• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Melalui Peradilan Adat Aceh

BAB II PELAKSANAAN PRAKTEK MAWAH DIKECAMATAN

B. Penyelesaian Melalui Peradilan Adat Aceh

Dalam sistem hukum di Indonesia, hukum Adat merupakan hukum pelengkap,

119Abdurrahman,Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Adat dan Qanun, Jurnal Ilmu

seperti juga halnya di Aceh yang merupakan bagian daripada sistem hukum Nasional, yang dalam berhubungan satu dengan lainnya tunduk kepada peraturan perundang- undangan juga tunduk kepada ketentuan hukum Adat. Disamping kedua norma tersebut dalam kehidupan bermasyarakat juga tunduk kepada ketentuan adat, yang merupakan ciri khas di Aceh, hukum adat dan adat tersebut telah melembaga semenjak masa kesultanan telah disesuaikan dengan filosofi hukum Islam “Adat bak po teumuruhom, hukom bak syiah kuala” sehinga sukar dibedakan antara kaidah hukum adat/adat.120

Kekhasan tersebut menimbulkan minat yang kuat dari masyarakat dan Pemerintah Daerah untuk memberikan dasar hukum yang kuat dalam perlakuan adat Aceh. Untuk memenuhi keinginan tersebut, dikeluarlah Keputusan Menteri No. 1/Missi/1959 kepada Propinsi Aceh, diberi status sebagai Daerah Istimewa dalam bidang peradatan, agama dan pendidikan, apa yang dimaksud dengan peradatan adalah adat istiadat. Keputusan tersebut memberi wewenang yang lebih besar kepada pemerintah Daerah untuk mengembangkan dan memberlakukan serta mempertahankan Adat /adat istiadat dan lembaga lembaga dalam kehidupan bermasyarkat di Aceh. Kemudian sebagai pelaksaan keputusan Pemerintah mengeluarkan Peraturan Daerah no. 2 tahun 1990 tenang pembinaaan dan pengembangan Adat Istiadat, kebiasaan Masyarakat beserta lembaga Adat di Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dimana pengembangan dan pembinaan adat diserahkan kepada Gampong dan Mukim serta lembaga-lembaga adat yang telah ada maupun

yang akan dibentuk.121

Peraturan peraturan yang menyangkut tentang berlakunya adat yang didasarkan pada Undang-undang No. 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Aceh yang menurut pasal 3 (2) meliputi :

- Penyelenggaraan kehidupan beragama - Penyelenggaraan kehidupan adat - Penyelenggaraan pendidikan

- Peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah;

Dalam hal penyelenggaraan kehidupan adat, dalam pasal 6 ditegaskan daerah dapat menetapkan berbagai kebijakan dalam upaya pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan adat serta lembaga adat di wilayahnya yang dijiwai dan sesuai dengan Syari’at Islam.

Kemudian ditetapkan peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2000 tentang penyelenggaraan Kehidupan adat, kemudian di ikuti dengan Undang-undang 18 tahun 2001 tentang otonomi khusus yang kemudian diganti Undang-undang Pemerintahan Aceh dalam Bab Tentang Wali Nanggroe dan Lembaga Adat, kemudian Qanun nomor 4 tahun 2003 tentang pemerintahan Mukim dan Qanun Nanggro Aceh Darussalam nomor 5 tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong.

Dengan adanya peraturan/qanun tersebut telah memperkuat untuk melaksanakan keistimean Aceh di Nanggro Aceh Darussalam, Dalam perkembangannya, khusunya menyangkut tentang Peradilan Adat di Aceh, meskipun

tidak di jumpai nama –nama peradilan adat dalam penyelesaian di gampong- gampong, pada kenyataannya orang –orang Aceh (Kuchik di Gampong) masih menerapkan dan mempertahankan hukum adat menyangkut penyelesaian hukum adat atau delik.

Beberapa pengertian Hukum Adat menurut Para Ahli adalah: 1. Supomo & Hazairin:

Mengambil kesimpulan bahwa hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain, baik yang merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar- benar hidup di masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh anggota- anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan yang mengenal sanksi atas pelanggaran dan yang ditetapkan dalam keputusan- keputusan para penguasa adat. (mereka yang mempunyai kewibawaan dan berkuasa memberi keputusan dalam masyarakat adat itu) yaitu dalam keputusan lurah, penghulu, pembantu lurah, wali tanah, kepala adat, hakim.122

2. Bushar Muhammad

Menjelaskan bahwa untuk memberikan definisi hukum adat sulit sekali karena, hukum adat masih dalam pertumbuhan; sifat dan pembawaan hukum adat ialah:

a. Tertulis atau tidak tertulis b. Pasti atau tidak pasti

c. Hukum raja atau hukum rakyat dan sebagainya.123 3. Van Vollenhoven

Menjelaskan bahwa hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sanksi (oleh karena itu disebut “hukum”) dan di pihak lain dalam keadaan tidak dikodifikasikan (oleh karena itu disebut “adat”).

4. Soekanto

Hukum adat adalah kompleks adat-adat yang kebanyakan tidak dikitabkan, tidak dikodifikasikan dan bersifat paksaan, mempunyai sanksi, jadi mempunyai akibat hukum.124

5. Mr. J.H.P. Bellefroid

Hukum adat adalah sebagai peraturan hidup yang meskipun tidak diundangkan oleh Penguasa tapi dihormati dan ditaati oleh rakyat dengan keyakinan bahwa peraturan-peraturan tersebut berlaku sebagai hukum. (Het gewoonterecht, ook “gewoonte” genoemd, omvat de rechtsregels, die hoewel niet op gezag van de staatsoverheid vastgesteld, toch door het het volk worden nageleefd in de overtuiging, dat zij als recht gelde.”)125

6. Prof. M.M. Djojodigoeno S.H.

Beliau memberi definisi sebagai berikut: “Hukum adat adalah hukum

123ibid 124Ibid

yang tidak bersumber kepada peraturan-peraturan”.126 7. Prof. Mr. C. van Vollenhoven

Pengertian Hukum Adat adalah hukum yang tidak bersumber kepada peraturan-peratuaran yang dibuat oleh pemerintah Hindia Belanda dahulu atau alat-alat kekuasaan lainnya yang menjadi sendinya dan diadakan sendiri oleh kekuasaan Belanda dahulu.127

Adat Istiadat adalah aneka kelaziman dalam suatu negeri yang mengikuti pasang naik dan pasang surut situasi masyarakat. Kelaziman ini pada umumnya menyangkut pengejawatahan unjuk rasa seni budaya masyarakat, seperti acara- acara keramaian anak negeri, seperti pertunjukan randai, saluang, rabab, tari- tarian dan aneka kesenian yang dihubungkan dengan upacara perhelatan perkawinan, pengangkatan penghulu maupun untuk menghormati kedatangan tamu agung. Adat istiadat semacam ini sangat tergantung pada situasi sosial ekonomi masyarakat. Bila sedang panen baik biasanya megah meriah, begitu pula bila keadaan sebaliknya.Adatmerupakan pencerminan dari pada kepribadian sesuatu bangsa sebagai salah satu penjelmaan dari jiwa bangsa yang bersangkutan dari abad ke abad.

Perkembangan Hukum Adat dalam proses kemajuan zaman adalah berjalan secara evolusi, adat istiadat yang hidup dan berkembang sebagai tradisi rakyat

126M.M. Djojodigoeno .Azas-azas Hukum Adat,(yokyakarta : yayasan badan penerbit,1958),

hal 19

127Van Vollenhoven,Azas-azas Hukum Adat, (Yogyakarta :Yayasan Badan PenerbitGama,

inilah yang kemudian berkembang menjadi dasar sumber hukum Adat. Berdasarkan Qanun Propinsi Nanggro Aceh Darussalam Nomor 3 tahun 2004 tentang Pembentukan susunan dan tata kerja Majlis Adat Aceh/MAA yang disebut dengan ;

a. Hukum adat adalah Hukum adat Aceh yang hidup dan berkembang dalammasyarakat di Propinsi Aceh;

b. Adat istiadat adalah aturan atau perbuataan yang bersendikan Syariat Islam yang lazim dituruti, dihormati, dimulai sejak dahulu dan dijadikan sebagai landasan hidup dalam masyarkat;

c. Kebiasaan-kebiasaan adalah suatu kegiatan atau perbuatan yang pada dasarnya bukan bersumber dari hukum adat atau adat istiadat akan tetapi hal tersebut telah di akui oleh umum dan dilaksanakan oleh umum dan telah dilaksnanakan secara berulang-ulang;

d. Peradilan Adat gampong adalah peradilan perdamaian melalui musyawarah mufakat yang dipimpin oleh keuchik dengan anggota Tengku Munasah dan tuha Peut gampong;

e. Peradilan adat mukim adalah peradilan perdamaian melakukan musyawarah mufakat yang dipimpin oleh imum Mukim dengan anggota imum syik dan para tuha peut mukim;

Pasal 3, Majelis Adat Aceh / MAA juga mempunyai wewenang; a. Mengkaji dan menyusun rencana penyelenggaraan kehidupan adat b. Membentuk dan mengukuhkan lembaga adat

c. Menyampaikan saran dan pendapat kepada pemerintah dalam kaitannya dengan penyelenggaraan kehidupan adat diminta maupun tidak diminta; Pasal 5 juga terdapat hal-hal meliputi:

a. Meningkatkan pemeliharaan, pembinaan dan menyebarluaskan adat istiadat dan hukum adat dalam masyarakat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari adat Indonesia;

b. Meningkatkan kemapuan tokoh adat yang profesional sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masyarkat Daerah;

c. Meningkatkan penyebarluasan adat Aceh ke dalam masyaarkat melalui keuruja udep dan keuruja maate, penampilan kreatifitas dan mas media; d. Menyelenggarakan pembianaan dan pengembangan fungsi Peradilan adat

Gampong dan Peradilan Adat Mukim;

e. Mengawal penyelenggaraan adaat istiadat dan hukum adat supaya tetap sesuai dengan Syariat Islam;

f. Meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak, perorangan maupun badan- badan yang ada kaitannya dengan maslah adat Aceh khususnya, baik di dlam maupun diluar negeri sejauh tidak bertentangan dengan agama, adat istiadat dan perundang-undangan yang berlaku;

g. Menyusun risalah risalah untuk menjadi pedoman tentang adat;

h. Ikut serta dalam setiap penyelenggaraan pekan Kebudayaan Aceh Propinsi dan kabupaten/kota

masyarakat sesuai dengan adat bak poutumuruhom hukom bak syiah kuala qanun bak putro phang resam bak laksamana.

Untuk masalah penyelesaian sengketa, terdapat didalam Pasal 10 Perda nomor 7 tahun 2000 yang menyebutkan, Aparat penegak hukum memberi kesempatan terlebih dahulu kepada geuchik dan imum mukim untuk menyelesaikan sengketa- sengketa/perselisihan di gampong/mukim masing.

Pasal 11

a. Geuchik berwenang untuk menyelesaikan perselisihan persengketaan/permasalahan yang terjadi di Gampong, baik masalah masalah sosial yang timbul di masyarakat dalam suatu rapat Adat Gampong;

b. Apabila dalam jangka waktu 2 bulan perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan di gampong atau para pihak yang bersengketa tidak dapat menerima keputusan adat tingkat Geuchik, maka perselisihan sengketa tersebut diselesaikan oleh imum Mukim dalam rapat adat Mukim;

Pasal 12

a. Rapat adat Gampong dipimpin oleh Geuchik dan Teungku Gampong (imum Meunasah) dan dibantu oleh sekretaris Gampong dan Tuha Peut/tuha lapan Gampong;

b. Rapat adat mukim dipimpin oleh imum mukim dibantu oleh serektaris mukim serta di hadiri oleh seluruh anggota tuha peut/tuha lapan mukim;

Pasal 14

gampong dan imum mukim dalam suatu rapat Adat bersifat mengikat pihak- pihak yang berselisih/bersengketa;

b. Para pihak yang tidak mengindahkan keputusan adat tingkat geuchik atau imum Mukim ia akan dikenakan sanksi adat yang lebih berat oleh karena merusak kata kesepakatan dan menganggu keseimbangan yang hidup dlam masyarakat;

Sengketa Mawahyang pernah diselesaikan dalam hal ini adalah, seperti yang pernah terjadi perselisihan antara pemilik sawah dan petani penggarap, yang mana pemilik sawah meminta bagian yang lebih besar tidak seperti yang menurut mereka janji bersama sebelumnya. Dalam hal inilah petani penggarap merasa keberatan atas bagian yang diminta oleh pemilik sawah.Merasa tidak adil maka petani penggarap mengadu Geuchik dan Imam Meunasah untuk mendamaikannya. Hasil dari pengaduan ini pemilik sawah merasa malu, sehingga mereka kembali kepada perjanjian awal. Merasa sudah mendapatkan keadilan diantara mereka maka kedua belah pihak menyatakan tidak ada lagi sengketa. Kemudian diantara mereka berbaikan kembali dan hidup normal seperti biasa.128

Pasal 15

a. Apabila dalam jangka waktu 1 bulan Imum Mukim tidak dapat menyelesaikan atau para pihak yang berselisih/bersengketa merasa tidak puas terhadap keputusan adat tingkat mukim, maka ia dapat mengajukan perkaranya kepada

aparat penegak hukum;

b. Keputusan Adat yang telah dijatuhkan kepada pihak-pihak yang bersengketa dapat dijadikan salah saatu pertimbangan oleh aparat penegak hukum dalam menyelesaikan perkara;

Pasal 16

a. Tata cara dan syarat-syarat penyelesaian perselisihan/ persengketaan, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan adat di masing-masing daerah Kabupaten/kota/kecamatan/mukim dan Gampong;

Pasal 17

a. Dalam penyelesaian perkara di Pengadilan, Geuchik dan Imum Mukim dapat dijadikan saksi ahli dalam perkara-perkara dimaksud, sepanjang perkara tersebut telah diputuskan oleh rapat Adat yang bersangkutan;

Pasal 18

a. Tiap-tiap penyelesaian sengketa oleh Geuchik dan Imum Mukim dibuat Berita Acara dan dituangkan dalam keputusan serta di umumkan kepada Masyarakat. Dalam masyarakat hukum adat, perbuatan delik adat dapat diperhatikan pada tingkatan-tingkatan pelanggaran yang dilakukan seperti;

b. Tindakan-tindakan pelanggaran hukum adat merupakan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan hukum adat.

c. Hukum adat tidak mengadakan perbedaan antara hukum pidana dengan hukum perdata tapi semuanya termasuk satu katagori yaitu perbuatan yang

bertentangan dengan hukum adat setempat.

d. Petugas hukum tidak selalu mengambil inisiatif dalam setiap pelanggaran e. Dalam persekutuan hukum, petugas wajib bertindak apabila pelanggaran

hukum adat mengenai kepentingan umum.

Sistem hukum adat hanya mengenal satu prosudur dalam hal penuntutan yaitu baik perdana maupun perdata.Petugas hukum yang berwenang untuk mengambil tindakan-tingdakan konkrit/reaksi adat guna membetulkan hukum yang di langgar tidak seperti sistem hukum barat, yaitu hakim pidana untuk perkara pidana dan hakim perdata untuk hakim perdata.Dalam hukum adat dikenal ada satu pejabat yaitu kepala Desa.Dalam kehidupan masyarkat Aceh, hakim adat/hakim perdamaian desa /gampong, dalam menyelesaikan suatu perkara harus cukup syarat-sayarat hukumnya.129

1. Kalau menimbang harus sama berat 2. Kalau mengukur harus sama Panjang

3. Tidak boleh berpihak-pihakLurus, patut, dan benar menjadi pegangan 4. Benar menurut kehendak adat dan syarak

Dalam hal pidana adat, hakim perdamaian desa juga berwenang mengadili dan menghukum orang tersebut untuk menyelenggarakan upaya-upaya adat seperti :

1. Meminta maaf secara adat 2. Membuat selamatan/kenduri

Urusan pengadilan seluruhnya didasarkan pada sistem yang berlaku dalam

organisasi pemerintahan Aceh, sengketa-sengketa kecil/pelanggaran adat yang biasanya diselesaikan oleh Teungku Imum Meunasah dengan didampingi seorang ketua bidang keagamaan.Sengketa-senketa tersebut diselesaikan dengan suatu keputusan yang dinamai Peujroh ghob/Meusapat(Berdamai untuk berkumpul).Pada pasal 19 Perda 7 tahun 2000 dan jenis-jenis penyelesaian sengketa dan sanksi yang dapat dijatuhkan sebagai berikut :

1. Nasihat; 2. Teguran;

3. Pernyataan maaf dihadapan orang banyak di Meunasah atau masjid, 4. Diiukti dengan acara peusijuk (ditepung tawari)

5. Denda; dalam arti penyediaan makanan untuk makan bersama 6. Ganti kerugian

7. Dikucilkan oleh masyarakat Gampong / han roeh saho 8. Dikeluarkan dari masyarkat Gampong;

9. Pencabutan gelar adat; 10. Sesuai dengan adat setempat.

Beberapa contoh pelanggaran dalam Hukum Adat, salah satunya ialah Seorang pemilik sawah yang melanggar perjanjian adat, dimana setelah masa panen tiba, pemilik sawah ingin bagiannya yang lebih besar tidak seperti cara pembagian selama ini yaitu 2/3 untuk petani penggarap dan 1/3 untuk pemilik sawah, tapi pemilik sawah menginginkan 2/3 dan 1/3 untuk petani. Dari kejadian ini petani mengadukannya kepada kechik dan imam menasah. Dalam penyelesaian kasus ini

peradialan gampong berhasil mendamaikannnya. Dari kejadian kasus ini perlu dicermati bahwa biarpun kasus ini berhasil didamaikan tetapi pada masa tanam berikutnya sawahnya itu tidak ada orang yang mau mengambilnya lagi untuk ditanami padi.Disinilah hukuman atau efek jera yang diberikan masyarakat bagi pelanggar ketentuan hukum adat.Jelaslah betapa efektifitasnya hukum adat aceh yang telah berlangsung selama ini, dimana seorang yang mempunyai lahan tidak berdaya dibuat oleh kekuatan hukuman masyarakat adat.

Contoh kasus Mawah yang pernah terjadi didalam masyarakat Kecamatan Ingin Jaya seorang Petani menggarap sawah milik orang lain, kemudian setelah masa panen selesai pemilik sawah meminta bagian lebih besar tidak seperti yang telah mereka perjanjikan, sehingga petani penggarap dalam hal ini, mendapat hasil yang lebih sedikit. Karena merasa dirugikan, petani ini membuat pegaduan pada Kepala desa dan imeumMeunasah. Melihat masalah yang muncul maka pihak petua adat memanggil kedua belah pihak yang bersengketa untuk duduk satu meja guna mendamaikan persengketaan mereka, sehingga diantara mereka tidak ada lagi persengketaan. Sehingga dengan demikian, hasil dari perdamaian tersebut pemilik sawah dan petani kembali kepada perjanjian awal. Yaitu 50;50 atau menurut perjanjian yang telah mereka janjikan bersama secara lisan.130

Cara mendamaikan secara adat dalam masyarakat aceh dilakukan setelah adanya pertemuan antara pihak-pihak yang bertikai dengan para pemangku adat baik itu kepala desa (Geuchik), Imeum Meunasah serta Imeum Mukim dan Majelis Adat

Aceh dalam hal ini adalah setelah pihak-pihak bersengketa menemukan kata sepakatdalam musyawarah setelah duduk satu meja tentang masalah yang disengketakan, maka para petua adat akan mentepung tawari (Pesijuek) dan mempesuntieng dengan Bulekat kuneng (Ketan kuning) para pihak yang bersengketa sehingga pada akhirnya antara kedua mereka berjabat tangan pertanda antara mereka berdua tidak ada lagi perselisihan. Acara adat ini merupakan rangkaian terakhir tentang tata cara menyelesaikan sengketa guna mendamaikan keduanya131

Dokumen terkait