• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.4. Analisis Keberlanjutan Usaha Penggemukan Sapi Potong PT

6.4.1. Penyediaan Sapi Bakalan

Pada dasarnya bagaimana penyediaan sapi bakalan dan pakan dimasa yang akan datang tidak terlepas dari bagaimana penyediaan bahan baku produksi tersebut dimasa lalu sampai saat ini. Apa saja kendala atau kesulitan berarti yang dialami perusahaan dalam penyediaan bahan baku tersebut sejauh ini dapat dijadikan sebagai salah satu pertimbangan untuk perkiraan penyediaan sapi bakalan dan pakan kedepannya.

Sapi bakalan pada PT Andini Persada Sejahtera mayoritas merupakan sapi impor yang didatangkan dari Fremantle, Coral, Blum, Darwin, dan Brisbane di Australia. Sedangkan sapi lokal didatangkan dari Bali dan Nusa Tenggara dengan proporsi yang sedikit jumlahnya.

Berdasarkan pengalaman perusahaan dalam penyediaan sapi bakalan selama ini tidak pernah mengalami kendala yang berarti. Perusahaan juga telah memperkirakan dalam waktu mendatang perusahaan akan tetap bisa melakukan impor sapi dengan baik. Sejauh ini letak kesinambungan usaha penggemukan sapi potong PT Andini Persada Sejahtera bertumpu pada kebijakan pemerintah dalam hal regulasi kuota izin masuk sapi bakalan.

Saat ini regulasi tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/OT.140/1/2008 tentang syarat dan tata cara pemasukan dan pengeluaran benih, bibit ternak, dan ternak potong. Fokus dari peraturan tersebut adalah mengontrol masuknya sapi bakalan ke dalam negeri untuk menjaga kelangsungan pengembangan populasi ternak dalam negeri, mencegah kemungkinan timbul dan menyebarnya penyakit hewan, serta melindungi konsumen dari benih, bibit ternak, dan ternak potong yang tidak memenuhi persyaratan teknis.

Permentan ini menggantikan peraturan sebelumnya yaitu SK Menteri Pertanian No. 750/Kpts/Um/10/1982 tentang syarat-syarat pemasukan bibit ternak dari luar negeri yang bertujuan untuk meningkatkan produksi, populasi dan mutu ternak serta meningkatkan pendapatan peternak. Kebijakan ini sebagai upaya pemerintah untuk mendorong pengembangan peternakan di Indonesia agar dapat

meningkatkan produksi, populasi dan mutu ternak sehingga dapat meningkatkan pendapatan peternak.

Tentunya melalui peraturan yang baru pemasukan ternak potong menjadi lebih selektif dan ketat. Masuknya sapi bakalan impor juga dibatasi maksimal hanya yang berbobot 350 kg/ekor. Padahal bobot ideal siap jual untuk sapi impor adalah 360 kg/ekor sehingga sapi-sapi tersebut harus melalui proses pemeliharaan terlebih dahulu. Namun demikian perusahaan masih dapat mengelola pemasukan sapi bakalan tersebut dengan baik tanpa mengurangi kuantitas dari sapi potong yang mampu dipelihara perusahaan.

Dalam hal ketersediaan sapi bakalan dari negara asalnya, sejauh ini hal tersebut juga tidak pernah menjadi kendala dalam penyediaan sapi bakalan pada perusahaan. Dari 4 musim yang ada di Australia, pengaruh pada sapi bakalan adalah hanya pada harga jual dan belinya saja, sehingga prospek perusahaan kedepan dalam penyediaan sapi bakalan akan terjamin. Sebagai tambahan informasi, di Australia jumlah penduduk ± 22 juta dan jumlah sapinya ± 200 juta, sedangkan di Indonesia jumlah penduduk ± 230 juta dan jumlah sapi hanya ± 10 juta. Tentunya dengan jumlah sapi ± 10 juta tidak mampu memenuhi kebutuhan daging sapi dalam negeri untuk ± 230 juta penduduk. Berdasarkan informasi tersebut, maka ketersediaan sapi bakalan impor dimasa mendatang tidak perlu dikhawatirkan.

Sumber utama penyediaan sapi bakalan lokal tergantung pada usaha pembibitan di dalam negeri yang umumnya masih diusahakan oleh peternakan rakyat. Hadi dan Ilham (2002) memaparkan beberapa masalah dalam pengembangan usaha pembibitan adalah :

a) Pada daerah sentra produksi pertanian usaha pembibitan menurun karena berkurangnya permintaan tenaga kerja ternak untuk mengolah tanah sebagai akibat dari makin tingginya intensitas tanam terutama padi.

b) Upaya inseminasi buatan (IB) masih kekurangan tenaga inseminator, semen bangsa sapi unggul dan fasilitas IB.

c) Skala usaha kecil karena tenaga kerja keluarga terbatas.

d) Areal padang penggembalaan makin sempit karena terjadi konversi ke penggunaan lain.

e) Adanya penyakit reproduksi pada sistem pembibitan ekstensif.

f) Unit Pelaksana Teknis (UPT) terkait belum mampu memproduksi dan mendistribusikan ternak dalam jumlah yang memadai, serta kurang responsif terhadap meningkatnya minat peternak akan semen sapi unggul jenis tertentu.

g) Pihak swasta belum ada yang tertarik pada usaha pembibitan karena kurang menguntungkan dibanding usaha penggemukan.

Mengenai pemeliharaan sapi lokal, sedikitnya jumlah sapi lokal yang dipelihara perusahaan disebabkan oleh beberapa hal. Selain karena jumlah ketersediaan sapi lokal sendiri sangat sedikit seperti yang telah disebutkan sebelumnya, hampir semua perusahaan penggemukan sapi potong juga telah melakukan kajian secara ekonomis bahwa ADG sapi lokal maksimal hanya mencapai 0,6 kilogram/hari sedangkan untuk bakalan impor bisa mencapai 1,6 kilogram/hari. Dari sisi harga bakalan, harga sapi bakalan lokal juga lebih mahal dari sapi bakalan impor yaitu mencapai Rp 28.500 /kg dan sapi bakalan impor hanya Rp 22.500 /kg.

Disamping itu, Hadi dan Ilham (2002) menambahkan untuk memperoleh sapi bakalan dalam jumlah besar cara impor lebih cepat dibanding pengadaan dari dalam negeri, biaya transportasi dari Australia (Darwin) juga lebih murah daripada dari Nusa Tenggara (Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat). Dalam hal sapi yang dijual oleh perusahaan, jumlah sapi impor mencapai 99 persen dan sisa 1 persen untuk sapi lokal karena walaupun sapi lokal sendiri diminati masyarakat, namun pemeliharaan sapi lokal dapat menyebabkan kerugian.

Strategi perusahaan sendiri dalam pengembangan usaha penggemukan sapi potong adalah terus meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) dengan terus mengkaji dan mengadopsi teknologi penggemukan sapi potong dari pemerintah maupun swasta atau perusahaan sejenis, meningkatkan kapasitas dan kenyamanan sapi di kandang dalam satu kesatuan dengan kualitas pakannya, serta menghasilkan produk sapi potong yang diminati oleh pasar. Dalam upaya keberlanjutan penyediaan sapi bakalan ini perusahaan akan terus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan pihak eksportir.

Dokumen terkait