• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyebaran, Kepadatan dan Laju Pertumbuhan Penduduk kecamatan

Data dari BPS Kabupaten Kutai Timur menunjukkan jumlah angkatan kerja pada tahun 2004 di Kabupaten Kutai Timur adalah 111.286 orang. Dari jumlah angkatan kerja tersebut yang masih mencari pekerjaan sebanyak 3.733 orang (3,35%), sedangkan yang lainnya masih bersekolah (5,86%), tidak bekerja karena mengurus rumah tangga (26,22%), sudah bekerja (60,21%), dan lain-lain (4,35%). Jumlah angkatan kerja yang masih mencari pekerjaan ini merupakan tenaga kerja yang perlu diberi kesempatan kerja dengan pengembangan perikanan budidaya.

S5: Etos Kerja Budidaya

Masyarakat di pesisir Kabupaten Kutai Timur sebagian besar (lebih dari 60%) adalah pendatang dari P. Sulawesi. Jiwa bahari dari para pendatang ini merupakan modal yang besar dalam pengembangan perikanan budidaya di pesisir, karena masyarakat sudah terbiasa dengan kehidupan di laut. Dari hasil wawancara, masyarakat di pesisir Kabupaten Kutai Timur menunjukkan minat yang cukup tinggi untuk melakukan usaha perikanan budidaya sebagai pekerjaan sampingan dari pekerjaan utama mereka sebagai nelayan. Saat ini di Kecamatan Sangatta sudah cukup banyak nelayan yang beralih profesi menjadi pembudidaya karamba tancap dan rumput laut.

S6: Tersedia Sarana Kelembagaan Budidaya

Sebagai bentuk dukungan terhadap pengembangan perikanan budidaya Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur membentuk Unit Pelayanan Pengembangan (UPP) Perikanan budidaya, yang dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Kutai Timur. Salah satu fungsi UPP perikanan budidaya ini adalah memberi rekomendasi pada Kelompok Pengelola Budidaya yang terdapat di kecamatan-kecamatan untuk memperoleh pinjaman Dana Penguatan Modal dari Bank BRI.

Selain lembaga UPP ini, di Kabupaten Kutai Timur ini terdapat dua koperasi perikanan, yaitu: Koperasi Perikanan Bukit Pelangi dan Koperasi Perikanan Wana Mina. Namun koperasi ini belum mampu membantu para pembudidaya dalam mengatasi permasalahan pemasaran hasil budidaya.

101 2) Kelemahan:

W1: Terbatas Sarana Produksi/Infrastuktur Penunjang

Sarana produksi dan infrastruktur penunjang perikanan budidaya pesisir bisa dikatakan belum tersedia sama sekali di Kabupaten Kutai Timur, baik dari sarana pembenihan, penyediaan sarana produksi seperti pakan, obat-obatan, dan peralatan budidaya, maupun sarana pengolahan pascapanen. Untuk memenuhi semua kebutuhan sarana produksi tersebut, pembudidaya harus mencarinya ke luar daerah seperti Bontang, Samarinda, dan Balikpapan.

W2: Kurangnya Sarana Informasi Pasar

Pembudidaya rumput laut dan kerapu di Kabupaten Kutai Timur belum mepunyai informasi pasar nasional dan internasional yang cukup memadai untuk memasarkan hasil panennya. Selama ini pembudidaya hanya menjual hasil panennya ke tengkulak dengan harga sesuai yang ditawarkan tengkulak, sehingga harga yang diperoleh relatif rendah.

W3: Kurang Pengetahuan Teknologi Budidaya

Berdasarkan hasil pengamatan pada saat survei, beberapa unit karamba kerapu yang diamati dalam keadaan kosong. Tersendatnya usaha budidaya karamba kerapu ini terjadi karena pembudidaya tidak menguasai faktor teknologi dan manajamen budidaya dengan baik, terutama faktor benih yang bermutu, pengendalian hama dan penyakit, pakan ikan, serta pemilihan lokasi yang benar. Demikian juga dengan budidaya rumput laut, unit yang kosong terjadi karena pembudidaya kesulitan memperoleh benih rumput laut yang unggul, serta kondisi oseanografi yang ekstrim pada musim angin selatan dan pancaroba.

Pada usaha budidaya tambak, kolam-kolam yang kosong terjadi karena pembudidaya kesulitan memperoleh benih udang dan ikan bandeng yang bermutu. Sedangkan benih alam yang ditangkap dari perairan disekitarnya dijual dengan harga yang lebih mahal dibanding harga benih dari hatchery. Sebagai contohnya adalah benur alam ukuran fingerling dibeli dengan harga Rp. 100,00/ekor sementara bila dibeli dari hatchery harganya Rp. 40,00/ekor. Namun yang menjadi masalah adalah di Kabupaten Kutai Timur tidak ada hatchery, hatchery yang

102 terdekat berada di Kota Balikpapan yang jaraknya sekitar 250 km atau sekitar 6 jam bila ditempuh melalui jalan darat.

W4: Kurang Pengetahuan Teknologi Pasca Panen

Teknologi pascapanen juga belum dikuasai dengan baik oleh pembudidaya. Hasil panen dari budidaya tambak umumnya dijual dalam keadaan segar, namun karena belum ada coldstorage pendinginan hanya dilakukan dengan menggunakan es batu. Sedangkan pabrik es batu belum tersedia, sehingga es batu dibuat dengan menggunakan refrigerator (lemari es), akibatnya harga es menjadi mahal, dan menambah tinggi biaya produksi. Pabrik es batu yang pernah dibangun dengan dana dari proyek PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) pada tahun 2003 di Dusun Kenyamukan, Kecamatan Sangatta sudah tidak dapat berproduksi 2 bulan setelah pabrik tersebut dibangun. Masalahnya karena tidak cukup suplai air tawar untuk pembuatan es dan tidak ada teknisi yang dapat melakukan perawatan mesin terhadap pabrik es tersebut.

Perlakuan pascapanen terhadap rumput laut adalah dengan pengeringan. Belum ada usaha pengolahan terhadap rumput laut menjadi produk jadi seperti manisan, dodol, atau serbuk agar-agar. Sementara itu sebagai pembanding, para pembudidaya rumput laut di Kota Bontang telah mampu mengolah rumput laut menjadi manisan dan dodol, dan dijual sebagai oleh-oleh khas daerah tersebut. W5: Kualitas SDM Rendah

Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Kutai Timur masih rendah, terutama masyarakat di desa pantai, karena umumnya desa-desa pantai di Kabupaten Kutai Timur masih terisolir dan kurang fasilitas pendidikan. Berdasarkan data dari BPS Kabupaten Kutai Timur tahun 2005, tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai oleh penduduk usia 10 tahun ke atas adalah: tidak sekolah sebanyak 31.673 orang (25,60%), tamat Sekolah Dasar sebanyak 41.397 orang (33,46%), dan tamat Sekolah Lanjutan Pertama sebanyak 25.479 orang (20,59%), atau sekitar 79,65% penduduk Kabupaten Kutai Timur hanya berpendidikan di bawah Sekolah Lanjutan Pertama. Rendahnya tingkat pendidikan ini menyebabkan informasi teknologi budidaya lambat diserap oleh masyarakat. Selain itu masyarakat juga kurang memahami pentingnya menjaga

103 kelestarian sumberdaya alam untuk mendukung keberlanjutan usaha perikanan budidaya.

3) Peluang:

O1: Permintaan Pasar Tinggi

Peluang terbesar yang mendukung pengembangan perikanan budidaya pesisir adalah permintaan terhadap produk perikanan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sebagian besar spesies budididaya laut seperti ikan napoleon, ikan kerapu, udang lobster, teripang, abalone, kerang mutiara merupakan komoditas ekspor yang sangat diminati oleh pasar internasional sehingga memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Tidak hanya pasar internasional, di dalam negeripun pemintaan produk budidaya laut untuk memenuhi kebutuhan konsumsi (seafood) masyarakat terus meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan masyarakat dan perubahan pola hidup masyarakat dari agraris menjadi industri (Soebagio, 2004).

Hasil penelitian FAO (1993) yang diacu oleh Soebagio (2004), mendapatkan adanya kecenderungan perubahan pola makan masyarakat agraris yang sedang berubah menjadi masyarakat industri. Salah satu perubahan pola makan tersebut adalah adanya kecenderungan peningkatan jumlah manusia yang makan di luar rumah, seperti di kantin kantor, katering, restoran. Perubahan pola makan tersebut menuntut adanya makanan dan bahan makanan yang gampang dan cepat disajikan dan dimakan (ready to eat) atau dimasak (ready to cooked), seseuai dengan pola hidup masyarakat industri yang serba cepat. Hasil penelitian tersebut juga memperlihatkan adanya kecenderungan peningkatan konsumsi makanan dari laut (seafood).

Kebutuhan kerapu untuk pasar dunia total diperkirakan sebesar 24.200 ton per tahun atau sebesar US$ 290 juta untuk harga rata-rata US$ 12 per kilogram (BPPT, 2002). Sedangkan untuk pasar rumput laut jenis Euchema cottoni, pada tahun 2006 kebutuhan dunia diperkirakan sebesar 202.300 ton kering dan sampai tahun 2010 diperkirakan sekitar 274.100 ton kering (Anggadireja et al, 2006).

Harga ikan kerapu tikus dalam keadaan hidup ditingkat nelayan dapat mencapai US$ 20 (Rp 200.000,-) untuk setiap kilogramnya. Ikan tersebut

104 diekspor terutama ke Hongkong dengan harga jual yang berlipat kali. Harga rumput laut kering juga meningkat cukup tajam yaitu Rp. 2.450/kg pada tahun 2004 menjadi Rp. 4000/kg pada tahun 2006.

O2: Dukungan Permodalan dari Pemda dan Perusahaan Mitra

Peluang lain dalam pengembangan perikanan budidaya adalah adanya dukungan modal dari pemerintah dan perusahaan mitra. Pada tahun 2006, Dirjen budidaya DKP Pusat memberi batuan untuk pengembangan rumput laut dengan penyaluran melalui Dana Penguatan Modal (DPM) bank BRI sebesar 140 juta. Bunga Angsuran yang harus dibayar petani sebesar 6% dengan jangka waktu pembayaran per 3 bulan. Sedangkan untuk karamba kerapu, Dirjen budidaya DKP Pusat memberi bantuan sebesar 285 juta untuk 10 unit karamba. Bunga Angsuran yang harus dibayar petani sebesar 6% dengan jangka waktu pembayaran per tahun untuk budidaya karamba kerapu. Untuk memperoleh pinjaman ini Kelompok Pengelola Budidaya yang terdapat di kecamatan-kecamatan harus mengajukan permohonan pinjaman Dana Penguatan Modal ke Bank BRI berdasarkan rekomendasi dari UPP Perikanan budidaya.

Selain investasi yang berasal dari Dirjen Budidaya DKP Pusat, Dinas Kelautan Perikanan Kabupaten Kutai Timur juga memberikan bantuan berupa proyek demplot untuk budidaya rumput laut sebesar Rp. 275 juta pada tahun 2006.

O3: Adanya Lembaga Pendidikan yang Mendukung Perikanan Budidaya

Lembaga pendidikan yang mendukung pengembangan perikanan budidaya di Kabupaten Kutai Timur adalah Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Kutai Timur (STIPER Kutai Timur) dan Sekolah Menengah Kejuruan Negeri Kelautan Sangatta (SMKN Kelautan Sangatta).

Salah satu Program Studi di STIPER Kutai Timur adalah Program Studi Ilmu Kelautan. Program Studi ini mempunyai konsentrasi pada pengembangan potensi pesisir dan laut di Kabupaten Kutai Timur. Out put dari program studi ini adalah sarjana perikanan dengan kompetensi 40 % teori dan 60 % praktek. Sedangkan SMKN Kelautan Sangatta menghasilkan lulusan dengan kompetensi

105 sebagai teknisi budidaya. Para lulusan ini merupakan SDM yang dapat diberdayakan untuk pengembangan perikanan budidaya.

4) Ancaman:

T1: Tengkulak yang Mendominasi Pasar

Belum tersedianya lembaga pemasaran semacam koperasi yang mampu menampung dan memasarkan hasil budidaya menyebabkan masyarakat terpaksa menjual hasil panennya pada penampung/tengkulak, yang akan membawa hasil panen tersebut ke eksportir di Balikpapan.

Belum berfungsinya lembaga pemasaran ini berimbas pada harga produk yang fluktuatif di tingkat pembudidaya. Harga kerapu tikus yang diperoleh pembudidaya dari tengkulak/penampung adalah sekitar Rp. 230.000,00 per kilogram dalam keadaan hidup. Sedangkan bila dijual langsung ke eksportir di Balikpapan harga yang diperoleh adalah Rp. 300.000,00. Selain kurang berfungsinya lembaga pemasaran, terjadinya fluktuasi harga adalah karena pembudidaya tidak mengetahui informasi pasar yang terkini, baik mengenai harga, permintaan pasar, maupun siapa konsumen yang memerlukan produk perikanan.

T2: Persaingan dengan Produk dari Luar Daerah

Ancaman lain dalam pemasaran hasil budidaya adalah adanya produk dari daerah lain, misalnya Kota Bontang. Perikanan budidaya pesisir di Kota Bontang lebih maju dibanding budidaya di Kabupaten Kutai Timur, karena sarana dan prasarana serta akses ke Bontang sudah tersedia, sehingga pemasarannya lebih luas. Produksi tambak seperti bandeng dan udang windu dari Bontang banyak masuk ke pasar di Sangatta, ibukota Kabupaten Kutai Timur.

T3: Pencemaran Industri pada Daerah Aliran Sungai (DAS)

Ancaman dari lingkungan terhadap pengembangan budidaya di KabupatenKutai Timur adalah tingginya sedimentasi dan polutan yang terbawa melalui sungai. Pemukiman di Pulau Kalimantan umumnya berada di sepanjang sungai, karena dahulunya sungai merupakan sarana transportasi yang vital sebelum dibangun jalan darat. Selain pemukiman, banyak kegiatan seperti

106 transportasi sungai, pasar, dan industri yang membuang limbah ke sungai. Dari hasil pengamatan pada sungai-sungai yang berada di tengah kota seperti S. Sangatta, polutan yang sering ditemukan adalah minyak dan sampah. Sementara sungai yang jauh dari kota umumnya masih bersih dari sampah.

T4: Konflik Pemanfaatan Lahan

Ancaman dari aspek sosial adalah adanya konflik pemanfaatan lahan antar stakeholders di pesisir Kabupaten Kutai Timur. Konflik yang pernah terjadi adalah antara perusahaan pertambangan PT Kaltim Prima Coal dengan pembudidaya karamba pada Januari 2005.

T5: Kondisi Oseanografi yang Ekstrim pada Musim Tertentu

Kualitas perairan di pesisir Kabupaten Kutai Timur cukup mendukung usaha perikanan budidaya. Namun pada saat tertentu kondisi arus dan gelombang, yang sangat dipengaruhi oleh musim angin, dapat menjadi ekstrim dan merupakan ancaman bagi kelanjutan usaha budidaya. Oleh karena itu diperlukan adanya input teknologi yang dapat mengatasi ancaman tersebut.

Strategi Pengembangan Perikanan budidaya Pesisir

Strategi pengembangan perikanan budidaya pesisir di Kabupaten Kutai Timur dianalisa dengan menggunakan analisis SWOT.

Tabel 27. Hasil External Strategic Factors Analysis Summary (EFAS) Faktor-faktor

Strategi Eksternal Bobot Rating Skor Komentar

1 2 3 4 5

Peluang:

O1: permintaan pasar tinggi

O2: dukungan permodalan dari pemda dan mitra O3: Adanya Lembaga Pendidikan yang Mendukung

Perikanan Budidaya 0,20 0,15 0,10 4 4 2 0,80 0,60 0,20 Pemasaran Permodalan Teknologi Ancaman:

T1: tengkulak yang mendominasi pasar T2: persaingan dengan produk dari luar daerah T3: pencemaran industri pada DAS

T4: konflik pemanfaatan lahan T5: kondisi oseanografi yang ekstrim

0,15 0,10 0,10 0,15 0,05 1 1 2 2 2 0,15 0,10 0,20 0,30 0,10 Pemasaran Pemasaran Teknologi Sosial Teknologi TOTAL 1,00 2,45

107 Tabel 28. Hasil Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS)

Faktor-faktor

Strategi Internal Bobot Rating Skor Komentar

1 2 3 4 5

Kekuatan:

S1: ketersediaan lahan masih luas S2: adanya investasi dari masyarakat

S3: kelayakan usaha perikanan budidaya pesisir S4: tersedia tenaga kerja lokal

S5: etos kerja budidaya

S6: tersedia sarana kelembagaan budidaya

0,1 0,1 0,1 0,1 0,05 0,05 4 3 3 2 1 1 0,4 0,3 0,3 0,2 0,05 0,05 Permodalan Permodalan Pendapatan Sosial Sosial Kelembagaan Kelemahan:

W1: terbatas sarana produksi/infrastuktur penunjang W2: kurangnya sarana informasi pasar

W3: kurang pengetahuan tentang budidaya W4: kurang pengetahuan teknologi pasca panen W5: kualitas SDM rendah 0,15 0,1 0,1 0,1 0,05 1 1 2 2 3 0,15 0,1 0,2 0,2 0,15 Sarana Pemasaran Teknologi Teknologi Sosial TOTAL 1,00 2,10

Sumber: Analisis Data Primer

Dari hasil pembobotan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh diperoleh hasil bahwa faktor-faktor eksternal (peluang dan ancaman) lebih besar pengaruhnya dibanding faktor internal (kekuatan dan kelemahan), terhadap pengembangan perikanan budidaya pesisir di pesisir kabupaten Kutai Timur, dengan rasio sebesar 2,45 : 2,10.

Berdasarkan matriks EFAS dan IFAS tersebut di atas, maka dengan model matriks TOWS diperoleh strategi-strategi yang dikelompokkan dalam 4 kategori, yaitu:

i) Strategi SO, yaitu penggunaan unsur-unsur kekuatan wilayah pesisir untuk mendapatkan keuntungan dari peluang-peluang yang ada;

ii) Strategi WO, yaitu memperbaiki kelemahan yang ada di wilayah pesisir dengan memanfaatkan peluang yang tersedia,

iii) Strategi ST, yaitu penggunaan kekuatan yang ada untuk menghindari atau memperkecil dampak dari ancaman eksternal;

iv) Strategi WT, yaitu taktik pertahanan yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal untuk menghadapi ancaman eksternal (Vincentius, 2003)

108 Tabel 29. Matriks TOWS Strategi Pengembangan Kawasan Perikanan budidaya

MATRIKS TOWS

STRENGTH (S) S1: ketersediaan lahan masih luas S2: adanya investasi dari

masyarakat

S3: kelayakan usaha perikanan budidaya pesisir

S4: tersedia tenaga kerja lokal S5: etos kerja budidaya

S6: tersedia sarana kelembagaan budidaya WEAKNESSES (W) W1: terbatas sarana produksi/ infrastuktur penunjang W2: kurangnya informasi pasar W3: kurang pengetahuan tentang budidaya W4: kurang pengetahuan teknologi pasca panen W5: kualitas SDM rendah OPPORTUNITIES (O)

O1: permintaan pasar tinggi O2: dukungan permodalan dari

pemda dan mitra

O3: adanya lembaga pendidikan yang mendukung perikanan budidaya

STRATEGI SO 1) peningkatan skala usaha

perikanan budidaya dengan memanfaatkan investasi dari mitra atau pemda;

2) pemberdayaan tenaga kerja lokal sebagai pekerjaan sampingan atau utama dalam perikanan budidaya; STRATEGI WO 1)pengembangan sarana dan infrastruktur budidaya laut; 2)peningkatan kapasitas SDM di pesisir; 3)pengembangan teknik budidaya dan pengolahan/pasca panen; THREATH (T) T1: tengkulak yang mendominasi

pasar

T2: persaingan dengan produk dari luar daerah

T3: pencemaran industri pada DAS T4: konflik pemanfaatan lahan T5: kondisi oseanografi ekstrim

STRATEGI ST 1)pengembangan sistem

pemasaran yang bisa menggerakkan perekonomian lokal;

2)pengembangan kawasan budidaya terpadu untuk mengoptimalkan pemanfaatan perairan pesisir; STRATEGI WT 1)pengembangan akses informasi budidaya melalui kelembagaan yang terkait;

Sumber: Analisis Data Primer

Strategi-strategi di atas selanjutnya diurutkan menurut rangking berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunnya, sebagaimana disajikan pada Tabel 30.

109 Tabel 30. Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan Kawasan Budidaya di

Pesisir Kabupaten Kutai Timur

UNSUR SWOT KETERKAITAN SKOR RANK

Strategi 1

1) peningkatan skala usaha perikanan budidaya dengan memanfaatkan investasi dari mitra perusahaan atau pemda;

S1,S2,S3,O1,O2 2,40 1

Strategi 2 2) pengembangan teknik budidaya dan pasca panen;

W3,W4,W5,O1,O3 1,55 2

Strategi 3 3) peningkatan kapasitas SDM di pesisir; W3,W4,W5,O2, O3 1,35 3

Strategi 4 4) pemberdayaan tenaga kerja lokal sebagai

pekerjaan sampingan atau utama; S4,S5,O1

1,05 4

Strategi 5 5) pengembangan kawasan budidaya terpadu untuk mengoptimalkan pemanfaatan perairan pesisir;

S1,S6,T3,T4,T5 1,05 5

Strategi 6 6) pengembangan sarana dan infrastruktur

budidaya pesisir; W1,O1

0,95 6

Strategi 7 7) pengembangan sistem pemasaran yang bisa

menggerakkan perekonomian lokal; S2,S6,T1,T2

0,60 7

Strategi 8 8) pengembangan akses informasi melalui

kelembagaan yang terkait; W1,W2,T1,T2

0,50 8

Sumber: Analisis Data Primer

Setelah memperhatikan segala potensi sumber daya dan aktivitas perikanan budidaya pesisir di Kabupaten Kutai Timur dan digabungkan dengan faktor dari analisa SWOT maka disusun rencana program kerja dan rencana strategi dalam pengembangan perikanan budidaya di pesisir. Selengkapnya rencana strategi yang kemudian diaplikasikan dalam rencana program adalah sebagai berikut :

) Strategi 1

Peningkatan skala usaha perikanan budidaya pesisir.

¾ Pencetakan lahan tambak dan pembuatan unit karamba baru.

¾ Pinjaman lunak, kredit, atau dana bergulir untuk meningkatkan skala usaha.

¾ Penyediaan sarana produksi seperti benih, pakan, peralatan, dan obat- obatan untuk operasional budidaya.

110

Dokumen terkait