i
PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP UANG PANAIK
(UANG PESTA) DALAM PERNIKAHAN KALANGAN SUKU
BUGIS (STUDI KASUS DI KAMPUNG WIRASKA, DISTRIK
WANGGAR, KABUPATEN NABIRE)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
M. Mujiburrahman
NIM : 21113018
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga Di Salatiga
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : M.Mujiburrahman NIM : 21113018
Judul : PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP UANG PANAIK (UANG PESTA) DALAM PERNIKAHAN KALANGAN SUKU BUGIS (STUDI KASUS DI KAMPUNG WIRASKA, DISTRIK WANGGAR, KABUPATEN NABIRE)
dapat diajukan kepada Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah.
iii
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP UANG PANAIK (UANG PESTA) DALAM PERNIKAHAN KALANGAN SUKU BUGIS (STUDI
KASUSU DI KAMPUNG WIRASKA, DISTRIK WANGGAR, KABUPATEN NABIRE)
Oleh:
M. Mujiburrahman
NIM : 21113018
telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Senin, tanggal 9 Juli 2018, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Sidang : Dr. Siti Zumrotun, M.Ag. ...
Sekretaris Sidang : Sukron Ma‟Mun, S.Hi., M. Si. ...
Penguji I : Dr. Ilyya Muhsin, M. Si. ...
Penguji II : Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si. ...
Salatiga, 25 Mei 2018
Dekan Fakultas Syari‟ah
Dr. Siti Zumrotun, M.Ag.
iv
PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : M. Mujiburrahman
NIM : 21113018
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Fakultas : Syari‟ah
Judul Skripsi :PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP UANG PANAIK (UANG PESTA) DALAM PERNIKAHAN KALANGAN SUKU BUGIS (STUDI KASUS DI KAMPUNG WIRASKA, DISTRIK WANGGAR, KABUPATEN NABIRE)
menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 25 Mei 2018
Yang menyatakan
M. Mujiburrahman
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
Jangan lakukan jikalau tak kau inginkan, akan tetapi jika kau
inginkan lakukanlah dengan cepat
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Kedua orang tua saya tercinta, yang selalu memberi semangat, dukungan, doa,
dan kasih sayang yang tak terbatas.
Kepada kakak saya dan istrinya yang ikut membantu dalam mencari informasi
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirobbil‟alamiin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah dan taufiq-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Pandangan Hukum Islam Terhadap Uang Panaik (Uang Pesta) Dalam Pernikahan Kalangan Suku Bugis (Studi Kasus di Kampung Wiraska, Distrik Wanggar, Kabupaten Nabire)” tanpa halangan yang berarti.
Shawalat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya suritauladan. Beliau merupakan sosok pencerah kehidupan di dunia maupun di akhirat nanti dan semoga kita semua senantiasa mendapatkan Syafaatnya min hadza ila yaumil qiyamah, Aamiin Yaa Robbal‟alamin.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga;
2. Dr. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari‟ah;
3. Sukron Ma‟mun, M.Si., selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam, juga selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas dan sabar membimbing,
mengarahkan, serta mencurahkan waktu, tenaga dan pikirannya sehingga
skripsi ini terselesaikan;
4. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yag sangat
bermanfaat;
5. Kepada orang tua kakak dan adik serta keluarga besar yang telah memberikan
dan mencurahkan segala kemampuan dan dukungannya secara material dan
immaterial hingga saat ini. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah
ada;
6. Sahabat-sahabat dan teman-teman khususnya sahabat dan teman seperjuangan
di Ahwal Al-Syakhshiyyah ( Hukum Keluarga Islam) angkatan 2013 atas
segala bantuan, semangat, dan hiburannya sehingga penulis mampu
vii
7. Teman gamer saya, Zaid, Badrul, Dika, dan Apid yang selalu memberikan
hiburan disela-sela waktu mengerjakan karya ini, dan doaku kepada temanku
semua semoga kita sukses di dunia dan akhirat, Aamiin.
8. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian
skripsi ini.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta kepada pembaca pada umumnya. Aamiin.
Salatiga, Mei 2018
Penulis
M. Mujiburrahman
viii
ABSTRAK
Mujiburrahman, Muhammad. “Pandangan Hukum Islam Terhadap Uang Panaik (Uang Pesta) Dalam Pernikahan Kalangan Suku Bugis (Studi Kasus di Kampung Wiraska, Distrik Wanggar, Kabupaten Nabire)”. Skripsi. Fakultas Syari‟ah.
Jurusan Hukum Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Sukron Ma‟mun, S.HI., M.Si.
Kata Kunci: Uang Panaik, Pesta Nikah.
Walimah atau acara resepsi pernikahan merupakan suatu bentuk anjuran yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. acara tersebut dilaksanakan dengan tujuan untuk memberitahukan kepada keluarga masing-masing mempelai para tetangga dan masyarakat sekitar bahwa mereka telah secara resmi menikah. Selain itu walimatul „urs atau biasa disebut dengan acara resepsi pernikahan juga bertujuan untuk silaturahmi dan juga sebagai bentuk mempererat tali persaudaraan. Saat ini dalam menyelenggarakan acara resepsi pernikahan terdapat berbagai macam bentuk acara yang berbeda sesuai dengan tradisi adat istiadat yang telah diturunkan secara turun temurun. Salah satu tradisi tersebut adalah kebiasaan para suku bugis yang akan meminta uang panaik (uang pesta) kepada pihak pria yang ingin menikahi anak perempuan mereka, uang tersebut nantinya akan digunakan untuk melangsunggakan acara resepsi pernikahan. Akan tetapi bagi kebanyakan orang hal ini dianggap meberatkan karena uang yang diminta biasanya tidak sedikit. Pernyataan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana cara penentuan uang panaik dalam pernikahan, dan (2) bagaimana pandangan Islam dalam tradisi uang panaik suku bugis.
Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan yang bertempat di Kampung Wiraska, Distrik Wanggar Kabupaten Nabire dengan subjek penelitiannya adalah pasangan suami isteri yang melakukan tradisi uang panaik. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan pendekatan yuridis sosiologis yang secara umum bersifat deskriptif, peneliti berusaha untuk mengunggkap dan fokus mendeskripsikan permasalahan diatas. Dengan metode tersebut dilakukan wawancara kepada beberapa narasumber yang melakukan tradisi tersubut. Peneliti juga akan melakukan observasi untuk mengetahui bagaimana proses berlangsungnya tradisi uang panaik tersebut.
ix
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Telaah Pustaka ... 6
F. Penegasan Istilah ... 9
G. Kerangka Teori ... 10
H. Metode Penelitian ... 14
1. Jenis Penelitian ... 14
2. Lokasi Dan Subjek Penelitian ... 14
xi
4. Teknik Pengumpulan Data ... 16
5. Analisis Data ... 17
6. Pengecekan Keabsahan Data ... 17
I. Sistematika Penulisan Penelitian ... 18
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TRADISI PERNIKAHAN ... 20
A. Tradisi Pernikahan Dalam Islam ... 20
1. Ta‟aruf ... 20
2. Khitbah ... 25
3. Aqad Nikah ... 29
4. Walimatul „Ursy ... 35
B. Tradisi Pernikahan Dalam Masyarakat Arab ... 39
1. Milka ... 40
2. Laylat Al-Hena ... 41
3. Zawaj ... 41
BAB III PANAIK DALAM SUKU BUGIS DI PAPUA ... .47
A. Gambaran Umum Nabire ... 47
B. Kondisi Sosial, Budaya, dan Agama di Kampung Wiraska ... 48
C. Tradisi Dalam Perkawinan ... 51
D. Tradisi Panaik Dalam Suku Bugis ... 52
BAB IV UANG PANIK SUKU BUGIS DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM ... 59
A. Cara Menentukan Uang Panaik ... 59
xii
BAB V PENUTUP ... 72
A. Kesimpulan ... 72
B. Saran ... 74
DAFTAR PUSTAKA ... 76
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan dasar awal untuk membentuk keluarga yang
utuh dan bahagia seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangannya melakukan
peran serta tindakan yang positif dalam mewujudkan tujuan dari pernikahan
itu sendiri tentunya dengan adanya ijab qabul sebagai lambang dari adanya
rasa ikhlas mengikhlaskan serta ridho meridhoi dengan dihadiri oleh para
saksi yang menyaksikan bahwasanya kedua pasangan antara laki-laki dan
perempuan suadah saling ada ikatan lahir bathin. Sehingga tercipta kehidupan
keluarga yang tentram sehingga terwujudnya keluarga yang bahagia sakinah,
mawaddah, dan rahmah.
Islam telah memberikan petunjuk yang terinci tentang seluk beluk
pernikahan. Dengan melaksanakan pernikahan manusia dapat melaksanakan
hal–hal yang sebelumnya diharamkan oleh Allah SWT. Manusia boleh saling
mencintai, mengasihi, berbagi rasa dalam suka maupun duka serta dapat
meneruskan keturunan dengan pasangannya. Sebagai mana firman Allah
2
ْ ُكٌَُْيَب َلَعَجَو اَ ْيَْهّا اوٌُُك ْسَدِم اًجاَوْزَآ ْ ُكُ ِسُفْهَآ ْنِم ْ ُكَُم َقَوَخ ْنَآ َِِث َيَٓآ ْنِمَو
َنو ُرَّكَفَخَي ٍمْوَلِم ٍت َيَٓ َل َ ِلََِٰذ ِفِ َّنّا ۚ ًةَ ْحَْرَو ًةَّدَوَم
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadiakan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum ynag berpikir”.
Pasal 1 undang-undang perkawinan menyatakan, bahwa perkawinan
ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan ketuhanan yang Maha Esa. Dalam perumusan tersebut
perkawinan dilihat sebagai “ikatan lahir dan batin” antara seorang pria dan
seorang wanita sebagi suami istri. Sehingga mengandung makna bahwa
perkawinan adalah persoalan antara pihak-pihak yang akan melangsungkan
perkawinan.
Dalam Islam pernikahan adalah suatu bentuk ibadah ritual. Lebih dari
itu, pernikahan juga dianggap sakral sehingga pelaksanaanya benar-benar
disiapkan secara hati-hati. Namun banyak pasangan yang terbebani karena
harus mangikuti adat-istiadat yang cukup rumit untuk dilaksanakan.
Puncak dalam suatu acara pernikahan adalah dengan diadakannya
suatu acara syukuran atau perayaan yang dilakukan baik secara kecil-kecilan
3
mengundang sanak saudara dan tetangga. Pelaksanaan syukuran atau bisa
disebut juga dengan pesta perkawinan (walimah urusy) hukumnya merupakan
anjuran (sunnah) tentang besar kecilnya acara tergantung kemampuan suami.
Dalam hadist yang diriwayatkan oleh iman al bukhori dan muslim dari
anas bin malik ra, bahawa Nabi SAW pernah melihat bekas kuning-kuning
pada Abdurrahman bin Auf ra, maka Rasulullah SAW bersabda:
“Semoga Allah melimpahkan keberkahan kepadamu selenggarakan
walimah meskipun hanya menyembelih seekor kambing”. (HR. Imam Bukhori)
Indonesia merupakan negara kepulauan dimana terdapat berbagai
macam suku dan budaya yang memiliki adat-istiadat yang berbeda-beda yang
diturunkan turun temurun dari nenek moyang masing-masing. Kabupaten
Nabire merupakan salah satu dari Kabupaten di Provinsi Papua disana
terdapat suatu daerah bernama Distrik Wanggar. Distrik Wanggar merupakan
daerah yang dibuat untuk menampung para transmigran dari berbagai daerah
di Indonesia khususnya Sulawesi dan Jawa. Para transmigran tersebut mulai
menetap dan membentuk sautu keluarga dengan berbagi macam suku yang
berbeda di daerah tersebut. Dalam Islam untuk membentuk suatu keluarga
diharuskan untuk melaksanakan pernikahan dan setiap daerah dalam
melaksanakan pernikahan mempunyai adat atau tradisi masing-masing.
Dalam adat budaya untuk warga masyarakat Sulawesi Selatan
4
acara resepsi pernikahan ada yang namanya uang panai‟ atau uang panaik,
yaitu sejumlah uang yang diminta oleh orang tua wali dari mempelai wanita
kepada calaon suami, dimana uang tersebut akan digunakan unuk
menyelenggarakan acara resepsi pernikahan. Hal ini dianggap menyulitkan
mempelai pria karena uang panaik tersebut bisa disebut sebagai syarat dan
apabila tidak bisa dipenuhi maka pernikahan tersebut dapat gagal
terlakasanakan.
Merujuk pada permasalahan ini penulis merasa tertarik untk
melakukan sebuah penelitian dengan judul “PANDANGAN HUKUM
ISLAM TERHADAP UANG PANAIK (UANG PESTA) DALAM
PERNIKAHAN KALANGAN SUKU BUGIS (study kasus di Kampung
Wiraska, Distrik Wanggar, Kabupaten Nabire)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pokok pikiran yang tertuang dalam latar belakang di atas
serta untuk terarahnya proposal skripsi ini. Maka masalah yang di bahas
dalam proposal skripsi ini adalah:
1. Bagaimana cara penentuan uang panaik dalam pernikahan?
2. Bagaimana pandangan Islam dalam teradisi uang panaik suku bugis?
C. Tujuan Penelitian
5
1. Mengetahui dasar yang menjadi penentu dalam menentukan besarnya
uang panaik
2. Mengetahui pandangan Islam tentang uang panaik
D. Manfaat Penelitian
1. Kegunaan Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperkaya khasanah
keilmuan serta mampu memberikan pemahaman tentang walimah
atau pesta nikah dalam kalangan suku bugis.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi
peneliti-peneliti selanjutnya khususnya tentang konsep walimah.
2. Kegunaan Praktisi
a. Hasil penelitian ini diaharapkan dapat memberikan manfaat tersendiri
kepada kalangan bugis atau yang hendak melakukan pernikahan
dengan kalangan suku bugis bahwa tentang bagaimana pandangan
Islam terhadap uang panaik.
b. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusai kajian
keilmuan bagi akademisi, khususnya bagi mahasiswa Institut Agama
6 E. Telaah Pustaka
Topik penelitian walimatul „ursy dalam suatu komunitas sudah banyak
yang mengkaji baik dalam bentuk tesis, skripsi maupun yang telah
dipublikasikan ke dalam juranl ilmiah, diantaranya ialah seperti di bawah ini:
Skripsi Muyassarah berjudul “Nilai budaya walimah perkawinan
(walimatul „ursy) dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat” (studi kasus di
kelurahan Gondonori Ngaliyan Semarang). Dalam penelitian tersebut peneliti
menyimpulkan bahwa undangan walimah perkawinan (waliamtul „ursy)
dilaksanakan sebelum berlangsung ijab qabul dalam masyarakat Gondonori
Semerang. Hal ini diamksudkan untuk tahlil, meminta doa restu tokoh agama,
masyarakat, tetangga dan semua orang yang hadir agar pelaksanaan
perkawinan dapta berjalan dengan lancar. Disamping itu tahlil untuk
mendoakan para ahli kubur atau leluhur agar diampuni Allah SWT. Suastri
harus nyumbang semuanya saat mendatangi walimah perkawinan dalam
masyarakat Gondonori Semarang. Hal ini dimaksudkan agar orang yang
mempunyai hajatan tersebut tidak banyak hutang, karena sumbangan yang
diterima akan lebih banyak bila dibandingkan dengan yang menyumbang
hanya satu orang, suami atau istri saja.
Skripsi Halimah yang berjudul “Sesajen pada pelaksanaan walimatul
‟ursy” di desa Samudrera Jaya Kecamatan Taruam Jaya Bekasi Utara. Dalam
penelitian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa, sesajen ini memiliki nilai
7
tujuan dari pemberian sesajen ini untuk mencari berkah. Pemberian sesajen ini
biasanya dilakukan di tempat-tempat yang dianggap keramat dan mempunyai
nilai magis yang tinggi.
Sesajen juga merupakan keharusan dan akan mempengaruhi lancar
atau tidaknya acara walimatul „ursy, dan ternyata sebagian pelaku sesajen
mengatakan bahwa sesajen harus ada dengan bagaimnapun caranya termasuk
dengan berhutang. Bukankah dengan sesajen kita meminta berkah,
keslamatan, banyak rezeki, tamu datang bagai air mengalir, maka hutang
tersebut nanti akan dibayar ketika acara hajatan selesai.
Skripsi Mariatul Qibtiyah Zainy yang berjudul “Pandangan masyarakat
terhadap tradisi pesta perkawinan” di pesisir Desa Kilensari, Kec.Panarukan,
Kab.Situbondo. Dalam penelitian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa,
pelaksanaan tradisi pesta perkawinan masyarakat pesisir Desa Kilensari
Kec.Panarukan Kab.Situbondo, sedikit tejadi perbedaan tidak seperti pesta
perkawinan pada umumnya karena sistem pemberian sumbangan berupa
hutang piutang, dicatat, disiarakan dan pada suatu hari pasti akan
dikembalikan yaitu ketika pihak yang memberi juga mengadakan pesta
perkawinan.
Skripsi Any saniatin yang berjudul “Tradisi repenan dalam walimah
nikah ditinjau dalam konsep „urf ”(studi kasus di Dusun Petis Sari Desa
Babaksari Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik). Dalam penelitian tersebut
8
Dusun Petis Sari, Desa Babaksari, Kecamatan Dukun Kabupaten Gresik yaitu
tradisi ini menghidangkan sesajen atau sajian yang dihidangkan walimah
nikah. Asal mula tradisi repenan dalam walimah nikah dijalankan sejak turun temurun dari nenek moyang yang sudah meninggal sejak tahun 1985,
kemudian berpesan disuruh meneruskan tradisi tersebut kepada anak dan
cucunya, sampai sekarang masih dilaksanakan dan tidak bias dihilangkan
maupun diringgalkan. Dengan kepercayaan akan adanya tradisi repenani
dalam walimah nikah masyarakat takut untuk meninggalkannya, karena masyarakat beranggapan akan adanya bahaya yang menimpanya.
Skripsi Rizka Mubarokati yang berjudul “sumbangan pada walimatul
‟urs di Padukuhan Nepi Desa Kranggan Kecamatan Galur Kabupaten Kulon
Progo (studi komparasi antara hukum adat dan hukum Islam). Dalam
penelitian tersebut menyimpulkan, praktik sumbangan yang ada di Padukuhan
Nepi pada saat diadakannya walimaatul „urs terdapat dua jenis sumbangan, pertama sumbangan secara umum yaitu sumbangan yang berbentuk kado atau
pemberian uang yang dimasukkan kedalam amplop. Kedua, sumbangan
berbentuk tonjokan yakni suatu pemberian yakni pemberian berupa sembako seperti gula dan beras. Pemberian sumbangan yang secara umum diberikan
secara langsung oleh tetangga, sahabat dan famili kepada perwalian pada saat
acara walimatul „urs dimulai dan atas permintaan pewalimah sendiri.
Dalam penelitian ini penulis lebih memfokuskan pada budaya uang
9
oleh kalangan suku bugis dalam pandangan Islam dan hal-hal yang
mempengaruhi ukuran besar kecilnya uang panaik tersebut.
F. Penegasan Istilah
a. Uang panaik
Sejumlah uang yang diminta oleh orang tua perempuan kepada
seorang laki - laki yang hendak melamar anak perempuannya. Uang
tersebut sepenuhnya digunakan untuk menyelenggarakan acara resepsi
pernikahan atau walimatul „ursy.
b. Mahar
Sejumlah uang atau benda yang diminta oleh seorang pria yang
menikahinya. Benda atau sejumlah uang tersebut sepenuhnya menjadi
milik sang istri ketika sudah menikah dan sang suami tidak dibolehkan
meminta atau menggunakannya tanpa seizin sang istri.
c. Khitbah
Khitbah atau yang biasa disebut dengan peminangan adalah menyatakan atau melakukan permintaan untuk perjodohan dari seorang
laki-laki pada seorang perempuan baik secara langsung maupun tidak
10 d. Milka
Milka alalah tradisi yang dilakukan setelah akad nikah dimana
mempelai pria tidak langsung hidup bersama mempelai wanitanya tetapi
ia akan bekerja keras agar nantinya dapat memenuhi kebutuhan istri
secara lahiriyah dan batiniyah. Mereka akan bekerja keras untuk dapat
memenuhi kebutuhan isteri dan untuk mempersiapkan acara puncak
resepsi pernikahannya kelak.
G. Kerangka Teori
Walimatul „ursy biasa disebut juga dengan pesta nikah, yaitu suatu
bentuk jamuan makan yang diselenggarakan berkenaan dengan pernikahan.
Biasanya walimatul ‟ursy dilaksanakan setelah melangsungkan akad nikah. Jamuan ini biasanaya berupa berbagai macam makanan atau hiburan yang
ditujukan kepada para tamu undangan yang hadir sebagai bentuk rasa syukur
atas pernikahan antara mempelai pria dan wanita. Selain sebagai bentuk dari
rasa sukur walimah juga dimaksudkan untuk memberi tahukan kepada para tetangga, saudara dan masyarakat sekitar bahwa pasangan suami dan isteri
tersebut sudah resmi menikah.
Pelaksanaan resepsi pernikahan diantaranya didasarkan atas sabda
11
ي ِلَع َبَعَخ اَّمَم
َِِْ َوَع ُ َّّا َّى ا ََ ِهِ ص ُ ْو َُْر َ اَك ََ اَك َةَمِظاَط
ٍةَمِْ ِمَو ْنِم ِسْرَعْوِن َّدُبَلا ََُّهّا َ ََّلَََّْو
.
Artinya:“Tatkala „Ali meminang Fatimah Ra. ia berkata, Rasulullah saw. bersabda „sesungguhnya merupakan keharusan bagi pengantin untuk menyelenggarakan walimah‟”.
Sekalipun secara tekstual hadits tersebut menyiratkan keharusan untuk
menyelenggarakan waliamah, para ulama fiqih berbeda pendapat mengenai
hukum pelaksanaan walimah ini.
Sebagian ulama berpandangan bahwa melaksanakan resepsi
pernikahan hukumnya wajib, karena berdasarkan atas sabada Nabi saw.
Kepada abdurrahman:
ِنْب ِن ْحَّْرما ِدْبَع َى اَع ىَآَر ص َّ ِبَِّيما َّنَا ٍ ِلِاَم ِنْب ِسَوَا ْنَع
ًةَآَرْما ُتْجَّوَزَح ّنِّا ِهِ ص َ ْو َُْر َيَ ََ اَك ؟اَذُ اَم ََ اَلَط ٍةَرْف َُ َرَثَا ٍفْوَع
ِب ْوَم َو ْمِمْوَا . َ َلِ ُهِ ص َكَراَبَط ََ اَك . ٍبََُذ ْنِم ٍةاَوَه ِن ْزَو َى اَع
ٍةا َش
Artinya:
12
Tetapi berdasarkan atas sabda Nabi saw:
ِة َكََّزما ىَو ِْ يقَح ِ اَمْما ْ ِفِ َسْيَم
“Tidak ada kewajiban (hak) pada harta kecuali zakat”. Maka sebagian
ulama menganggap bahwa pelaksanaan walimah hukumnya sunnah.
Sementara itu mayoritas ulama ahli sunnah berpendapat bahwa hal itu sunnah muakkadah(sangat dianjurkan) (Zenrif, 2008: 75-76).
Sedangkan secara umum dapat diketahui bahwa walimatul „ursy
merupakan acara makan bersama para tamu undangan sebagai tanda rasa
sukur yang diselenggarakan setelah akad nikah. Untuk bahan makanan yang
di hidangkan harus baik dan halal jika mampu maka dapat menyembelih
hewan ternak seperti kambing atau sapi.
Jika seseorang tidak mampu mengadakan walimah dengan cara
menyembelih hewan ternak, maka ia dapat menggantinya dengan makanan –
makanan yang dapat ia sediakan, meskipun tanpa daging (Al-Shabbagh, 1991:
73).
Perlu diperhatikan bahwa dalam menyelanggarakan walimah tidak
boleh secara berlebihan karena agama mengajarkan untuk tidak berperilaku
13
Mengadakan walimah seadanya tanpa harus menyembelih hewan
qurban tidak akan menjadi masalah, sebagai mana hadits riwayat Anas, ia
berkata:
َنََب ًثًَلاَث ِةَيْيِدَمْماَو َ َبَْيَخ َ ْيَْب ََّلَّ ََْو َِِْ َوَع ُ َّّا َّى ا ََ ُّ ِبَِّيما َماَكَآ
اَ ْيِْط َن َكَ اَمَط ،َِِخَيمِهَو َلَّا َيِْمِو ْسُمْما ُتْوَعَدَط ٍّ َيُح ِتًِْب َةَّيِف ََ ِِ ِب َِِْ َوَع
َرَمَآ ،ٍمْحَم َلاَو ٍ ْبُْخ ْنِم
ِنْم َّسماَو ِطِكَلْاَو ِرْمَّخما َنِم اَ ِبِ ىَلْمَأَط ِعاَعْهَلْ ِبِ
َُخَمِْ ِمَو ْتَهَكاَط
Artinya:
“Nabi Shallallahu „alaihi wa sallam pernah berdiam selam tiga malam di daerah antara Khibar dan Madinah ketika memboyong Shafiyyah binti Huyay. Lalu aku mengundang kaum muslim untuk menghadiri walimahnya. Dalam walimah tersebut tidak ada roti dan daging. Beliau menyuruh membentangkan tikar kulit, lalu diletakkan diatasnya buah kurma, susu kering dan samin. Demikianlah walimah beliau pada saat itu”.
Dari hadits-hadits diatas mengadakan walimah tidak hanya harus dengan menyembelih kambing sebagai batas minimal mengadakan walimah. Sebagaimana hadist diatas yang mengatakan bahwasanya Nabi mengadakan
walimah tanpa adanya daging. Ini menunjukan bahwa urusan walimah
bersifat fleksibel menurut kemudahan suami. Hanya saja tidak boleh sampai
14 H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
yuridis sosiologis yang secara umum bersifat deskriptif. Deskriptif disini
adalah untuk mendapatkan gambaran yang baik dan jelas serta dapat
memberikan data secara cermat tentang objek yang diteliti. Dengan
maksud untuk mendapatkan semua hal yang berkaitan dengan uang panaik
dalam pernikahan kalangan suku bugis.
2. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di daerah Wiraska Distrik Wanggar
Kabupaten Nabire Papua dengan subjek penelitian yaitu pasangan
pengantin antara suku bugis dan jawa. Penelitian ini dilakukan di Nabire
Papua karena peneliti lahir dan besar disana dan selama peneliti hidup
disana banyak pendatang dari berbagai macam daerah salah satunya suku
bugis yang melaksanakan pernikahan menurut adatnya yang sedikit
berbeda dengan aslinya. Salah satu adat atau kebiasaan yang masih ada
disana adalah tradisi uang panaik yang menurut peneliti sangat menarik
karena uang panaik tersebut dianggap merupakan suatu bentuk persyaratan
untuk mennikahi anak perempuan mereka. Sedangkan untuk subjek yang
menjadi penelitian penulis adalah pasangan suami istri Najib dan Eka yang
menikah di Nabire dan juga pasangan ibu Suarti dan bapak Muktar yaitu
15
Berdasarkan kejadian tersebut peneliti memutuskan untuk meneliti dilokasi
tersebut.
3. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang di peroleh dari sumber-sumber
primer, yakni smber asli yang memuat informasi atau data tersebut
(Amirin, 1990:132) data primer tersebut adalah:
Informan
Infoman adalah orang yang di manfaatkan untuk memberikan
informasinya tentang situasi dan kondisi latar belakang peneliatian.
Jadi seorang informan harus mempunyai banyak pengalaman tentang
latar belakang penelitian. Seorang informan berkewajiaban secara
sukarela menjadi anggota penalitian walaupun hanaya bersifat
informan.sebagai anggota dengan kebaikannya dan denagan
kesukarelaannya ia dapat memberi pandanagan dari segi orang dalam,
tentang nilai-nilai, sikap, bangunan,peroses dan kebudayaan yang
menjadi latar penelitian setempat (Moelong, 2002: 90). Dalam
penelitian ini adalah pasangan suami istri di Nabire yang mana
16 b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber yang
bukan asli memuat informasi atau data tersebut (Amirin, 2002: 132).
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling
efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko
pengamatan sebagai instrument. Format yang disusun berisi item-item
tentang kejadian dan tingkah laku yang digambarkan akan terjadi
(Arikunto, 2006: 299).
Dalam hal ini penulis melakukan observasi dengan cara ikut
mendampingi proses pelaksanaan pernikahan pasangan suami istri
tersebut, dan penulis juga mengamati bagaimana proses pelaksanaan
tradisi uang panaik.
b. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dialakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh infrmasi dari terwawancara
(Arikunto, 1998: 145).
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara dengan
17
proses pelaksanaan resepsi pernikahan yang dilaksanakan. Dalam hal
ini yang akan ditanyakan penulis adalah seperti bagaimana proses
pelaksanaan uang panaik, cara menentukan dan alasan meminta uang
panaik tersebut
5. Analisis Data
Setelah data terkumpul kemudian data tersebut dianalisis
seperlunya agar diperoleh data yang matang dan akurat. Dalam
penganalisahan data tersebut penulis menggunakan analisis kualitatif
yaitu analisis untuk meneliti kasus setelah terkumpul kemudian
disajikan dalam bentuk uraian (Moeloeng, 2011:288). Dalam
penelitian ini metode yang digunakan untuk menganalisis data
penelitian adalah secara deskriptif. Dimana akan digambarkan
terlebih dahulu bagaimana awal mula terjadinya proses tradisi uang
panaik di Nabire Papua dan bagaimana proses berlangsungnya tradisi
uang panaik tersebut. Kemudian diakhiri dengan kesimpulan
bagaimana proses penentuan uang panaik dan juga bagaimana
pandangan Islam tetang uang panaik tersebut. Sehingga mendapat
gambaran yang jelas mengenai masalah yang diteliti dalam penelitian
ini.
6. Pengecekan Keabsahan Data
Keabsahan data merupakan hal yang sangat penting dalam
18
fakta. Fakta-fakta ini nanti digunakan penulis sebagai bahan
pembahasan. Untuk memperoleh keabsahan temuan, penulis akan
menggunakan teknik-teknik kehadiran peneliti dilapangan, pelacakan
kesesuaian dan wawancara. Jadi temuan data tersebut dapat diketahui
keabsahannya.
I. Sistematika penulisan Penelitian
Untuk memberikan kejelasan dan ketetapan dalam pembahasan dalam
menyusun proposal ini, maka penulis menyusun sistematika penulisan
penelitian yang terdiri atas 5 bab sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka
teori, metodologi penelitian dan sistematika penulisan penelitian.
Bab II Tinjauan umum tentang konsep tradisi nikah, yaitu terdiri dari
tahap-tahap proses tradisi pernikahan meliputi ta‟aruf, khitbah, dan walimatul
„ursy sedangkan dalam tradisi Arab terdapat tambahan yaitu milka, laylat
al-hena dan zawaj
Bab III Peroses panaik dalam suku bugis, yaitu meliputi tentang
bagaimana munculnya masyarakat bugis di Nabire dan apa yang dimaksud
dengan uang panaik dan bagaimana prosesnya
Bab IV Bagaimana cara menentukan uang panaik dan uang panaik
19
mempengaruhi besar kecilnya uang panaik dan bagaimana pandangan Islam
terhadap tradisi uang panaik.
Bab V Penutup ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang diperoleh
20 BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TRADISI PERNIKAHAN
A. Tradisi Pernikahan Dalam Islam
Manusia merupakan makhluk sosial jadi secara naluri manusia akan
mencari pasangan hidup untuk memenuhi kebutuhan biologis dan
melanjutkan keturunan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dalam Islam
diwajibkan untuk melaksanakan pernikahan. Pernikahan adalah suatu hal
yang dianggap sakral dan istimewa dalam kehidupan seseorang. Maka dari
itu, muncul berbagai macam tradisi yang berbeda-beda disetiap negara atau
bahkan daerah.
Tradisi nikah adalah sebuah bentuk acara pernikahan yang dilakukan
oleh dua orang pasangan calon sumi istri untuk meresmikan ikatan mereka.
Acara tersebut biasanya berbeda-beda setiap daerah mengikuti adat dan
budaya masing-masing sehingga menjadi kebiasaan dan tradisi turun temurun.
Dalam Islam terdapat tahap-tahap proses tradisi pernikahan yaitu
ta,aruf, lalu dilanjutkan dengan khit‟bah, lalu masuk ke prosesi akad nikah, keudian dilanjutkan denagan prosesi walimatul „Urs.
1. Ta’aruf
Ta‟aruf menurut bahasa berarti “berkenalan” atau “saling mengenal”.
Arti ta‟aruf sendiri berasal dari bahasa Arab yaitu kata ta‟aarafa. Secara
21
sama dengan cara kita berkenalan seperti biasa misalnya saat kita berkenalan
dengan orang saat di bis atau ketika diruang tunggu. Hal ini sesuai dengan
firman Allah Surat Al-hujarat ayat 13:
َلِئاَبَكَو ًبِوُع ُش ْ ُكُاَيْوَعَجَو ٰ َثَْهُآَو ٍرَكَذ ْنِم ْ ُكُاٌَْلَوَخ َّنَّّا ُساَّيما اَُّيَُّآ َيَ
ٌيِبَخ ٌيمِوَع َ َّّا َّن
ا ۚ ْ ُكُاَلْثَآ ِ َّّا َدْيِع ْ ُكَُمَرْكَآ َّنّا ۚ اوُطَراَعَخِم
ّ
Artinya:
Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikankamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Ta‟aruf merupakan suatu langkah awal bagi seorang pria atau wanita
untuk untuk mencari pasangan hidup. Ta‟aruf disini bisa dilakukan dengan
berusaha sendiri mencari atau bisa juga dengan bantuan orang tua atau
saudara dekat untuk membantu mencarikan pasangan. Hal ini perlu dilakukan
untuk saling mengetahui sifat dan tingkah laku masing-masing, denagan
saling mengenal dan memahami diharapkan nantinya tidak terjadi kesalah
pahaman atau bahkan pertengkaran ketika kelak mereka sudah menikah.
Dalam Islam ta‟aruf berarti suatu tindakan pengenalan dan pendekatan terhadap calon pasangan yang dilakukan sebelum malaksanakan
pernikahan. Tujuan ta‟aruf adalah mengetahui kriteria calon pasangan. Pada
umumnya, laki lah yang biasnya menjadi inisiator ta‟aruf. Sedangkan posisi
22
perempuna juga cocok maka kebanyakan mereka sepakat untuk
melangsungkan pernikahan (Thobroni, 2010: 75-76).
Ta‟aruf tentunya sangat berbeda dengan yang namanya pacaran,
dimana ta‟aruf lebih serius untuk mengetahui dan mengenal masing-masing
calon dengan tujuan untuk menikah dan membentuk keluarga yang sakinah,
mawadah dan rahmah. Sedangkan untuk pacaran sendiri notabenya
berindikasi pada niatan yang tidak baik dan hanya berdasarkan pada hawa
nafsu seperti halnya hanya ingin untuk bersenang-senang atau berbagai
macam modus seperti ingin mendapatkan sesuatu dari pasangan tersebut dan
atau bahakan yang lebih parah yaitu hanya untuk mendapatkan sex bebas.
Maka dari itu agama Islam sangat menganjurkan untuk melakukan
ta‟aruf sebelum menikah agar kelak ketika sudah berumah tangga tidak kaget
dengan pasangannya karena sudah mengetahui hal-hal atau kebiasaan
pasangan masing-masing dan juga dapat menjaga keharmonisan keluarga
kelak katika sudah menikah.
Sebagai laki-laki dalam mencari calon pasangan tidak dianjurkan
untuk asal memilih menurut hawa nafsu. Ada beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam mencari calon pasangan sesuai dengan hadits Nabi yang
diriwayatkan oleh imam Bukhari dan imam Muslim dari Abu Hurairah r.a.
23
ِتاَذِب ْرَف ْػاَط اَ ِنِْيِ ِلَِو اَِِماَمَجِمَو اَ ِبِ َ سَحِمَو اَِِماَمِم ٍعَبْرَلِ ُةَآْرَمْما ُحَكْيُث
َكاَدَي ْتَبِرَح ِنْيِّلِا
Artinya :
“Seorang wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya,
keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya, maka pilihlah karena
agamanya niscaya kamu beruntung”.
Dalam hadits diatas walaupun harta yang disebutkan pertama dari 4
kriteria tersebut tetapi diakhi kalimat ditegaskan untuk mengutamakan
agamanya terlebih dahulu jika ingin beruntung dengan kehidupan yang
berbahagia ketika sudah berkeluarga. Arti dari agama disini tidak hanya
beragam Islam saja tetapi harus yang berakhlak baik dan amanah terhadap
pasangannya, sehingga dapat bersamama membangun keluarga dan mencari
pahala dalam rangka untuk mendapatkan ridho Allah SWT.
Dengan memilih calon isteri yang baik secara agama dan akhlak
perilakunya maka diharapakan akan dapat saling mengingatkan dan dapat
menjaga amanah dari suami ketika sedang bekerja dan tidak dapat bertemu
dalam waktu dekat. Sangat penting dalam memilih calon pasangan hidup,
karena dia lah yang nantinya akan mendampingi kita hingga akhir hayat kita,
oleh karena itu sangat dianjurkan untuk mengutamakan agamanya kemudian
baru diikuti dengan hartanya, keturunannya dan kecantikannya hal ini kerena
agama akan menjadi pondasi utama dalam membangun suatu keluarga yang
24
Bagi para wali atau yang secara hukum menjadi wali bagi si
perempuan yang ingin mencarikan jodoh bagi anak perempuannya, Nabi juga
mengajarkan dalam hadits yang diriwayatkan dari imam Turmudzi dari abi
Hatim Al-Muzan yang artinaya: “Apabila datang kepadamu laki-laki yang kamu rasakan mantap karena kekuatan agama dan kebaikan akhlaknya, nikahkan lah dia dengan anak perempuanmu; apabila kamu tidak menerimanya, akan terjadi bencana dan kerusakan di muka bumi” (Basyir, 1996: 15).
Dari hadits diatas dijelaskan bahwa bukan hanya laki-laki saja yang
harus mencari dan menentukan perempuan yang ingin dinikahi, disana
dijelaskan bahwa sebagi wali dari perempuan yang sudah dewasa dan
berkecukupan dari segi umur dan mental wali tersebut harus membantu
mencari atau menyeleksi para laki-laki yang ingin melamar perempuan
tersebut. Ciri-ciri laki-laki yang dianjurkan oleh nabi dalam hadist tersebut
adalah yang beragama kuat dan berakhlak mulia
Dengan menyerahkan anak perempuan mereka kepada seorang pria
yang beragama kuat dan berakhlak mulia maka diharapkan anak perempuan
mereka nanti akan dibimbing ke dalam kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Seorang pria yang beragama kuat akan menjaga diri mereka sendiri dari
berbagai macam godaan yang dapat merusak ikatan pernikahan mereka ketika
25 2. Khit’bah
Kata khitbah berasal dari bahasa Arab yaitu, khatabah yang berarti “permintaan kepada seseorang wanita untuk dinikahi”. Peminangan dalam
istilah fiqih disebut khit‟bah yang mempunyai arti peminangan. Menurut
istilah mempunayi arti menunjukan (menyatakan) permintaan untuk
perjodohan dari seorang laki-laki pada seorang perempuan baik secara
langsung maupun tidak dengan perantara seseorang yang dapat dipercaya
(Mardani, 2011: 9).
Apabila dalam masa ta‟aruf sukses dan terdapat banyak kecocokan
antara kedua belah pihak dan si pria sudah yakin maka laki-laki tersebut dapat
melakukan khit‟bah atau dalam bahasa Indonesia disebut peminangan atau
lamaran. Sangat dianjurkan seorang lelaki muslim untuk meminang calon
isterinya terlebih dahulu sebelum mengajuk untuk menikah, karena
dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang lain. Hal ini dikerenakan Islam
melarang seorang laki-laki untuk meminang seorang wanita yang sedang
dipinang oleh orang lain.
Pada saat peminangan dibolehkan untuk laki-laki yang meminang
tersebut untuk melihat perempuan yang kelak akan dinikahinya tersebut.
Sedangkan untuk batas-batas yang boleh dilihat oleh laki-laki tersebut
terdapat berbagai macam pendapat dari para ulama, ada yang berpendapat
hanya boleh melihat muka dan telapak tangannya saja ada juga yang
26
rambut betis dan sebagainya. Hal ini didasari pada sabda Rasulullah saw.
yang artinaya “Apabila seseorang dari kalian meminag perempuan, maka
jika memungkinkan melihat kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya, maka lakukanlah, sebab yang demikian itu lebih menjamin kelanggengan hubungan diantara mereka berdua.
Saat seorang pria ingin meminang wanita yang dicintainya, maka pria
tersebut harus datang kepada wali dari wanita tersebut untuk meminangnya.
Ketika seorang wali menerima seorang pria yang ingin meminang anak
perempuannya maka wali tersebut harus selektif kepada para pria yang ingin
melamar anak perempuannya. Sebagaimana sabada rasulullah saw.
ٌةَيْذِط ْنُكَح اْوُوَعْفَث َّلاّا ،ٍُْوُحِكْىاَط ََُلُوُخَو ََُيْيِد َنْوَضْرَح ْنَم ُْكَُءاَج اَذّا
ِضْرَلْا ِفِ
ٌْيِبَك ٌدا َسَطَو
Artinaya:
“jika datang kepada kalian seorang yang kalian ridhai agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak kalian). Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.”
Dalam hukum Islam terdapat aturan tentang siapa yang boleh dipinang
dan siapa yang tidak boleh dipinang. Sesuai dengan yang telah disebutkan
dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 12 mengatur tentang seseorang yang
27
a. Peminangan dapat dilakukan terhadap sorang wanita yang masih
perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.
b. Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah
raj‟iah, haram dan dilarang untuk dipinang.
c. Dilarang juga meminang wanita yang sedang dipinang pria lain,
selama pinangan tersebut belum putus atau belum ada penolakan dari
pihak wanita.
d. Putusnya pinangan untuk pria, karena adanya pernyataan tentang
putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam. Pria yang
meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang.
Wanita yang akan menerima lamaran harus berdasarkan keinginan
sendiri untuk mencari pahala dan keberkahan dalam pernikahan tersebut tanpa
ada paksaan dari manapun baik itu orang tua, saudara atau pihak manapun.
Hal ini diperlukan unutuk meningkatkan keharmonisan keluarga dikemudian
hari tapi bukan berarti keluarga lepas tangan dalam menentukan calon
menantunya keluarga terutama orang tua harus menyaring calon menantunya.
Dalam hal ini Rasululah saw. mengajarkan dalam haditsnya yang
diriwayatkan dari Abi Hurairah r.a. Nabi bersabda, “janganlah kamu nikahi
seorang janda hingga dia setuju dan janganlah nikahi seorang gadis sampai
dia memberi izin.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana izin seorang gadis?”
28
Dari Al-Khansa binti Khadam, bahwa ayahnya menikahkannya dengan
seseorang tanpa persetujuannya padahal ia seorang janda. Rasulullah
mendatanginya dan membatalkan pernikahan itu. Hadits ini diriwayatkan oleh
banyak perawi kecuali Muslim.
Dari Ibnu Umar r.a., Rasulullah bersabda, “Anak-anak perempuan
adalah urusan para ibunya.”
Tidak diragukan lagi, hal ini menunjukan keindahan petunjuk Nabi
saw. karena para ibu adalah orang terdekat, dan yang mengatahui
kecenderungan hati putrinya (Kisyik, 1996:42).
Khitbah sangat dianjurkan dalam Islam karena memilik beragam hikmah dan manfaat yang akan didapatkan apabila dilaksanakan sebelum
melaksanankan akad nikah.
Akad nikah untuk selamanya dan sepanjang masa bukan untuk
sementara. Salah satu dari kedua calon pasangan hendaknya tidak
mendahulukan ikatan pernikahan yang sakral terhadap yang lain kecuali
setelah diseleksi benar dan mengetahui secara jelas tradisi calon teman
hidupnya, karakter, prilaku, dan akhlaknya sehingga keduanya akan dapat
meletakkan hidup mulia dan tentram, diliputi suasana cinta, puas, bahagia,
dan ketenangan.ketergesaan dalam ikatan pernikahan tidak mendatangkan
akibat kecuali keburukan bagi kedua belah pihak atau salah satu pihak. Inilah
29 3. Aqad Nikah
Setelah melakukan lamaran kepada keluarga calon pengantin dan
apabila disetujui maka kedua belah keluarga akan menentukan acara
pengikraran atau yang biasa disebut akad nikah.
Sebelum melakukan akad nikah ada beberapa rukun dan syarat yang
harus dipenuhi. Menurut Jumhur Ulama rukun perkawinan itu ada lima, dan
masing-masing rukun mempunyai syarat-syarat tertentu yaitu:
1. Calon suami, syarat-syaratnya:
a. Beragama Islam
b. Laki-laki
c. Jelas orangnya
d. Dapat memberikan persetujuan
e. Tidak terdapat halangan perkawinan
2. Calon istri, syarat-syaratnaya:
a. Beragama Islam
b. Perempuan
c. Jelas orangnya
d. Dapat dimintai persetujuannya
e. Tidak terdapat halangan perkawinan
3. Wali nikah, syarat-syaratnya:
a. Laki-laki
30 c. Mempunyai hak perwalian
d. Tidak terdapat halangan perwaliannya.
4. Saksi nikah, syarat-sayaratnya:
a. Minimal dua orang laki-laki
b. Hadir dalam ijab qabul
c. Dapat mengerti maksud akad
d. Islam
e. Dewasa
5. Ijab Qabul, syarat-syaratnaya:
a. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali
b. Adanya pernyataan menerima dari calon mempelai
c. Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut
d. Antara ijab dan qabul bersambungan
e. Orang yang terkait ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau umrah
f. Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimal empat orang yaitu
calon mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita, dan dua
orang saksi (Mardani, 2011:10).
Dalam syarat dan rukun diatas sesuai dengan Undang-Undang no 1
tahun 1974 pasal 7 yaitu “perkawinan hanya dizinkan bila pihak pria
mencapai umur 19 ( sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai
usia 16 (enam belas ) tahun” jadi apabila belum mencukupi umur tersebut
31
Sedangkan untuk yang mengahalangi perkawinan juga sudah diatur
dalam Undang-Undang no 1 tahun 1974 pasal 8 yaitu “perkawinan dilarang
antara dua orang yang:
1. Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau lurus
ke atas.
2. Berhubungan darah dalam garis keturunan menyimpang yaitu antara
saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang
dengan saudara neneknya.
3. Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak
tiri.
4. Berhubungan dengan susunan, anak susunan, saudara dan bibi/ paman
susunan.
5. Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan
dari isteri, dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang.
6. Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain berlaku
larangan kawin.
Sedangkan untuk perwalian dalam praktik kehidupan saat ini, dikenal
ada pendapat yang berbeda dalam menetapkan hukum wali dalam pernikahan.
Sebagian ulama mengatakan bahwa wali adalah syarat nikah dan mereka
berpendapat bahwa wanita sama sekali tidak boleh menikahkan dirinya
sendiri, sebagaimana hadits dari Nabi yang artinya:”Barang siapa diantara
32
(HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah). Kemudian dalam riwayat lain
Aisyah berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak ada nikah kecuali
dengan wali, dan sultan (penguasa) adalah wali bagi orang yang tidak
mempunyai wali.”(HR.Ahmad). Ibnu Mundzir mengatakan bahwa dia tidak
mengetahui seorangpun dari sahabat-sahabatnya yang memiliki pendapat
yang berbeda dengan pendapat tersebut.
Imam Abu Hanifah beserta murid-muridnya, berpendapat lain. Mereka
berpendapat bahwa perempuan berhak mengawinkan diri sendiri walaupun
tanpa minta restu ayah dan wali terlebih dahulu, asalkan calon suami sekufu
dengannya. Menurut mereka, hadits-hadits diatas dinilai tidak sah. Mereka
beralasan bahwa dalam Al-Qur‟an selalu dinisbahkan kepada perempuan itu
dan bukan pada wali seperti firman Allah SWT.,
اَذ
Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma‟ruf. Itulah yang dinasehati kepada orang-orang yang beriman diantara kamu kepada Allah dan hari kemudian, itu lebih baik bagimudan lebih suci. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah : 232)
33
Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. (Al-Baqarah : 234)
Dalam ayat-ayat diatas, kata nikah selalu disandarkan kepada
perempuan, bukan kepada wali. Bahkan, oleh Al-Qur‟an wali dilarang
menghalangi perempuan menikah dengan lelaki yang disukai. Perkawinan itu
merupakan hak perempuan sepenuhnya dan ia layak menangani secara
langsung tanpa meminta restu terlebih dahulu kepada wali.
Karena itu nikah yang dilakukan tetap dinyatakan sah. Hanya saja,
Abu Hanifah mensyaratkan perempuan yang boleh mengawinkan diri sendiri,
calon suaminya harus sekufu dengannya. Kalau ternyata calon suami tidak
sekufu maka wali berhak membatalkan pernikahan itu (Takariawan 2009 :
108-109).
Dalam rukun dan syarat diatas terdapat ijab qabul, maksud dari ijab
dalam akad nikah seperti ijab dalam berbagai transaksi lain, yaitu pernyataan yang keluar dari salah satu pihak yang mengadakan akad atau transaksi,
baikberupa kata-kata, tulisan atau isyarat yang mengungkapkan adanya
keinginan terjadinya akad, baik salah satunya dari pihak suami atau dari pihak
istri. Sedangkan qabul adalah pernyataan yang datang dari pihak kedua baik berupa kata-kata, tulisan atau isyarat yang mengungkapkan persetujuan dan
ridhanya (Azzam, 2009:59).
Dalam pengucapan ijab qabul dianjurkan untuk diucapakan secara
lancar dan jelas dalam satu tarikan nafas dan tanpa diselingi kata-kata yang
34
dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 27 yang berbunyi “ijab dan
kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas dan tidak berselang
waktu”. Kemudian juga diatur pengucapan ijab qabul dalam pasal 29
Kompilasi Hukum Islam yaitu:
1. Yang berhak mengucapkan kabul ialah calon mempelai secara
pribadi.
2. Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul nikah dapat diwakilkan
kepada pria lain dengan ketentuan calon mempelai pria member
kuasa yang tegas secara tertulis bahwa penerimaan wakil atas akad
nikah itu adalah untuk mempelai pria.
3. Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon
mempelai pria diwakili, maka akad nikah tidak boleh
dilangsungkan.
Pernikahan harus diniati untuk selamanya jadi, dalam pengucapan
shighat yang digunakan dalam akad nikah hendaknya selamnya, tidak boleh dibatasi waktunya dengan dengan pemabtasan tertentu, baik dalam waktu
panjang atau lama maupun waktu pendek atau sebentar. Pembatasan waktu
dalam pernikahan dengan pembatasan waktu tertentu akan membatasi
pemanfaatan seksual, dan ini bukan tujuan asal dari pernikahan. Tujuan
pernikahan yang asal adalah ketenangan, cinta, kasih sayang, memelihara
keturunan, meningkatkan keturunan, gotong royong dalam kehidupan dan
kebersamaan dalam keadaan senang dan sedih. Pernikahan yang dibatasi
35
aku dalam waktu satu bulan dengan mahar sekian”. Wanita itu menjawab:
“Aku terima”. Ijab qabul tersebut dilakukan dihadapan para saksi yang telah
menyampurnakan syarat (Azzam, 2009: 80).
4. Walimatul ‘Ursy
Secara bahasa, walimah berarti sempurnanya dan berkumpulnya sesuatu, sedangkan arti walimah menurut syara‟ adalah sebutan untuk hidangan makanan pada saat pernikahan. Ibnu Al-Arabi berkata, “dikatakan
aulama ar-rajulu tatkala telah menyatu antara akal pikiran dan tingkah lakunya, dan dikatakan pada ikatan (walam) karena menyatukan sebelah kaki dengan kaki yang lain, kemudian nama walimah berubah menjadi sebutan khusus untuk hidangan makanan saat nikah, dan tidak bisa diartikan pada
hidangan selain pesta pernikahan (Takariawan, 2009: 130-131).
Setelah melangsungkan akad nikah biasanya dilanjutkan dengan acara
walimatul „ursy, yaitu pesta nikah yang dilaksankan oleh keluarga pasangan
pernikahan sebagai bentuk rasa syukur juga untuk memberi tahu tetangga,
kerabat, dan kelarga jauh bahwa mereka telah melangsungkan pernikahan.
Walimah merupakan sunah yang sangat dianjurkan oleh nabi sesuai dengan sabda dari nabi Muhammad saw. dari Buraidah bin Khasnif, ketika
Ali meminang Fatimah r.a., ”Perkawinan harus membuat walimah.”
Selanjutnya Sa‟ad berkata, “Saya akan menyumbang seekor kambing”.
-36
sekian”. Dalam riwayat lain, “Maka terkumpullah dari kelompok kaum
Anshar sekian gantang gandum.”(HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)
Dari riwayat diatas dapat diketahui bahwa walimah sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Dalam menjamu tamu undangan juga tidak perlu terlalu
berlimpah atau mewah sebab nabi juga hanya memotong seekor kambing dari
sumbangan sahabatnya. Hal ini terus dilanjutkan hingga sekarang dimana
ketika ada tetangga yang melangsungkan pesta nikah maka tetangga tersebut
akan membantu dengan cara menyumbang entah itu bumbu, daging atau
tenaga hal ini juga berlaku apabila orang tersebut melangsungkan pesta nikah.
Perlu diketahui bahwa tujuan dari mengadakan acara resepsi
pernikahan atau waliamah adalah untuk memberi tahu atau mengumumkan kepada tetangga sekitar, kerabat, dan sanak saudara bahwa pasangan yang
mengundang tersebut telah menikah. Jadi tidak perlu melakukannya secara
berlebih-lebihan sebab intinya hanya untuk memberi tahukan bahwa mereka
telah menikah, nabi pun member contoh hanya dengan menyembelih seekor
kambing.
Dalam menyelenggarakan walimah hendaknya perlu diperhatikan untuk tidak memunculkan unsur kemaksiatan di dalamnya. Pernikahan adalah
prosesi ibadah. Oleh karena itu, tidak boleh menghadirkan kemaksiatan di
dalam setiap langkah dan tahapannya.
37
acara, penampilan pengantin, dekorasi dan perhiasan, maupun dalam
hidangannya. Apabila terdapat kemaksiatan di dalamnya, akan merusak nilai
ibadah dari walimah tersebut. Demikian pula, para tamu tidak diperbolehkan menghadiri undangan yang jelas-jelas dalam acara walimah tersebut mengandung kemaksiatan.
Rasulullah saw. Bersabda,
َع ُراَدُي ٍةَدِئاَم َى اَع ْدُعْلَي َلاَط ِرِخٓلا ِمْوَِ ْماَو ِ َّّ ِبِ ُنِمْؤُي َن َكَ ْنَم
اَ ْيَْو
رْمَخْما
Artinya:
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, janganlah duduk di meja makan yang menghidangkan minuman keras. (HR. Tirmidzi, Ahmad, dan lain-lain)
Contoh kemaksiatan dalam resepsi walimah adalah menghadirkan penari perempuan yang menampakkan aurat dan menari-nari di hadapan para
tamu baik laki-laki maupun perempuan dengan gerakan-gerakan tubuh yang
sensual. Selain itu, juga menghidangkan makanan yang tidak halal,
menyediakan area untuk judi, dan lain sebagainya (Takariawan, 2009:
132-133).
Mengahadiri undangan walimah adalah wajib hukumnya bagi yang di undang karena dengan menghadiri acara walimah tersebut kita dapat menunjukkan perhatian, memeriahkan, dan mengembirakan orang yang
38
اَ ِتِِأَِ ْوَط ِةَيمِهَوْما َلَّا ُْكُُدَحَآ َىِعُد اَذّا
“Jika salah seorang diantara kalian diundang walimah, maka hadirilah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun mengahdiri undangan selain walimah, maka menurut Jumhur Ulama dianggap sebagai sunnah muakkadah.
Sebagai goliongan Syafi‟i berpendapat adalah wajib. Tetapi Ibnu
Hazm menyangkal, bahwa pendapat ini dari Jumhur sahabat dan Tabi‟in.
karena hadits diatas memberi pengertian wajibnya menghadiri undangan
pernikahan.
Dalam Fathul-Bari Al Hafidh berekata: syarat undangan yang wajib didatangi adalah:
1. Pengundang adalah mukallaf, merdeka dan sehat akal.
2. Tidak khusus buat orang-orang kaya saja, sedangkan yang miskin
tidak.
3. Tidak hanya tertuju kepada orang yang disenangi dan dihormati
saja
4. Pengundangnya beragama Isalam, demikianlah pendapat yang
lebih sah.
39
6. Belum didahului oleh undangan lain. Kalau ada undangan lain,
maka yang pertama wajib didahulukan
7. Yang diundang tidak ada uzur.
Baghawi berkata:”undangan yang ada uzur, atau tempatnya jauh sehingga memberatkan, maka boleh tidak usah hadir.” (Sabiq 1981: 185-186).
Rasulullah SAW. menganjurkan untuk memnuhi undangan yang
mengundang, baik undangan walimah urs atau lainnya karena hal itu menyebabkan bersatunya hati, kuatnya hubungan dan terbuangnya kebencian.
Ini termasuk tujuan penting Islam untuk membentuk masyarakat yang kuat
dan salaing mengasihi. Islam menjadikan kesempatan-kesempatan mulia ini
sebagai sebab yang menghilangkan kebencian antar satu individu dengan
lainnya (al-Hamd, 2012: 156)
B. Tradisi Pernikahan Dalam Masyarakat Arab Modern
Dalam tradisi masyrakat Arab sebenarnya hampir sama dengan seprti
yang dijelaskan diatas yaitu ta‟aruf kemudian khit‟bah setelah itu
dilanjutnkan dengan aqad nikah terakhir diakhiri dengan Walimah, akan tetapi dalam masyarakat Arab terdapat beberapa tahapan setelah aqad nikah
40 1. Milka
Milka adalah proses resepsi pertama pernikahan. Milka berasal dari
kata malaka yang berarti milik atau memiliki. Disebut milka karena kedua pasangan pengantin sudah mempunyai rasa saling memiliki satu sama
lainnya, setelah keduanya melewati proses akad nikah.
Milka adalah proses acara yang dilakukan setelah aqad nikah dalam
pelaksanaannya sendiri milka cukup sederhana karena cukup mengundang keluarga dekat antara kedua belah pihak yang dilaksanakan di kediaman pihak
wanita saja tamunya sendiri yang diundang hanya pihak wanitanya saja.
Setelah prosesi milka pasangan pengantin tidak diperbolehkan untuk bertemu satu sama lainnya. Mereka tidak diperbolehkan bertemu dalam jangka waktu
yang cukup lama. Ada yang tidak bertemu dalam waktu 3 bulan, 6 bulan, 8
bulan, atau bahkan 1 tahun lamanya. Tujuan dan alasan dari ini semua adalah
agar pengantin laki-laki siap memberikan nafkah secara lahiriyah dan
batiniyah. Mereka berjuang dan bekerja keras agar dapat memenuhi
kebutuhan sang mempelai wanita atau istri. Selain itu juga untuk
mempersiapkan acara puncak yaitu resepsi pernikahan. Karena acara puncak
tersebut dilakukan secara megah dan mewah sehingga membutuhkan dana
yang tidak sedikit (Camila, 2013: 10-11).
41
Laylat al-hena, berasal dari kata lail dan hena, yang berarti malam hena. Hena adalah sejenis pacar yang biasanya digunakan oleh kaum wanita
untuk menghiasi beberapa bagian tubuhnya (Camila, 2013: 11).
Tradisi ini merupakan sebuah kebiasaan di Arab yang dilakukan oleh
mempelai wanitanya. Acara ini dilakukan di kediaman mempelai wanita dan
hanya dihadiri oleh wanita saja. Dalam acara laylat al-hena mempelai wanita akan di lukis tangannya dengan tinta khusus semacam tato tapi ini berbeda
dan bisa hilang.
Dalam masyarakat Arab sendiri penggunaan hena diyakini sebagai
simbol bahwa wanita tersebut sudah tidak sendiri lagi atau sudah tidak lajang
lagi. Sehingga sebelum dilangsungkan acra resepsi pernikahan mempelai
wanita akan ditandai dengan dilukis menggunakan hena pada pergelangan
tangan dan kakinya.
3. Zawaj
Zawaj kalau dalam Indonesia adalah acara puncak dalam proses pernikahan yang biasa disebut dengan acara resepsi pernikahan. Masyarakat
Arab sendiri dalam melaksanakan zawaj atau acara resepsi pernikahan berbeda dengan yang dilakukan di Indonesia secara umum.
Menurut Camila dalam jurnal ilmiah yang berjudul “tradisi pernikahan masyarakat Arab Saudi” menjelaskan bahwa Zawaj adalah acara puncak dari
42
istilah Zawaj. Zawaj berasal dari kata zawwaaj yang berarti pernikahan. Diadakan oleh keluarga pengantin lelaki. Acara resepsi pernikahan ini dibagi
menjadi dua, acara khusus wanita dan acara khusus pria. Acara resepsi pria
dan wanita ini diadakan di satu gedung yang sama hanya berbeda ruangan.
Proses resepsi pernikahan masyarakat Arab dilaksanakan di dalam
ruangan yang berbeda antara mempelai wanita dan mempelai pria tetapi
masih dalam satu gedung yang sama. Jadi tamunya sendiri akan dipisah antara
tamu pria dan wanita. Penjamuannya sendiri juga berbeda anatara tamu pria
dan wanita.
Jadi dalam menyelenggarakan acara resepsi pernikahannya masyarakat
Arab memiliki perbedaan degan yang biasa kita pahami di Indonesia hal ini
terlihat pada penerimaan tamu mereka dimana para tamu dipisah antara tamu
yang pria dan tamu yang wanita. Hal ini terjadi Karena budaya disana yang
sangat menjaga para wanita mereka seperti halnya dengan menggunakan
pakaian yang sangat tertutup dan menggunakan cadar maka dari itu para tamu
jadi harus dipisah.
Dalam jurnal ilmiah yang berjudul “tradisi pernikahan masyarakat
Arab” Camila menuliskan tentang bagaimana proses pelaksanaan zawaj yaitu,
acara resepsi di tempat wanita dimulai pada pukul 22.00, biasanya tamu mulai
berdatangan menjelang pukul 23.00. Dalam ruangan yang sangat besar dan
mewah sudah disediakan meja-meja pesta beserta kue-kue kecil dan,the dan