ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI POTONG
(STUDI KASUS DI KABUPATEN LANGKAT)
TESIS
Oleh:
ALI SYAHDANA HARAHAP 167040003
PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI POTONG
(STUDI KASUS DI KABUPATEN LANGKAT)
TESIS
Oleh
:
ALI SYAHDANA HARAHAP 167040003
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Peternakan pada Program Studi Magister Ilmu Peternakan
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
Tesis ini telah diuji di Medan pada Tanggal : 10 September 2020
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Ir. Hasnudi, M.S.
Anggota : Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S.
Penguji : 1. Dr. Ir. Sri Fajar Ayu, S.P., M.M., D.B.A 2. Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENDAPATAN USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI POTONG (STUDI KASUS DI KABUPATEN LANGKAT) adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain.
Medan, September 2020
Ali Syahdana Harahap NIM 167040003
ABSTRAK
Ali Syahdana Harahap, 2020. “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong (Studi Kasus Di Kabupaten Langkat)” dibimbing oleh Hasnudi dan Tavi Supriana.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris dan menganalisis pengaruh simultan dan parsial dari variabel bakalan ternak sapi, biaya pakan ternak, biaya kandang, biaya obat-obatan dan biaya tenaga kerja terhadap usaha ternak sapi potong. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2019.
Metode penelitian yang dilakukan adalah survey. Responden adalah peternak sapi potong yang berada di Kecamatan Batang Serangan, Kecamatan Stabat dan Kecamatan Babalan dengan Jumlah responden sebanyak 73 orang peternak.
Analisis data yang digunakan adalah menggunakan analisis linier berganda dan untuk menguji hipotesis secara simultan dan parsial digunakan Uji F danUji t.
Hasil penelitian menunjukkan secara serempak variabel bakalan sapi, variabel biaya pakan ternak, variabel biaya kandang, variabel pemberian obat-obatan dan tenaga kerja berpengaruh terhadap pendapatan usaha ternak sapi potong. Secara parsial atau sebahagian variabel bebas yaitu variabel bakalan sapi, variabel biaya pakan ternak, variabel biaya kandang berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan usaha ternak sapi potong.
Kata Kunci : Faktor, Pendapatan, Penggemukan, Usaha, Sapi Potong
ABSTRACT
Ali SyahdanaHarahap, 2020. "Analysis of factors affecting the fattening income of beef cattle (case study in Langkat Regency)" guided by Hasnudi and Tavi Supriana.
This study aims to obtain empirical evidence and to analyze the effect of simultaneous and partial variable feeder cattle, livestock feed costs, cage costs, medicine and vitamin costs, labor costs on beef cattle farming. The research was conducted in July-August 2019. The research method used was a survey. Respondents are beef cattle breeders in BatangSerangan District, Stabat District and Babalan District with 73 respondents as farmers. Analysis of the data used is to use multiple linear analysis and to test hypotheses simultaneously and partially used the F test and t test.The results showed that the variable feeder cattle, the variable feed cost, the pen cost variable, the drug administration variable and the labor variable affect the income of the beef cattle business simultaneously. Partially or as part of the independent variables, namely feeder cattle variables, livestock feed cost variables, stable cost variables have a positive and significant effect on beef cattle business income.
Keywords : Factor, Income, Fattening, Business, Beef Cattle
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padangsidimpuan pada tanggal 08 Maret 1985 dari pasangan Ayahanda Syamsuddin Harahap dan Ibunda Rosliati Simbolon sebagai anak kedua dari empat bersaudara.
Pada tahun 1997 penulis menamatkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 142418 Padangsidimpuan dan melanjutkan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 3 Padangsidimpuan pada tahun yang sama dan tamat pada tahun 2000, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SLTA Negeri 1 Padangsidimpuan dan lulus pada tahun 2003.
Pada tahun yang sama penulis mendaftar sebagai mahasiswa S1 di Program Studi Produksi Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 di Program Studi Ilmu Peternakan Program Pasca Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong (Studi Kasus di Kabupaten Langkat)”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua dan istri atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Nevy Diana Hanafi, S.Pt., M.Si.
selaku ketua Program Studi Magister Ilmu Peternakan yang sudah memberikan bimbingan dan arahan selama ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hasnudi, M.S. selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Dr. Ir. Tavi Supriana, M.S. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua civitas akademika Program Studi Magister Ilmu Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara serta rekan mahasiswa yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini. Penulis berharap, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca.
Medan, September 2020
Ali Syahdana Harahap
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Identifikasi Masalah ... 4
Tujuan Penelitian ... 4
Manfaat Penelitian ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Ternak Sapi Potong ... 5
Bakalan ... 14
Biaya Pakan Ternak ... 16
Biaya Kandang ... 17
Biaya Obat dan Vitamin ... 18
Tenaga Kerja ... 19
Faktor-Faktor Produksi ... 19
Biaya Produksi Usaha Ternak Sapi Potong ... 20
Penerimaan Usaha Ternak Sapi ... 25
Pendapatan Usaha Ternak Sapi ... 27
Review Penelitian Sebelumnya ... 27
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis ... 30
Kerangka Pemikiran ... 31
Hipotesis Penelitian ... 32
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32
Metode Pengumpulan Data ... 33
Metode Penentuan Sampel ... 34
Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 35
Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong ... 36
Metode Analisis Data ... 36
Uji Asumsi Klasik ... 38
Uji Normalitas Data ... 38
Uji Multikolinearitas ... 39
Uji Heteroskedastisitas ... 39
Defenisi dan Batasan Operasional ... 40
Defenisi ... 40
Batasan Operasional ... 42
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Wilayah ... 43
Deskripsi Responden ... 46
Umur ... 47
Pendidikan ... 48
Jumlah Ternak yang Dimiliki ... 49
Pengalaman Beternak ... 49
Hasil Analisis Pendapatan Peternak Sapi Potong di Kabupaten Langakat ... 50
Deskripsi Variabel Penelitian ... 51
Variabel Bakalan Ternak Sapi Potong ... 51
Variabel Pakan Ternak ... 51
Variabel Biaya Kandang ... 52
Variabel Biaya Obat-obatan ... 53
Variabel Tenaga Kerja ... 54
Variabel Pendapatan Usaha Ternak Sapi ... 54
Hasil Analisis ... 54
Uji Asumsi Klasik ... 54
Uji Normalitas ... 55
Uji Multikolinearitas ... 56
Uji Heteroskedastisitas ... 58
Pengujian Hipotesis ... 59
Nilai Konstanta ... 60
Koofisien Determinasi ... 61
Uji Pengaruh Variabel Secara Simultan (Uji-f) ... 61
Uji Pengaruh Variabel Secara Parsial (Uji t) ... 62
Biaya Bakalan Sapi (X1) ... 62
Pakan Ternak (X2) ... 63
Biaya Kandang (X3) ... 64
Pemberian Obat-obatan (X4) ... 64
Tenaga Kerja (X5) ... 65
Pembahasan Hasil Penelitian ... 66
Pengaruh Biaya Bakalan Sapi terhadap Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong ... 66
Pengaruh Pakan Ternak terhadap Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong ... 66
Pengaruh Biaya Kandang terhadap Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong ... 67
Pengaruh Pemberian Obat-obatan terhadap Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong ... 68
Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong ... 68
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 70
Saran ... 70
DAFTAR PUSTAKA ... 71
DAFTAR TABEL
No. Hal
1. Daftar Nama Kecamatan serta Populasi Sapi Potong Tahun 2017 di
Kabupaten Langkat ... 32
2. Jenis Data yang Digunakan Dalam Penelitian ... 33
3. Luas Kecamatan dan Jumlah Penduduk Pada Daerah Penelitian ... 43
4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian, Perkebunan dan Perikanan Kabupaten Langkat (Rp. 000.000.000) ... 44
5. Lapangan Pekerjaan Kabupaten Langkat ... 44
6. Luas Tanam dan Produksi Perkebunan Kelapa Sawit Dan Tebu ... 45
7. Perkembangan Populasi Sapi Potong di Kabupaten Langkat ... 46
8. Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian Berdasarkan Usia ... 47
9. Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 48
10. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Ternak Sapi yang Dipelihara ... 49
11. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Beternak ... 50
12. Rata-Rata Pendapatan Peternak Responden ... 51
13. Hasil Uji Asumsi Multikolinearitas Model Regresi Pengaruh Faktor Terhadap Produksi Usaha Ternak Sapi Potong ... 57
14. Analisis Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong pada Responden... 60
DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Produksi Daging Sapi di Kabupaten Langkat 2015-2018 ... 2
2. Kerangka Konseptual ... 31
3. Normal P-Plot Regresi pada Responden ... 55
4. Histogram Uji Normalitas pada Responden... 56
5. Uji Heteroskedastisitas ... 58
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal
1. Karakteristik Responden Peternakan Sapi Potong ... 73
2. Biaya Bakalan (X1) ... 75
3. Pakan Ternak dan Biaya Pakan Ternak Akhir Tahun (X2) ... 78
4. Penyusutan Kandang Sapi (X3) ... 82
5. Pemberian Obat-obatan dan Vitamin ... 85
6. Upah Tenaga Kerja ... 88
7. Hasil SPSS ... 91
PENDAHULUAN
Latar belakang
Peternakan merupakan salah satu subsektor yang paling penting untuk meningkatkan taraf kehidupan perekonomian masyarakat. Pembangunan sub sektor peternakan ini merupakan bagian dari sistem pembangunan, ketahanan pangan, pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas, pengentasan kemiskinan, perdagangan komoditi pangan dan non pangan serta pembangunan lingkungan hidup, ekonomi nasional, karena seperti diketahui bahwa kebutuhuan akan protein hewani setiap tahunnya meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk konsumsi protein hewani. Usaha ternak sapi berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging terbesar dari kelompok ternak ruminansia terhadap produksi daging Nasional (Suryana, 2009).
Permasalahan yang terjadi saat ini adalah kebutuhan daging yang meningkat akan tetapi tidak diimbangi dengan produksi daging itu sendiri.
Program pengembangan penggemukan sapi potong dapat dicapai dengan memanfaatkan sumberdaya secara optimal dan tepat guna yang disesuaikan dengan keadaan alam, kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat, dan faktor- faktor lain baik bersifat sarana prasarana, teknologi peternakan yang berkembang, kelembagaan, serta kebijakanyang harus mendukung secara baik dan konsisten.
Kurangnya pemanfaatan potensi yang ada merupakan faktor penyebab kebanyakan usaha peternakan sapi potong tidak mencapai hasil yang optimal. Hal tersebut menjadikan impor sebagai solusi yang diandalkan oleh pemerintah. Salah
satu daerah yang cukup potensial dalam mengembangkan usaha peternakan sapi potong yaitu Kabupaten Langkat. Produksi daging sapi di Kabupaten Langkat dari tahun 2015 hingga 2018 mengalami peningkatan yang tidak terlalu signifkan. Pada tahun 2015 produksi daging sapi di Kabupaten Langkat ini tidak begitu optimal hanya 851 ton saja, namun di 2016 melonjak tinggi hingga mencapai 2805 ton dan naik terus di 2017 dan 2018. Namun kenaikan ini tidak terlalu signifikan, sehingga ini menjadi pokok permasalahan saat ini (Gambar 1).
Gambar 1. Produksi daging sapi di Kabupaten Langkat 2015-2018 (BPS Sumut 2018)
Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten di Sumatera Utara dengan kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Langkat cukup besar. Menurut data BPS Provinsi Sumatera Utara (2013) dalam Analisis Hasil Pendataan Lengkap Sensus Pertanian 2013 kontribusi sektor pertanian terhadap jumlah PDRB sebesar 54,04%, artinya sektor pertanian merupakan sektor yang sangat berpengaruh dalam perekonomian Kabupaten Langkat. Kabupaten Langkat juga merupakan sentra peternakan terutama sapi potong. Jumlah populasi sapi
potong di Kabupaten Langkat Tahun 2017 sebesar 193.074 ekor (BPS Kabupaten Langkat 2017), sementara populasi ternak sapi potong di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2013 sebesar 523.277 ekor.
Saat ini peternak sapi potong di Kabupaten Langkat umumnya masih menganut sistem tradisional. Padahal di era modernisasi ini tidak sedikit peternak yang menggunakan cara modern. Sistem peternakan yang tradisional memiliki ciri jumlah ternak sedikit, input teknologi rendah, tenaga kerja keluarga dan profit rendah (sebagai tabungan). Sedangkan ciri dari sistem peternakan modern yaitu jumlah ternak banyak, input teknologi tinggi, tenaga kerja spesifik bidang peternakan dan profit tinggi. Meskipun banyaknya masyarakat yang memiliki usaha ternak sapi potong, namun dapat dilihat dilapangan kondisi usaha ternak sapi masih kurang mendukung. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya pendapatan yang didapatkan jika dibandingkan dengan pengeluarannya. Selain itu, ada peternak yang luas usahanya namun memiliki ternak sedikit. Adapun fenomena yang terjadi di lokasi penelitian yang mempengaruhi usaha penggemukan ternak sapi potong yaitu kualitas bakalan sapi, pakan ternak, kandang sapi, pemasaran hasil, modal, tenaga kerja, kepemilikan ternak sapi potong, budidaya ternak, jumlah ternak, umur peternak, tingkat pendidikan peternak, dan pendapatan peternak.Berbagai persoalan diatas tentunya dapat menjadi hambatan bagipeternak dalam laju peningkatan produksi sapi potong.
Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian untuk mengetahui tingkat pendapatan yang diperoleh peternak sapi potong beserta latar belakang yang didukung dengan teori-teori yang ada serta dilengkapi dengan data dan fakta yang terjadi pada peternakan di Kabupaten Langkat, oleh karena itu penelitian
dilakukan dengan mengambil judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Penggemukan Ternak Sapi Potong (Studi Kasus di Kabupaten Langkat)”.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disampaikan sebelumnya maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh pendapatan usaha ternak sapi potong di Kabupaten Langkat.
2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha ternak sapi potong.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah penelitian, maka tujuan penelitian adalah:
1. Untuk menganalisis pendapatan usaha penggemukan ternak sapi potong di Kabupaten Langkat.
2. Untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha penggemukan ternak sapi potong di Kabupaten Langkat.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Menjadi informasi dasar mengenai faktor produksi terhadap usaha penggemukan ternak sapi potong di Kabupaten Langkat.
2. Bahan referensi dan studi untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Ternak Sapi Potong
Sapi adalah ternak terpenting dari jenis-jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainya.
Ternak sapi menghasilkan 50 % kebutuhan daging di dunia, 95 % kebutuhan susu dan kulitnya menghasilkan sekitar 85 % kebutuhan kulit untuk sepatu (Pane, 1993). Halim et al.(2014) menambahkan bahwa sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging atau biasa disebut sapi pedaging. Kebutuhan daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan, namun penambahan produksi dan populasi sapi potong pertumbuhannya rendah sehingga belum mampu mengimbangi angka permintaan.
Populasi sapi potong tahun 2015 di Indonesia mencapai 15.494.288 ekor. Sapi potong adalah salah satu genus dari famili Bovidae. Ternak atau hewan-hewan lainnya yang termasuk famili ini adalah bison, banteng (bibos), kerbau (babalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa (Zainal, 2002).
Sapi potong asli Indonesia adalah sapi potong yang sejak dahulu kala sudah terdapat di Indonesia, sedangkan sapi lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia, tetapi sudah berkembang biak dan dibudidayakan lama sekali di Indonesia, sehingga telah mempunyai ciri khas tertentu. Bangsa sapi potong asli Indonesia hanya sapi Bali (Bos Sondaicus), sedangkan yang termasuk sapi
lokal adalah sapi Madura dan sapi Sumba Ongole (SO) (Rianto dan Purbowati, 2006).
Memelihara sapi sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging atau susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai potensi tenaga kerja. Sapi potong sebagai penghasil daging, persentase karkas (bagian yang dapat dimakan) cukup tinggi, yaitu berkisar antara 45% - 55% yang dapat dijual pada umur 4-5 tahun (Rianto dan Purbowati, 2006).
Ternak sapi dapat memberikan manfaat yang lebih luas dan ekonomis daripada ternak lain. Beberapa manfaat sapi dapat dipaparkan di bawah ini karena bernilai ekonomi yang tinggi, yaitu sebagai berikut:
1. Sapi merupakan salah satu ternak yang berhubungan dengan kebudayaan masyarakat, misalnya sapi untuk keperluan sesaji, sebagai ternak karapan di madura dan sebagai ukuran martabat manusia dalam masyarakat (social standing).
2. Sapi sebagai tabungan para petani di desa – desa pada umumnya telah terbiasa bahwa pada saat-saat panen mereka menjual hasil panenan, kemudian membeli beberapa ekor sapi. Sapi – sapi tersebut pada masa paceklik atau pada berbagai keperluan bisa dilepas atau dijual lagi.
3. Mutu dan harga daging atau kulit menduduki peringkat atas bila dibanding daging atau kulit kerbau.
4. Memberikan kesempatan kerja, banyak usaha ternak sapi di Indonesia yang bisa dan mampu menampung tenaga kerja cukup banyak sehingga bisa menghidupi banyak keluarga pula.
5. Hasil ikutannya masih sangat berguna, seperti kotoran bagi usaha pertanian, tulang – tulang bisa digiling untuk tepung tulang sebagai bahan baku mineral atau dibuat lem, darah bisa direbus, dikeringkan dan digiling menjadi tepung
darah yang sangat bermanfaat bagi hewan unggas dan lain sebagainya, serta kulit bisa diperunakan dalam berbagai maksud di bidang kesenian, pabrik dan lain – lain (Sugeng, 2008).
Dilihat dari pola pemeliharaannya peternakan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga kelompok (Mubyarto, 2010), yaitu :
a. Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang tradisional. Keterampilan sederhana dan menggunakan bibit lokal dalam jumlah dan mutu yang relatif terbatas. Ternak pemakan rumput digembalakan di padang umum, di pinggir jalan dan sawah, di pinggir sungai atau di tegalan sendiri. Kalau siang hari diberi minum dan dimandikan seperlunya sebelumnya dimasukkan ke dalam kandang. Pemeliharaan dengan cara ini dilakukan setiap hari dan dikerjakan oleh anggota keluarga peternak. Tujuan utama ialah sebagai hewan kerja dalam membajak sawah/tegalan, hewan penarik gerobak atau pengangkut beban sedang kotorannya dipakai sebagai pupuk.
b. Peternakan rakyat dengan cara pemeliharaan yang semi komersil.
Keterampilan yang mereka miliki dapat dikatakan lumayan. Penggunaan bibit unggul, obat–obatan dan makanan penguat cenderung meningkat, walaupun lamban. Jumlah ternak yang dimiliki 2–5 ekor ternak besar dan 5–100 ekor ternak kecil terutama ayam. Bahan makanan berupa ikutan panen seperti bekatul, jagung, jerami dan rumput–rumputan yang dikumpulkan oleh tenaga dari keluarga sendiri. Tujuan utama dari memelihara ternak untuk menambah pendapatan keluarga dan konsumsi sendiri.
c. Peternak komersil
Usaha ini dijalankan oleh golongan ekonomi yang mempunyai kemampuan dalam segi modal, sarana produksi dengan teknologi yang agak modern.
Semua tenaga kerja dibayar dan makanan ternak terutama dibeli dari luar dalam jumlah yang besar. Tujuan utamanya adalah mengejar keuntungan sebanyak–banyaknya. Biaya produksi ditekan serendah mungkin agar dapat menguasai pasar. Pemeliharaan sapi potong di Indonesia dilakukan secara ekstensif, semi intensif dan intensif. Pada umumnya sapi-sapi yang dipelihara secara intensif hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan diberikan pakan sebanyak dan sebaik mungkin sehingga cepat gemuk, sedangkan secara ekstensif sapi-sapi tersebut dilepas dipadang pengembalaan dan digembalakan sepanjang hari (Rianto dan Purbowati, 2009).
Pada saat ini terdapat banyak bangsa sapi yang jumlahnya cukup banyak.
Sehubungan dengan itu, peternak yang maju pasti akan selalu mengikuti perkembangan dunia peternakan, khususnya perkembangan sapi potong. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dilakukan dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar dan modern, dengan skala usaha kecilpun akan mendapatkan keuntungan yang baik jika dilakukan dengan prinsip budidaya modern (Sori, 2009).
Kendala dalam pengembangan sapi potong diantaranya terkait dengan keterbatasan pejantan unggul pada usaha pembibitan ternak, ketersediaan pakan yang tidak kontinyu, rendahnya indeks reproduksi dan kualitas sumberdaya manusia (Suryana, 2009). Keberhasilan peternakan berhubungan dengan kualitas
sumberdaya manusia, tingkat pendidikan yang rendah dapat menjadi faktor penghambat dalam pola pengembangan usaha ternak (Rusnan et al., 2015).
Sapi potong adalah sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karateristik yang dimiliki, seperti tingkat pertumbuhannya cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi inilah umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, yang dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan berat badan yang ideal untuk di potong. Pemeliharaan bakalan yang baik menjadi langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan usaha. Salah satu tolak ukur penampilan produksi sapi potong adalah pertambahan berat badan harian (Abidin, 2002).
Prospek peternakan sapi potong di Indonesia masih tetap tebuka lebar dalam waktu yang lama. Hal ini disebabkan permintaan daging dari tahun ketahun terus menunjukkan peningkatan. Peningkatan ini sejalan dengan peningkatan taraf ekonomi dan kesadaran akan gizi dari masyarakat. Namun, peningkatan permintaan daging sapi ini tidak diikuti oleh jumlah populasi ternak sapi potong.
Tidak heran kalau setiap tahun permintaan persediaan daging sapi Indonesia semakin menurun terhadap jumlah penduduk walaupun jumlah populasi ternak sapi potong meningkat (Sugeng, 2002). Ternak sapi memiliki kemanfaatan lebih luas didalam masyarakat, sehingga keberadaannya dalam peningkatan perkembangannya pun lebih mantap. Sebaliknya, apabila ternak sapi itu tidak memberikan kemanfaatan yang luas, perkembangannya pun akan mundur. Hal ini terbukti di Indonesia dimana ternak sapi berkembang lebih pesat dibandingkan dengan ternak lainnya seperti kambing, domba, babi, kuda dan sebagainya. Sebab,
ternak sapi dikalangan masyarakat Indonesia mempunyai kemanfaatan yang sangat luas, antara lain:
1. Daging dan kulitnya memeliki yang lebih tinggi dari pada daging dan kulit ternak lain seperti kambing, domba dan kerbau.
2. Tenaganya sangat berguna bagi para petani untuk mengolah sawah ataupun untuk angkutan.
3. Dalam budaya masyarakat tertentu, sapi disamping dimanfaatkan dagingnya, kulit dan tenaganya juga dipergunakan untuk sesaji, ukuran kekayaan, karapan dan lain sebagainya.
4. Sebagai tabungan dimusim panen para petani membeli sapi yang kurus untuk digemukkan, kemudian pada saat paceklik sapi-sapi tersebut dijual lagi (Anonim, 1990).
Pada usaha sapi potong jumlah ternak yang pelihara diukur dalam satuan ternak (ST). Menurut (Direktorat Bina UsahaPetani Ternak dan Pengelolaan Hasil Peternakan, 1985) bahwa Satuan Ternak (ST) adalah ukuran yang digunakan untuk menghubungkan berat badan ternak dengan jumlah makanan ternak yang dikomsumsi. Satuan Ternak yang berhubungan dengan ternak itu sendiri dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu:
1. Sapi dewasa (umur > 2 tahun) dinyatakan salam 1 ST.
2. Sapi muda (umur 1-2 tahun) dinyatakan dalam 0,5 ST.
3. Anak sapi (umur < 1 tahun ) dinyatakan dalam 0,25 ST
Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan
penduduk yang semakin pesat. Semakin meningkatnya pendapatan penduduk maka permintaan produk-produk peternakan akan mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan meningkatnya pendapatan seseorang maka konsumsi terhadap sumber karbohidrat akan menurun dan konsumsi berbagai macam makanan yang kaya akan protein akan meningkat. Subsektor peternakan memiliki peranan penting dalam menopang perekonomian regional maupun nasional. Masalah peternakan ini sudah tidak dapat dinomor duakan karena hal tersebut akan dominan ikut menentukan kelangsungan hidup suatu negara ataupun bangsa (Saragih, 2008).
Usaha peternakan, khususnya peternakan sapi potong di Indonesia umumnya masih dikelola secara tradisional, yang bercirikan dengan usaha hanya sebagai usaha keluarga atau sebagai usaha sampingan.
Sapi potong sangat potensial untuk dikembangkan, sehingga sudah sewajarnya memperoleh perhatian dari peternak untuk dikomersilkan, bukan dimanfaatkan sebagai tenaga pengolah tanah pertanian, penghasil pupuk kandang dan sekurang-kurangnya sebagai tabungan. Usaha peternakan mempunyai ciri khas yang mempengaruhi prinsip-prinsip manajemen dan teknik-teknik yang digunakan usaha tani dan usaha peternakan sering dianggap sebagai usaha yang lebih banyak resikonya dalam hal output dan perubahan harga serta pengaruh cuaca terhadap keseluruhan proses produksi (Kay dan Edward, 1994). Dalam usaha tani dan peternakan, pembagian kerja dan tugas manajemen jarang dilakukan, kecuali untuk skala usaha besar. Petani dalam usaha tani tidak hanya menyumbangkan tenaga saja, tetapi lebih dari itu. Dia adalah pemimpin (manager) usaha tani yang mengatur organisasi produksi secara keseluruhan (Mubyarto, 1991).
Beberapa karakteristik sosial peternak yang diduga berpengaruh terhadap pendapatan para peternak yaitu:
a. Umur
Semakin tinggi usia seseorang semakin kecil ketergantungannya kepada orang lain atau semakin mandiri. Chamdi (2003) mengemukakan, semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap teknologi semakin tinggi. Sedangkan para petani yang berusia lanjut biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian-pengertian yang dapat mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya. Petani ini bersifat apatis terhadap adanya teknologi baru.
b. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka akan semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia, yang pada gilirannya akan semakin tinggi pula produktivitas kerja yang dilakukannya. Oleh karena itu, dengan semakin tingginya pendidikan peternak maka diharapkan kinerja usaha peternakan semakin berkembang (Syafaat et al., 2003). Seseorang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan mampu memanfaatkan potensi di dalam maupun di luar dirinya dengan lebih baik. Orang itu akan menemukan pekerjaan yang paling tidak setara dengan pendidikannya. Menurut Soekartawi (2003), menyatakan bahwa tingkat pendidikan peternak cenderung mempengaruhi cara berpikir dan tingkat penerimaan mereka terhadap inovasi dan teknologi baru.
c. Pengalaman Beternak
Pengalaman seseorang dalam berusaha tani berpengaruh terhadap penerimaan inovasi dari luar. Dalam melakukan penelitian, lamanya pengalaman diukur mulai sejak kapan peternak itu aktif secara mandiri mengusahan usaha taninya tersebut sampai diadakan penelitian (Fauzia dan Tampubolon, 1991).
Menurut Abidin dan Simanjuntak (1997), faktor penghambat berkembangnya peternakan pada suatu daerah tersebut dapat berasal dari faktor-faktor topografi, iklim, keadaan sosial, tersedianya bahan-bahan makanan rerumputan atau penguat, di samping itu faktor pengalaman yang dimiliki peternak masyarakat sangat menentukan pula perkembangan peternakan di daerah itu.
Sapi PO mempunyai banyak di usahakan oleh peternak di setiap wiayyah pedesaan, karena sapi PO dapat beradaptasi dengan segala lingkungan. Menurut Aryogy dan Romjali (2005) bahwa, sapi PO dikenal mempunyai keunggulan genetik tahan hidup di tempat yang panas, dan merupakan tipe dwi guna yaitu sebagai sumber daging maupun tenaga kerja pertanian. Jenis sapi PO banyak yang dikawin silangkan (crossing) dengan sapi Limosin, sehingga menghasilkan sapi Limpo (Limosin PO). Sapi persilangan banyak digemari oleh setiap petani, karena sapi hasil persilangan tersebut mempunyai kenerja bobot badan sekitar 400-650 kg (Aryogy dan Romjali (2005).
Astuti (2004) dan Rasyid et al., (2010) menyatakan bahwa, ternak sapi PO merupakan hasil pemuliaan melalui sistim persilangan grading up antara sapi Jawa dengan sapi Sumba Onggola (SO). Ternak sapi tersebut yang sudah tersebur di pulau Jawa khusnya di Jawa Timur dan pengembangnnya sebagian besar
berada di wilayah lahan kering. Ternak sapi PO dapat berkembang biak dan berproduksi dengan baik dapat bertahan hidup dilahan marjinal.
Bakalan
Menurut Sugeng (2000), dalam hal pemilihan bakalan dengan cara seleksi dan penyingkiran sapi-sapi yang kurang baik dari kelompok sapi yang dipelihara perlu dilakukan. Laju pertumbuhan sapi macam apapun kerap sekali tidak dihiraukan dan yang terpenting bagi peternak adalah kelompok sapi yang dipelihara itu tetap bisa berkembang biak. Salah satu faktor keberhasilan beternak adalah keterampilan dalah memilih bakalan ternak.
Bakalan adalah anak sapi berumur 1-2 tahun yang tidak layak bibit yang memenuhi persyaratan tertentu baik jantan maupun betina untuk tujuan produksi atau hewan bukan bibit yang mempunyai sifat unggul untuk dipelihara guna tujuan produksi kata tidak layak bibit dimaksudkan bahwa sapi tersebut tidak layak dikembangbiakkan yang artinya tidak baik untuk menghasilkan anak, namun dapat ditingkatkan produktivitasnya untuk menghasilkan daging baik kualitas maupun kuantitasnya.
Dalam Keputusan tersebut dijelaskan bahwa pemilihan bibit/bakalan bisa berasal dari sapi lokal atau impor, tergantung jenis sapi dan bebas dari penyakit menular. Dalam pemilihan sapi bakalan usaha penggemukan harus memenuhi kriteria berumur 1 (satu) sampai 2 (dua) tahun dengan berat 250-350 kg.
Penyediaan bakalan dilakukan dengan mengutamakan produksi dalam negeri dan kemampuan ekonomi kerakyatan. Pengeluaran bakalan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia keluar negeri dapat dilakukan apabila kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi dan kelestarian ternak lokal terjamin. Keberhasilan
penggemukan sapi potong sangat tergantung pada pemilihan bibit atau bakalan yang baik dan kecermatan selama pemeliharaan. Bakalan yang akan digemukkan dengan pemberian pakan tambahan dapat berasal dari sapi lokal yang dipasarkan di pasar hewan atau sapi impor yang belum maksimal pertumbuhannya.
Sebaiknya bakalan dipilih dari sapi yang memiliki potensi dapat tumbuh optimal setelah digemukkan. Prioritas utama bakalan sapi yang dipilih yaitu kurus, berusia remaja, dan sepasang gigi serinya telah tanggal. Usaha penggemukan sapi bertujuan mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan bobot sapi yang dipelihara.
Pertumbuhan dan lama penggemukan ditentukan oleh faktor individu, ras (bangsa) sapi, jenis kelamin, dan usia ternak bakalan. Laju pertumbuhan ternak pada usaha penggemukan terletak pada pemilihan bakalan. Bakalan harus dipilih dari sapi yang cepat besar.
Bakalan merupakan faktor yang penting karena sangat menentukan hasil akhir usaha penggemukan. Ciri ciri bakalan yang baik menurut Yulianto dan Cahyo (2011) diantaranya berumur lebih dari dua tahun atau memiliki bobot 165- 400 kg, jenis kelamin jantan atau betina yangtidak produktif, bentuk tubuh panjang, bulat dan lebar, tubuh kurus (bukan karena penyakit), tulang menonjol dan sehat, warna tubuh sesuai dengan bangsa sapi tersebut, kondisi kepala normal sesuai bangsa sapinya, mata cerah dan bulu halus, serta kondisi kaki lurus dan kokoh.Menurut Sarwono dan Arianto (2006) bahwa bakalan yang baik yaitu harus sehat, tampak bersemangat, aktif bergerak, kepala selalu tegak, mata bercahaya, rambut mengkilat, bentuk badan normal, badan besar atau sedang, kaki lurus, jarak antar kaki lebar, dan tulang rusuk berkembang.
Biaya Pakan Ternak
Keberhasilan usaha ternak sapi baik sapi potong atau kerja hanya mungkin tercapai apabila faktor-faktor penunjangnya memperoleh perhatian yang penuh.
Salah satu faktor utama ialah makanan, disamping faktor genetik dan manajemen.
Oleh karena itu, bibit sapi yang baik dari jenis unggul hasil seleksi harus diimbangi dengan pemberian makanan yang baik pula. Terbatasnya pakan ternak sapi, terutama pakan hijauan yang tersedia sepanjang tahun merupakan kendala besar dalam memproduksi daging.
Ternak sapi sebagai salah satu ternak ruminansia beralat pencernaan yang terbagi atas empat bagian yakni, rumen, retikulum, omasum dan abomasum.
Dengan alat ini sapi dapat menampung jumlah bahan pakan yang lebih besar dan mampu mencerna bahan pakan yang kandungan serat kasarnya tinggi. Sehingga pakan pokok hewani ini berupa hijauan atau rumput dan pakam penguat sebagaitambahan. Pada umumnya bahan pakan hijauan diberikan jumlah 10% dari berat badan dan pakan penguat 1% dari berat badan.
Pakan merupakan bahan baku yang telah dicampur menjadi satu dengan nutrisi yang sesuai sehingga dapat dikonsumsi dan dapat dicerna oleh ternak yang penting untukperawatan tubuh, pertumbuhan dan reproduksi (Unadi et al.,2007).
Pakan harus mengandung semua nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh ternak, namun tetap dalam jumlah yang seimbang, beberapa nutrien yang dibutuhkan oleh ternak antara lain karbohidrat, lemak, protein, vitamin, air serta mineral (Plumstead dan Brake, 2003). Pakan berkualitas baik jika mampu memberikan seluruh kebutuhan nutrisi secara tepat, baik, jenis, jumlah serta imbangan nutrisi
bagi ternak sehingga proses metabolisme yang terjadi didalam tubuh ternak akan berlangsung secara sempurna (Mochammad, 2004).
Biaya Kandang
Perkandangan dan peralatan sangat penting dalam menentukan sukses tidaknya suatu perusahan ternak sapi. Oleh karena itu sangat perlu untuk merencanakan membuatan kandang dengan peralatan seefesien mungkin.
Peternakan sapi dengan sistem pemeliharaan di pasture (padang pengembalaan), kandang hanya diperlukan untuk malam hari dimana sapi-sapi tersebut pada pagi harinya dilepas pada padang pengembalaan ini dapat dibuat pula kandang yang dilengkapi dengan atap yang bisa terbuat dari genteng atau rumbia atau bisa juga tanpa atap. Lantainya sebaiknya disemen. Sebagai patokan umum seekor sapi dewasa membutuhkan tempat seluas 2,5 sampai 3 m2 (kira-kira 1,5 x 2 m) /ekornya (Abidin dan Simanjuntak, 1997). Konstruksi kandang menurut Sugeng (2000), dibangun dengan perencanaan yang benar dan akan menjamin kenyamanan hidup ternak sebab bangunan kandang sangat erat hubungannya dengan kehidupan ternak. Sehubungan dengan kebutuhan hidup ternak sapi untuk beradaptasi, maka perencanaan bangunan kandang yang perlu diperhatikan ialah : iklim setempat, konstruksi dan bahan bangunan. Ketiga faktor ini perlu diperhatikan karena faktor-faktor tersebut akan membawa kenyamanan bagi ternak apabila kesemuanya tersebut dipadu dengan baik.
Biaya penyusutan kandang menurut Yudianto dalam Bastari (2016), biaya penyusutan adalah biaya yang dikeluarkan dari kas. Penyusutan dilakukan sebagai akibat dari masa manfaat dan potensi aktiva yang dimiliki semakin berkurang.
Pengurangan aktiva tersebut dibebankan sebagai biaya yang dikeluarkan secara berangsur–angsur atau proposional.
Penyusutan Bangunan Siregar dalam Bastari (2016), bahwa nilai penyusutan bangunan adalah sebesar 2-5% dari total produksi, yang meliputi penyusutan bangunan tempat usaha dan juga merupakan tempat tinggal peternak.
Biaya penyusutan kandang adalah dihitung berdasarkan total biaya yang dikeluarkan untuk pembangunan kandang dan membaginya dengan waktu habis pakai (tahun), dinyatakan dalam satuan rupiah.
Biaya Obat dan Vitamin
Untuk menghasilkan suatu hasil produksi yang baik diperlukan kerjasama beberapa faktor produksi dan keahlian peternak, yang tentunya kombinasi faktor - faktor produksi tersebut perlu digunakan secara efisien sehingga dapat memberikan keuntungan bagi para peternak. Keberhasilan pemeliharaan sapi inisangat ditentukan oleh kualitas bakalan dan pemberian obat-obatan serta vitamin yang dipilih serta sistem usaha dan pemeliharaan ternak sapi potong yang dikelola oleh peternak tersebut yang meliputi seleksi jenis bibit, sistem perkandangan, pemberian pakan hijau, pemberian air minum, kebersihan ternak sapi potong dan kandang, serta pemberian obat-obatan (Santoso 2008). Bagi peternak, pengetahuan dan keahlian yang baik dalam pemeliharaan sapi potong juga sangat berpengaruh terhadap kualitas produksi yang dihasilkan, dimana apabila hasil produksi usaha yang sangat baik.
Biaya obat-obatan adalah biaya yang dikeluarkan untuk obat-obatan berupa vitamin, antibiotik, obat cacing dan paket jamu-jamuan untuk ternak sapi potong selama 1 tahun pemeliharaan yang dinyatakan dalam satuan rupiah.
Tenaga Kerja
Memelihara sapi sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging atau susu, tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai potensi tenaga kerja. Mukson et al. (2008) mengatakan bahwa tenaga kerja yang digunakan pada usaha peternakan sapi potong umumnya masih menggunakan tenaga kerja keluarga dan banyak digunakan untuk mencari kegiatan mencari pakan yang biasanya dilakukan bersama-sama dengan kegiatan pertanian.
Usaha ternak merupakan suatu proses mengkombinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan, dan tenaga kerja untuk menghasilkan produk peternakan.
Keberhasilan usaha ternak sapi potong bergantung juga pada unsur yaitu pengelolaan.
Selain itu pengelolaan maupun manajemen dalam usaha ternak tidak terlepas dari karakteristik sosial ekonomi peternak sehingga nantinya akan mempengaruhi hasil yang akan diperoleh, beserta biaya tenaga kerja yang akan dikelaurkan.
Faktor-Faktor Produksi
Secara umum faktor-faktor produksi yang dapat mempengaruhi produksiadalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen. Akan tetapi pada kenyatannya dilapangan diketahui berbagai faktor sosial ekonomi yang juga mempengaruhi produksi. Faktor sosial ekonomi tersebut adalah tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keterampilan dll (Soekartawi, 1994).
Faktor produksi dalam usaha pertanian mencakup lahan, modal, tenaga kerja dan manajemen. Selain keempat faktor produksi tersebut, digunakan pula sarana produksi seperti bibit, pupuk dan obat-obatan dalam proses produksi.
Lahan merupakan faktor utama dalam usaha pertanian dan peternakan.
Lahan pertanian merupakan sebidang tanah yang menjadi media tanam tumbuhan.
Pada luas lahan yang sempit petani/peternak cenderung menggunakan sarana produksi yang berlebihan contohnya dalam penggunaan pupuk dan pakan cenderung melebihi anjuran. Pemilikan atau penguasaan lahan sempit biasanya kurang baik dibanding lahan yang luas.
Dimana keputusan penggunaan sarana produksi oleh petani didasarkan pada kebiasaan, naluri, maupun imitasi dari petani lain. Dan sebaliknya, petani dengan lahan yang luas sering pula tidak efisien kembali lagi kepada penggunaan saprodi yang berlebihan akibat lemahnya pengawasan faktor-faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan tenaga kerja. Modal juga merupakan faktor produksi yangsangat penting. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor-faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang baru dalam hal ini hasil pertanian (Mubyarto, 1989).
Modal berkaitan erat dengan uang, jadi modal adalah uang maupun pinjaman yang digunakan petani untuk memperoleh sarana produksi dan membayar biaya- biaya yang dikeluarkan dalam produksi. Kekurangan modal meyebabkan penyediaan input terganggu sehingga mempengaruhi produksi (Jamin, 1994).
Biaya Produksi Usaha Ternak Sapi Potong
Produksi adalah salah satu fungsi manajemen yanga sangat penting operasi sebuah perusahaan. Kegiatan produksi menunjukkan kepada upaya pengubahan input atau sumber daya menjadi output (barang dan jasa). Input segala bentuk sumber daya yang digunakan dalam pembentukan output. Secara luas, input dapat dikelompokkan menjadi kategori yaitu tenaga kerja (termasuk disini kewirausahaan) dan kapital (Herlambang, 2002).
Sugianto (1995) menyatakan bahwa proses produksi dalah proses yang dilakukan oleh perusahaan berupa kegiatan mengkombinasikan input (sumber daya) untuk menghasilkan output. Dengan demikian proses produksi merupakan proses transformasi (perubahan) dari input menjadi output. Konsep produksi merupakan konsep aliran, maksudnya produksi berlangsung pada periode tertentu.
Dalam arti luas, biaya (cost) adalah sejumlah uang yang dinyatakan dari sumber- sumber (ekonomi) yang dikorbankan (terjadi dan akan terjadi) untuk mendapatkan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai pengorbanan atas sumber-sumber (ekonomi) untuk mendapatkan sesuatu atau mencapai tujuan tertentu, istilah biaya, kadang-kadang dianggap sinonim dengan (1) harga pokok dan (2) beban dari sesuatu untuk tujuan tertentu tersebut.
Untuk mudahnya, pergertian biaya sebagai harga pokok dan sebagai beban itu, disebut pengertian biaya dalam arti sempit, yakni apabila pengorbanan yang diperlukan itu terjadi dalam rangka merealisasikan pendapatan (Harnanto, 1992).
Biaya didefinisikan sebagai pengeluaran yang berhubugan erat dengan proses produksi, dapat diduga dan dapat dinyatakan secara kuantitatif. Kata-kata
“berhubugan erat dengan proses produksi” mengandung arti bahwa pengeluarantersebut tidak dapat dihindarkan.
Biaya dibebankan menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Biaya alternatif 2. Biaya implisit 3. Biaya sirna
4. Biaya langsung dan tidak langsung.
Soekartawi (2003) menyatakan bahwa biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung.
Daniel (2002) menyatakan bahwa biaya produksi adalah sebagai biaya kompesasi yang diterima oleh para pemilik faktor-faktor produksi, atau biaya- biaya yang dikeluarkan oleh para petani dalam proses produksi, baik secara tunai maupun tidak tunai.
Selanjutnya Swastha dan Suktojo (1993) menyatakan bahwa kita perlu mengetahui beberapa konsep tentang biaya seperti : biaya variabel, biaya tetap, dan biaya total.
1. Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah yang disebabkan oleh adanya perubahan jumlah hasil. Apabila jumlah barang yang dihasilkan bertambah, maka biaya biaya variabelnya juga meningkat. Biaya variabel yang dibebankan pada masing-masing unit disebut biaya variabel rata-rata (average variabel cost).
2. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya-biaya yang tidak berubah-ubah (constant) untuk setiap kali tingkatan / jumlah hasil yang diproduksi. Biaya tetap yang dibebankan pada masing-masing unit disebut biaya tetap rata-rata (average fixed cost).
3. Biaya Total
Biaya total adalah keseluruhan biaya yang akan dikeluarkan oleh perusahaan atau dengan kata lain biaya total ini merupakan jumlah dari biaya tetap dan
biaya variabel. Biaya total yang dibebankan pada setiap unit disebut biaya total rata-rata (averagetotal cost).
Biaya Total = Biaya Tetap + Biaya Variabel
Biaya usaha tani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : (a) Biaya Tetap (fixed cost); dan (b) biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap ini umumnya didefenisikan sebagai biaya yang relative tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Disisi lain biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefenisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 1995 : 56).
Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap (overhead) merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada ayam dikandang, biaya ini tetap harus dikeluar, Misalnya : Gaji pengawai bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bagunan, dan lain-lainnya. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah produksi ayam pedaging yang dijalankan.
Semakin banyak ayam yang akan semakin besar pula biaya variabel ini secara total. Misalnya: biaya untuk makanan, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja harian dan lain-lain (Rasyaf, 1995).
Dalam usaha peternakan yang berorientasi bisnis dan mengharapkan keuntungan yang besar, seluruh pengeluaran dan pendapatan harus diperhitungkan. Ada biaya-biaya yang secara rill tidak dikeluarkan, tetapi harus tetap diperhitungkan, misalnya gaji pemilik usaha yang turut bekerja dalam usahanya sendiri, bunga bank, dan beberapa biaya lain. Meskipun pemilik usahanya sendiri, gaji dapat diperhitungkan untuk memperoleh angka keuntungan
yang sebenarnya. Demikian juga dengan bunga bank, sekalipun modal yang digunakan adalah modal sendiri. Biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membeli atau menyewa tanah untuk penggemukan, peralatan atau kendaraan, pembangunan kandang dan berbagai sarana penunjang, yang tidak habis pakai untuk satu kali masa produksi. Diperhitungkan sebagai biaya penyusutan, yang didasarkan pada umur pemakaian. Misalnya, biaya sewa lahan sebesar Rp 5.000.000,- selama lima tahun, biaya penyusutan adalah Rp 1.000.000,- pertahun (Abidin, 2002). Agar perhitungan secara ekonomis dapat dilakukan secara akurat, perlu dilakukan antara biaya investasi dan biaya produksi (variabel) yang dikeluarkan selama masa usaha. Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk membeli atau menyewa barang yang tidak habis dipakai dalam satu kali masa produksi, misalnya biaya pembelian lahan usaha, pembuatan kandang, sewa kendaraan pengangkutan.
Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan produksi sapi yang biasanya habis dalam satu kali produksi, miasalnya biaya pembelian sapi bakalan, pembelian bahan pakan, gaji tenaga kerja dan biaya pengobatan (Abidin, 2002).
Agar perhitungan secara ekonomis dapat dilakukan secara akurat, perlu dilakukan antara biaya investasi dan biaya produksi (variabel) yang dikeluarkan selama masa usaha. Biaya investasi merupakan biaya yang dukeluarkan untuk membeli atau menyewa barang yang tidak habis dipakai dalam satu kali masa produksi, misalnya biaya pembelian lahan usaha, pembuatan kandang, sewa kendaraan pengangkutan. Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan produksi sapi yang biasanya habis dalam satu kali produksi, misalnya
biaya pembelian sapi bakalan, pembelian bahan pakan, gaji tenaga kerja dan biaya pengobatan (Abidin, 2002).
Penerimaan Usaha Ternak Sapi
Menurut Rasyaf (2002) menyatakan bahwa apabila hasil produksi peternakan di jual kepasar atau ke pihak lain, maka diperoleh sejumlah uang sebagai produk yang dijual tersebut. Besar atau kecilnya uang yang diperoleh tergantung pada jumlah barang dan nilai barang yang dijual. Barang akan bernilai tinggi bila penerimaan melebihi penawaran atau produksi sedikit. Dikatakan pula bahwa jumlah produk yang dijual dikaitkan dengan harga yang ditawarkan merupakan jumlah uang yang diterima sebagai ganti produk peternakan yang dijual. Ini di namakan penerimaan uang sebagai hasil jeri payah beternak pada saat itu belum diketahui untung atau rugi.
Penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha, seperti panen tanaman dan barang olahanya seperti panen dari peternakan dan olahannya. Penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil usaha seperti panen tanaman dan barang olahannya serta panen dari peternakan dan barang olahannya. Penerimaan juga biasbersumber dari pembayaran tagihan-tagihan, bunga, deviden, pembayaran dari pemerintah dan sumber lainnya yang menambah aset perusahaan (Kadarsan, 1995:12).
Penerimaan usaha tani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, dan pendapatan usaha tani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya.
Penerimaan adalah hasil dari perkalian jumlah produksi dengan harga jual
dengan rumus Pd = TR – TC, dimana Pd adalah Pendapatan, TR yaitu total penerimaan dan TC adalah total biaya (Soekartawi,1995).
Bentuk umum penerimaan dari penjualan yaitu TR = P x Q ; dimana TR adalah total revenue atau penerimaan, P adalah Price atau harga jual perunit produk dan Q adalah Quantity atau jumlah produk yang dijual. Dengan demikian besarnya penerimaan tergantung pada dua variabel harga jual dan variabel jumlah produk yang dijual (Rasyaf, 2003).
Penerimaan dari usaha peternakan sapi berupa penjualan sapi yang telah digemukkan dan dari kotoran sapi yang telah digemukkan dan dari kotoran sapi berupa pupuk kandang. Namun, penerimaan dari pupuk kandang itu kadang- kadang tidak dimasukkan sebagai penerimaan langsung karena belum seluruh pupuk kandang yang dihasilkan oleh para peternak melainkan digunakan untuk memupuk tanaman pertaniannya atau di buang sama sekali (Sugeng, 2008).
Abidin (2002) mengemukakan bahwa pencatatan adalah hal yang paling penting dalam menjalankan setiap jenis usaha termasuk pengemukan sapi potong.
Pencatatan baik pengeluaran dan pendapatan dalam jumlah yang besar maupun kecil harus dilakukan secara teliti sehinga analisis dan perhitungan laba rugi suatu usaha peternakan dapat dilakukan dengan hasil yang mencerminkan potensi usaha. Dalam sistem usaha peternakan yang bersifat tradisional pendataan tidak perlu dilakukan, karena fungsi ternak hanya sebagai tabungan yang sewaktu- waktu bisa dijual jika ada keperluan yang bersifat mendadak. Pekerjaan menyediakan hijauan pakan ternak yang dilakukan sendiri oleh pemilik sapi, biasanya tidak diperhitungkan. Demikian juga dengan penggunaan tanah untuk kandang.
Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong
Analisa pendapatan berfungsi untuk mengukur berhasil tidaknya suatu kegiatan usaha, menemukan komponen utama pendapatan dan apa kah komponen itu masih dapat ditingkatkan atau tidak. Kegiatan usaha dikatakan berhasil apabila pendapatannya memenuhi syarat cukup untuk memenuhi semua sarana produksi.
Analisis usaha tersebut merupakan keterangan yang rinci tentang penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu.
Analisis usaha ternak sapi sangat penting sebagai kegiatan rutin suatu usaha ternak komersil. Dengan adanya analisis usaha dapat dievaluasi dan mencari langka pemecahan berbagai kendala, baik usaha untuk mengembangkan, rencana penjualan maupun mengurangi biaya-biaya yang tidak perlu (Murtidjo, 1993).
Usaha ternak sapi telah memberi kontibusi dalam peningkatan pendapatan keluarga peternak. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa peningkatan pendapatan keluarga peternak sapi tidak dapat dilepaskan dari cara mereka menjalankan dan mengelola usaha ternaknya yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial dan faktor ekonomi.
Pendapatan usaha ternak sapi sangat dipengaruhi oleh banyaknya ternak yang dijual oleh peternak itu sendiri sehingga semakin banyak jumlah ternak sapi maka semakin tinggi pendapatan bersih yang diperoleh (Soekartawi, 1995).
Review Penelitian sebelumnya
Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang terkait dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh peneliti. Hasil dari penelitian terdahulu
prinsip, meskipun tetap terdapat perbedaan. Berikut ini terdapat kerangka dan kajian penelitian yang telah dilakukan.
1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Tri Novalina (2008) dengan judul “ Analisis Pendapatan dan Karakteristik Sosial Ekonomi Usaha Ternak Kambing di Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang” yang menunjukkan bahwa ternak kambing memiliki memberikan pengaruh secara ekonomi dan sosial bagi peternak. Hasil selanjutnya menyatakan bahwa terdapat hubungan antara jumlah ternak dan total penerimaan dari usaha ternak kambing denga pendapatan bersih.
2. Berdasarkan hasil penelitian dari Umi Muthiah Sholikhatun (2010) dengan judul “Hubungan Antara Karakteristik Sosial Ekonomi Dengan Persepsi Masyarakat Kota Tentang Sifat-Sifat Inovasi Pada Program Peningkatan Dan Pengembangan Pertanian Perkotaan Di Kota Surakarta” yang menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara faktor sosial seperti pendidikan formal atau pendidikan non formal, luas pekarangan berkaitan dengan pendapatan dari hasil bertani.
3. Berdasarkan hasil penelitian dari Sunarya (2016) dengan judul “Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Peternak Domba Dengan Usaha Di Desa Cidokom Kecamatan Rumpin Kabupaten Bogor” yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara karakter sosial ekonomi peternak dengan usaha.
Hubungan tersebut diantaranya jumlah ternak berhubungan nyata dengan pengeluaran biaya produksi. Selanjutnya pengalaman beternak berhubungan nyata dengan curahan tenaga kerja dan pengeluaran biaya produksi.
Kepemilikan ternak berhubungan nyata dengan pendapatan peternak.
4. Berdasarkan hasil penelitian Sunarya et al. (2014) dengan judul “Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi Dengan Persepsi Peternak Terhadap Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah Di Kota Tomohon” yang menunjukkan bahwa faktor sosial ekonomi peternak mempengaruhi persepsinya terhadap usaha yang dijalankan. Selain itu hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peternak berumur 43-54 tahun sebanyak 40%, lama pendidikan sebagian besar peternak (46,7%) 12-16 tahun. Peternak menekuni usaha beternak sapi perah selama 2-3 tahun. Frekuensi peternak dalam mengikuti penyuluhan serta pelatihan sebagian besar 1-2 kali (76,6%). Lama usaha berhubungan sangat nyata dengan persepsi peternak terhadap pengembangan usaha peternakan sapi perah di Kota Tomohon.
5. Berdasarkan hasil penelitian Rumiyani et al. (2017) yang berjudul “Status Sosial Ekonomi Peternak Kambing Peranakan Etawa (Pe) Di Desa Sungai Langka, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung” menyatakan bahwa usia responden peternak di Sungai Langka di ketiga kelompok ternak, tergolong usia produktif, memiliki tingkat pendidikan yang rendah, cukup berpengalaman dalam beternak kambing perah dan sebagian peternak memiliki aset sepeda motor, sepeda dan televisi.
Selain itu laki-laki mendominasi kepemilikan kambing perah di semua kelompok ternak di desa Sungai Langka dengan rata-rata kepemilikan yang bervariasi mulai 9,22 ± 5,20, 8,53 ± 5,63 dan 8,55 ±6,54.
6. Berdasarkan hasil penelitian Nuskhi (2017) yang berjudul “Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Produktivitas Peternak Kambing Di Kabupaten Banyumas” menyatakan bahwa faktor sosial ekonomi meliputi
pendidikan, luas lahan, modal, pengalaman beternak terbukti secara bersama- sama berpengaruh signifikan terhadap penambahan jumlah ternak sebesar 50,9%. Selain itu faktor sosial ekonomi meliputi pendidikan, luas lahan, modal, pengalaman beternak terbukti secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pendapatan peternak sebesar 56,1% sedangkan 43,9%
dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini, sedangkan hasil analisis pendidikan, modal, luas lahan, pengalaman beternak secara parsial keempat faktor sosial ekonomi tersebut berpengaruh terhadap produktivitas peternak.
7. Berdasarkan hasil penelitian dari Herlinae et al. (2012) yang berjudul “ Analisis Sosial Ekonomi Peternakan Sapi Bali Gaduhan Terhadap Perkembangan Tinggi Gumba Ternak Setelah Dua Tahun Pemeliharaan” menyatakan bahwa Variabel Sosial Ekonomi peternak seperti variabel umur, pendidikan, pendapatan dan pengetahuan tidak mempengaruhi perkembangan tinggi gumba ternak sapi bali gaduhan setelah dua tahun pemeliharaan
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Kerangka Pemikiran
Usaha peternakan sapi potong mempelajari mengenai suatu proses transformasi input menjadi suatu output. Input yang digunakan dalam usaha peternakan sapi potong adalah bibit ternak, tenaga kerja, pakan dan vitamin.
Sedangkan output yang dihasilkan adalah ternak dengan bobot hidup optimal yang dapat dimanfaatkan karkas dan lain-lainnya. Dalam menghasilkan bobot hidup optimal terdapat berbagai cara untuk meningkatkan produksi salah satunya adalah
dengan cara peningkatan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi input produksi ternak di daerah penelitian adalah biaya bakalan, biaya pakan, biaya kandang, biaya obat dan vitamin dan tenaga kerja. Faktor-faktor tersebut perlu dianalisis untuk mengetahui apakah usahatani yang dijalankan olehpetani di daerah penelitian sudah baik dalam usaha ternak sapi potong.
Gambar 2. Kerangka Konseptual
Hipotesis Penelitian
H0 = Secara serempak dan parsial faktor biaya bakalan sapi, biaya pakan, biaya kandang, biaya obat dan vitamin dan tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap pendapatan usaha penggemukan ternak sapi potong.
H1 = Secara serempak dan parsial faktor biaya bakalan sapi, biaya pakan, biaya kandang, biaya obat dan vitamin dan tenaga kerja berpengaruh terhadap pendapatan usaha penggemukan ternak sapi potong.
Pendapatan Usaha Ternak Sapi (Harga) X1 Biaya Bakalan
X2 Biaya Pakan
X3 Biaya Kandang
X4 Biaya Obat dan Vitamin
X5 Tenaga kerja
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di daerah Kabupaten Langkat dengan populasi ternak sapi potong yang tinggi, sedang dan rendah yaitu Kecamatan Batang Serangan, Stabat, Babalan (Tabel 1.)
Tabel 1. Daftar Nama Kecamatan serta populasi sapi potong tahun 2017 di Kabupaten Langkat
No Nama Kabupaten Populasi Sapi Potong
1 Batang Serangan 17605
2 Bohorok 17062
3 Sawit Seberang 13300
4 Selesai 13072
5 Secanggang 12084
6 Padang Tualang 11041
7 Wampu 10181
8 Kuala 8714
9 Stabat 7337
10 Salapian 8179
11 Binjai 7542
12 Sei Bingai 7314
13 Besitang 7140
14 Sei Lepan 6974
15 Gebang 6900
16 Hinai 6658
17 Pematang Jaya 6447
18 Kutambaru 5289
19 Tanjung Pura 4757
20 Pangkalan Susu 4387
21 Sirapit 4458
22 Brandan Barat 4173
23 Babalan 2464
Total 193074
Metode penarikan responden yang digunakan adalah sebagai berikut : Pada tahap pertama pemilihan 3 (tiga) desa dari setiap kecamatan dengan penentuan desa yang terdapat populasi ternak sapi potong yang tinggi, sedang dan
rendah. Desa yang terdapat pada Kecamatan Batang Serangan yaitu Desa Sei Musam (populasi tinggi), Desa Sei Bamban (populasi sedang) dan Desa Sei Serdang (populasi rendah). Desa yang terdapat pada Kecamatan Stabat yaitu Desa Karang Rejo (populasi tinggi), Kelurahan Dendang (populasi sedang) dan Kelurahan Sidomulyo (populasi rendah). Desa yang terdapat pada Kecamatan Babalan yaitu Securai Selatan (populasi tinggi), Desa Teluk Meku (populasi sedang) dan Desa Pelawi Utara (populasi rendah). Alokasi Waktu penelitian dari bulan Juli s/d Agustus 2019.
Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan untuk mendukung penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer. Data primer adalah data yang dikumpulkan langsung dari peternak sapi potong melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan alat bantu kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Langkat, Badan Pusat Statistik Sumatera Utara dll. Data sekunder hanya digunakan untuk mendukung penelitian. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang diambil langsung dari peternakan sapi. Berikut jenis data yang digunakan berdasarkan variabel yang akan diteliti disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Jenis data yang digunakan dalam penelitian
Variabel Jenis Data Sumber Data
Bakalan Data primer Kuesioner
Pakan ternak Data primer Kuesioner
Luas kandang Data primer Kuesioner
Obat-obatan Data primer Kuesioner
Tenaga Kerja Data primer Kuesioner
Ternak Usaha Sapi Data primer Kuesioner
Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen-elemen sejenis yang menjadi objek penelitian, tetapi dapat dibedakan satu sama lain (Supranto, 2003).
Sedangkan menurut Kuncoro (2003) populasi mempunyai arti yaitu kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, transaksi atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peternak sapi potong.
Sampel yaitu sebagian dari populasi yang diteliti. Sedangkan sampling yaitu suatu cara pengumpulan data yang sifatnya tidak menyeluruh, artinya tidak mencakup seluruh objek akan tetapi hanya sebagian dari popuasi saja, yaitu hanya mencakup sampel yang diambil dari populasi tersebut (Supranto, 2003).
Penelitian ini menggunakan Metode pengambilan sampel secara sengaja (Purposive sampling) dengan unit responden adalah kelompok tani ternak yang memiliki ternak dengan jumlah 5-150 ekor sapi.
Metode yang digunakan untuk menentukan jumlah sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Rumus Slovin ( Sevilla,et al.,1960:182), sebagai berikut :
n = _____N______
1 + N e2 dimana :
n = Jumlah sampel N = Jumlah Populasi
e = batas toleransi kesalahan ( error tolerance )
Jumlah responden 272 orang tani ternak yang akan diteliti, tingkat kesalahan yang dapat ditolerir ( e ) ditentukan sebesar 10 persen atau 0,1, maka jumlah sampel yang dibutuhkan sebesar :
n = _____272 ______ = 73
peternak
1+272(0,1)2
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Metode analisis data pada penelitian ini dilakukan dalam 3 (tiga) tahap analisis yaitu :
Analisis Deskriptif
Mengetahui faktor produksi/input (bakalan, pakan, kandang, Obat-obatan, tenaga kerja) kelompok peternak menggunakan analisis deskriptif.
Analisis Pendapatan
Pendapatan kelompok peternak dihitung dengan dengan rumus :
Keterangan:
Pd = Adalah total pendapatan atau keuntungan yang diperoleh peternak sapi potong (rupiah/tahun)
TR = Adalah total penerimaan yang diperoleh peternak sapi potong (rupiah/tahun)
TC = Adalah biaya yang dikeluarkan peternak sapi potong (rupiah/tahun) (Soekartawi, 2003).
Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Ternak Sapi Potong
Analisis faktor-faktor produksi ini dilakukan untuk menjelaskan hubungan output dengan input atau faktor produksinya. Menurut Soekartawi et al., (2002), pemilihan model produksi hendaknya dapat memenuhi syarat berikut : (1) dapat
Pd = TR-TC