• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diskusi kultural merupakan kegiatan diskusi informal yang diselenggarakan secara rutin setiap bulan. Tema yang diangkat cukup bervariasi, tergantung kesepakatan dari para anggota jaringan tentang tema yang pada saat itu dianggap penting untuk diperbincangkan. Namun, tema yang dipilih tersebut tidak lepas dari agenda kebijakan HIV dan AIDS yang diupayakan oleh PKMK FK UGM. Tujuan dikembangkannya diskusi kultural ini adalah untuk membangun dan memperkuatkan dialog di antara pegiat HIV dan AIDS di masing-masing daerah. Hasil dari diskusi rutin ini kemudian dikembangkan menjadi poin-poin rekomendasi yang disampaikan kepada lembaga yang dituju, sebagai salah satu upaya sumbang saran dan pemikiran bagi perbaikan kebijakan-kebijakan tersebut. Selain itu, semua catatan dari diskusi tersebut telah didokumentasikan dengan baik di website kebijakan AIDS Indonesia agar dapat diakses oleh audiens yang lebih luas.

Selain diselenggarakan langsung oleh PKMK FK UGM, diskusi kultural juga dilakukan di beberapa daerah anggota Jaringan Kebijakan HIV dan AIDS Indonesia. Rincian diskusi kultural yang telah

44 PKMK FK UGM

diselenggarakan oleh PKMK selama ini maupun yang diselenggarakan oleh anggota Jaringan Kebijakan HIV dan AIDS dapat dilihat pada Lampiran 1.

4. dan Berbagi Ilmu

Community of Practice (CoP) dan Berbagi Ilmu adalah bentuk-bentuk pengelolaan pengetahuan yang dilakukan melalui pengembangan forum-forum diskusi atau kajian berbasis website. Tujuan forum ini adalah untuk (1) melakukan promosi manajemen pengetahuan kepada semua pihak yang terlibat dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia (pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan mitra pembangunan internasional) melalui website Kebijakan AIDS Indonesia,

(2) mendorong dilakukannya forum-forum diskusi tatap muka di tingkat lokal yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan penanggulangan HIV dan AIDS untuk membahas isu-isu pelaksanaan kebijakan dan program HIV di tingkat lokal, (3) mendorong dilakukannya forum-forum diskusi tatap muka di tingkat lokal yang melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan penanggulangan HIV dan AIDS untuk membahas isu-isu pelaksanaan kebijakan dan program HIV dan AIDS di tingkat lokal, (4) mengembangkan kertas kebijakan sebagai tindak lanjut dari berbagai diskusi yang telah dilakukan untuk digunakan sebagai bahan untuk advokasi bagi perubahan kebijakan HIV dan AIDS. Melalui website kebijakan AIDS Indonesia telah dikembangkan 5 jenis CoP yang terdiri dari (1) peneliti kebijakan dan program

46 PKMK FK UGM

penanggulangan HIV dan AIDS, (2) Dinas Kesehatan, (3) Komisi Penanggulangan AIDS Nasional dan Daerah, (4) LSM, dan (5) gabungan dari keempat CoP di atas. Secara teknis materi dalam CoP ditentukan berdasarkan ruang lingkup kerja dari anggota CoP terkait dengan isu-isu terbaru dalam penanggulangan AIDS. Materi disiapkan oleh setiap narasumber dan diskusi dimoderatori oleh pengelola website. Narasumber utama berperan untuk memberikan kesimpulan atas diskusi yang berkembang. Sejauh ini telah ada lima artikel CoP yang pernah diunggah, tetapi masih sedikit peserta yang memberikan opininya atas tema yang diangkat, mengingat CoP ini merupakan inisiatif yang baru diperkenalkan.

Forum berbagi pengetahuan lain yang sempat dikembangkan adalah Berbagi Ilmu. Dalam forum yang juga berbasis web ini, anggota jaringan bisa membagikan ilmu dan pengalaman terkait kebijakan HIV dan AIDS dalam bentuk kelas online. Narasumber bisa menampilkan video perkenalan tentang kelas yang ditawarkan beserta silabusnya, dan kelas bisa diadakan secara berseri ataupun dalam sekali pertemuan.

C. Hambatan, Solusi, dan

Pembelajaran

Dari implementasi tahap ini ditemukan bahwa anggota jaringan peneliti kebijakan memang masih memerlukan dukungan dalam bentuk pengembangan kapasitas agar dapat melakukan penelitian kebijakan HIV dan AIDS. Untuk mengatasi tantangan ini, PKMK telah melakukan pengembangan kapasitas di setiap tahap penelitian sehingga bisa menjadi contoh bagi pelaksanaan penelitian kebijakan yang dilakukan secara mandiri oleh anggota jaringan di waktu yang akan datang. Selain itu ditemukan bahwa pengembangan kapasitas melalui kursus dengan metode blended learning, yang menggabungkan antara

pertemuan tatap muka dan jarak jauh, merupakan salah satu alternatif metode pembelajaran yang cukup efektif dan eisien, khususnya bagi anggota jaringan yang mempunyai keterbatasan waktu dan jarak. Dari sisi biaya, metode ini jauh lebih murah dibandingkan dengan metode pembelajaran tatap muka. Dengan demikian, metode ini bisa menjadi metode alternatif untuk saling berinteraksi bagi kalangan akademisi, pegiat HIV dan AIDS, birokrat, penyedia layanan, ODHA, dan populasi kunci.

Hambatan kedua yang ditemui adalah karena para anggota jaringan ini sendiri masih di tahap awal untuk menerapkan pengetahuan mereka sehingga pengalaman dan pengetahuan yang bisa dibagikan masih relatif terbatas. Oleh karena itu, mereka masih perlu untuk terus didorong. Inilah yang menjadi salah satu kemungkinan penyebab mengapa forum-forum online yang telah disediakan sebagai sarana untuk saling berbagi pengetahuan masih belum dimanfaatkan secara optimal. Contohnya, meski fanpage Facebook Kebijakan HIV dan AIDS telah mencapai 885 like, media ini masih cenderung menjadi alat untuk membagikan informasi kepada anggota jaringan secara searah dan belum dimanfaatkan oleh para penggunanya sebagai media untuk saling bertukar informasi. Contoh lainnya adalah masih belum berkembangnya forum CoP dan Berbagi Ilmu yang diharapkan menjadi sarana tukar gagasan antaranggota jaringan para pegiat perubahan sosial, akademisi, dan pemangku kepentingan. Untuk mengimbangi hal ini, PKMK terus mendorong diadakannya diskusi tatap muka di antara para peneliti dengan pemangku kepentingan di daerahnya, dengan memasukkannya sebagai elemen kegiatan yang perlu dilakukan oleh para peneliti universitas yang terlibat dalam penelitian

multi center dengan PKMK. Pengalaman tersebut diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi peneliti anggota jaringan untuk secara rutin menggunakan pengetahuan guna mendorong adanya kebijakan HIV dan AIDS yang efektif.

50 PKMK FK UGM

A. Rasionalisasi

BERBAGAI pengetahuan yang dihasilkan melalui penelitian dan analisis kebijakan perlu dikomunikasikan kepada para pembuat kebijakan agar dapat menjadi suatu sumber acuan dalam pengembangan kebijakan HIV dan AIDS yang lebih baik, yaitu berbasis bukti dan memiliki daya tanggap terhadap kebutuhan masyarakat. Diperlukan berbagai media komunikasi, baik secara tertulis maupun lisan, untuk memastikan agar hasil-hasil penelitian tersebut bisa tersampaikan kepada para pembuat kebijakan. Selain itu, hasil-hasil penelitian juga perlu diketahui oleh para pemangku kepentingan dan pemanfaat kebijakan agar bisa menjadi materi dan referensi advokasi bersama. Oleh karena itu, PKMK mengembangkan serangkaian policy brief yang

memuat rekomendasi kebijakan yang dihasilkan dari penelitian. PKMK juga melakukan berbagai kegiatan diseminasi hasil penelitian sehingga banyak kalangan yang bisa dilibatkan untuk memanfaatkan hasil-hasil penelitian tersebut. Dengan melakukan hal ini, Jaringan Kebijakan HIV dan AIDS Indonesia dapat mendorong pengembangan kebijakan berbasis bukti serta menciptakan media komunikasi antara penghasil pengetahuan dengan pengguna pengetahuan, yang dalam kasus ini adalah pembuat kebijakan. Hasil akhir yang diharapkan adalah terwujudnya pengembangan kebijakan HIV dan AIDS yang lebih baik di tingkat nasional maupun daerah.

B. Pelaksanaan dan Hasil

Dokumen terkait