuat posisi para pelaku

kepariwisataan di bidang ini.

(37)

37

-Tak ada tarif yang seragam, tiap pengelola kendaraan memberlakukan harga sesuai standar perusahaannya -Belum bernaung di bawah organisasi pengelola jasa transportasi

-Minim komunikasi sesama pengelola transportasi -Minim pelatihan peningkatan kapasitas di bidang pelayanan

-Minim pengetahuan terhadap keselamatan, rute dan pemahaman atas wilayah proteksi Wakatobi.

-Tak mampu berbahasa asing

-Tak memiliki pemahaman terhadap perubahan iklim -Tak memiliki pemahaman terhadap perbedaan budaya, kultur dan bahasa

Tour Operator -Bekerjasama dengan pihak luar -Masih dalam jumlah terbatas

- Memiliki jaringan cukup baik namun terbatas dengan pengelola hotel, transportasi, lokal produk dan pengelola jasa makanan dan minuman

-Minim penguasaan terhadap bahasa asing -Minim promosi

-Minim dukungan untuk peningkatan kapasitas -Masih berbasis wisata selam

-Material dari wilayah Wakatobi

-Produk terdesign sederhana, tak ada monitoring untuk kualitas produk

-Harga relative terjangkau -Minim promosi

-Minim dukungan dari pengelola hotel atau tour operator -Tersebar di sejumlah tempat sehingga sulit untuk

dijangkau para pengunjung -Produk tak selalu tersedia

-DIkelola oleh kelompok kecil, umumnya kelompok keluarga atau para tetangga-tetangga

-Tak mengikuti perkembangan kepariwisataan, dan tak memahami kapan saatnya menjual produk

-Tak mengetahui jadwal kunjungan pengunjung

-Produk makanan tak memiliki masa kadaluwarsa jelas dan tercetak

-Minim dukungan peningkatan kapasitas -Tak memiliki management rapi

-Tak memiliki kemampuan pelayanan dan penjualan -Minim dalam penguasaan bahasa asing

(38)

38

7.1 Analisis Kebocoran di tingkat Pelaku Kepariwisataan

Menempatkan kepariwisataan sebagai salah satu leading sector perekonomian Wakatobi tak hanya membawa peluang tapi juga tantangan dalam hal mengurangi kebocoran yang ditimbulkan oleh proses-proses pengembangan kepariwisataan itu sendiri. Kebocoran di sini merupakan rujuan untuk ketidakmaksimalan atau ketidakmampuan pelaku kepariwisataan menyerap arus uang karena adanya pengaruh eksternal.

Mowforth dan Munt (2003) menyusun konsep untuk melihat bagaimana proses kebocoran itu terjadi dan pada akhirnya membawa dampak negative pada investasi-investasi lokal. Investasi-investasi besar atau transnational merupakan ancaman luar yang bisa meminggirkan usaha lokal. Di Wakatobi sendiri, tingkat kebocoran belum pada sampai mengkhawatirkan, karena minimnya investasi luar. Meskipun begitu, kebocoran justru terjadi karena ketidaksiapan sumberdaya manusia atau para pelaku usaha itu sendiri untuk menyerap arus uang. Hasil análisis ini telah pro kontrakan melalui grup diskusi dan wawancara-wawancara pihak tertentu.

Tabel di bawah menggambarkan jenis usaha yang berpeluang mengalami kebocoran bila tak ditangani secara cermat. Tingkat kebocoran terbagi atas tiga yakni kecil, sedang dan besar. Kecil untuk menggambarkan bahwa tingkat kebocoran masih tertolerir, sedang untuk menggambarkan bahwa tingkat kebocoran sudah harus menjadi perhatian dan, besar untuk menggambarkan bahwa kebocoran telah terjadi secara masif, dan diakibatkan oleh pengelolaan kepariwisataan secara konvensional.

Tabel 06. Ancaman Kebocoran di Tiap Jenis Usaha Wakatobi

Jenis Usaha TIngkat Kebocoran Tantangan dan Strategi

Akomodasi

(39)

39

ini dikenal sebagai wilayah subur dan memungkinkan agriculture adanya keseragaman harga, dan Produk lokal dan jasa lainnya

Sarung tenun kualitas dan design yang lemah, promosi yang kurang

menyebabkan produk lokal tak terserap baik dikalangan pengunjung.

(40)

40

8.0 Kesimpulan dan Rekomendasi

Kesimpulan

Dibutuhkan kerjasama untuk menghasilkan program-program yang komprehensif dan holistik. Perubahan yang dibutuhkan tak hanya ditingkat perencanaan tapi juga pada tahapan proses, monitoring dan evaluasi. Sejauh ini, Wakatobi telah mampu mengangkat namanya, dari sebuah kepulauan kecil menjadi sebuah daerah target wisata berkelas, namun berbagai tantangan juga mengiringi proses ini. Untuk membuat semua ini memiliki nilai lebih, pengelolaan kepariwisataan sudah saatnya menjadi spirit semua pihak di Wakatobi.

Rekomendasi

-Meningkatkan regulasi dan pelayanan yang memudahkan pelaku kepariwisataan mengembangkan diri dalam program pariwisata Wakatobi

-Memastikan berjalannya festival, kegiatan-kegiatan dan aksi yang bertujuan meningkatkan jumlah kunjungan ke Wakatobi.

-Memberi ruang, kepercayaan , kapasitas dan kebijakan yang memudahkan warga Wakatobi terlibat dalam program kepariwisataan Wakatobi.

-Meningkatkan kapasitas dan kualitas promosi domestik dan international

-Meningkatkan profesionalisme pelayanan dan jasa untuk memastikan produktivitas, keselamatan dan kenyamanan pelayanan

-Memastikan bersinerginya perencanaan, aksi, monitoring dan evaluasi dengan target Wakatobi sendiri selaku kawasan konservasi.

-Memastikan terjadinya kerjasama-kerjasama yang lebih baik dan melibatkan sebanyak mungkin pelaku kepariwisataan lokal, baik kerjasama antar pulau maupun luar pulau.

-Mendorong ekspansinya kapal-kapal ke wilayah yang sulit terjangkau ; Binongko dan Runduma

-Mendorong ekspansinya bisnis kapal luar pulau warga lokal menjadi kapal untuk pengembangan bisnis kepariwisataan dalam kepulauan Wakatobi

Gambar

Tabel 01. Profil Akomodasi di Kabupaten Wakatobi
Tabel 02. Pengelola Transportasi dan Tour
Tabel 03. Kelompok Pengrajin di Wakatobi
Tabel  04. Analisis SWOT
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga hasilnya kurang tepat karena kondisi keuangan perbankan sangat buruk akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia sehingga hasil penelitiannya menjadi bias, hal

Hal lain yang terjadi pada PPE adalah pada tahun 2015 dimana TPS Food banyak mengakuisisi perusahaan lain untuk melakukan sebuah ekspansi yang meningkatkan

Adapun langkah-langkah yang dilakukan untuk menganalisis data, antara lain: (1) menghitung total skor masing-masing tes kemampuan matematika dan tes kemampuan menyelesaikan

Peserta didik Diminta untuk memberikan tanggapan dan saling berdiskusi terkait materi yang disampaikan mengenai prinsip, metode, sistem dan rencana pengadaan sarana dan

Pengetahuan yang miskonsepsi jika dibiarkan akan berpengaruh terhadap proses penalaran, apabila mahasiswa mengalami miskonsepsi, maka ia akan kesulitan dalam mempelajari

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelima faktor gaya kepemimpinan : gaya partisipatif, gaya orientasi prestasi, gaya direktif, gaya supportif, dan gaya

Mengarahkan perilaku anak didik adalah tugas guru, dalam hal ini guru dituntut untuk memberikan respon terhadap anak didik yang tak terlibat langsung dalam