• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DENGAN SUPLEMEN FOSFOLIPID UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DI KABUPATEN CIAMIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEKNOLOGI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DENGAN SUPLEMEN FOSFOLIPID UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI DI KABUPATEN CIAMIS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI PENGGEMUKAN SAPI POTONG DENGAN SUPLEMEN 2008 sebanyak 12.603 menunjukkan adanya potensi untuk pengembangan ternak sapi potong di kabupaten Ciamis, sehingga diharapkan kabupaten Ciamis dapat berswasembada daging sapi. Upaya untuk mencapai swasembada daging sapi ini dapat dilihat dari sisi pembibitan maupun penggemukan ternak sapi potong.

Untuk penggemukan sapi dalam waktu relatif singkat, maka ransum yang diberikan harus terdiri dari hijauan dan konsentrat karena Pertambahan Bobot Badan (PBB) yang ditargetkan umumnya tinggi. Salah satu alternatif pakan tambahan untuk meningkatkan PBB ternak sapi potong adalah pemberian suplemen fosfolipid.

Kegiatan ini secara keseluruhan mencakup tiga kegiatan utama, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap pelaporan. Evaluasi kegiatan penerapan teknologi fosfolipid diarahkan pada dua indikator, yaitu pertambahan bobot badan (PBB) harian dan pendapatan peternak.

Hasil pelaksanaan kegiatan menunjukkan bahwa: (1) Pemberian pakan tambahan posfolipid pada usaha penggemukan ternak sapi potong selama 160 hari mempunyai pertambahan bobot badan harian (PBB) sebesar 1,30 kg/ekor/hari, dan (2) Keuntungan yang diperoleh peternak yang melaksanakan usaha penggemukan ternak sapi potong dengan menggunakan pakan tambahan posfolipid sebesar Rp 4.412.531 selama 6 bulan pemeliharaan (160 hari), atau Rp 735.422 per ekor per bulan.

SUMMARY

Beef that imported from outside of Ciamis regency on 2008 as much 12.603 tails points out to mark sense potencies for developmental fattening at Ciamis regency, so expected by regency Ciamis can get self-sufficient beef. Effort to reach self-sufficient this beef gets to be seen from breeding and also fattening.

Fattening that did in short period needs grass and concentrate to achieve weight increased daily. One of supplementation element alternative to increase weight increased daily is phospholypid.

This activity including three phases, which is: (1) preparation phases, (2) performing phases, and (3) reporting phases. The evaluation of phospholypid application directed to two indicators, which is weight increase daily and cattleman’s income.

(2)

PENDAHULUAN

Kelompok peternak sapi potong di Kabupaten Ciamis pada tahun 2008 tercatat sebanyak 138 kelompok. Populasi ternak sapi potong sebanyak 34.292 ekor dengan produksi daging sapi sebanyak 1.765.308 kg. Pemasukan ternak sapi potong dari luar kabupaten ke Kabupaten Ciamis pada tahun 2008 sebanyak 12.603 ekor, sedangkan pengeluaran ternak sapi potong dari Kabupaten Ciamis ke luar kabupaten sebanyak 8.724 ekor, dan jumlah pemotongan sapi di wilayah Kabupaten Ciamis sebanyak 8.880 ekor.

Ternak sapi potong yang diimpor dari luar kabupaten Ciamis pada tahun 2008 sebanyak 12.603 menunjukkan adanya potensi untuk pengembangan ternak sapi potong di kabupaten Ciamis, sehingga diharapkan kabupaten Ciamis dapat berswasembada daging sapi. Upaya untuk mencapai swasembada daging sapi ini dapat dilihat dari sisi pembibitan maupun penggemukan ternak sapi potong.

Untuk penggemukan sapi dalam waktu relatif singkat, maka ransum yang diberikan harus terdiri dari hijauan dan konsentrat karena Pertambahan Bobot Badan (PBB) yang ditargetkan umumnya tinggi. Namun demikian, pemakaian konsentrat di tingkat petani kecil perlu diantisipasi dengan jenis pakan lain yang lebih murah dan praktis seperti penggunaan makanan ternak produktif dan berkualitas yang perlu ditingkatkan pemanfaatannya melalui perlakuan biologis sehingga aman bagi ternak dan konsumen akhir. Selain itu, usaha penggemukan sapi potong sangat terkait dengan nilai keuntungan ekonomi. Semakin lama waktu proses penggemukan yang tidak diimbangi dengan pertambahan bobot badannya maka peternak akan merugi, sehingga usaha penggemukan sapi potong akan ditinggalkan oleh peternak.

Jenis hijauan pakan ternak yang umum digunakan oleh peternak sapi penggemukan di Kabupaten Ciamis adalah rumput lapangan. Rumput lapangan ini dikenal memiliki nutrisi rendah baik kandungan protein, energi maupun daya cernanya. Oleh karena itu diperlukan perbaikan kualitas hijauan maupun teknologi pakan tambahan yang dapat memacu daya cerna hijauan yang dimakan oleh sapi.

(3)

akan memberikan PBB sebesar 1,30 kg/hari yang akan memberikan keuntungan kepada peternak sebesar Rp 650.853/bulan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka diperlukan penerapan teknologi suplementasi fosfolipid pada usaha penggemukan ternak sapi potong di Kabupaten Ciamis dalam pengembangan penggemukan sapi potong di Kabupaten Ciamis untuk menuju swasembada daging.

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan usaha penggemukan sapi potong di Kabupaten Ciamis adalah rendahnya penguasaan inovasi di bidang iptek pada tingkat peternak, khususnya yang berkaitan dengan teknologi pakan ternak. Untuk itu diperlukan upaya diseminasi iptek yang sudah dilakukan pengkajiannya di tingkat perguruan tinggi untuk diaplikasikan di tingkat peternak. Salah satu hasil kajian yang bisa diterapkan dalam pengembangan usaha penggemukan sapi potong tersebut adalah suplementasi fosfolipid pada pakan ternak sapi potong yang dapat meningkatkan PBB ternak, dan secara langsung dapat meningkatkan pendapatan peternak.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang berkaitan dengan penerapan teknologi fosfolipid adalah:

1. Kendala-kendala apa saja yang akan ditemui pada penerapan teknologi suplementasi fosfolipid pada tingkat peternak?

2. Bagaimana pertumbuhan bobot badan (PBB) harian pada ternak sapi potong yang diberikan suplementasi fosfolipid?

3. Bagaimana pendapatan peternak setelah menerapkan teknologi suplementasi fosfolipid?

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

Pemerintah telah mencanangkan program swasembada daging sapi tahun 2005 dengan penetapan beberapa kebijakan strategis, yaitu: (1) pengembangan wilayah berdasarkan komoditas ternak unggulan, (2) pengembangan kelembagaan peternak, (3) peningkatan usaha dan industri peternakan, (4) optimalisasi pemanfaatan, pengamanan, dan perlindungan sumberdaya alam lokal, (5) pengembangan kemitraan yang saling menguntungkan, dan (6) mengembangkan teknologi tepat guna. Tiga sasaran utama program tersebut adalah peningkatan populasi, penurunan impor sapi bakalan, dan peningkatan pemotongan sapi lokal (Ilham, 2006).

Program swasembada daging tahun 2005 tidak berhasil karena tidak tercapainya tiga sasaran utama program tersebut. Ada lima penyebab ketidakberhasilan tersebut, yaitu: (1) kebijakan program yang dirumuskan tidak disertai dengan rencana operasional yang rinci, (2) program-program yang dibuat bersifat top-down dan berskala kecil dibandingkan dengan sasaran yang ingin dicapai, (3) strategi implementasi program disamaratakan dengan tidak memperhatikan wilayah unggulan, tetapi lebih berorientasi pada komoditas unggulan, (4) implementasi program-program tidak memungkinkan untuk dilaksanakan evaluasi dampak program, dan (5) program-program tidak secara jelas memberikan dampak pada pertumbuhan populasi secara nasional.

Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging sapi secara nasional cenderung meningkat (Kariyasa, 2003). Hal ini sesuai dengan pendapat Muslim (2006) yang menyatakan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini permintaan konsumsi daging sapi potong terus meningkat dan tampaknya telah melampaui kemampuan produksi daging sapi dalam negeri. Akibatnya jumlah impor dalam berbagai bentuk cenderung juga mengalami peningkatan.

(5)

Beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam memacu produksi ternak dalam negeri seperti: (1) pengembangan pakan ternak, (2) peningkatan mutu bibit melalui program inseminasi buatan, dan (3) program pemberantasan penyakit (Ilham, 1998, dalam Kariyasa, 2003). Pemerintah juga telah melakukan upaya-upaya pemberdayaan usaha peternakan rakyat dengan konsep pengembangan Industri Peternakan Rakyat (Inayat) dengan pola kemitraan antara perusahaan dengan peternakan rakyat dalam bentuk Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Namun tampaknya semua usaha yang telah dilakukan pemerintah tersebut belum berhasil secara signifikan memacu produksi ternak dalam negeri. Hal ini terbukti dari volume impor daging sapi Indonesia selama periode 1990-1999 mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar 21,94 persen per tahun (Ilham, dkk., 2001,dalamKariyasa, 2003).

Selama ini kebutuhan daging sapi di Indonesia dipenuhi dari tiga sumber yaitu: sapi lokal, sapi impor, dan daging impor (Hadi dan Ilham, 2000, dalam

Kariyasa, 2003). Ini sejalan dengan pendapat Yusdja dan Ilham (2007) yang menyatakan bahwa kebutuhan konsumsi daging sekitar 65 persen dipenuhi dari produk impor dan 25 persen di antaranya berasal dari impor sapi bakalan. Selain itu, Talib, dkk. (2007) menyatakan tingginya ketergantungan pada supply sapi bakalan dan daging impor ( setara 600 ribu ekor per tahun) dan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut Arifin dan Pabicara (2008), impor ternak sapi dan daging serta jeroan menduduki ranking ketiga selama kurun waktu 5 tahun terakhir (2002-2007) dengan nilai US$ 367.272 ribu atau sebesar Rp 3,3 triliun. Porsinya untuk impor sapi dan daging ini sebesar 14,5% dari impor keseluruhan.

(6)

produksi daging sapi dalam negeri dengan jumlah permintaan akan semakin melebar, sehingga berdampak pada volume impor yang semakin besar.

Menurut Simatupang dan Maulana (2007), jumlah populasi sapi potong mengalami penurunan absolut dari rata-rata 11.276.583 ekor per tahun pada periode tahun 1990-1999 menjadi 10.706.226 ekor per tahun pada periode tahun 2000-2005. Berbanding lurus dengan perkembangan populasinya, produksi daging sapi tumbuh lambat dan praktis konstan sekitar 2,3 persen per tahun. Produksi daging sapi pada periode 2000-2005 hanya 465.003 ton per tahun.

Diberlakukannya perdagangan bebas di satu sisi merupakan peluang dan di sisi lain sekaligus juga merupakan tantangan bagi peternak-peternak Indonesia. Dari aspek produksi, hal tersebut sangat tergantung kepada harga sarana produksi, seperti pakan dan harga komoditas peternakan; dan efisiensi produksi. Biaya produksi diduga akan naik, tergantung kepada komponen impor bahan baku industri pakan dan obat hewan serta bibit unggul. Sementara itu, harga produk peternakan diduga akan turun, sehingga peternakan dihadapkan pada persaingan terbuka dengan negara-negara produsen yang lebih maju yang tentunya lebih efisien dalam biaya produksi (Adnyana dan Kariyasa, 1996,dalam

Kariyasa, 2003).

Beberapa potensi yang ada dan dapat dipergunakan untuk pengembangan usaha peternakan sapi potong di Indonesia antara lain : (1) adanya pasar domestik yang potensial, (2) daya dukung lahan/alam untuk menyediakan pakan ternak sangat besar dan relatif murah, (3) sumberdaya manusia dan kelembagaan relatif tersedia, (4) sumberdaya genetik ternak, dan (5) tersedianya teknologi tepat guna (Diwyanto,et al., 2005).

Salah satu teknologi yang dapat diterapkan pada usaha pengembangan peternakan sapi potong di Indonesia adalah teknologi pakan, baik hijauan pakan ternak maupun teknologi suplementasi pakan ternak.

(7)

stylo dalam bentuk konsentrat sangat tidak praktis bagi petani sehingga diperlukan pembuktian penggunaan hijauan stylo segar.

Selain perbaikan kualitas hijauan, untuk usaha penggemukan sapi potong diperlukan pula pemacu daya cerna hijauan dalam sistem pencernaan sapi potong. Menurut Usri (2000), senyawa fosfolipid telah diketahui merupakan senyawa yang berpotensi meningkatkan daya cerna hijauan dalam system pencernaan sapi potong.

Yasin (2003) melakukan penelitian mengenai penggunaan suplementasi fosfolipid pada ternak sapi potong dengan hasil penelitian adanya pertambahan bobot badan (PBB) harian sebesar 1,30 kg/hari, dengan pendapatan atau keuntungan yang diperoleh peternak sebanyak Rp 650.853 per bulan.

Posfolipid adalah senyawa organik yang merupakan unsur utama membran sel pada semua makhluk hidup baik pada bakteri, tanaman, insekta maupun manusia. Senyawa fosfolipid didasari oleh Phosphatidic Acid (PA) yang termasuk digliserida dan terdiri dari molekul gliserol dimana asam lemak terikat pada 2 Karbon pertama dan fosfat pada karbon ke-3. Dengan mensenyawakan berbagai grup utama pada ikatan fosfat dalam PA, dapat dibuat banyak fosfolipid sepertiphosphatidyl inositolyang merupakan penggabungan PA dengan inositol,

phosphatidyl ethanolamine (PE atau cephalin) yang merupakan penggabungan PA dengan ethanolamine dan juga phosphatidyl choline (PC atau lecithin) yang merupakan penggabungan PA dengan choline.

(8)

perbaikan keragaan ternak yakni peningkatan bobot badan harian ternak dan efisiensi usaha.

TAHAPAN PELAKSANAAN KEGIATAN

Secara keseluruhan, kegiatan penerapan iptek ini mencakup tiga kegiatan utama, yaitu: (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap pelaporan.

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dalam kegiatan ini meliputi beberapa kegiatan sebagai berikut :

1.1. Pemilihan Komponen Teknologi

Sistem produksi penggemukan sapi potong yang dianggap sesuai adalah sistem dikandangkan. Pakan diberikan dalam bentuk hijauan rumput lapangan dengan suplementasi berupa legum stylo dan pemberian fosfolipid. Cara pemberian ditetapkan sesuai dengan rancangan penerapan teknologi. Pengendalian kesehatan dilakukan terhadap penyakit (vaksinasi penyakit menular), ektoparasit (kutu/caplak) dan endoparasit (cacing).

1.2. Perakitan Paket Teknologi

Paket teknologi yang diterapkan sudah dirakit dari awal, yakni berupa pemberian posfolipid dalam bentuk lecithin dengan dosis sesuai penerapan teknologi, namun demikian modifikasi masih dapat dilakukan tergantung dari permasalahan yang dihadapi di lapangan.

1.3. Penentuan Kelompok Sasaran

Keluarga tani yang dijadikan kelompok sasaran kegiatan adalah 30 orang peternak yang tergabung dalam kelompok ternak Trijaya di Desa Situmandala Kecamatan Rancah Kabupaten Ciamis, dimana pada masing-masing peternak tersebut diterapkan teknologi suplementasi fosfolipid pada satu ekor sapi.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam kegiatan ini meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut :

2.1. Pelatihan

(9)

penerapan teknologi suplementasi fosfolipid, serta untuk menanamkan kebersamaan dengan pihak peternak di sekitarnya sehingga tercipta tanggung jawab dan rasa memiliki di antara semua anggota kelompok.

Kegiatan pelatihan ini dilakukan dengan dua metode, yaitu: (1) Pemaparan materi mengenai teknologi penggemukan sapi potong dan suplementasi fosfolipid, dan (2) Praktek pembuatan fosfolipid.

2.2. Penerapan teknologi fosfolipid

Penerapan teknologi fosfolipid dilakukan di masing-masing kandang milik peternak dengan harapan peternak secara langsung dapat membuktikan dan menyimpulkan aplikasi paket teknologi yang digunakan. Terdapat dua kegiatan utama dalam kegiatan penerapan teknologi fosfolipid ini, yakni:

(1) Evaluasi dampak penerapan fosfolipid dalam perbaikan serapan gizi hijauan pakan ternak bagi penggemukan sapi potong, khususnya yang berkaitan dengan PBB harian.

(2) Evaluasi dampak penerapan teknologi fosfolipid terhadap pendapatan pada agribisnis penggemukan sapi potong di lokasi kegiatan.

2.3. Monitoring

Monitoring dilakukan terhadap petani pelaksana penerapan teknologi fosfolipid secara rutin dengan interval satu kali dalam dua minggu selama enam bulan. Selain itu, dalam kegiatan monitoring ini dilakukan penimbangan berat badan sapi untuk mengetahui pertambahan bobot badan sapi, juga untuk memperoleh data yang diperlukan dalam melakukan analisis ekonomi penggemukan sapi potong dengan menggunakan teknologi suplementasi fosfolipid.

2.4. Pendampingan

Pendampingan diarahkan pada petani pelaksana penerapan teknologi fosfolipid agar melaksanakan kegiatan penggemukan sapi potong sesuai dengan yang direkomendasikan.

(10)

3. Tahap Pelaporan

Pelaporan dilakukan pada pertengahan dan akhir pelaksanakan kegiatan penerapan teknologi fosfolipid.

RANCANGAN EVALUASI KEGIATAN

Evaluasi kegiatan penerapan teknologi fosfolipid diarahkan pada dua indikator, yaitu pertambahan bobot badan (PBB) harian dan pendapatan peternak. Selengkapnya mengenai evaluasi ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Indikator pelaksanaan kegiatan

No Indikator evaluasi Waktu pelaksanaan Tolok ukur 1 PBB harian Minggu terakhir setiap bulan

selama pelaksanaan kegiatan (6 bulan)

PBB 1,30 kg/hari

2 Pendapatan Minggu terakhir pada akhir kegiatan (bulan ke-6)

Peningkatan

pendapatan sebesar Rp

650.853,-HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Pertambahan Bobot Badan (PBB) Harian

Analisis pertambahan bobot badan harian dilakukan untuk mengetahui pertambahan bobot badan harian sapi yang digemukkan dengan menggunakan pakan tambahan posfolipid. Pengukuran berat badan dilakukan selama kurang lebih enam bulan (160 hari) dengan selang waktu pengukuran adalah dua minggu sekali. Pengukuran dilakukan dengan cara melakukan pengukuran lingkar dada sapi dengan menggunakan meteran, dan hasil pengukuran dikonversikan ke dalam satuan berat badan sapi.

(11)

Tingginya pertambahan bobot badan harian sapi potong yang diberikan pakan tambahan fosfolipid sebesar 1,30 kg per ekor per hari ini disebabkan karena fosfolipid berperan dalam metabolisme lemak maupun sebagai penyusun struktur membran sel otot di dalam tubuh ternak.

Sejalan dengan pendapat Harper et al. (1999), bahwa penambahan fosfolipid dapat meningkatkan aktivitas metabolisme lemak menjadi asam-asam lemak, gliserol, dan senyawa asam-asam fosfor dan cholin yang tersebar luas di dalam sel-sel tubuh sebagai penyusun utama fungsi struktur membran sel tubuh. Dengan demikian, penambahan fosfolipid diduga dapat meningkatkan hiperplasi (perbanyakan) dan hipertropi (perbesaran) sel-sel tubuh yang secara tidak langsung dapat meningkatkan bobot badan sapi. Di samping itu, akibat terjadinya peningkatan aktivitas metabolisme di dalam tubuh, ternyata penambahan fosfolipid membawa konsekuensi meningkatkan nafsu makan (palatabilitas) ternak sapi. Hal ini terlihat bahwa pada sapi yang diberi pakan tambahan fosfolipid mampu menghabiskan total pakan yang diberikan per hari.

Peningkatan nafsu makan yang diikuti dengan peningkatan daya cerna pakan akibat pemberian suplemen fosfolipid menyebabkan pakan yang dicerna hampir seluruhnya akan menjadi lemak dan daging yang mengakibatkan tingginya pertambahan bobot harian pada ternak sapi yang diberi pakan suplemen posfolipid yaitu sebesar 1,30 k g/ekor/hari. Namun demikian masih belum diketahui bagaimana kualitas daging tersebut apakah mengandung lebih banyak lemak otot (marbling) atau sebaliknya lebih banyak daging (otot). Untuk itu direkomendasikan adanya kegiatan lanjutan berupa pemeriksaan kualitas daging dari perlakuan pemberian fosfolipid pada sapi potong tersebut.

Analisis Ekonomi Pemberian Suplemen Posfolipid

Berdasarkan hasil pengukuran dan pengamatan selama pelaksanaan kegiatan diperoleh beberapa indikator teknis yang diperlukan dalam melakukan analisis ekonomi usaha penggemukan ternak sapi potong dengan menggunakan pakan tambahan berupa posfolipid.

(12)

- Sapi yang digemukkan adalah sapi jantan hasil IB, ras/bangsa peranakan Ongole (PO) dengan umur 12-15 bulan, dengan rata-rata berat badan awal 122,33 kg.

- Harga daging sapi hidup/kg sebesar Rp 32.000, dengan demikian rata-rata harga sapi yang digemukkan adalah Rp 3.914.650.

- Rata-rata pertambahan bobot badan harian 1,30 kg per hari.

- Pemberian rumput lapangan 10% dari berat badan per ekor per hari dengan harga Rp 150/kg.

- Pemberian fosfolipid sebanyak 200 mg per ekor per hari @ Rp. 500,

-Tabel 2. Analisis ekonomi penerapan teknologi posfolipid

No Uraian Bulan Jumlah

1 2 3 4 5 6

I Biaya

1. Pembelian sapi bakalan 3.914.650 3.914.650

2. Pakan

a. Rumput lapangan 48.037 81.635 98.511 111.697 132.320 72.219 544.419

b. Fosfolipid 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 15.000 90.000

3. Obat-obatan 100.000 75.000

4. Tenaga kerja 250.000 250.000 250.000 250.000 250.000 250.000 1.500.000

Jumlah Biaya 4.277.687 396.635 413.511 426.697 447.320 387.219 6.149.069

II. Penerimaan

1. Penjualan sapi 10.561.600

2. Penjualan kotoran ternak 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 20.000 120.000

Jumlah Penerimaan 10.681.600

III. Keuntungan 4.412.531

IV. Keuntungan/ekor/ bulan 735.422

V, R/C 1,74

Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata biaya yang dikeluarkan pada usaha penggemukan sapi potong selama 160 hari dengan menggunakan pakan tambahan posfolipid sebanyak Rp 6.124.069. Biaya yang dikeluarkan tersebut meliputi biaya untuk pembelian sapi bakalan dengan berat rata-rata 122,33 kg sebesar Rp 3.914.650, biaya pembelian rumput hijauan ternak Rp 544.419, biaya pemberian posfolipid Rp 90.000, biaya obat-obatan Rp 100.000, dan biaya tenaga kerja Rp 1.500.000.

(13)

120.000,-Dengan demikian, maka keuntungan yang diperoleh pada usaha penggemukan sapi potong yang diberikan pakan tambahan posfolipid sebesar Rp 4.412.531 atau Rp 735.422 per ekor per bulan.

Tingginya keuntungan yang diperoleh dari usaha penggemukan ternak sapi potong dengan menggunakan pakan tambahan posfolipid tersebut disebabkan oleh tingginya pertambahan bobot badan harian sebesar 1,30 kg per ekor per hari.. Semakin tinggi pertambaan bobot badan harian dari suatu usaha penggemukan sapi potong maka akan semakin tinggi pula keuntungan dari usaha tersebut, dengan asumsi harga input dan output dianggap sama. Tingginya keuntungan peternak apabila melaksanakan usaha penggemukan sapi potong dengan perlakuan E ini akan meningkatkan kesejahteraan peternak, sehingga peternak akan lebih terangsang dalam melaksanakan usahanya.

R/C merupakan rasio antara penerimaan (revenue) dengan biaya (cost) yang menunjukkan kelayakan dari suatu usaha, dimana suatu usaha akan menguntungkan atau memperoleh keuntungan apabila nilai R/C lebih dari 1. Semakin tinggi nilai R/C pada suatu usaha maka akan semakin tinggi pula keuntungan yang diperoleh pada usaha tersebut.

R/C pada usaha penggemukan sapi potong dengan menggunakan pakan tambahan fosfolipid sebesar 1,74, yang menunjukkan bahwa artinya dari setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp. 1,- akan diperoleh penerimaan sebesar Rp. 1,74,- sehingga dengan demikian akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 0,74,- Atau dengan kata lain, keuntungan yang diperoleh sebesar 74% dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian pakan tambahan posfolipid pada usaha penggemukan ternak sapi potong selama 160 hari mempunyai pertambahan bobot badan harian (PBB) sebesar 1,30 kg/ekor/hari. Tingginya PBB harian tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan nafsu makan dan peningkatan daya cerna pada saluran pencernaan sapi.

(14)

Saran

1. Pertambahan bobot badan harian dengan penggunaan teknologi suplementasi pakan posfolipid sebesar 1,30 kg/ekor/hari dengan keuntungan sebesar Rp 735.422/ekor/bulan menunjukkan bahwa penerapan teknologi suplementasi pakan posfolipid memberikan manfaat kepada peternak. Oleh karena itu, penerapan teknologi suplementasi pakan posfolipid ini perlu lebih diintensifkan pada semua peternak yang melaksanakan usaha penggemukan ternak sapi potong, selain untuk meningkatkan kesejahteranaan peternak, juga untuk meminimalkan kesenjangan antara penawaran dengan permintaan terhadap daging sapi di Kabupaten Ciamis.

2. Peternak yang telah menerapkan dan merasakan manfaat dari penerapan suplementasi pakan posfolipid dapat dilibatkan sebagai kader dan pelopor aplikasi penggunaan fosfolipid di kalangan peternak lainnya Kabupaten ciamis.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, M.C., dan Pabicara, S. 2008. Analisa Impor Ekspor Peternakan.

http://www.ditjennak.go.id/publikasi/analisa.pdf. Diakses tanggal 17 Maret 2009.

Diwyanto, K., Priyanti, A., dan Inounu, I. 2005.Prospek dan Arah Pengembangan Komoditas Peternakan: Unggas, Sapi dan Kambing-Domba.WartazoaVol. 15 No. 1 Th. 2005: 11-25.

Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis. 2003. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis. Ciamis.

Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis. 2008. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Kabupaten Ciamis. Ciamis.

Ilham, N. 2006. Analisis Sosial Ekonomi dan Strategi Pencapaian Swasembada Daging 2010.Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 4 No. 2, Juni 2006:131-145.

Kariyasa, K. 2003. Analisis Penawaran dan Permintaan Daging Sapi di Indonesia Sebelum dan Saat Krisis Ekononi: Suatu Analisis Proyeksi Swasembada Daging Sapi 2005. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/(6)%20soca-kariyasa

%20-daging%20sapi%20di%20indonesia(1).pdf. Diakses tanggal 12 Maret 2009.

Muslim, C. 2006. Pengembangan Sistem Integrasi Padi-Ternak Dalam Upaya Pencapaian Swasembada Daging di Indonesia: Suatu Tinjauan Evaluasi.

Analisis Kebijakan Pertanian, Vol. 4 No. 3, September 2006: 226-239. Simatupang, P., dan Maulana, M. 2007. Prospek Penawaran dan Permintaan

Bahan Pangan Utama: Analisis. Masalah, Kendala dan Opsi Kebijakan Revitalisasi Produksi. http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/Pros_PST

(15)

Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis. 1997. Visi dan Misi Kabupaten Ciamis. Ciamis.

Talib, C., Inounu, I., dan Bamualim, A. 2007. Restrukturisasi Peternakan di Indonesia.Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 5 No. 1, Maret 2007: 1-14. Usri, T. 2000. Analisis Daya Cerna Hijauan Makanan Ternak Melalui Aplikasi Senyawa Fosfolipid pada Penggemukan Sapi Potong. Fakultas Pertanian Universitas Galuh. Ciamis.

Usri, T. 2001. Analisis Kandungan Fosfolipid pada Berbagai Komoditas Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Galuh. Ciamis.

Yasin, H.A. 2001. Aplikasi Legum Stylo dalam Penggemukan Sapi Potong. Fakultas Pertanian Universitas Galuh. Ciamis.

Yasin, H.A., dkk. 2003. Teknologi Penggemukan Sapi Potong dengan Suplementasi Fosfolipid.LPPM Unversitas Galuh. Ciamis.

Gambar

Tabel 1. Indikator pelaksanaan kegiatan
Tabel 2. Analisis ekonomi penerapan teknologi posfolipid

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan: 1).Dengan pemberian reward dan punishment akan mendorong karywan untuk dapat melaksanakan tugas

Syarat khusus Tanda Kehormatan berupa Satyalancana Karya Satya adalah PNS yang telah bekerja dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik

These controversial findings may have many explanations: selection bias by mortal- ity in retrospective analysis; bias against studies with small samples; the different role played by

34.925.000 (tiga puluh empat juta sembilan ratus dua puluh lima ribu rupiah). Demikian disampaikan

Berdasarkan hal tersebut, model pembangunan yang berpusat pada rakyat merupakan suatu alternatif baru untuk meningkatkan hasil produksi pembangunan guna memenuhi

Kasus hipertensi di Dusun Pundong II (DP II) mengalami peningkatan dalam beberapa tahun terakhir, kejadian terbanyak pada remaja dan lanjut usia (lansia). GDTH bertujuan

Sektor transportasi udara yang merupakan jasa pelayanan penerbangan adalah salah satu sektor yang mengalami perkembangan cukup signifikan pada 5 (lima) tahun terakhir dan

Wakaf Uang Tunai adalah salah satu jenis wakaf yang dikelola secara produktif pada bisnis yang sesuai dengan syariah Islam, baik secara langsung maupun melalui produk keuangan