• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis efisiensi produksi dan pendapatan usaha penggemukan sapi potong serta keberlanjutannya: studi kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis efisiensi produksi dan pendapatan usaha penggemukan sapi potong serta keberlanjutannya: studi kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung"

Copied!
307
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN

USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG

SERTA KEBERLANJUTANNYA

(Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung)

ADE NOVITA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

ADE NOVITA. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Potong serta Keberlanjutannya (Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung). Dibimbing Oleh AHYAR ISMAIL.

Sub sektor peternakan berperan sebagai penyedia protein hewani bagi masyarakat. Protein hewani sendiri memiliki peran penting dalam membentuk masyarakat yang sehat, cerdas, produktif, dan berkualitas. Salah satu sumber protein hewani yang banyak disukai masyarakat adalah daging sapi. Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, kebutuhan masyarakat akan daging sapi juga turut meningkat. Disamping itu, meningkatnya tingkat pendidikan juga turut mendorong permintaan akan daging sapi. Permintaan tersebut dikarenakan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani. Meningkatnya tingkat pendapatan perkapita juga dapat mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap daging sapi semakin meningkat.

Permintaan masyarakat akan daging sapi tersebut tentunya harus diimbangi dengan tingkat produksinya. Salah satu upaya meningkatkan produksi daging sapi adalah dengan melakukan penggemukan sapi potong. PT Andini Persada Sejahtera merupakan salah satu perusahaan peternakan yang bergerak dibidang penggemukan sapi potong melihat kondisi tersebut sebagai sebuah peluang dan tantangan untuk terus mengembangkan usahanya. Upaya menghasilkan hasil produksi tentunya melibatkan penggunaan beberapa faktor produksi. Oleh karena itu perlu dilihat bagaimana tingkat produksi dari perusahaan tersebut. Sejauh mana tingkat pendapatan perusahaan juga akan dilihat agar perusahaan peternakan ini dapat dijalankan dengan baik. Disamping itu, bagaimana keberlanjutan usaha juga akan coba dijelaskan agar kontinuitas pemotongan ternak dimasa yang akan datang bisa terpenuhi dan usaha dapat bertahan serta tetap berjalan dengan baik.

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada taraf nyata (α) 0,01

(3)

Total biaya tetap dan biaya variabel pada perusahaan masing-masing adalah Rp 405.675.000 dan Rp 10.226.962.614. Total penerimaan perusahaan adalah Rp 12.582.671.750 yang berasal dari penjualan ternak sapi selama satu periode pemeliharaan. Maka total pendapatan PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, selama satu periode pemeliharaan adalah sebesar Rp 1.950.034.136. Pendapatan tersebut bernilai positif sehingga dapat diartikan juga bahwa selama satu periode pemeliharaan, perusahaan memperoleh keuntungan sebesar Rp 1.950.034.136. Nilai rasio penerimaan dan biaya pada perusahaan adalah 1,183. Nilai R/C ratio sebesar 1,183 dapat diartikan bahwa untuk setiap 1 rupiah yang dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan produksinya, perusahaan akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,183 rupiah. Nilai R/C ratio yang lebih besar dari 1 dan pendapatan ynag bernilai positif ini menunjukkan bahwa PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, menguntungkan untuk dijalankan.

Penyediaan sumberdaya bahan baku sapi bakalan dan pakan pada perusahaan sejauh ini tidak pernah mengalami masalah yang berarti. Mengenai ketersediaan sapi bakalan dari negara asal juga tidak pernah menjadi kendala dalam penyediaan sapi bakalan pada perusahaan. Mengenai musim yang ada di negara asal hanya memberikan pengaruh pada harga jual dan beli sapi bakalan saja. Perusahaan juga telah menyiapkan strategi tersendiri dalam penyediaan bahan baku pakan di masa mendatang sehingga prospek perusahaan kedepan dalam penyediaan sapi bakalan dan pakan akan terjamin. Penanganan limbah pada PT Andini Persada Sejahtera sendiri, baik limbah padat maupun limbah cair, tidak menggunakan cara khusus atau teknologi tertentu. Walaupun tidak dilakukan perlakuan khusus pada limbah peternakan, namun PT Andini Persada Sejahtera tetap memprioritaskan kepentingan lingkungan terlebih masyarakat sekitar.

(4)

ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN

USAHA PENGGEMUKAN SAPI POTONG

SERTA KEBERLANJUTANNYA

(Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung)

ADE NOVITA H44061638

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Potong serta Keberlanjutannya (Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung)

Nama : Ade Novita

NRP : H44061638

Menyetujui, Pembimbing,

Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr NIP : 19620604 199002 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen,

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP : 19660717 199203 1 003

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHA

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ade Novita dilahirkan di Jakarta pada tanggal 13 November 1988 dari pasangan Bapak Erlan Noor Hakim dan Ibu Muni Patini. Penulis mengawali jenjang pendidikan di TK As-Saadah Jakarta pada tahun 1993. Tahun 2000 penulis lulus dari SD Negeri Balimester 03 Jakarta. Kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 62 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 54 Jakarta sampai dengan tahun 2006.

Pada tahun 2006 melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswi program mayor Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen (ESL FEM). Penulis mengambil program minor Ekonomi dan Studi Pembangunan.

Selama mengenyam pendidikan di bangku perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti beberapa kegiatan kemahasiswaan. Penulis menjadi pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM) periode 2007-2008 sebagai staf divisi Pendidikan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (PPSDM). Periode 2008-2009 penulis menjadi pengurus himpunan profesi ESL yaitu Resource and Enviromental Economics Student Association

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Potong serta Keberlanjutannya (Studi Kasus PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong

Bandung)” dengan baik. Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada

junjungan besar Nabi Muhammad SAW.

Konsumsi daging sapi akan meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk, meningkatnya tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat. Kebutuhan tersebut harus diimbangi dengan produksi daging sapinya. Salah satu upaya peningkatan produksi daging sapi adalah dengan melakukan penggemukan sapi potong. Oleh karena itu penulis akan coba membahas bagaimana produksi dan pendapatan usaha penggemukan sapi potong, serta keberlanjutan usaha penggemukan sapi potong PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung.

Skripsi ini ditulis dengan harapan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penyusunan skripsi, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat memperbaiki serta menyempurnakan skripsi ini.

Bogor, Februari 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Allah SWT atas ridho yang telah diberikan kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan lancar. Pada kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Mamikuu, papa Ali, dan mas Ditra atas doa, kasih sayang, perhatian, nasihat, pengorbanan, dorongan, dan berbagai bentuk dukungan yang telah diberikan kepada penulis. Tak lupa untuk abah Erlan, doa ade selalu untuk abah.

2. Bapak Dr. Ir. Ahyar Ismail, M. Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan banyak waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran, dan kritik dengan penuh keikhlasan dan kesabaran mulai dari awal penyusunan hingga akhir penulisan skripsi.

3. Bapak Ir. Ujang Sehabudin selaku dosen penguji utama dan dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan dan memberikan masukan yang membangun bagi skripsi ini. 4. Bapak Novindra, SP selaku dosen penguji wakil departemen yang telah

memberikan saran dan kritik bagi penyempurnaan skripsi ini.

5. Bapak Ir. Prihatin Nugroho selaku pemilik, Bapak Drs. Bagus Herbudiono, serta segenap karyawan PT Andini Persada Sejahtera yang telah memberikan kesempatan kepada penulis serta membantu pengumpulan data selama melakukan penelitian. Terima kasih juga untuk Bapak Soemardjo atas rekomendasi yang diberikan.

(10)

7. Teman-teman ESL 43 atas persahabatan dan kebersamaan yang terjalin. Irvan Sanjaya, Dwiyanti Nurshifa, serta teman-teman satu bimbingan Ario Hakim Wicaksono, Bryan Adha Langga Perkasa, dan Achmad Dhia Ulhaq.

8. Tasya Adela, Fitria Astriana, Caresza Irfanti, Putri Damayanti, Ira Tria dan Suci Nurul, serta Ervina Aprianti dan Neza Fadia atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis, dorongan semangat, berbagi cerita, keceriaan, dan pengalaman hidup.

9. Dian Hermalinda, Sri Huzaimah, Kak Hans Hartanto atas bantuannya diawal penyusunan skripsi. Tak lupa untuk Bayu Sasono Aji, terima kasih untuk segala doa, perhatian, bantuan, dan dorongan, terima kasih untuk tawa dan tangis yang telah diberikan sehingga menjadi pembelajaran bagi penulis. 10. Teman-teman yang selalu mendukung, Irna Monalisa, Desnita Suryantini,

serta teman-teman IPA 1 SMA 54 khususnya para lempers. 11. Sepupu-sepupu dan keluarga besar yang selalu mendoakan.

(11)

DAFTAR ISI

2.3. Budidaya Penggemukan Sapi Potong ... 18

2.3.1. Bakalan Untuk Digemukan ... 18

2.3.4.3. Penyakit Ngorok (Mendengkur)/Penyakit Septichaema Epizootica (SE) ………..…… 29

2.3.4.4. Penyakit Radang Kuku atau Kuku Busuk

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 33

3.1.1. Konsep Fungsi dan Elastisitas Produksi ... 33

3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Input ……… 37

(12)

3.1.3.1. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya

(R/C ratio) ……… 42

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 43

IV. METODE PENELITIAN ... 47

4.1. Lokasi dan Waktu ... 47

4.2. Jenis dan Sumber Data ... 47

4.3. Penentuan Jumlah Sampel ... 48

4.4. Pengumpulan Data ... 49

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……… 49

4.5.1. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi 50 4.5.1.1. Uji Parsial (Uji-t) ... 56

4.5.1.2. Uji Simultan (Uji-F) ... 58

4.5.1.3. Koefisien Determinasi ... 59

4.5.1.4. Metode Uji Ekonometrik ... 60

4.5.1.4.1. Uji Normalitas ... 60

4.5.1.4.2. Uji Multikolinearitas ... 62

4.5.1.4.3. Uji Heteroskedastisitas ... 62

4.5.2. Analisis Efisiensi Produksi ……….. 63

4.5.2.1. Efisiensi Teknis ... 64

4.5.2.2. Efisiensi Ekonomis ... 65

4.5.3. Analisis Pendapatan dan Rasio Penerimaan Biaya (R/C ratio) ………...……….... 66

4.5.4. Analisis Keberlanjutan Usaha ………. 68

4.5.5. Batasan Istilah ... 69

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ……… 73

5.1. Keadaan Umum Lokasi Perusahaan ……… 73

5.2. Sejarah Perkembangan Perusahaan ……….…. 74

5.3. Tatalaksana Pemeliharaan ……… 77

5.3.1. Ternak yang Dipelihara ………... 77

5.3.2. Kandang ... 79

5.3.3. Struktur Organisasi dan Tenaga Kerja ……… 80

5.3.4. Pemberian Pakan dan Minum ………. 82

5.3.5. Kesehatan Ternak ……….... 86

5.4. Produksi dan Pemasaran ………..… 89

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ………..….. 91

6.1. Analisis Fungsi Produksi PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung ……….... 91

6.2. Analisis Efisiensi Produksi PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung ……….... 95

6.2.1. Efisiensi Teknis ………... 95

6.3. Analisis Pendapatan Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung ………. 99

(13)

6.3.2. Penerimaan Usaha Penggemukan Sapi Potong PT

Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung …….... 107

6.3.3. Pendapatan dan R/C ratio Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung ………... 108

6.4. Analisis Keberlanjutan Usaha Penggemukan Sapi Potong PT Andini Persada Sejahtera ………. 110

6.4.1. Penyediaan Sapi Bakalan ………...…. 110

6.4.2. Penyediaan Bahan Baku Pakan ………...… 114

6.4.3. Pengelolaan Limbah ……….... 117

VII. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 121

7.1. Kesimpulan ……….. 121

7.2. Saran ………...………. 122

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Kandungan Protein Dalam Berbagai Komoditi Daging ………… 4 2 Populasi, Jumlah Pemotongan, dan Produksi Daging Sapi Potong

Nasional, Tahun 2004 –2008 ………...…………. 4 3 Volume Impor Sapi Bakalan dan Daging Sapi Nasional, Tahun

2004 –2008 ……… 6

4 Populasi, Jumlah Pemotongan, dan Produksi Daging Sapi Potong

Jawa Barat, Tahun 2004 –2008 ….………... 7 5 Jumlah Sampel Sapi Potong yang Digunakan Selama Satu

Periode Pemeliharaan ………...…….. 49 6 Populasi Ternak Dipelihara PT Andini Persada Sejahtera,

Cikalong Bandung Saat Penelitian ………. 78 7 Jam Kerja dan Jenis Kegiatan Karyawan Harian PT Andini

Persada sejahtera, Cikalong Bandung ……….... 82 8 Hasil Estimasi Faktor-Faktor Produksi ……….……. 92 9 Hasil Analysis of Variance………. 93 10 Nilai Elastisitas Produksi Setiap Faktor Produksi pada PT Andini

Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode

Pemeliharaan, Tahun 2010 ………... 95

11 Koefisien Teknis Sapi Bulls, Steers, dan Heifers pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode

Pemeliharaan, Tahun 2010 ………. 99

12 Biaya Penyusutan Bangunan pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun

2010 ……… 100

13 Biaya Penyusutan Mesin pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun

2010 ……… 102

14 Biaya Penyusutan Peralatan pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun

2010 ……… 103

15 Biaya Tetap pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong

(15)

16 Biaya Variabel pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong

Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 …….. 106 17 Total Biaya pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong

Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 …….. 107 18 Total Penerimaan pada PT Andini Persada Sejahtera, Cikalong

Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun 2010 …….. 108 19 Pendapatan dan R/C ratio pada PT Andini Persada Sejahtera,

Cikalong Bandung, Selama Satu Periode Pemeliharaan, Tahun

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Konsumsi Daging Sapi Nasional, Tahun 2004 –2008 .……...….. 5 2 Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM), dan

Produk Rata-Rata (PR) ………..

35

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Bagan Struktur Organisasi Perusahaan ... 126

2 Hasil Pengolahan Fungsi Produksi ... 127

3 Hasil Uji Normalitas ... 128

4 Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 129

5 Kuesioner Penelitian ... 130

(18)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki potensi sumber daya alam yang cukup melimpah. Iklimnya tropis dan tersedia lahan subur dalam porsi yang cukup luas terbentang dari Sabang hingga Merauke. Faktor-faktor tersebut menjadikan Indonesia sebagai negara yang potensial untuk dibangun usaha dalam sektor pertanian (agriculture sector), khususnya sub sektor peternakan.

Usaha peternakan memiliki prospek yang cukup menjanjikan. Setelah sempat terpuruk akibat krisis ekonomi, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sub sektor peternakan bangkit kembali dengan rata-rata pertumbuhan PDB antara tahun 2000-2006 sebesar 3,63 persen. Pada periode yang sama, angka tersebut di atas laju pertumbuhan sektor pertanian (2,66 persen/tahun), sub sektor tanaman pangan (2,05 persen/tahun), sub sektor perkebunan (3,24 persen/tahun), dan sub sektor kehutanan (-0,07 persen/tahun). Kemampuan sub sektor peternakan tumbuh dengan cepat disebabkan sudah berkembangnya industri peternakan, terutama ayam ras dan sapi potong (BPS, berbagai terbitan dalam Ilham, 2008). Sub sektor peternakan juga mendukung program ketahanan pangan baik sebagai penyedia bahan pangan bergizi tinggi ataupun sebagai penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat.

(19)

Amerika1. Jumlah penduduk yang tinggi ini tentunya membutuhkan pasokan daging yang besar sebagai salah satu sumber pemenuhan kebutuhan protein hewani.

Peran protein hewani sangat penting dalam membantu meningkatkan kecerdasan bangsa. Sebenarnya ada dua macam protein yang biasa dikonsumsi masyarakat, yaitu protein hewani dan protein nabati. Namun peran protein hewani dalam membentuk masyarakat yang sehat, cerdas, produktif, dan berkualitas hampir tidak dapat digantikan oleh protein nabati. Protein hewani memiliki semua asam amino esensial sehingga disebut protein lengkap. Sedangkan protein nabati yang dapat diperoleh antara lain dari padi-padian, biji-bijian, dan kacang-kacangan, disebut protein tidak lengkap karena mempunyai kekurangan satu atau lebih asam amino esensial. Pemanfaatan protein oleh tubuh sangat ditentukan oleh kelengkapan kandungan asam amino esensial yang terkandung dalam protein yang dikonsumsi. Semakin lengkap asam amino esensial dan kandungannya dapat memenuhi kebutuhan tubuh, semakin tinggi nilai pemanfaatan protein tersebut bagi tubuh. Selain itu, protein hewani juga mengandung vitamin B12 dimana vitamin tersebut tidak ditemukan dalam protein nabati. Vitamin B12 bermanfaat dalam optimalisasi fungsi syaraf. Oleh karena itu, salah satu cara untuk meningkatkan kecerdasan dan kualitas suatu bangsa maka konsumsi protein hewani di negara tersebut harus ditingkatkan karena dapat dipastikan konsumsi protein hewani di negara-negara maju sudah cukup tinggi2.

1

Penduduk Indonesia Terbanyak Keempat di Dunia.

(http://www.antaranews.com/berita/1280760251/penduduk-indonesia-terbanyak-keempat-di-dunia). Tanggal akses : 29/07/2010.

2

Membangun Kesadaran Pentingnya Mengonsumsi Protein Hewani.

(20)

Selain tingginya jumlah penduduk, meningkatnya tingkat pendidikan juga turut mendorong permintaan akan produk peternakan. Permintaan tersebut dikarenakan kesadaran masyarakat akan pentingnya konsumsi protein hewani yang berasal dari produk-produk peternakan. Meningkatnya tingkat pendapatan perkapita juga dapat mengakibatkan daya beli masyarakat terhadap produk peternakan semakin meningkat.

Hal-hal tersebut dapat dijadikan peluang untuk mengembangkan usaha ternak dan menjadikan usaha ternak sebagai lahan usaha yang prospektif untuk dikelola. Disamping itu pengembangan usaha ternak diharapkan dapat memenuhi tantangan dalam ketahanan pangan, lapangan pekerjaan, kesejahteraan masyarakat, serta perekonomian nasional.

Jenis ternak yang umumnya diusahakan di Indonesia adalah jenis ruminansia (seperti sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba) dan non ruminansia (seperti ayam, itik, babi). Estimasi Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) 2006 menggambarkan bahwa dalam 5 tahun ke depan Indonesia akan mengalami surplus produksi daging unggas, daging non unggas, daging non sapi, dan telur. Sementara itu, untuk produksi daging sapi masih akan mengalami defisit. Berdasarkan estimasi tersebut diduga bahwa masalah yang dihadapi adalah pemenuhan kecukupan daging sapi3. Padahal daging sapi itu sendiri memiliki persentase protein yang paling tinggi diantara komoditi daging lainnya. Persentase protein tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

3

(21)

Tabel 1. Kandungan Protein dalam Berbagai Komoditi Daging (persen) Jenis daging Sapi Kerbau Kambing Domba Ayam Itik

Protein 18,8 18,7 16,6 17,1 18,2 16,0

Sumber : Karyadi dan Muhilal, Kecukupan Yang Dianjurkan (1992)4

Sapi potong merupakan salah satu ternak ruminansia yang mempunyai kontribusi terbesar sebagai penghasil daging. Data populasi, jumlah pemotongan, dan produksi daging sapi dari Direktorat Jenderal Peternakan (Ditjennak) di Indonesia tahun 2004 hingga tahun 2008 menunjukkan bahwa populasi ternak sapi potong terus mengalami peningkatan pada tahun-tahun tersebut. Jumlah pemotongan sapi potong yang tercatat sedikit mengalami penurunan pada tahun 2005, namun di tahun-tahun selanjutnya jumlah pemotongan tersebut terus meningkat. Produksi daging sapi sendiri mengalami fluktuasi yang beragam dari tahun 2004 hingga tahun 2008. Produksi daging mengalami penurunan pada tahun 2005, kemudian meningkat di tahun 2006, kembali menurun di tahun 2007 dan kembali meningkat di tahun 2008. Produksi daging sapi sendiri menduduki peringkat pertama perkembangan produksi daging non unggas di Indonesia. Produksi daging sapi ini menggambarkan penawaran daging sapi dalam negeri. Penjelasan di atas dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Populasi, Jumlah Pemotongan, dan Produksi Daging Sapi Potong Nasional, Tahun 2004 - 2008

Tahun Populasi (ekor) Jumlah pemotongan (ekor) Produksi daging (ton)

2004 10.532.889 1.733.360 447.573

2005 10.569.312 1.653.770 358.707

2006 10.875.125 1.799.781 395.842

2007 11.514.871 1.885.952 339.479

2008 12.256.604 1.899.107 392.551

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia (2009)

4

(22)

Menurut Direktorat Kesmavet (Kesehatan Masyarakat Veteriner), Ditjennak Kementrian Pertanian RI, permintaan daging sapi terus mengalami peningkatan setiap tahunnya, sejalan dengan peningkatan populasi penduduk dan perbaikan pendapatan yang juga akan mempengaruhi elastisitas permintaan daging sapi. Daging sapi merupakan komoditi yang memiliki elastisitas tinggi terhadap permintaan seiring dengan meningkatnya taraf kesejahteraan hidup masyarakat. Permintaan daging sapi tersebut digambarkan oleh konsumsi daging sapi dalam negeri.

Subagyo (2009) menyatakan konsumsi daging sapi di Indonesia pada tahun 2004 mencapai 447.908 ton. Namun pada tahun selanjutnya menurun cukup signifikan menjadi 302.203 ton. Penurunan konsumsi masih terus berlanjut hingga tahun 2006, akibat melambungnya harga bahan bakar minyak yang terjadi pada akhir tahun 2005 sehingga menyebabkan turunnya daya beli masyarakat pada waktu itu. Pada tahun 2007 konsumsi daging sapi meningkat mencapai 453.844 ton dan selanjutnya tahun 2008 menurun mencapai angka 395.035 ton. Grafik konsumsi daging sapi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.

(23)

Gambar 1. Konsumsi Daging Sapi Nasional, Tahun 2004 - 2008

Penurunan konsumsi daging sapi mulai tahun 2004 - 2006 adalah sebesar 32,53 persen pada tahun 2005 dan 68,93 persen pada tahun 2006 dimana konsumsi daging sapi tahun 2006 sebesar 93,9 ribu ton. Pada tahun 2007 konsumsi daging sapi meningkat sangat tinggi yaitu sebesar 383,33 persen dan kembali menurun di tahun 2008 sebesar 12,96 persen. Namun demikian konsumsi daging sapi diperkirakan akan meningkat tiap tahunnya dan akan terus meningkat seiring dengan membaiknya perekonomian Indonesia.

Peningkatan konsumsi daging sapi belum dapat diimbangi dengan produksi daging sapi yang memadai, baik dari segi mutu maupun jumlahnya, sehingga terjadi jurang yang semakin lebar antara permintaan dan penawaran daging sapi. Hal ini memaksa pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan impor daging sapi (Subagyo, 2009).

Impor komoditas sapi ke Indonesia, baik daging sapi maupun sapi bakalan cukup tinggi. Jumlahnya pun meningkat setiap tahunnya. Selain karena banyaknya permintaan akan daging sapi, tingginya impor juga dikarenakan ketersediaan sapi lokal yang sangat terbatas. Adanya impor ini diharapkan juga dapat menahan laju pemotongan sapi lokal dan menjaga keberlangsungan sapi lokal tersebut. Jumlah impor komoditas sapi disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Volume Impor Sapi Bakalan dan Daging Sapi Nasional, Tahun 2004 - 2008

Jenis Komoditi Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Sapi bakalan (000 ekor) 235,8 256,2 265,7 414,2 570,1 Daging sapi (000 ton) 11,8 21,5 25,9 39,4 45,7 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, Kementrian Pertanian Republik Indonesia (2009)

(24)

Terlebih lagi daging sapi juga merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak disukai konsumen. Harga daging sapi juga cenderung stabil bahkan meningkat. Oleh karena itu usaha ternak sapi potong dapat menjadi lahan usaha yang potensial untuk dikelola, produksi daging sapi juga harus ditingkatkan lagi agar dapat memenuhi kebutuhan daging sapi masyarakat.

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi daging sapi adalah dengan melakukan penggemukan sapi potong. PT Andini Persada Sejahtera sebagai salah satu perusahaan peternakan yang bergerak dibidang penggemukan sapi potong melihat kondisi tersebut sebagai sebuah peluang dan tantangan untuk terus mengembangkan usahanya. Perusahaan ini terletak di Provinsi Jawa Barat yang merupakan sumber produksi daging sapi terbesar kedua di Indonesia setelah Jawa Timur. Jumlah populasi, pemotongan ternak yang tercatat, dan produksi daging sapi untuk Provinsi Jawa Barat dari tahun 2004 hingga tahun 2008 dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4. Populasi, Jumlah Pemotongan, dan Produksi Daging Sapi Potong Jawa Barat, Tahun 2004 - 2008

Tahun Populasi (ekor) Jumlah pemotongan (ekor) Produksi daging (ton)

2004 232.949 282.353 79.029

2005 234.840 256.981 72.529

2006 254.243 273.163 77.759

2007 272.264 270.569 50.646

2008 295.554 297.004 70.010

(25)

pemotongan dan produksi daging pun kembali menurun, dan di tahun 2008 jumlah keduanya kembali meningkat.

Keberadaan PT Andini Persada Sejahtera turut berkontribusi dalam upaya pemenuhan kebutuhan daging sapi dalam negeri, khususnya Jawa Barat dan sekitarnya karena hampir 80 persen hasil produksi perusahaan ini dipasarkan di wilayah Jawa Barat. Seperti diketahui juga bahwa Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan penduduk terpadat di Indonesia. Wilayah ini juga dekat dengan beberapa daerah konsumen (consumer oriented) di Indonesia. Melalui penggemukan sapi yang dilakukan perusahaan ini, sapi-sapi bakalan dipelihara sampai batas waktu tertentu hingga bobot badannya bertambah dan tentunya akan meningkatkan jumlah daging yang dihasilkan juga. Hal tersebut dilakukan guna memenuhi kebutuhan daging sapi yang memerlukan pemotongan sapi potong secara kontinu. Oleh karena itu perlu dilihat bagaimana tingkat produksi dari perusahaan tersebut. Jika produksi berada pada tingkat efisien, tentunya dapat memberikan hasil produksi optimum yang akan menghasilkan keuntungan maksimum bagi perusahaan. Sejauh mana tingkat pendapatan peternakan juga akan dilihat agar usaha peternakan ini dapat dijalankan dengan baik. Disamping itu, bagaimana keberlanjutan usaha juga akan coba dijelaskan agar kontinuitas pemotongan ternak dimasa yang akan datang bisa terpenuhi dan usaha dapat bertahan dan tetap berjalan dengan baik.

1.2. Perumusan Masalah

(26)

tersebut menjadi faktor pendorong bagi berkembangnya industri daging, sehingga membuka peluang bagi usaha penggemukan sapi potong.

Salah satu perusahaan peternakan yang memiliki skala usaha cukup besar adalah PT Andini Persada Sejahtera yang berada di Provinsi Jawa Barat, tepatnya wilayah Cikalong, Bandung Barat. Perusahaan ini bergerak dibidang penggemukan sapi potong dengan jumlah ternak mencapai 2000 ekor dan memasok sekitar 80 persen hasil produksinya ke wilayah Jawa Barat. Produksi daging sapi di Jawa Barat sendiri merupakan yang terbesar kedua setelah Jawa Timur. Proses produksi yang dilakukan PT Andini Persada Sejahtera ini merupakan salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan daging sapi. Kegiatan produksi ini tentu saja membutuhkan faktor-faktor produksi yang digunakan untuk memperoleh hasil produksinya. Sehubungan dengan hal tersebut, maka timbul pertanyaan faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh terhadap output yang dihasilkan.

(27)

Keuntungan juga merupakan tujuan dari setiap usaha, tidak terkecuali PT Andini Persada Sejatera. Untuk itu diperlukan analisis pendapatan untuk mengetahui seberapa besar tingkat pendapatan yang diperoleh perusahaan, apakah perusahaan memperoleh keuntungan atau kerugian atas produksi yang dijalankannya. Pendapatan ini merupakan selisih antara penerimaan dan biaya. Perhitungan penerimaan dan biaya yang baik dan benar akan membantu perusahaan agar dapat menentukan kebijakan yang nantinya berpengaruh terhadap alokasi faktor-faktor produksi yang digunakan. Disamping itu juga dapat membantu agar perusahaan berjalan dengan baik dan nantinya diharapkan dapat memperluas usahanya.

Selain keuntungan, setiap usaha juga pasti menginginkan agar usahanya dapat terus berjalan. Untuk itu diperlukan juga analisis mengenai keberlanjutan usaha untuk melihat sejauh mana perusahaan melakukan persiapan demi kelanjutan usaha dimasa yang akan datang. Keberlanjutan usaha ini akan dianalisis dari sisi penyediaan sapi bakalan dan pakan, serta penanganan limbah. Sapi bakalan dan pakan merupakan sumberdaya bahan baku utama yang dapat menunjang keberlangsungan usaha. Penanganan limbah juga diperlukan agar keberlanjutan usaha dapat berjalan harmonis dengan lingkungan dan masyarakat sekitar.

Dari uraian-uraian di atas maka dapat ditarik beberapa permasalahan sebagai berikut :

(28)

2. Bagaimana tingkat efisiensi produksi pada usaha penggemukan sapi potong ini?

3. Bagaimana tingkat keuntungan usaha penggemukan sapi potong ini, yang ditunjukkan oleh pendapatan perusahaan tersebut?

4. Bagaimana keberlanjutan usaha penggemukan sapi potong ini, dari sisi penyediaan sapi bakalan dan pakan, serta penanganan limbah?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi sapi potong pada perusahaan.

2. Menganalisis tingkat efisiensi produksi pada usaha penggemukan sapi potong ini.

3. Menganalisis tingkat pendapatan usaha penggemukan sapi potong ini. 4. Menganalisis keberlanjutan usaha penggemukan sapi potong ini, dari sisi

penyediaan sapi bakalan dan pakan, serta penanganan limbah. 1.4. Manfaat Penelitian

(29)

melakukan produksi dan masukan bagi perbaikan produksi kedepannya. Bagi pelaku usaha, pemerintah, maupun pemilik modal yang berminat terhadap usaha penggemukan sapi potong, penelitian ini dapat menjadi rujukan dan informasi mengenai efisiensi, keuntungan, dan upaya keberlanjutan usaha tersebut. Selain itu penelitian ini diharapkan juga memberikan manfaat bagi peneliti lain yang akan melakukan studi selanjutnya sebagai bahan referensi.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Ternak Sapi Potong

Pemilihan ternak sapi disesuaikan dengan tujuan usaha peternakan yang dilaksanakan. Tipe ternak yang akan dipelihara untuk tujuan menghasilkan daging, misalnya dipilih ternak sapi tipe pedaging atau sapi potong. Ciri-ciri sapi tipe pedaging adalah : (a) tubuh dalam, besar, berbentuk persegi empat atau balok; (b) kualitas dagingnya maksimum dan mudah dipasarkan; (c) laju pertumbuhannya cepat; (d) cepat mencapai dewasa; (e) efisiensi pakannya tinggi (Santosa, 1995).

Menurut Suryana (2009), sistem pemeliharaan sapi potong di Indonesia dibedakan menjadi tiga, yaitu : intensif, ekstensif, dan usaha campuran (mixed farming). Pada pemeliharaan secara intensif, sapi dikandangkan secara terus-menerus atau hanya dikandangkan pada malam hari dan pada siang hari ternak digembalakan. Pola pemeliharaan sapi secara intensif banyak dilakukan petani peternak di Jawa, Madura, dan Bali. Pada pemeliharaan secara ekstensif, ternak dipelihara di padang penggembalaan dengan pola pertanian menetap atau di hutan. Pola tersebut banyak dilakukan peternak di Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan Sulawesi.

Usaha ternak sapi potong di Indonesia berkembang sangat banyak. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2005, rumah tangga peternak di Indonesia berjumlah 4.980.302 dan 58 persen dari jumlah tersebut atau sebesar 2.888.575 adalah rumah tangga peternak sapi potong5.

5

(31)

Banyak sistem yang biasa digunakan untuk mengembangkan ternak sapi potong. Salah satu sistem yang paling dikenal adalah sistem kandang dalam lembaga yang berbadan hukum resmi seperti koperasi. Sistem ini termasuk sistem berskala besar karena jumlah sapi yang dibudidayakan bisa mencapai ratusan ekor. Namun di beberapa daerah seperti Sumatera Barat, mulai berkembang sistem ternak sapi potong berskala rumah tangga yang menggunakan cara konvensional sehingga memudahkan sebuah rumah tangga untuk mengembangkan usaha ternak sapi potongnya. Sistem ini dikembangkan karena usaha ternak sapi potong dipandang sebagai bentuk usaha yang dapat memberikan tambahan pendapatan kepada para peternak kecil skala rumah tangga tersebut sekaligus mengangkat masyarakat ekonomi lemah. Ternak sapi potong berskala rumah tangga tersebut sangat ekonomis, baik dari sisi biaya pemeliharaan maupun biaya pembuatan kandang. Usaha ternak ini bersifat kecil sehingga pembuatan kandang biasanya berbentuk tunggal. Hal teknis lainnya seperti ukuran kandang untuk seekor sapi tidak jauh berbeda dengan ukuran kandang untuk penggemukan sapi komersil dalam skala besar6.

Industri penggemukan sapi potong sendiri mulai berkembang dengan pesat pada tahun 1992 yang ditandai dengan berdirinya beberapa perusahaan penggemukan sapi feedlot. Jumlah ini berkembang terus hingga mencapai lebih dapi 40 perusahaan pada tahun 1997 yang tersebar terutama di Pulau Jawa dan Lampung dengan total impor sapi bakalan berkisar antara 300.000 - 400.000 ekor per tahun7.

6

Bisnis Ternak Sapi Potong Tetap Menguntungkan.

(http://kaitokid724.multiply.com/journal/item/13). Tanggal akses : 23/07/2010 7

(32)

2.2. Penggemukan Sapi Potong

Menurut Sugeng (1998), dalam usaha penggemukan sapi potong ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu langkah awal usaha penggemukan, sistem penggemukan, dan lama penggemukan. Syarat yang perlu diperhatikan dalam langkah awal usaha penggemukan sapi potong adalah : (1) keseragaman sapi, dalam hal ini menyangkut keseragaman tipe, umur dan besar tubuh; (2) jumlah sapi sesuai dengan jumlah modal, dimana modal ini digunakan untuk menyediakan fasilitas penunjang seperti kemudahan dalam memperoleh pakan, kandang, serta kemampuan peternak dalam pengelolaan dan manajemen; (3) penggunaan bangsa sapi, yang dipilih sebaiknya adalah bangsa sapi yang sudah beradaptasi baik dengan lingkungannya.

(33)

pertumbuhan sapi lambat sehingga kenaikan berat badan sangat rendah, hanya 0,35 kilogram per hari.

Penggemukan dengan sistem dry lot fattening merupakan salah satu cara penggemukan yang mengutamakan pemberian pakan berupa biji-bijian secara penuh, sedangkan pakan hijauan diberikan dalam jumlah yang sangat terbatas. Dalam sistem penggemukan ini, sapi yang dipelihara juga tinggal dalam kandang terus-menerus, tidak digembalakan ataupun dipekerjakan. Pelaksanaan penggemukan sesuai dengan kriteria sebagai berikut : (1) sapi calon penggemukan dipilih yang berumur 1 tahun; (2) pada umumnya penggemukan berlangsung selama 3 - 6 bulan; (3) pakan berupa konsentrat (biji-bijian) diberikan dalam kandang. Keuntungan penggemukan dry lot fattening ini adalah sapi cepat menjadi gemuk dan pertumbuhan pesat karena sapi-sapi banyak mendapatkan unsur karbohidrat dan lemak. Sedangkan kelemahannya adalah cara ini hanya bisa dilakukan di daerah/negara yang kaya akan hasil ikutan seperti dedak, bungkil, dan sebagainya.

(34)

dan biaya karena sapi merumput sendiri dipadang penggembalaan, sedangkan rumput merupakan bahan pakan yang murah dibandingkan dengan konsentrat. Disamping itu juga tidak memerlukan pembuatan kandang secara khusus. Sapi-sapi yang digembalakan sekaligus juga dapat menyebarkan pupuk melalui kotorannya. Sedangkan kelemahannya adalah lamanya waktu penggemukan, hanya bisa dilakukan pada daerah yang memiliki lahan cukup luas, dimusim kemarau sapi-sapi akan kekurangan volume dan mutu pakan yang memadai, lapangan penggembalaan memerlukan peneduh berupa pepohonan serta sumber air yang cukup, dan sapi-sapi akan banyak kehilangan energi karena berjalan mencari rumput.

Sistem penggemukan dengan perpaduan antara dry lot fattening dan

pasture fattening juga bisa dilakukan. Sapi-sapi yang dipelihara diberi pakan penguat dan digembalakan di lapangan. Pada saat hijauan sulit diperoleh sapi diberi pakan penguat, sedangkan saat rumput tumbuh baik dan subur sapi digembalakan di lapangan.

Mengenai lamanya penggemukan, setiap sapi yang dikelola memiliki waktu berbeda-beda dalam proses penggemukannya. Perbedaan waktu penggemukan sapi yang satu dengan yang lain ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain : umur, kondisi dan berat badan sapi pada awal penggemukan, jenis kelamin, kualitas bibit, dan mutu pakan (Sugeng, 1998).

(35)

2.3. Budidaya Penggemukan Sapi Potong

Budidaya merupakan usaha yang bermanfaat dan memberikan hasil. Budidaya penggemukan sapi potong disini mencakup beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan kegiatan usaha penggemukan sapi potong, yaitu pemilihan bakalan yang tepat untuk digemukkan, pemilihan lokasi peternakan dan lokasi kandang, pakan yang diberikan, serta penyakit yang dapat menyerang ternak sapi potong.

2.3.1. Bakalan Untuk Digemukkan

Menurut Sarwono dan Arianto (2006), keberhasilan penggemukan sapi potong sangat tergantung pada pemilihan bibit yang baik dan kecermatan selama pemeliharaan. Bakalan yang akan digemukkan dengan pemberian pakan tambahan dapat berasal dari sapi lokal yang dipasarkan di pasar hewan atau sapi impor yang belum maksimal pertumbuhannya. Sebaiknya bakalan dipilih dari sapi yang memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan. Prioritas utama bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan sepasang gigi serinya telah tanggal.

(36)

umur ideal penggemukan, biasanya proses penggemukannya akan berlangsung lebih lambat karena bersamaan dengan pertumbuhan tulang dan gigi8.

Pada umumnya sapi yang digemukkan adalah sapi jantan. Laju pertumbuhan dan penimbunan daging sapi jantan lebih cepat dari sapi betina, terlebih jika sapi jantan tersebut dikebiri. Sapi yang dikebiri proses penimbunan dagingnya cepat, mutu dagingnya lebih baik, empuk, dan lezat. Oleh karena itu, para pengusaha sapi-sapi penggemukan memilih jenis kelamin jantan yang dikebiri sebagai sapi bakalan untuk digemukkan (Sugeng, 1998).

Bangsa sapi bakalan yang dapat dipilih untuk digemukkan berdasarkan asalnya adalah sebagai berikut :

2.3.1.1. Bakalan Lokal

Sarwono dan Arianto (2006) membedakan bangsa sapi lokal yang dominan dikembangkan masyarakat adalah Sapi Ongole, Sapi Bali, dan Sapi Madura.

1. Sapi Ongole

Sapi Ongole merupakan keturunan sapi liar Bos indicus yang berhasil dijinakkan di India. Di Indonesia, sapi ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Sumba Ongole (SO) dan Peranakan Ongole (PO). Persilangan antara SO dengan sapi setempat di Jawa menghasilkan anakan yang mirip sapi ongole sehingga disebut dengan istilah Peranakan Ongole (PO).

Sapi Ongole akan masak kelamin pada umur 24 - 30 bulan. Jenis sapi ini akan mencapai dewasa pada umur 4 - 5 tahun. Pada usia dewasa, bobot rata-rata

8

Analisis Penggemukan Sapi Potong Simmental dan Limousin.

(37)

sapi jantan 400 - 559 kilogram dan sapi betina 300 - 400 kilogram. Persentase karkas 45 - 58 persen dan perbandingan daging serta tulang 4,23 : 1.

Untuk meningkatkan produktivitas Sapi Ongole, banyak peternak yang melakukan kawin silang lewat kawin suntik antara induk betina Sapi Ongole dengan sapi eropa. Jenis-jenis sapi eropa yang diminati peternak sebagai induk untuk mendapatkan keturunan pertama (F1) diantaranya adalah Limousin, Charolais, Hereford, Shorthorn, dan Simmental.

2. Sapi Bali

Sapi Bali murni merupakan keturunan langsung dari sapi liar (banteng) yang telah mengalami domestikasi (penjinakan) sejak berabad-abad lalu. Keunggulan Sapi Bali diantaranya mutu daging dan daya reproduksinya yang bagus. Umur masak kelamin antara 16 - 24 bulan. Bobot rata-rata sapi jantan dewasa antara 375 - 400 kilogram dan sapi betina dewasa 275 - 300 kilogram. Persentase karkas 56 - 57 persen dengan perbandingan daging dan tulang 4,44 : 1. 3. Sapi Madura

Sapi Madura terkenal sebagai sapi karapan. Selain itu, bangsa sapi ini juga digunakan sebagai sapi kerja dan sapi potong. Umur masak kelamin antara 20 - 24 bulan. Bobot sapi madura jantan dewasa 275 - 300 kilogram dan sapi betina dewasa 180 - 250 kilogram. Persentase karkas 48 - 63 persen dan perbandingan daging dengan tulang 5,84 : 1.

2.3.1.2. Bakalan Impor

(38)

1. Brahman

Brahman adalah keturunan sapi zebu atau nellore (Bos indicus) yang berkembang pesat di Amerika Serikat yang beriklim tropis. Bobot sapi jantan dewasa maksimum dapat mencapai 800 kilogram dan sapi betina 550 kilogram. Persentase karkas 48,6 - 54,2 persen (Sarwono dan Arianto, 2006).

2. Brahman Cross

Brahman Cross merupakan sapi hasil silangan antara sapi Brahman dengan bangsa sapi lainnya seperti Shorthorn dan Hereford. Karkas Brahman Cross bervariasi antara 45 - 55 persen. Keistimewaan sapi ini adalah tidak terlalu selektif terhadap pakan yang diberikan, lebih kebal terhadap gigitan caplak dan nyamuk, serta tahan panas. Pemeliharaan ideal untuk fattening adalah selama 60 - 70 hari untuk sapi betina, sedangkan untuk sapi jantan antara 80 - 90 hari karena apabila digemukkan terlalu lama maka perkembangannya akan semakin lambat dan akan terjadi perlemakan dalam daging (marbling) dimana hal ini di pasar lokal (RPH) tradisional kurang disukai konsumen9.

3. Santa Gertrudis

Santa Gertrudis merupakan hasil silangan antara jantan Brahman dan betina beef Shorthorn. Berat sapi jantan dewasa mencapai 900 kilogram dan sapi betina mencapai 725 kilogram (Sarwono dan Arianto, 2006).

4. Droughtmaster

Sarwono dan Arianto (2006) mendefinisikan sapi ini sebagai hasil persilangan antara Brahman dan Shorthorn yang dikembangkan di Australia. Sifat Brahman pada Droughtmaster lebih dominan. Bangsa sapi ini dicirikan dengan

9

(39)

badannya yang besar dan otot yang padat. Warna bulu merah cokelat muda hingga merah atau cokelat tua.

5. Shorthorn

Shorthorn merupakan bangsa sapi asal Inggris. Berat badan sapi betina sekitar 750 kilogram dan jantan 1000 kilogram. Sapi ini termasuk tipe sapi potong yang terberat diantara bangsa sapi lain yang berasal dari Inggris (Sugeng, 1998). 6. Hereford

Hereford juga merupakan sapi potong asal Inggris. Berat sapi betina sekitar 650 kilogram dan sapi jantan sekitar 850 kilogram. Bangsa ini lebih terkenal bila dibandingkan dengan kelompok sapi Bos taurus lainnya karena mutu dagingnya bagus dan adaptasinya baik, baik terhadap lingkungan yang suhunya tinggi maupun yang rendah, serta pakannya sederhana (Sugeng, 1998).

2.3.2. Lokasi dan Kandang

(40)

Droughtmaster/Bali/Madura cocok pada lokasi dengan suhu 24 - 29oC dan ketinggian 25 - 100 m dpl, dan untuk bangsa sapi bakalan Simmental/Limousin/Brangus/Angus cocok pada suhu <24oC dan ketinggian >100 m dpl (Sarwono dan Arianto, 2006).

Mengenai lokasi yang ideal untuk membangun kandang, Sarwono dan Arianto (2006) menyatakan bahwa lokasi kandang sebaiknya cukup jauh dari pemukiman penduduk agar bau dan limbah peternakan tidak mengganggu penghuni pemukiman. Jarak kandang dari tempat pemukiman minimal 50 meter. Untuk membangun kandang ternak sapi sebaiknya dipilih lokasi berupa lahan terbuka dan tidak tertutup bangunan atau pepohonan. Lokasi kandang dipilih dengan kemiringan relatif landai. Bentuk kandang di dataran rendah dan dataran tinggi dibuat berbeda karena tinggi suhunya pun berbeda. Bangunan kandang di dataran rendah sebaiknya memiliki dinding yang lebih terbuka untuk ventilasi serta karena suhunya lebih panas dibandingkan di dataran tinggi.

Kandang itu sendiri diperlukan untuk melindungi ternak sapi dari keadaan lingkungan yang merugikan sehingga dengan adanya kandang ini ternak akan memperoleh kenyamanan. Kandang sapi dapat berupa kandang barak atau kandang individual. Luas kandang barak diperhitungkan tidak boleh kurang dari 2,0 m2/ekor. Ukuran kandang individual dapat lebih kecil daripada kandang barak, yaitu sekitar 1,7 m2/ekor, masing-masing untuk bobot badan sapi sekitar 150 kg (Santosa, 1995).

(41)

banyak. Sebuah kandang koloni berukuran 7 x 9 m dapat menampung 20 - 24 ekor sapi. Kandang tunggal adalah kandang yang hanya terdiri dari satu ruangan atau bangunan dan hanya digunakan untuk memelihara satu ekor ternak saja. Untuk penggemukan sapi jenis PO, Brahman Cross, Bali, dan bangsa sapi eropa, setiap satu ekor sapinya membutuhkan kandang seluas 3,75 m2 dengan ukuran panjang 2,25 m, lebar 1 m, dan tinggi 2 - 2,5 m.

2.3.3. Pakan

Santosa (1995) menyatakan bahwa yang penting untuk diperhatikan dalam pemberian pakan di kandang adalah mengetahui berapa jumlah pakan dan bagaimana keadaan ransum yang diberikan kepada ternak pada berbagai tingkat kelas dan keadaan sapi yang bersangkutan. Pemberian pakan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu ad libitum (pakan diberikan dalam jumlah yang selalu tersedia), dan restricted (pemberian pakan dibatasi). Cara pemberian ad libitum

seringkali tidak efisien karena akan menyebabkan bahan pakan banyak terbuang dan pakan yang tersisa menjadi busuk sehingga ditumbuhi jamur dan sebagainya yang dapat membahayakan ternak apabila termakan.

(42)

Ransum adalah pakan yang diberikan kepada ternak selama 24 jam, dengan jumlah pemberian satu atau beberapa kali. Beberapa petunjuk umum dalam menyusun ransum untuk sapi yang digemukkan yaitu10 :

a. Konsumsi BK (bahan kering) : 2,5 – 3 persen bobot badan (BB). b. Pakan konsentrat diberikan 2 persen BB, sisanya adalah pakan hijauan. c. Konsentrat sebagai pakan penguat mengandung protein kasar (PK) minimal

17 persen, 2500Kcal energi & 12 persen serat kasar.

d. Penggunaan pakan lengkap mengandung PK : 10 - 13 persen, TDN : 71 - 78 persen, ME : 2,61 - 2,82 Mcal/kg, NEg : 1,0 - 1,2 Mcal/kg, Ca : 0,22 - 0,6 persen, P : 0,22 - 0,4 persen, Vit A : 2,2 IU/mg.

e. Karena kebutuhan protein yang relatif rendah, sebaiknya sapi yang digemukkan mulai umur 2 tahun.

f. Mineral dapat diberikan sampai dengan 1,0 persen dalam ransum. g. Level penambahan garam dalam ransum adalah 0,45 persen BK ransum. h. Penggunaan urea dapat dilakukan dengan memperhatikan aturan pemberian.

Penghitungan konsumsi harus selalu distandarkan pada bentuk bahan kering (BK). Hal ini disebabkan setiap hijauan atau bahan pakan mempunyai kandungan air yang berbeda-beda (Santosa, 1995). Bahan kering merupakan unsur nutrisi yang sangat penting dalam pemberian pakan pada ternak ruminansia. Kandungan BK suatu pakan harus diketahui secara tepat, karena diharapkan ternak dapat kenyang oleh BK dan bukan oleh air. Konsumsi BK untuk ternak ruminansia dipengaruhi oleh faktor : bobot badan, macam bahan pakan, umur dan kondisi ternak, kadar energi bahan pakan, stress, dan jenis kelamin10.

10

Nutrisi – Bahan Pakan – Teknis Penyajian Pakan.

(43)

Pemberian pakan sangat penting dalam pembentukan kualitas daging. Daging yang berkualitas baik, dapat diperoleh dengan pemberian pakan yang berkualitas tinggi. Pemberian pakan yang berkualitas rendah akan mempengaruhi lamanya waktu pemeliharaan untuk mencapai target kualitas daging yang diinginkan (Santosa, 2002).

Pada dasarnya, sumber pakan sapi dapat disediakan dalam bentuk pakan hijauan dan konsentrat. Satu hal yang terpenting adalah pakan dapat memenuhi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral. Disamping itu, terdapat juga pakan tambahan yang membuat proses penggemukan sapi berlangsung lebih cepat, efisien, murah, dan mudah diterapkan (Sarwono dan Arianto, 2006).

2.3.3.1. Pakan Hijauan

Pakan hijauan adalah semua pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-daunan, terkadang termasuk batang, ranting, dan bunga. Berdasarkan bentuknya hijauan dibagi menjadi hijauan segar dan hijauan kering. Hijauan segar adalah hijauan yang diberikan dalam keadaan masih segar atau berupa silase. Silase adalah produk hasil fermentasi dan penyimpanan hijauan segar dalam keadaan anaerob. Sedangkan hijauan kering berupa hay yaitu hijauan yang sengaja dikeringkan atau jerami kering. Umumnya pada ternak sapi potong bahan pakan hijauan diberikan dalam jumlah 10 persen dari bobot badan (Sugeng, 1998).

2.3.3.2. Pakan Konsentrat

Konsentrat adalah makanan utama bagi ternak sapi dengan pemeliharaan

(44)

dengan waktu relatif singkat, diperlukan pakan yang berkualitas tinggi. Hal ini hanya dapat dicapai dengan tersedianya konsentrat yang cukup tinggi dan tidak mungkin tercapai bila pakannya hanya berupa rumput atau hijauan (Santosa, 2002). Kebutuhan pakan konsentrat pada ternak sapi potong umumnya sebanyak 1 - 2 persen dari bobot badan11.

2.3.3.3. Pakan Tambahan

Beberapa jenis pakan tambahan yang sudah dipasarkan dan dapat dimanfaatkan dalam upaya penggemukan sapi potong diantaranya bossdext, starbio, dan bioplus. Boosdext tergolong pakan tambahan cair. Formula pakan tambahan cair ini terdiri dari enzim ekstrak tumbuhan pilihan, dan bahan lain yang bermanfaat untuk meningkatkan proses pencernaan sapi. Enzim tersebut berperan untuk mengoptimalkan penyerapan dan efisiensi penggunaan pakan. Starbio dan bioplus merupakan pakan tambahan yang berbentuk serbuk. Fungsi keduanya untuk membantu meningkatkan daya cerna pakan dalam pencernaan ternak (Sarwono dan Arianto, 2006).

2.3.4. Penyakit

Penyakit pada ternak merupakan hal yang perlu diwaspadai karena dapat sangat merugikan peternak. Dalam usaha penggemukan sapi potong terdapat beberapa jenis penyakit yang perlu diwaspadai dan dicegah yaitu antraks atau radang limpa, penyakit mulut dan kuku (PMK) atau Apthae Epizootica (AE), penyakit mendengkur atau Septichaema Epizootica (SE), penyakit kuku busuk atau foot rot, bloat atau kembung, dan cacing hati.

11

Budidaya Ternak Sapi Potong.

(45)

Pengendalian penyakit sapi yang paling baik adalah menjaga kesehatan sapi dengan tindakan pencegahan. Tindakan pencegahan untuk menjaga kesehatan sapi adalah12 :

1. Menjaga kebersihan kandang beserta peralatannya, termasuk memandikan sapi. 2. Sapi yang sakit dipisahkan dengan sapi sehat dan segera dilakukan pengobatan. 3. Mengusahakan lantai kandang selalu kering.

4. Memeriksa kesehatan sapi secara teratur dan dilakukan vaksinasi sesuai petunjuk.

2.3.4.1. Antraks (Radang Limpa)

Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Bacillus anthracis yang menular melalui kontak langsung, makanan/minuman atau pernafasan. Gejala yang timbul pada sapi yang terkena penyakit ini adalah : (1) demam tinggi, badan lemah dan gemetar; (2) gangguan pernafasan; (3) pembengkakan pada kelenjar dada, leher, alat kelamin dan badan penuh bisul; (4) kadang-kadang darah berwarna merah hitam yang keluar melalui hidung, telinga, mulut, anus, dan vagina; (5) kotoran ternak cair dan sering bercampur darah; (6) limpa bengkak dan berwarna kehitaman. Pengendaliannya adalah dengan melakukan vaksinasi, pengobatan antibiotik, mengisolasi sapi yang terinfeksi serta mengubur atau membakar sapi yang mati.

2.3.4.2. Penyakit Mulut dan Kuku (PMK)/Penyakit Apthae Epizootica (AE) Virus yang menyebabkan penyakit ini menular melalui kontak langsung dari urin, air susu, air liur dan benda lain yang tercemar kuman AE. Gejala yang ditimbulkan : (1) rongga mulut, lidah, dan telapak kaki atau tracak melepuh serta

12

Budidaya Ternak Sapi Potong.

(46)

terdapat tonjolan bulat berisi cairan yang bening; (2) demam atau panas, suhu badan menurun drastis; (3) nafsu makan menurun bahkan tidak mau makan sama sekali; (4) air liur keluar berlebihan. Vaksinasi dapat dilakukan sebagai pencegahan. Sapi yang sakit diasingkan dan diobati secara terpisah.

2.3.4.3. Penyakit Ngorok/Penyakit Septichaema Epizootica (SE)

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Pasturella multocida. Penularannya melalui makanan dan minuman yang tercemar bakteri. Gejalanya : (1) kulit kepala dan selaput lendir lidah membengkak, berwarna merah dan kebiruan; (2) leher, anus, dan vulva membengkak; (3) paru-paru meradang, selaput lendir usus dan perut masam dan berwarna merah tua; (4) demam dan sulit bernafas sehingga mirip suara orang mendengkur. Dalam keadaan sangat parah sapi akan mati dalam waktu antara 12 - 36 jam. Pengendalian dapat dilakukan dengan memberikan vaksinasi anti SE dan diberi antibiotik atau sulfa.

2.3.4.4. Penyakit Radang Kuku atau Kuku Busuk (Foot Rot)

Penyakit ini menyerang sapi yang dipelihara dalam kandang yang basah dan kotor. Gejala yang ditimbulkan : (1) mula-mula sekitar celah kuku bengkak dan mengeluarkan cairan putih keruh; (2) kulit kuku mengelupas; (3) tumbuh benjolan, menimbulkan rasa sakit; (4) sapi pincang dan akhirnya bisa lumpuh. 2.3.4.5. Bloat

(47)

2.3.4.6. Cacing Hati

Penyakit ini disebabkan oleh cacing hati yang disebarkan melalui pakan dan air minum. Gejala yang terjadi : (1) sapi menjadi kurus, lesu, pucat; (2) berat badan berkurang; (3) kadang sapi menjadi busung pada berbagai bagian tubuhnya. Pencegahannya adalah dengan membasmi hospes perantara cacing hati seperti siput dan bekicot dan tidak membiarkan tempat pakan tergenang. Sapi yang telah menderita diobati dengan Hexachlorophene.

2.4. Penelitian Terdahulu

Febriliyani (2007) melakukan penelitian mengenai efisiensi usaha penggemukan sapi potong Peranakan Ongole (PO) dan Brahman Cross (BX) pada PT. Santosa Agrindo, Purbalingga. Dalam penelitiannya, penulis mencoba untuk mengkaji faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap bobot badan sapi hasil penggemukan, serta pengalokasian faktor produksi tersebut agar tercapai kondisi efisien. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh model fungsi produksi terbaik dengan menggunakan model fungsi Cobb-Douglas untuk sapi PO adalah : Y = 3,32 X10,149 X20,674, fungsi produksi pada sapi BX bull : Y =

2,11 X10,249 X20,648, dan untuk sapi BX steer : Y = 2,06 X10,252 X20,642.

Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot badan akhir (Y) adalah konsumsi konsentrat (X1) dan bobot badan awal (X2).

(48)

kombinasi tersebut akan menghasilkan bobot badan akhir sebesar 466,66 kg dan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 219.068,28 per ekor.

Tingkat penggunaan input aktual sapi BX bull terjadi pada penggunaan konsumsi konsentrat sebanyak 1204 kg dan bobot badan awal sebesar 317 kg. Tingkat efisiensi penggunaan input sapi BX bull terjadi pada penggunaan konsumsi konsentrat sebanyak 3240,59 kg dan bobot badan awal sebesar 367,79 kg yang menghasilkan bobot badan akhir sebesar 726,47 kg dan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 1.509.677,86 per ekor.

Tingkat penggunaan input aktual sapi BX steer terjadi pada penggunaan konsumsi konsentrat sebanyak 1102 kg dan bobot badan awal sebesar 315 kg. Efisiensi penggunaan input sapi terjadi pada penggunaan konsumsi konsentrat sebanyak 3049,78 kg dan bobot badan awal sebesar 328,41 kg. Penggunaan input pada tingkat efisien tersebut akan menghasilkan bobot badan akhir sebesar 643,31 kg dan meningkatkan keuntungan sebesar Rp 1.098.384,91 per ekor.

Analisis lain mengenai efisiensi juga dilakukan oleh Legawati (2007) namun dengan komoditi yang berbeda yaitu domba. Penelitian Legawati (2007) mencoba untuk menganalisis fungsi produksi yang dapat mewakili peternakan domba Tawakkal, Bogor, serta menganalisis tingkat efisiensi produksinya.

(49)

terhadap pertambahan bobot badan domba (Y) adalah konsumsi rumput (X1) pada

α =0,05 dan konsumsi ampas tahu (X2) pada α = 0,10.

Secara umum jumlah elastisitas produksi pada peternakan domba Tawakkal sebesar 1,472 yang menyatakan bahwa penggunaan faktor produksi secara keseluruhan belum efisien atau berada pada daerah irrasional (daerah I). Kondisi ini menunjukkan bahwa peternakan masih pada tahap perkembangan usaha. Hal ini disebabkan karena ruang lingkup penelitian hanya selama bulan awal pemeliharaan dan data yang dikumpul adalah data pada satu bulan awal penggemukan. Walaupun demikian untuk masing-masing faktor produksi yang digunakan sudah efisien.

Analisis mengenai pendapatan usaha ternak dilakukan oleh Hertika (2009) dengan komoditi sapi perah di Perusahaan X, Bogor. Penelitian ini mencoba mengkaji tentang besar pendapatan, nilai R/C ratio, serta nilai titik impas pada Perusahaan X, Bogor. Total biaya variabel dan biaya tetap yang dikeluarkan Perusahaan X, Bogor, masing-masing sebesar Rp 378.510.065 dan Rp 338.473.671. Total penerimaan perusahaan adalah Rp 965.570.080, sehingga total pendapatan Perusahaan X selama satu tahun sebesar Rp 248.586.344.

(50)

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis meliputi penjelasan-penjelasan mengenai hal-hal yang berdasar pada teori yang digunakan dalam penelitian. Penelitian ini diantaranya mengenai efisiensi produksi dan pendapatan. Oleh karena itu, beberapa teori yang dipaparkan adalah mengenai fungsi produksi, daerah produksi, elastisitas produksi, efisiensi produksi, serta pendapatan, penerimaan, dan biaya.

3.1.1. Konsep Fungsi dan Elastisitas Produksi

Produksi pada dasarnya merupakan suatu proses penyediaan sejumlah input tertentu untuk mendapatkan sejumlah output tertentu. Hubungan input dan output dapat diekspresikan sebagai sebuah fungsi output :

Q = f (K, L, M)

Dimana Q adalah kuantitas output, K adalah modal, L adalah tenaga kerja, dan M adalah bahan-bahan setengah jadi.

Fungsi yang umum digunakan adalah fungsi produksi dengan dua jenis input, yaitu :

Q = f (K, L)

Fungsi produksi tersebut memperlihatkan jumlah maksimum sebuah barang yang dapat diproduksi dengan menggunakan kombinasi alternatif antara modal dan tenaga kerja (Nicholson, 1999).

(51)

biasanya berupa input. Dengan fungsi produksi dapat diketahui hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung. Selain itu melalui fungsi produksi juga dapat diketahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable), Y, dan variabel yang menjelaskan (independent variable), X, serta sekaligus mengetahui hubungan antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

Y= f (X1, X2, ... Xi, .... , Xn)

Dimana: Y = Output

X1, X2, Xi, Xn = Input-input yang digunakan dalam proses produksi

Dengan fungsi produksi seperti tersebut diatas, maka hubungan Y dan X dapat diketahui dan sekaligus hubungan X1…Xn dan X lainnya juga dapat diketahui.

Produk marjinal (PM) atau marginal product merupakan tambahan satu unit input (X) atau faktor produksi yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan output (Y) atau hasil produksi pertanian, atau dengan kata lain perubahan output (+ atau -) akibat adanya perubahan satu unit input (Rahim dan Hastuti, 2007). Dengan demikian PM dapat dituliskan dengan

ΔY/ΔX.

Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa pembahasan terhadap PM akan lebih bermanfaat bila dikaitkan dengan produk rata-rata (PR) dan output atau produk total (PT). Dengan mengaitkan PM, PR, dan PT maka hubungan antara input dan output akan lebih informatif. Artinya melalui cara seperti itu, dapat diketahui elastisitas produksi (EP) yang sekaligus juga akan diketahui apakah

(52)

rendah atau sebaliknya. Rahim dan Hastuti (2007) menggambarkan hubungan antara PM, PR, dan PT melalui Gambar 2 berikut.

Sumber : Rahim dan Hastuti (2007)

Gambar 2. Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM), dan Produk Rata-Rata (PR)

Kurva-kurva di atas menunjukkan tahapan proses produksi komoditas pertanian sebagai berikut.

1. Tingkat produksi antara titik 0 dan A. Dengan penambahan pemakaian input, PT bertambah atau naik dengan mengikuti increasing return sampai titik balik, yaitu titik A. Nilai PM juga naik dan akan mencapai nilai maksimal di titik A, PR semakin tinggi/naik dengan adanya penambahan pemakaian input. Besarnya elastisitas produksi pada titik produksi ini, EP > 1 karena PM > PR.

(53)

2. Tingkat produksi di titik A. Titik ini merupakan titik balik kurva PM dari bentuk increasing ke bentuk decreasing. Besarnya elastisitas produksi, EP > 1

karena PM > PR.

3. Tingkat produksi antara titik A dan B. Bila penggunaan input diteruskan, PT cenderung increasing setelah melewati titik balik A. PM terus menurun setelah mencapai titik maksimal di titik A. PR meningkat terus sampai mencapai maksimal di titik B. Besarnya elastisitas produksi, EP > 1 karena

besarnya PM > PR.

4. Tingkat produksi di titik B. Pada tingkat produksi ini PR mencapai maksimum dan nilai PR sama dengan nilai PM. Besarnya elastisitas produksi, EP = 1.

5. Tingkat produksi antara titik B dan C. Bila penggunaan input terus ditambah, besarnya PT terus meningkat sampai mencapai maksimal di titik C. Nilai PM terus menurun dan mencapai nol di titik C. Demikian juga dengan nilai PR terus menurun setelah mencapai maksimal di titik B. Besarnya elastisitas produksi adalah 0 < EP < 1, PR > PM.

6. Tingkat produksi di titik C. Kurva PT mencapai maksimal. Pada tingkat produksi ini nilai PM = 0. Besarnya EP = 0.

(54)

Elastisitas produksi (EP) sendiri menurut Soekartawi (1990) adalah

persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Secara matematis, EP dapat dituliskan melalui rumus sebagai berikut.

EP =

/

, atau

EP = x

Karena ΔY/ΔX adalah PM, maka besarnya EP tergantung dari besar kecilnya PM

dari suatu input, misalnya input X.

3.1.2. Konsep Efisiensi Penggunaan Input

Prinsip optimalisasi penggunaan faktor produksi pada dasarnyanya adalah bagaimana menggunakan faktor produksi tersebut seefisien mungkin (Soekartawi, 1991). Penentuan tingkat penggunaan faktor-faktor produksi yang dapat menghasilkan produksi optimal dalam suatu usaha merupakan salah satu cara untuk memaksimalkan keuntungan. Menurut Daniel (1997), peningkatan keuntungan dapat dicapai oleh petani dengan melakukan usahataninya secara efisien. Konsep efisiensi ini dikenal dengan konsep efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price efficiency), dan efisiensi ekonomi (economic efficiency).

(55)

sebagainya. Selanjutnya, jika petani meningkatkan hasilnya dengan menekan harga faktor produksi, dan menjual hasilnya dengan harga yang tinggi, maka petani tersebut telah melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga yang bersamaan. Situasi demikian sering disebut dengan istilah efisiensi ekonomi. Jadi petani melakukan efisiensi ekonomi sekaligus juga melakukan efisiensi teknis dan efisiensi harga.

Model pengukuran efisiensi berbeda-beda tergantung dari model yang dipakai. Umumnya ada dua model yang biasa dipakai, yaitu model fungsi produksi dan model linear programming (Soekartawi, 1991). Namun dalam penelitian ini, pengukuran efisiensi akan dilakukan dengan menggunakan model fungsi produksi, yaitu fungsi produksi Cobb-Douglas.

Bila menggunakan model fungsi produksi, maka kondisi efisiensi harga yang sering dipakai sebagai acuan, yaitu bagaimana mengatur penggunaan faktor produksi sedemikian rupa sehingga nilai produk marjinal suatu input X, sama dengan harga faktor produksi (input) tersebut. Bila fungsi produksi tersebut menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass, maka:

Y = AXb atau ln Y = ln A + b ln X Kondisi produk marjinal adalah :

= b

Dalam fungsi produksi Cobb-Douglass, b disebut dengan koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi. Dengan demikian, nilai produk marjinal (NPM) faktor produksi X dapat dituliskan sebagai berikut :

(56)

Dimana :

b = elastisitas produksi Y = hasil produksi (output) PY = harga output

X = jumlah faktor produksi X

Kondisi efisien harga menghendaki NPMX sama dengan harga faktor produksi X

(PX), atau secara matematis ditulis sebagai berikut :

= PX atau = 1

NPMX = PX atau

= 1

Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa penggunaan input yang optimum dapat dicari dengan melihat nilai tambahan dari satu-satuan biaya dari input yang digunakan dengan satu-satuan pembinaan yang dihasilkan. Secara matematis, pernyataan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut.

ΔY . PY = ΔX . PX ; atau

=

Dimana :

Y = output X = input

ΔY = tambahan output

ΔX = tambahan input

PY = harga output

PX = harga input

(57)

Penggunaan input yang optimum tersebut dapat menghasilkan keuntungan yang maksimal. Keuntungan maksimum dapat dicapai saat turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing produksi sama dengan nol.

π = TR – TC

TR = PY . Y

TC = Σ (PXi . Xi)

π = PY . Y - PXi . Xi

= 0

; kondisi saat π maks

PY - PXi

= 0

PY

= P

Xi

PY.PMXi = PXi

Dimana :

PY.PMXi = nilai produk marjinal Xi (NPMXi)

PXi = harga faktor produksi atau biaya korbanan marjinal Xi (BKMXi)

Persamaan terakhir dapat juga dituliskan sebagai berikut jika harga faktor produksinya tidak dipengaruhi oleh jumlah dari faktor produksi tersebut.

NPMXi = BKMXi

= 1

Namun yang sering terjadi di lapangan adalah bahwa kondisi NPMXi/BKMXi = 1 sulit dicapai karena berbagai hal seperti terbatasnya

Gambar

Tabel 1.  Kandungan Protein dalam Berbagai Komoditi Daging (persen)
Gambar 2.  Hubungan antara Produk Total (PT), Produk Marjinal (PM),  dan Produk Rata-Rata (PR)
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 5.  Jumlah Sampel Sapi Potong yang Digunakan Selama Satu Periode  Pemeliharaan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Populasi dalam peneitian ini adalah semua peternak penggemukan ternak sapi potong yang terdapat di Desa O’o Kecamatan Donggo Kabupaten Bima sebanyak 20 orang yang terdiri dari

Berkenaan dengan potensi usaha penggemukan sapi potong (PO) jantan dalam menyerap tenaga kerja keluarga, maka penelitian mengenai penyerapan tenaga keluarga petani dilakukan

Dalam contoh perhitungan ini, dasar perhitungan analisis usaha penggemukan sapi potong selama proses produksi dibuat berdasarkan asumsi-asumsi sebagai berikut (ini

Jumlah nilai parameter estimasi dari semua peubah penjelas yang digunakan menunjukkan bahwa usahatani penggemukan sapi potong di Desa Lebih mendekati kondisi constant return

Jumlah nilai parameter estimasi dari semua peubah penjelas yang digunakan menunjukkan bahwa usahatani penggemukan sapi potong di Desa Lebih mendekati kondisi constant

Hasil analisis menunjukkan bahwa alternatif strategi utama yang dapat diterapkan dalam mengembangkan usaha penggemukan sapi potong yaitu mengoptimalkan dan mengembangkan

Adapun fenomena yang terjadi di lokasi penelitian yang mempengaruhi usaha penggemukan ternak sapi potong yaitu kualitas bakalan sapi, pakan ternak, kandang sapi,

Hasil pelaksanaan kegiatan menunjukkan bahwa: (1) Pemberian pakan tambahan posfolipid pada usaha penggemukan ternak sapi potong selama 160 hari mempunyai pertambahan