BAB IV PENYELESAIAN NUMERIS SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL
A. Penyelesaian Numeris Sistem Persamaan Diferensial Lotka-Volterra
B. Pembahasan Hasil Simulasi BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA
5 BAB II
PERSAMAAN DIFERENSIAL DAN TURUNAN NUMERIK
Pada bab ini akan dibahas landasan teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini. Landasan teori tersebut meliputi: turunan, persamaan diferensial, fungsi bebas linear dan bergantung linear, Wronskian, determinan matriks, nilai eigen, turunan numerik, metode Euler dan metode Heun.
A. Turunan
Pada subbab ini akan dibahas mengenai definisi turunan dan aturan rantai.
Definisi 2.1.1
Misalkan suatu fungsi ๐ terdefinisi pada interval terbuka yang memuat titik ๐, maka turunan fungsi ๐ di titik ๐ yang dinotasikan ๐โฒ(๐) adalah
๐โฒ(๐) = lim โโ0
๐(๐+โ)โ๐(๐)
โ (2.1)
dengan ketentuan limit tersebut ada.
Contoh
Tentukan turunan di titik ๐ฅ = 3 dengan fungsi ๐(๐ฅ) =1 ๐ฅ+ 2. Penyelesaian: ๐โฒ(3) = lim โโ0 ๐(3 + โ) โ ๐(๐) โ = lim โโ0 (3 + โ + 2) โ1 73 โ = lim โโ0 3 โ (3 + โ) 3(3 + โ) โ = lim โโ0 โโ 3โ(3 + โ)
= lim โโ0 โ1 3(3 + โ) = โ1 9
Jadi, nilai turunan fungsi ๐(๐ฅ) =1
๐ฅ+ 2 di titik ๐ฅ = 3 adalah โ1 9.
Aturan Rantai
Misalkan ๐ฆ = ๐(๐ข), ๐ข = ๐(๐ฅ), dan turunan ๐โฒ(๐ข) dan ๐โฒ(๐ฅ) ada, maka fungsi komposisi yang didefinisikan dengan ๐ฆ = ๐(๐(๐ฅ)) mempunyai turunan yang diberikan dengan ๐ฆโฒ(๐ฅ) = ๐โฒ(๐ข)๐โฒ(๐ฅ), atau ๐๐ฆ ๐๐ฅ = ๐๐ฆ ๐๐ข ๐๐ข ๐๐ฅ .
Pembuktian aturan rantai dapat dibaca pada (Swokowski, 1980:115).
Contoh
Jika ๐ฆ = ๐ข2dan ๐ข = ๐ฅ + 1, maka cari ๐ฆโฒ(๐ฅ). Penyelesaian:
Diketahui ๐ฆ = ๐ข2dan ๐ข = ๐ฅ + 1,
๐ฆโฒ(๐ข) = 2๐ข, ๐ขโฒ(๐ฅ) = 1.
Sehingga menurut aturan rantai di atas ๐๐ฆ ๐๐ฅ = ๐๐ฆ ๐๐ข ๐๐ข ๐๐ฅ = (2๐ข)( 1) = 2๐ข = 2(๐ฅ + 1) Jadi, ๐ฆโฒ(๐ฅ) = 2(๐ฅ + 1).
B. Persamaan Diferensial
Pada subbab ini akan dibahas definisi dari persamaan diferensial dan klasifikasi persamaan diferensial.
1. Definisi Persamaan Diferensial
Pada bagian ini akan dibahas terlebih dahulu definisi dari persamaan diferensial dan contohnya.
Definisi 2.1.2
Persamaan diferensial adalah persamaan yang menyatakan hubungan antara suatu fungsi dengan turunan-turunannya.
Contoh persamaan diferensial ๐๐ฆ ๐๐ฅโ 18๐ฅ = 6 (2.2) ๐3๐ฆ ๐๐ก3 +๐๐ฆ ๐๐ก โ 3๐ฆ = 0 (2.3) ๐2๐ข ๐๐ฅ2 โ๐๐ข ๐๐ก = 0 (2.4) ๐2๐ข ๐๐ฅ2+๐ 2๐ข ๐๐ฆ2 =๐๐ข ๐๐ก (2.5)
2. Klasifikasi Persamaan Diferensial
Persamaan diferensial dapat diklasifikasikan berdasarkan banyaknya variabel bebas dan orde persamaan diferensial.
Definisi 2.1.3
Persamaan diferensial biasa adalah persamaan diferensial yang memuat turunan biasa dan hanya memuat satu variabel bebas.
Contoh
Persamaan (2.2) adalah persamaan diferensial biasa dengan variabel bebasnya adalah ๐ฅ dan variabel terikatnya adalah ๐ฆ. Persamaan (2.3) juga merupakan persamaan diferensial biasa.
Definisi 2.1.4
Persamaan diferensial parsial adalah persamaan diferensial parsial yang memuat turunan parsial dan terdapat lebih dari satu variabel bebas.
Contoh
Persamaan (2.4) adalah persamaan diferensial parsial dengan ๐ข adalah variabel terikat, sedangkan ๐ฅ dan ๐ก adalah variabel bebas. Persamaan (2.5) juga merupakan persamaan diferensial parsial.
Definisi 2.1.5
Klasifikasi persamaan diferensial berdasarkan orde:
Orde dari suatu persamaan diferensial adalah orde turunan tertinggi yang terdapat pada persamaan diferensial. Berdasarkan Roger (1982:76) suatu persamaan diferensial orde ke-๐ dapat ditulis ke dalam bentuk
๐๐๐ฆ ๐๐ฅ๐ = ๐ (๐ฅ, ๐ฆ,๐๐ฆ ๐๐ฅ, โฆ , ๐๐โ1๐ฆ ๐๐ฅ๐โ1). (2.6) Contoh
Persamaan (2.2) adalah persamaan diferensial biasa orde satu karena turunan tertinggi yang terdapat pada persamaan di atas adalah turunan pertama. Persamaan (2.3) adalah persamaan diferensial biasa (PDB) orde tiga, persamaan (2.4) dan (2.5) adalah persamaan diferensial parsial (PDP) orde dua.
Persamaan diferensial biasa juga dapat diklasifikasikan lagi berdasarkan linearitasnya.
Definisi 2.1.6
Persamaan diferensial biasa orde ๐, dengan variabel bebas ๐ฅ dan variable terikat ๐ฆ dikatakan linear jika dapat ditulis ke dalam bentuk
๐0(๐ฅ)๐ ๐๐ฆ ๐๐ฅ๐+ ๐1(๐ฅ)๐ ๐โ1๐ฆ ๐๐ฅ๐โ1+ โฏ + ๐๐โ1(๐ฅ)๐๐ฆ ๐๐ฅ+ ๐๐(๐ฅ)๐ฆ = ๐(๐ฅ), (2.7)
dengan ๐0 tidak sama dengan 0.
Contoh
Persamaan (2.2) dan (2.3) adalah persamaan diferensial biasa linear. Dapat diamati bahwa pada kedua persamaan tersebut variabel terikat dan turunan-turunannya berpangkat satu, tidak ada perkalian antara variabel terikat dengan turunan-turunannya, serta tidak ada bentuk nonlinear dari variable terikat maupun bentuk nonlinear dari turunan-turunannya.
Definisi 2.1.7
Suatu persamaan diferensial biasa dikatakan nonlinear jika persamaan diferensial tersebut tidak linear.
Contoh
Berikut ini adalah persamaan diferensial biasa yang nonlinear: 3๐๐ฆ ๐๐ฅโ 18๐ฆ 2 = 0 (2.8) ๐3๐ฆ ๐๐ก3 + (๐๐ฆ ๐๐ก) 2 โ 3๐ฆ = 0 (2.9) ๐3๐ฆ ๐๐ก3 + (๐ 2๐ฆ ๐๐ก2) (๐๐ฆ ๐๐ก) โ 3๐ฆ = 0 (2.10)
Persamaan (2.8) adalah persamaan nonlinear karena variable terikat ๐ฆ yang terdapat dalam persamaan tersebut berpangkat dua dengan bentuk 18๐ฆ2. Persamaan (2.9) adalah persamaan nonlinear karena terdapat bentuk (๐๐ฆ
๐๐ก)2, yang mana memuat pangkat dua dari turunan pertamanya. Persamaan (2.10) juga nonlinear karena bentuk (๐2๐ฆ
๐๐ก2) (๐๐ฆ
๐๐ก), yang mana memuat perkalian antara turunan kedua dan turunan pertama.
C. Fungsi Bebas Linear dan Bergantung Linear
Pada subbab ini akan dibahas definisi dari fungsi yang bebas linear dan bergantung linear.
Definisi 2.1.8
Fungsi ๐ฆ1(๐ก), ๐ฆ2(๐ก), โฆ , ๐ฆ๐(๐ก) dikatakan bergantung linear pada interval I, jika ada konstanta ๐1, ๐2, โฆ , ๐๐ yang tidak semuanya nol atau dengan kata lain ada ๐๐ โ 0 untuk suatu atau beberapa ๐ dengan ๐ = 1,2, โฆ , ๐, sehingga menyebabkan
๐1๐ฆ1(๐ก) + ๐2๐ฆ2(๐ก) + โฏ + ๐๐๐ฆ๐(๐ก) = 0 (2.11)
untuk semua t pada interval I.
Definisi 2.1.9
Fungsi ๐ฆ1(๐ก), ๐ฆ2(๐ก), โฆ , ๐ฆ๐(๐ก) dikatakan bebas linear pada interval ๐ผ, jika
๐1๐ฆ1(๐ก) + ๐2๐ฆ2(๐ก) + โฏ + ๐๐๐ฆ๐(๐ก) = 0 (2.12)
untuk semua ๐ก pada interval ๐ผ yang berakibat ๐1 = ๐2 = โฏ ๐๐ = 0.
D. Wronskian
Pada subbab ini akan dibahas definisi dari Wronskian dan teorema yang berhubungan dengan Wronskian.
Definisi 2.1.10
๐[๐1, โฆ , ๐๐](๐ฅ) โ || ๐1(๐ฅ) ๐2(๐ฅ) โฏ ๐๐(๐ฅ) ๐1โฒ(๐ฅ) ๐2โฒ(๐ฅ) โฏ ๐๐โฒ(๐ฅ) โฎ โฎ โฏ โฎ ๐1(๐โ1)(๐ฅ) ๐2(๐โ1)(๐ฅ) โฏ ๐๐(๐โ1)(๐ฅ) || (2.13)
disebut Wronskian dari ๐1, โฆ , ๐๐.
Contoh
Misalkan diketahui ๐1 = sin(๐ฅ) , ๐2 = cos (๐ฅ) dan ๐3 = โsin (๐ฅ) yang terdiferensial dua kali. Tentukan Wronskian dari ๐1, ๐2, ๐3.
Penyelesaian:
Diketahui ๐1 = sin(๐ฅ) , ๐2 = cos (๐ฅ) dan ๐3 = โsin (๐ฅ), sehingga menurut definisi 2.3.5 Wronskian dari ๐1, ๐2, ๐3 adalah
๐[ ๐1, ๐2, ๐3] = |
sin (๐ฅ) cos (๐ฅ) โsin (๐ฅ)
cos (๐ฅ) โsin (๐ฅ) โcos (๐ฅ)
โsin (๐ฅ) โcos (๐ฅ) sin (๐ฅ)
| (2.14)
Teorema 2.1.11
Misalkan {๐1, โฆ , ๐๐} menjadi suatu himpunan fungsi-fungsi yang terdiferensial ๐ โ 1 kali. Himpunan fungsi-fungsi {๐1, โฆ , ๐๐} tersebut adalah bebas linear jika dan hanya jika ๐[๐1, โฆ , ๐๐](๐ฅ) โ 0. Jika himpunan fungsi-fungsi tersebut tidak bebas linear, maka himpunan fungsi-fungsi tersebut dikatakan bergantung linear.
Contoh
Tentukan apakah kedua himpunan berikut ini bebas linear atau bergantung linear dengan menggunakan Wronskian.
a). {๐โ๐ก, ๐โ2๐ก} b.) {๐ฅ + 2, ๐ฅ โ 3, ๐ฅ + 1}
Penyelesaian:
a.) Wronskian adalah sebagai berikut:
๐(๐ก) = | ๐โ๐ก ๐โ2๐ก
= ๐โ๐ก(โ2๐โ2๐ก) โ ๐โ2๐ก(โ๐โ๐ก)
= โ2๐โ3๐ก+ ๐โ3๐ก
= โ๐โ3๐ก
Hasil dari Wronskiannya adalah โ๐โ3๐ก , sehingga menurut Teorema 2.1.11 himpunan fungsi pada nomor a) adalah bebas linear.
b.) Wronskiannya adalah sebagai berikut:
๐(๐ก) = | ๐ฅ + 2 ๐ฅ โ 3 ๐ฅ + 1 2 โ3 1 0 0 0 | = (๐ฅ + 2)(โ3)(0) + (๐ฅ โ 3)(1)(0) + (๐ฅ + 1)(2)(0) โ (๐ฅ โ 3)(2)(0) โ (๐ฅ + 2)(1)(0) โ (๐ฅ + 1)(โ3)(0) = 0
Hasil dari Wronskiannya adalah 0, sehingga menurut Teorema 2.1.11 himpunan fungsi pada nomor b adalah bergantung linear.
E. Determinan Matriks
Pada subbab ini akan dibahas definisi determinan dan cara mencari determinan 2 ร 2 dan ๐ ร ๐.
1. Determinan Matriks ๐ ร ๐ Diketahui matriks berukuran 2 ร 2
๐ด = [๐ ๐
๐ ๐],
nilai ๐๐ โ ๐๐ disebut determinan matriks ๐ด dan ditulis sebagai berikut
det(A) = det [๐๐ ๐๐] = ๐๐ โ ๐๐,
Contoh
Diketahui suatu matriks 2 ร 2 yaitu
๐ด = [2 4
5 2]. Tentukanlah determinan dari matriks ๐ด.
Penyelesaian:
det(A) = det [2 45 2] = (2 ร 2) โ (4 ร 5) = 4 โ 20 = โ16.
Jadi, determinan dari matriks ๐ด adalah โ16.
2. Determinan Matriks ๐ ร ๐
Pada bagian ini cara mencari atau menghitung determinan matriks ๐ ร ๐ akan menggunakan minor dan kofaktor dengan ๐ โฅ 3.
Definisi 2.1.12
Diketahui matriks ๐ด berukuran ๐ ร ๐. Minor ๐๐๐ adalah determinan dari matriks berukuran (๐ โ 1) ร (๐ โ 1) yang diperoleh dari matriks ๐ด dengan menghapus baris ke-๐ dan kolom ke-๐. Sedangkan kofaktor ๐ด๐๐ = (โ1)๐+๐๐๐๐ (Budhi, 1995:89).
Teorema 2.1.13
Diketahui matriks berukuran ๐ ร ๐. Nilai determinan matriks ๐ด dapat dihitung dengan cara perluasan baris ke-๐
det(A) = ๐๐1๐ด๐1+ ๐๐2๐ด๐2+ โฏ + ๐๐๐๐ด๐๐
= (โ1)๐+1๐๐1๐๐1+ (โ1)๐+2๐๐2๐๐2+ โฏ + (โ1)๐+๐๐๐๐๐๐๐,
sedangkan perluasan untuk kolom ke-๐ adalah det(A) = ๐1๐๐ด1๐+ ๐2๐๐ด2๐+ โฏ + ๐๐๐๐ด๐๐
= (โ1)1+๐๐1๐๐1๐ + (โ1)2+๐๐2๐๐2๐ + โฏ + (โ1)๐+๐๐๐๐๐๐๐.
Contoh
Hitunglah nilai determinan dari matriks berikut ini
๐ต = [ 1 0 0 โ2 0 โ1 0 0 3 4 5 7 1 2 4 โ1 ]. Penyelesaian: det(๐ต) = det [ 1 0 0 โ2 0 โ1 0 0 3 4 5 7 1 2 4 โ1 ],
perhitungan determinan matriks ๐ต akan menggunakan perluasan baris ke-2. Sehingga determinan matriks ๐ต dapat ditulis
det(B) = (โ1)2+2๐22๐22 = (โ1)(โ1) det [ 1 0 โ2 3 5 7 1 4 โ1 ] = โdet [ 1 0 โ2 3 5 7 1 4 โ1 ]
Selanjutnya akan dihitung determinan matriks 3 ร 3 yang dihasilkan di atas dengan menggunakan perluasan baris juga
โdet [ 1 0 โ2 3 5 7 1 4 โ1 ] = โ ((โ1)1+11 det [54 โ17 ] + (โ1)1+3(โ2) det [3 5 1 4]) = โ((โ5 โ 28) + (โ2)(12 โ 5)) = 47 Jadi, det(B) = 47. F. Nilai Eigen
Bilangan real ๐ merupakan nilai eigen dari matriks ๐ด jika dan hanya jika ๐ memenuhi persamaan karakteristik
|๐ด โ ๐๐ผ| = 0,
Pembuktian pernyataan ini dapat dilihat pada (Budhi, 1995:269).
Contoh
๐ด = [3 5 6 2].
Penyelesaian:
Langkah pertama bentuk matriks
๐ด โ ๐๐ผ = [3 โ ๐ 7
6 2 โ ๐],
sehingga determinan dari matriks ๐ด โ ๐๐ผ adalah 0 = ๐ด โ ๐๐ผ
= (3 โ ๐)(2 โ ๐) โ (6)(7)
= ๐2โ 5๐ + 6 โ 42 = ๐2โ 5๐ โ 36
= (๐ + 4)(๐ โ 9).
Jadi, matriks ๐ด mempunyai dua nilai eigen yaitu ๐1 = โ4 dan ๐2 = 9.
G. Turunan Numerik
Sebelum membahas turunan numerik akan terlebih dahulu dibahas ekspansi deret Taylor.
Teorema 2.1.14
Misalkan ๐ adalah sebuah fungsi yang turunan ke ๐ + 1, yaitu ๐(๐+1), ada pada interval [๐, ๐], dan ๐ฅ0 ๐ [๐, ๐]. Untuk setiap ๐ฅ ๐ [๐, ๐] ada ๐(๐ฅ) diantara ๐ฅ0 dan ๐ฅ dengan ๐(๐ฅ) = ๐๐(๐ฅ) + ๐ ๐(๐ฅ), (2.15) dimana ๐๐(๐ฅ) = ๐(๐ฅ0) + ๐โฒ(๐ฅ0)(๐ฅ โ ๐ฅ0) +๐โฒโฒ(๐ฅ0) 2! (๐ฅ โ ๐ฅ0)2+ โฏ +๐(๐)(๐ฅ0) ๐! (๐ฅ โ ๐ฅ0)๐ dan ๐ ๐(๐ฅ) =๐ (๐+1)(๐(๐ฅ)) (๐ + 1)! (๐ฅ โ ๐ฅ0)๐+1.
Persamaan (2.15) secara umum dapat ditulis ke dalam bentuk sebagai berikut: ๐(๐ฅ๐+1) = ๐(๐ฅ๐) + ๐ โฒ(๐ฅ๐)(๐ฅ โ ๐ฅ๐) +๐โฒโฒ(๐ฅ๐) 2! (๐ฅ โ ๐ฅ๐)2+ โฏ + ๐(๐)(๐ฅ๐) ๐! (๐ฅ โ ๐ฅ๐)๐+ ๐ ๐(๐ฅ), atau ๐(๐ฅ๐+1) = ๐(๐ฅ๐) + ๐โฒ(๐ฅ๐)ฮ๐ฅ +๐โฒโฒ(๐ฅ๐) 2! (ฮ๐ฅ)2+ โฏ +๐(๐)(๐ฅ๐) ๐! (ฮ๐ฅ)๐+ ๐ ๐(๐ฅ), (2.16) dimana ฮ๐ฅ = ๐ฅ โ ๐ฅ๐.
1. Pendekatan Turunan Orde Satu Menggunakan Beda Maju
Jika kita memotong deret Taylor setelah turunan orde satu pada persamaan (2.16) maka akan diperoleh
๐(๐ฅ๐+1) = ๐(๐ฅ๐) + ๐โฒ(๐ฅ๐)ฮ๐ฅ + ๐ 1, (2.17) dimana ๐ 1 = ๐ โฒโฒ(๐) 2! ฮ๐ฅ 2 atau ๐ 1 ฮ๐ฅ = ๐โฒโฒ(๐) 2 ฮ๐ฅ.
Jika ruas kiri dan kanan persamaan (2.16) kita bagi dengan ฮ๐ฅ akan diperoleh ๐(๐ฅ๐+1) ฮ๐ฅ = ๐(๐ฅ๐) ฮ๐ฅ + ๐โฒ(๐ฅ๐)(๐ฅ โ ๐ฅ๐) ฮ๐ฅ + ๐ 1 ฮ๐ฅ atau ๐โฒ(๐ฅ๐) โ ๐(๐ฅ๐+1) โ ๐(๐ฅ๐) ฮ๐ฅ โ ๐ 1 ฮ๐ฅ , atau ๐โฒ(๐ฅ๐) โ ๐(๐ฅ๐+1) โ ๐(๐ฅ๐) ฮ๐ฅ + ๐(ฮ๐ฅ). (2.18)
Persamaan (2.18) adalah pendekatan turunan numerik orde satu dengan menggunakan beda maju. Ilustrasi grafis dari pendekatan numerik beda maju ditunjukkan oleh Gambar 2.1.1.
Gambar 2.1.7 Grafik ilustrasi pendekatan turunan orde satu dengan beda maju.
2. Pendekatan Turunan Orde Satu Menggunakan Beda Mundur
Deret Taylor dapat diekspansi mundur untuk menghitung nilai sebelumnya berdasarkan nilai sekarang. Jika deret Taylor pada persamaan (2.16) diekspansi mundur maka akan diperoleh:
๐(๐ฅ๐โ1) = ๐(๐ฅ๐) โ ๐โฒ(๐ฅ๐)ฮ๐ฅ +๐โฒโฒ(๐ฅ๐)
2! (ฮ๐ฅ)2โ โฏ +๐(๐)(๐ฅ๐)
๐! (ฮ๐ฅ)๐+ ๐ ๐(๐ฅ),
(2.19)
Jika kita memotong deret Taylor setelah turunan orde satu pada persamaan (2.20) maka akan diperoleh:
๐(๐ฅ๐โ1) = ๐(๐ฅ๐) โ ๐โฒ(๐ฅ๐)ฮ๐ฅ + ๐ 1, (2.21)
dengan melakukan operasi aljabar pada persamaan (2.19) akan peroleh ๐โฒ(๐ฅ๐) โ ๐(๐ฅ๐) โ ๐(๐ฅ๐โ1) ฮ๐ฅ โ ๐ 1 ฮ๐ฅ , atau ๐โฒ(๐ฅ๐) โ ๐(๐ฅ๐) โ ๐(๐ฅ๐โ1) ฮ๐ฅ + ๐(ฮ๐ฅ). (2.22)
Persamaan (2.22) adalah pendekatan turunan numerik orde satu dengan menggunakan beda mundur. Ilustrasi grafis dari pendekatan numerik beda mundur ditunjukkan oleh Gambar 2.1.2.
๐ฅ ๐ฅ๐+1 ๐ฅ๐ ๐ฅ๐โ1 ๐(๐ฅ) ฮ๐ฅ
Gambar 2.1.8 Grafik ilustrasi pendekatan turunan orde satu dengan beda mundur.
3. Pendekatan Turunan Orde Satu Menggunakan Beda Tengah
Pendekatan turunan numerik yang ketiga ini atau beda tengah diperoleh dengan cara mengurai ekspansi deret Taylor maju dengan ekspansi deret Taylor mundur. Atau dengan kata lain pendekatan beda tengah diperoleh dengan cara pendekatan rata-rata beda maju dan beda mundur.
Jika persamaan (2.16) dikurang persamaan (2.19) akan diperoleh: ๐โฒ(๐ฅ๐) โ ๐(๐ฅ๐+1) โ ๐(๐ฅ๐โ1)
2ฮ๐ฅ + ๐(ฮ๐ฅ
2) (2.23)
Persamaan (2.23) adalah pendekatan turunan numerik orde satu dengan menggunakan beda tengah. Ilustrasi grafis dari pendekatan numerik beda tengah ditunjukkan oleh Gambar 2.1.3.
Gambar 2.1.9 Grafik ilustrasi pendekatan turunan orde satu dengan beda tengah. ๐(๐ฅ) ๐ฅ ๐ฅ๐ ๐ฅ๐โ1 ๐ฅ๐+1 ฮ๐ฅ ๐(๐ฅ) ๐ฅ ๐ฅ๐ ๐ฅ๐โ1 ๐ฅ๐+1 2ฮ๐ฅ
H. Metode Euler
Dipandang suatu persamaan diferensial
๐ฆโฒ(๐ก) = ๐(๐ก, ๐ฆ), ๐ฆ(๐ก0) = ๐ฆ0 (2.24)
dan diasumsikan bahwa penyelesaian dari persamaan (2.24) di atas dapat ditulis dalam bentuk deret Taylor, yaitu
๐ฆ(๐ก) = ๐ฆ(๐ก0) + ๐ฆโฒ(๐ก0)(๐ก โ ๐ก0) +๐ฆ
โฒโฒ(๐ก0)(๐ก โ ๐ก0)2
2 + โฏ.
(2.25)
Ketika ๐ฆโฒ(๐ก0) = ๐(๐ก0, ๐ฆ(๐ก0)) dan ฮ๐ก = ๐ก1โ ๐ก0 disubstitusikan ke persamaan (2.25) akan menghasilkan bentuk ๐ฆ(๐ก1) sebagai berikut
๐ฆ(๐ก1) = ๐ฆ(๐ก0) + ฮ๐ก ๐(๐ก0, ๐ฆ(๐ก0)) +๐ฆ
โฒโฒ(๐ก0)(ฮ๐ก)2
2 + โฏ.
(2.26)
Jika kita memilih ฮ๐ก yang cukup kecil, maka kita bisa mengabaikan suku yang memuat (ฮ๐ก)2 beserta suku-suku yang ordenya lebih tinggi dan akan diperoleh
๐ฆ(๐ก1) = ๐ฆ(๐ก0) + ฮ๐ก ๐(๐ก0, ๐ฆ(๐ก0)), (2.27)
yang mana merupakan aproksimasi Euler. Sehingga secara umum langkah untuk metode Euler adalah
๐ก๐+1 = ๐ก๐+ ฮ๐ก, ๐ฆ๐+1 = ๐ฆ๐ + ฮ๐ก ๐(๐ก๐, ๐ฆ๐), (2.28) dengan ๐ = 0, 1, โฆ , ๐ โ 1, untuk mendapatkan ๐ฆ1, ๐ฆ2, ๐ฆ3, โฆ , ๐ฆ๐.
Contoh
Gunakanlah metode Euler untuk menyelesaikan aproksimasi masalah nilai awal dari persamaan ๐ฆโฒ = ๐ ๐ฆ pada interval [0,1] dengan ๐ฆ(0) = ๐ฆ0 dan ๐ adalah konstanta.
Penyelesaian:
Dipilih selisih jaraknya adalah ฮ๐ก dan berdasarkan persamaan (2.28) akan diperoleh persamaan beda untuk masalah nilai awal tersebut adalah
๐ฆ๐+1= ๐ฆ๐+ ฮ๐ก(๐ ๐ฆ๐)
๐ฆ๐+1 = ๐ฆ๐(1 + ฮ๐ก๐ ).
Jika kita mengurutkan nilai-nilai dari penyelesain tersebut secara rekursif, akan diperoleh ๐ฆ1 = ๐ฆ0(1 + ฮ๐ก๐ ) ๐ฆ2 = ๐ฆ1(1 + ฮ๐ก๐ ) = ๐ฆ0(1 + ฮ๐ก๐ )2 ๐ฆ3 = ๐ฆ2(1 + ฮ๐ก๐ ) = ๐ฆ0(1 + ฮ๐ก๐ )3 โฎ ๐ฆ๐ = ๐ฆ๐โ1(1 + ฮ๐ก๐ ) = ๐ฆ0(1 + ฮ๐ก๐ )๐
atau secara umum skema Euler untuk masalah nilai awal tersebut menghasilkan nilai
๐ฆ๐ = ๐ฆ0(1 + ฮ๐ก๐ )๐,
untuk ๐ = 0, 1, โฆ , ๐.
I. Metode Heun
Penyelesaian numerik dari suatu persamaan diferensial dengan masalah nilai awal dapat diselesaikan dengan metode Euler. Selain dengan menggunakan metode Euler dapat juga menggunakan metode Heun yang mana merupakan peningkatan dari metode Euler. Misalnya diketahui
๐ฆโฒ(๐ก) = ๐(๐ก, ๐ฆ), ๐ฆ(๐ก0) = ๐ฆ0, (2.29)
dengan menggunakan metode Heun langkah pertama yang dihitung adalah nilai dari ๐ฆฬ๐+1 dan yang terakhir adalah menghitung pendekatan dari ๐ฆ๐+1. Secara umum langkah untuk metode Heun adalah
๐ฆฬ๐+1 = ๐ฆ๐+ ฮ๐ก ๐(๐ก๐, ๐ฆ๐)
(2.30) ๐ฆ๐+1= ๐ฆ๐+ฮ๐ก
2 [๐(๐ก๐, ๐ฆ๐) + ๐(๐ก๐+1, ๐ฆฬ๐+1)], dimana ฮ๐ก adalah selisih jarak dan ๐ก๐+1 = ๐ก๐+ ฮ๐ก.
Contoh
Gunakanlah metode Heun untuk menyelesaikan aproksimasi masalah nilai awal dari persamaan ๐ฆโฒ = ๐ ๐ฆ pada interval [0,1] dengan ๐ฆ(0) = ๐ฆ0 dan ๐ adalah konstanta.
Penyelesaian:
Dipilih selisih jarak ฮ๐ก dan berdasarkan persamaan (2.30) akan diperoleh persamaan beda untuk masalah nilai awal tersebut adalah
๐ฆฬ๐+1 = ๐ฆ๐+ ฮ๐ก ๐ ๐ฆ๐, ๐ฆ๐+1 = ๐ฆ๐+ฮ๐ก 2 [๐ ๐ฆ๐+ (๐ฆ๐+ ฮ๐ก ๐ ๐ฆ๐)], atau ๐ฆฬ๐+1 = ๐ฆ๐(1 + ฮ๐ก๐ ), ๐ฆ๐+1 = ๐ฆ๐(1 +ฮ๐ก 2 [๐ + 1 + ฮ๐ก๐ ]).
Sehingga persamaan beda untuk persamaan (2.30) bisa ditulis dalam satu bentuk saja, yaitu
๐ฆ๐+1= ๐ฆ๐(1 +ฮ๐ก
2 [๐ + 1 + ฮ๐ก๐ ]).
Jika kita mengurutkan nilai-nilai dari penyelesaian tersebut secara rekursif, akan diperoleh ๐ฆ1 = ๐ฆ0(1 +ฮ๐ก 2 [๐ + 1 + ฮ๐ก๐ ]) , ๐ฆ2 = ๐ฆ1(1 +ฮ๐ก 2 [๐ + 1 + ฮ๐ก๐ ]) = ๐ฆ0(1 +ฮ๐ก 2 [๐ + 1 + ฮ๐ก๐ ]) 2 โฎ ๐ฆ๐ = ๐ฆ๐โ1(1 +ฮ๐ก 2 [๐ + 1 + ฮ๐ก๐ ]) = ๐ฆ0(1 +ฮ๐ก 2 [๐ + 1 + ฮ๐ก๐ ]) ๐
atau secara umum skema Heun untuk masalah nilai awal tersebut menghasilkan nilai
๐ฆ๐ = ๐ฆ0(1 +ฮ๐ก 2 [๐ + 1 + ฮ๐ก๐ ]) ๐ . untuk ๐ = 0, 1, โฆ , ๐. J. Metode Biseksi Teorema 2.1.15
Jika terdapat fungsi ๐ yang kontinu pada interval tertutup [๐, ๐] dan ๐(๐). ๐(๐) < 0, maka ada ๐ โ (๐, ๐) sehingga berlaku ๐(๐) = 0.
Bukti:
Diketahui bahwa ๐(๐). ๐(๐) < 0 hal ini terjadi ketika ๐(๐) < 0 dan ๐(๐) > 0. Didefinisikan suatu himpunan
๐ธ = {๐ฅ โ [๐, ๐] โถ ๐(๐ฅ) < 0}.
dan himpunan tersebut tidak kosong karena ๐ โ ๐ธ dan ๐ธ mempunyai batas atas ๐. Misalkan ๐(๐) โ 0 karena ๐ kontiniu pada ๐ terdapat ๐ฟ > 0 sedemikian sehingga |๐ฅ โ ๐| < ๐ฟ dan ๐ฅ โ [๐, ๐] sehingga mengakibatkan
|๐(๐ฅ) โ ๐(๐)| < 1
2|๐(๐)|. Jika ๐(๐) < 0, maka ๐ โ ๐ dan
๐(๐ฅ) = ๐(๐) + ๐(๐ฅ) โ ๐(๐) < ๐(๐) โ1 2๐(๐),
Untuk semua ๐ฅ โ [๐, ๐] sehinga |๐ฅ โ ๐| < ๐ฟ. Jadi ๐(๐ฅ) <1
2๐(๐) < 0. Karena ada ๐ฅ โ ๐ธ dengan ๐ฅ > ๐, yang mana kontradiksi dengan fakta bahwa ๐ adalah batas atas dari ๐ธ.
Jika ๐(๐) > 0, maka ๐ โ ๐ dan
๐(๐ฅ) = ๐(๐) + ๐(๐ฅ) โ ๐(๐) > ๐(๐) โ1 2๐(๐), untuk semua ๐ฅ โ [๐, ๐], sehingga |๐ฅ โ ๐| < ๐ฟ. Jadi, ๐(๐ฅ) > 1
2๐(๐) > 0. Ada ๐ฝ > 0 sehingga ๐ โ ๐ฝ โฅ ๐ dan ๐(๐ฅ) > 0 untuk ๐ โ ๐ฝ โค ๐ฅ โค ๐.
Pada kasus ini, ๐ โ ๐ฝ < ๐ adalah batas atas dari ๐ธ. Karena ๐ adalah batas atas dan ๐(๐ฅ) > 0 untuk ๐ โ ๐ฝ โค ๐ฅ โค ๐, yang mana kontradiksi bahwa ๐ merupakan batas paling atas. Karena ๐ โ ๐, ๐ maka terbukti bahwa ๐(๐) = 0.
Diberikan suatu fungsi ๐ yang kontinu pada interval [๐, ๐] dan ๐ โ (๐, ๐) merupakan akar karakteristik dari fungsi ๐.
Langkah pertama dalam metode biseksi yaitu menentukan nilai tengah, yaitu
๐ =๐ + ๐
2 ,
selanjutnya menganalisis kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul: 1. Jika ๐(๐). ๐(๐) < 0, maka akar dari fungsi f terletak diantara ๐ dan ๐, 2. Jika ๐(๐). ๐(๐) > 0, maka akar dari fungsi f terletak diantara ๐ dan ๐, 3. Jika ๐(๐). ๐(๐) = 0, maka ๐ atau ๐ adalah akar real dari fungsi ๐.
24 BAB III
SISTEM PERSAMAAN DIFERENSIAL LOTKA-VOLTERRA TERMODIFIKASI DAN METODE BEDA HINGGA EKSAK
Pada bab ini akan dibahas sistem persamaan diferensial Lotka-Volterra termodifikasi dan metode beda hingga eksak yang akan digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial Lotka-Volterra termodifikasi.
A. Sistem Persamaan Lotka-Volterra Termodifikasi
Dalam subbab ini akan dibahas model dari persamaan diferensial Lotka-Volterra khususnya untuk model kompetisi dan juga akan dipaparkan hasil modifikasi dari persamaan diferensial Lotka-Volterra.
1. Persamaan Diferensial Lotka-Volterra
Misalkan ๐ฅ menggambarkan jumlah populasi rusa pada waktu ๐ก dan ๐ฆ menggambarkan jumlah populasi zebra pada waktu ๐ก. Rusa merupakan hewan herbivora yang bertahan hidup dengan mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan. Kita dapat mengasumsikan laju pertumbuhan rusa per kapita (tanpa adanya zebra) memiliki nilai konstan ๐1, dengan ๐1 > 0, tetapi dengan adanya zebra akan mengurangi laju pertumbuhan rusa per kapita. Jika kita mengasumsikan bahwa laju pertumbuhan rusa berkurang sejumlah ๐12๐ฆ yang sebanding dengan jumlah zebra, dengan ๐12 > 0, maka laju pertumbuhan rusa per kapita yang dihasilkan adalah ๐1โ ๐12๐ฆ. Persamaan pertumbuhan rusa adalah
๐๐ฅ
๐๐ก = (๐1โ ๐12๐ฆ)๐ฅ.
(3.1)
Misalkan zebra bergantung sepenuhnya pada tumbuh-tumbuhan sebagai satu-satunya sumber makanan. Tanpa adanya rusa, kita mengasumsikan laju pertumbuhan zebra per kapita memiliki nilai konstan ๐2, dengan ๐2 > 0, tetapi adanya rusa akan menurunkan laju pertumbuhan zebra per kapita sejumlah ๐21๐ฅ yang sebanding dengan jumlah rusa, dengan ๐21 > 0. Laju pertumbuhan zebra per
kapita yang dihasilkan adalah ๐2โ ๐21๐ฅ, sehingga persamaan pertumbuhan zebra adalah
๐๐ฆ
๐๐ก = (๐2โ ๐21๐ฅ)๐ฆ.
(3.2)
Persamaan (3.1) dan persamaan (3.2) menghasilkan model kompetisi sebagai berikut: { ๐๐ฅ ๐๐ก = (๐1โ ๐12๐ฆ)๐ฅ, ๐๐ฆ ๐๐ก = (๐2โ ๐21๐ฅ)๐ฆ. (3.3)
Jika kita mengasumsikan bahwa sumber makanan rusa dan zebra yang awalnya tidak terbatas menjadi terbatas maka laju pertumbuhan per kapita rusa (tanpa adanya zebra dan tanpa adanya kompetisi antar rusa dalam memperoleh makanan) memiliki nilai konstan ๐1, dengan ๐1 > 0. Dengan adanya zebra dan kompetisi antar rusa dalam perebutan makanan (tumbuhan) akan mengurangi laju pertumbuhan per kapita rusa. Jika kita mengasumsikan bahwa laju pertumbuhan rusa berkurang sejumlah ๐12๐ฆ yang sebanding dengan jumlah zebra, dengan ๐12 > 0 dan sejumlah ๐11๐ฅ yang sebanding dengan jumlah rusa, dengan ๐11 > 0, maka laju pertumbuhan rusa per kapita yang dihasilkan adalah ๐1โ ๐11๐ฅ โ ๐12๐ฆ. Model pertumbuhan rusa menjadi
๐๐ฅ
๐๐ก = ๐1๐ฅ โ ๐11๐ฅ
2โ ๐12๐ฅ๐ฆ, (3.4)
Hal yang sama juga terjadi pada zebra. Jika diasumsikan sumber makan menjadi terbatas maka laju pertumbuhan zebra per kapita (tanpa adanya rusa dan kompetisi antara zebra dalam memperoleh makanan) memiliki nilai konstan ๐2, dengan ๐2 > 0. Dengan adanya rusa akan menurunkan laju pertumbuhan zebra per kapita sejumlah ๐21๐ฅ, dengan ๐21 > 0 yang sebanding dengan jumlah rusa. Akan tetapi, dengan adanya kompetisi antara zebra dalam memperoleh makanan akan mengakibatkan laju pertumbuhan zebra per kapita menurun sejumah ๐22๐ฆ, dengan ๐22 > 0 yang sebanding dengan jumlah zebra. Laju pertumbuhan zebra per kapita yang dihasilkan adalah ๐2โ ๐21๐ฅ โ ๐22๐ฆ, sehingga persamaan pertumbuhan zebra adalah
๐๐ฆ
๐๐ก = ๐2๐ฆ โ ๐21๐ฅ๐ฆ โ ๐22๐ฆ
2. (3.5)
Berdasarkan persamaan (3.4) dan persamaan (3.5) diperoleh persamaan diferensial Lotka-Volterra untuk masalah kompetisi yang didefinisikan dengan bentuk ๐๐ฅ ๐๐ก = ๐1๐ฅ โ ๐11๐ฅ 2โ ๐12๐ฅ๐ฆ, (3.6a) ๐๐ฆ ๐๐ก = ๐2๐ฆ โ ๐21๐ฅ๐ฆ โ ๐22๐ฆ 2, (3.6b) ๐ฅ(0) = ๐ฅ0> 0, ๐ฆ(0) = ๐ฆ0 > 0,
dimana ๐1, ๐2, ๐11, ๐22, ๐12, ๐21 adalah parameter konstan positif untuk kasus dinamika rusa-zebra ini dan ๐ฅ(๐ก) dan ๐ฆ(๐ก) adalah variabel terikat. Pada umumnya nilai dari parameter yang diberikan bisa bernilai positif, nol atau negatif bergantung pada kasus yang dihadapi. Kita menganggap ๐ฅ(๐ก) dan ๐ฆ(๐ก) menggambarkan besarnya masing-masing populasi.
2. Persamaan Diferensial Lotka-Volterra Termodifikasi
Kita telah mengetahui bahwa persamaan (3.6) merupakan persamaan diferensial Lotka-Volterra khususnya untuk masalah kompetisi. Persamaan diferensial Lotka-Volterra tersebut akan dimodifikasi dengan mengganti x dan y masing-masing dengan โ๐ฅ dan โ๐ฆ, sehingga kita akan memperoleh persamaan diferensial Lotka-Volterra termodifikasi sebagai berikut
๐๐ฅ ๐๐ก = ๐1โ๐ฅ โ ๐11๐ฅ โ ๐12โ๐ฅโ๐ฆ, (3.7a) ๐๐ฆ ๐๐ก = โ๐2โ๐ฆ + ๐21โ๐ฅโ๐ฆ โ ๐22๐ฆ, (3.7b)
bisa dilihat bahwa persamaan (3.6) dan (3.7) memiliki koefisien yang sama yaitu ๐1, ๐2, ๐11, ๐12, ๐21, ๐22. Penggantian ๐ฅ menjadi โ๐ฅ dan ๐ฆ dan menjadi โ๐ฆ diajukan oleh Mickens (2018) untuk dijadikan sebagai model kasus uji keefektifan metode beda hingga eksak.
B. Metode Beda Hingga Eksak
Sebelum membahas metode beda hingga eksak, akan dibahas terlebih dahulu model diskret dari persamaan diferensial biasa
๐๐ฆ
๐๐ก = ๐(๐ฆ, ๐),
(3.8)
dimana ๐ adalah suatu parameter. Model beda hingga paling umum untuk persamaan (3.8) merupakan turunan diskret orde pertama yang ditunjukkan dalam bentuk sebagai berikut:
๐ฆ๐+1โ ๐ฆ๐
๐(ฮ๐ก, ๐) = ๐น(๐ฆ๐, ๐ฆ๐+1, ๐, ฮ๐ก), (3.9)
turunan diskret pada sisi kiri adalah generalisasi dari bentuk ๐๐ฆ
๐๐ก โ
๐ฆ๐+1โ ๐ฆ๐
ฮ๐ก .
(3.10)
Berdasarkan persamaan (3.9), kita peroleh dimana fungsi penyebut ๐(ฮ๐ก, ๐) mempunyai sifat
๐(ฮ๐ก, ๐) = ฮ๐ก + ๐(ฮ๐ก2), ๐ = tetap, ฮ๐ก โ 0.
(3.11)
Bentuk persamaan (3.9) di atas merupakan turunan diskret yang didasarkan pada definisi turunan (2.1) yang mana dapat digeneralisasi sebagai berikut
๐๐ฆ ๐๐ก = limฮ๐กโ0 ๐ฆ[๐ก + ๐1(ฮ๐ก)] โ ๐ฆ(๐ก) ๐2(ฮ๐ก) , (3.12) dimana ๐๐(ฮ๐ก) = ฮ๐ก + ๐(ฮ๐ก2), ฮ๐ก โ 0; ๐ = 1,2.
Contoh dari fungsi ๐(ฮ๐ก) yang memenuhi kondisi ini adalah
๐(ฮ๐ก) = { ฮ๐ก, sin(ฮ๐ก) , ๐ฮ๐กโ 1, 1 โ ๐โฮ๐ก, 1โ๐โ๐ฮ๐ก ๐ , dan lainnya.
Perlu diperhatikan dalam pengambilan limit ฮ๐ก โ 0 untuk memperoleh turunan, penggunaan salah satu dari ๐(ฮ๐ก) akan mengarah pada hasil biasa dari suatu turunan pertama
๐๐ฆ ๐๐ก = limฮ๐กโ0 ๐ฆ[๐ก + ๐1(ฮ๐ก)] โ ๐ฆ(๐ก) ๐2(ฮ๐ก) = limฮ๐กโ0 ๐ฆ(๐ก + ฮ๐ก) โ ๐ฆ(๐ก) ฮ๐ก . (3.13)
1. Skema Beda Hingga Eksak
Dipandang bentuk umum persamaan diferensial orde satu ๐๐ฆ
๐๐ก = ๐(๐ฆ, ๐ก, ๐), ๐ฆ(๐ก0) = ๐ฆ0, (3.14)
dimana ๐(๐ฆ, ๐ก, ๐) sedemiakan sehingga persamaan (3.14) memiliki penyelesaian tunggal pada interval, 0 โค ๐ก < ๐ dan ๐ adalah parameter pada interval ๐1 โค ๐ โค ๐2 dengan ๐1 dan ๐2 adalah konstanta. Penyelesaiannya dapat ditulis sebagai berikut:
๐ฆ(๐ก) = ๐(๐, ๐ฆ0, ๐ก0, ๐ก) (3.15)
dimana
๐(๐, ๐ฆ0, ๐ก0, ๐ก0) = ๐ฆ0.
Dipandang model diskret dari persamaan (3.14)
๐ฆ๐+1 = ๐(๐, ฮ๐ก, ๐ฆ๐, ๐ก๐), (3.16)
dimana ๐ก๐ = ๐. ฮ๐ก, ๐ฆ๐ โ ๐ฆ(๐ก๐).
Penyelesaian dari persamaan (3.16) dapat ditulis dalam bentuk
๐ฆ๐ = ๐(๐, ฮ๐ก, ๐ฆ0, ๐ก0, ๐ก๐), (3.17)
dimana
๐(๐, ฮ๐ก, ๐ฆ0, ๐ก0, ๐ก0) = ๐ฆ0.
Definisi 3.1.1
Persamaan (3.14) dan (3.16) dikatakan memiliki penyelesaian umum yang sama jika dan hanya jika
๐ฆ๐ = ๐ฆ(๐ก๐),
untuk sebarang ฮ๐ก > 0 dan untuk semua ๐.
Definisi 3.1.2
Suatu skema beda hingga eksak adalah suatu skema yang menghasilkan penyelesaian beda tertentu yang mana penyelesaian umum dari persamaan beda hingga tersebut sama dengan penyelesaian diferensial terkait.
Teorema 3.1.3 Persamaan diferensial
๐๐ฆ
๐๐ก = ๐(๐ฆ, ๐ก, ๐), ๐ฆ(๐ก0) = ๐ฆ0, (3.18)
mempunyai skema beda hingga eksak yang diekspresikan dengan bentuk sebagai berikut
๐ฆ๐+1= ๐(๐, ๐ฆ๐, ๐ก๐, ๐ก๐+1), (3.19)
dimana fungsi ๐ sama dengan fungsi pada persamaan (3.15). Bukti:
Diasumsikan penyelesaian umum untuk persamaan (3.18) didefinisikan sebagai berikut
๐ฆ(๐ก) = ๐(๐, ๐ฆ0, ๐ก0, ๐ก)
dimana ๐ฆ0 adalah nilai dari ๐ฅ(๐ก) saat ๐ก = ๐ก0. Nemytski and Stepanov (1969) mengatakan
๐(๐(๐ฅ, ๐ก1), ๐ก2) = ๐(๐ฅ, ๐ก1+ ๐ก2), (3.20)
sehingga berdasarkan persamaan (3.20) di atas dapat kita tulis
๐(๐(๐ฆ, ๐ก, ๐), ฮ๐ก, ๐) = ๐(๐ฆ, ๐ก + ฮ๐ก, ๐), (3.21)
dengan nilai awalnya adalah ๐ฆ(๐ก) = ๐ฆ๐ก.
Berdasarkan pembahasan di atas diperoleh penyelesaian untuk persamaan (3.21) adalah
๐ฆ(๐ก + ฮ๐ก) = ๐(๐, ๐ฆ(๐ก), ๐ก, ๐ก + ฮ๐ก). Jika kita mensubstitusi
๐ก โ ๐ก๐, ๐ฆ(๐ก) โ ๐ฆ๐,
maka penyelesaian untuk persamaan (3.21) akan menjadi
๐ฆ๐+1= ๐(๐, ๐ฆ๐, ๐ก๐, ๐ก๐+1). (3.22)
Persamaan (3.22) merupakan persamaan beda biasa yang dibutuhkan yang mana persamaan (3.22) memiliki penyelesaian umum yang dengan persamaan (3.18).
2. Contoh Skema Beda Hingga Eksak
Diberikan suatu himpunan fungsi-fungsi yang bebas linear
{๐ฆ(๐)(๐ก)} ; ๐ = 1, 2, โฆ , ๐, (3.23)
dimana fungsi-fungsi tersebut selalu mungkin membangun persamaan beda linear orde ๐, yang memiliki fungsi diskret yang sesuai sebagai penyelesaian. Diberikan
๐ฆ๐(๐) โก ๐ฆ(๐)(๐ก๐), ๐ก๐ = (ฮ๐ก)๐; (3.24)
sehingga determinan berikut ini memberikan persamaan yang diperlukan
|| ๐ฆ๐ ๐ฆ๐1 ๐ฆ๐+12 โฏ ๐ฆ๐๐ ๐ฆ๐+1 ๐ฆ๐+11 ๐ฆ๐+12 โฏ ๐ฆ๐+1๐ โฎ โฎ โฎ โฎ โฎ ๐ฆ๐+๐ ๐ฆ๐+๐1 ๐ฆ๐+๐2 โฏ ๐ฆ๐+๐๐ || = 0.
Bukti dan penjelasan tentang hal tersebut diberikan oleh Mickens (1990).
Contoh 1
Dipandang suatu fungsi
๐ฆ(1)(๐ก) = ๐โ๐๐ก, (3.25)
dimana fungsi tersebut merupakan suatu penyelesaian untuk persamaan diferensial orde satu
๐๐ฆ
๐๐ก = โ๐๐ฆ.
(3.26)
det | ๐ฆ๐ ๐ฆ๐ (1) ๐ฆ๐+1 ๐ฆ๐+1(1)| = | ๐ฆ๐ ๐โ๐ฮ๐ก๐ ๐ฆ๐+1 ๐โ๐ฮ๐ก(๐+1)| = ๐โ๐ฮ๐ก๐| ๐ฆ๐ 1 ๐ฆ๐+1 ๐โ๐ฮ๐ก| = ๐โ๐ฮ๐ก๐[๐โ๐ฮ๐ก๐ฆ๐โ ๐ฆ๐+1] = 0
atau dapat ditulis
๐ฆ๐+1 = ๐โ๐ฮ๐ก๐ฆ๐. (3.27)
Persamaan (3.27) di atas adalah persamaan beda hingga eksak atau skema beda hingga eksak yang sesuai untuk persamaan (3.26). Bentuk dari skema eksak di atas dapat ditulis ke dalam bentuk yang lebih konstruktif dengan melakukan operasi aljabar pada persamaan (3.27) sebagai berikut:
๐ฆ๐+1= ๐โ๐ฮ๐ก๐ฆ๐ atau ๐ฆ๐+1โ ๐ฆ๐+ ๐ฆ๐ = ๐โ๐ฮ๐ก๐ฆ๐ atau ๐ฆ๐+1โ ๐ฆ๐ = ๐โ๐ฮ๐ก๐ฆ๐โ ๐ฆ๐ atau ๐ฆ๐+1โ ๐ฆ๐ = ๐ ๐(๐โ๐ฮ๐ก๐ฆ๐โ ๐ฆ๐) atau ๐ฆ๐+1โ ๐ฆ๐ = โ๐ (โ๐โ๐ฮ๐ก๐ฆ๐+๐ฆ๐ ๐ ) atau ๐ฆ๐+1โ ๐ฆ๐ = โ๐ (โ๐โ๐ฮ๐ก+1 ๐ ) ๐ฆ๐ atau ๐ฆ๐+1โ ๐ฆ๐ = โ๐ (1โ๐โ๐ฮ๐ก ๐ ) ๐ฆ๐ atau ๐ฆ๐+1โ ๐ฆ๐ ( 1 โ ๐๐โ๐ฮ๐ก) = โ๐๐ฆ๐. (3.28)
Setelah melakukan operasi aljabar pada persamaan (3.27) diperoleh persamaan (3.28). Sebagai catatan metode Euler standar untuk persamaan (3.26) adalah
๐ฆ๐+1โ ๐ฆ๐
ฮ๐ก = โ๐๐ฆ๐.
(3.29)
Contoh 2
Dipandang persamaan diferensial osilator harmonik ๐2๐ฆ
๐๐ก2 + ๐ฆ = 0. (3.30)
Persamaan diferensial di atas memiliki dua penyelesaian yang bebas linear yaitu ๐ฆ(1)(๐ก) = cos(๐ก), ๐ฆ(2)(๐ก) = sin(๐ก),
atau dalam bentuk kompleks ditulis
๐ฆฬ (1)(๐ก) = ๐๐๐ก, ๐ฆฬ (2)(๐ก) = ๐โ๐๐ก.
Untuk memperoleh persamaan beda yang sesuai kita terapkan cara yang sama seperti pada contoh 1
det [
๐ฆ๐ ๐๐ฮ๐ก๐ ๐โ๐ฮ๐ก๐ ๐ฆ๐+1 ๐๐ฮ๐ก(๐+1) ๐โ๐ฮ๐ก(๐+1) ๐ฆ๐+2 ๐๐ฮ๐ก(๐+2) ๐โ๐ฮ๐ก(๐+2)
] = 0
Menggunakan aturan minor dan kofaktor diperoleh
๐ฆ๐(๐๐ฮ๐ก(๐+1)๐โ๐ฮ๐ก(๐+2)โ ๐โ๐ฮ๐ก(๐+1)๐๐ฮ๐ก(๐+2)) โ ๐๐ฮ๐ก๐(๐ฆ๐+1๐โ๐ฮ๐ก(๐+2)โ ๐โ๐ฮ๐ก(๐+1)๐ฆ๐+2) + ๐โ๐ฮ๐ก๐(๐ฆ๐+1๐๐ฮ๐ก(๐+2)โ ๐๐ฮ๐ก(๐+2)๐ฆ๐+2) = 0
atau
๐ฆ๐(๐โ๐ฮ๐กโ ๐๐ฮ๐ก) โ ๐ฆ๐+1(๐โ2๐ฮ๐กโ ๐2๐ฮ๐ก) + ๐ฆ๐+2(๐โ๐ฮ๐กโ ๐๐ฮ๐ก) = 0
atau
๐ฆ๐((cos(ฮ๐ก) โ ๐ sin(ฮ๐ก)) โ (๐๐๐ (ฮ๐ก) + ๐ sin(ฮ๐ก))) โ ๐ฆ๐+1((cos(2ฮ๐ก) โ ๐ ๐ ๐๐(2ฮ๐ก)) โ ((cos(2ฮ๐ก) + ๐ ๐ ๐๐(2ฮ๐ก))) + ๐ฆ๐+2((cos(ฮ๐ก) โ ๐ sin(ฮ๐ก)) โ ((cos(ฮ๐ก) + ๐ sin(ฮ๐ก))) = 0
๐ฆ๐(โ2๐ sin(ฮ๐ก)) โ ๐ฆ๐+1(โ2๐ sin(2ฮ๐ก)) + ๐ฆ๐+2(โ2๐ sin(ฮ๐ก)) = 0
atau
sin(ฮ๐ก)๐ฆ๐โ sin(2ฮ๐ก) ๐ฆ๐+1+ sin(ฮ๐ก) ๐ฆ๐+2 = 0
atau
sin(ฮ๐ก)๐ฆ๐โ 2sin(ฮ๐ก) cos(ฮ๐ก) ๐ฆ๐+1+ sin(ฮ๐ก) ๐ฆ๐+2 = 0
atau
๐ฆ๐โ 2 cos(ฮ๐ก) ๐ฆ๐+1+ ๐ฆ๐+2= 0. (3.31)
Persamaan cos(2ฮ๐ก) = 1 โ 2sin2ฮ๐ก yang mengakibatkan cos ฮ๐ก = 1 โ 2sin2(ฮ๐ก 2) sehingga diperoleh
๐ฆ๐โ 2(1 โ 2sin2(ฮ๐ก
2))๐ฆ๐+1+ ๐ฆ๐+2= 0.
(3.32)
Pada persamaan (3.32) kita menggeser indeks k satu satuan ke bawah dan akan kita peroleh
๐ฆ๐โ1โ 2(1 โ 2sin2(ฮ๐ก
2))๐ฆ๐+ ๐ฆ๐+1= 0,
(3.33)
atau dapat ditulis
๐ฆ๐+1 = 2 (1 โ 2sin2(ฮ๐ก
2)) ๐ฆ๐ โ๐ฆ๐โ1.
(3.34)
Persamaan (3.34) di atas adalah persamaan beda hingga eksak atau skema beda hingga eksak yang sesuai untuk persamaan (3.30). Persamaan (3.34) juga dapat ditulis ke dalam bentuk yang lebih konstruktif. Jadi, dengan cara yang sama pada contoh 1 akan diperoleh persamaan sebagai berikut:
๐ฆ๐โ1โ ๐ฆ๐+1โ 2๐ฆ๐ 4sin2(ฮ๐ก2 )
= โ๐ฆ๐ (3.35)
Setelah melakukan operasi aljabar pada persamaan (3.34) diperoleh persamaan (3.35). Sebagai catatan bahwa metode beda hingga standar untuk persamaan (3.30) adalah
๐ฆ๐โ1โ ๐ฆ๐+1โ 2๐ฆ๐
Persamaan (3.35a) akan menjadi pembanding metode beda hingga eksak untuk menyelesaikan persamaan (3.30).
Cara yang digunakan untuk meperoleh atau mengkonstruksi skema beda eksak pada contoh 1 dan contoh 2 tidak dapat digunakan untuk mengkonstruksi skema beda eksak untuk persamaan diferensial yang nonlinear. Berikut ini adalah langkah-langkah yang akan diterapkan untuk mengkonstruksi skema beda eksak untuk persamaan diferensial nonlinear:
1. Dipandang suatu sistem dari ๐ pasang persamaan diferensial biasa orde satu ๐๐
๐๐ก = ๐น(๐, ๐ก, ๐), ๐(๐ก0) = ๐0, (3.36)
dimana ๐, ๐น adalah vektor kolom berdimensi ๐ yang komponen ke-๐ adalah (๐)๐ = ๐ฆ(๐)(๐ก),
(๐น)๐ = ๐(๐)[๐ฆ(1), ๐ฆ(2), โฆ , ๐ฆ(๐); ๐ก, ๐].
2. Penyelesaian umum untuk persamaan (3.36) dinyatakan dengan ๐(๐ก) = ฮฆ(ฮป, ๐0, ๐ก0, ๐ก)
dimana
๐ฆ(๐)(๐ก) = ๐(๐)[ฮป, ๐ฆ0(1), ๐ฆ0(2), โฆ , ๐ฆ0(๐), ๐ก0, ๐ก].
3. Persamaan beda eksak yang sesuai dengan persamaan diferensial diperoleh dengan membuat substitusi berikut
{ ๐(๐ก) โ ๐๐+1, ๐0 = ๐(๐ก0) โ ๐๐, ๐ก0 โ ๐ก๐, ๐ก โ ๐ก๐+1. Contoh 3
Dipandang persamaan diferensial logistik umum dengan suatu nilai awal ๐๐ฆ
๐๐ก = ๐1๐ฆ โ ๐2๐ฆ
2, ๐ฆ(๐ก0) = ๐ฆ0 (3.37)
Penyelesaian untuk masalah nilai awal dari persamaan (3.37) di atas adalah
๐ฆ(๐ก) = ๐1๐ฆ0
(๐1โ ๐ฆ0๐2)๐โ๐1(๐กโ๐ก0)+ ๐2๐ฆ0 .
(3.38)
Berdasarkan langkah nomor 3 di atas kita akan mensubstitusikan ๐ก0 โ ๐ก๐, ๐ก โ ๐ก๐+1, ๐ฆ0 โ ๐ฆ๐, ๐ฆ(๐ก) โ ๐ฆ๐+1,
ke persamaan (3.38) sehingga diperoleh
๐ฆ๐+1 = ๐1๐ฆ๐
(๐1โ ๐ฆ๐๐2)๐โ๐1ฮ๐ก + ๐2๐ฆ๐ ,
(3.39)
Persamaan (3.39) di atas adalah persamaan beda hingga eksak atau skema beda hingga eksak yang sesuai untuk persamaan (3.37). Persamaan (3.39) dapat ditulis ke dalam bentuk yang lebih konstruktif. Dengan melakukan operasi aljabar pada persamaan (3.39) akan diperoleh persamaan sebagai berikut:
๐ฆ๐+1โ ๐ฆ๐ (๐๐1ฮ๐ก๐ โ 1 1 )
= ๐1๐ฆ๐โ ๐2๐ฆ๐+1๐ฆ๐. (3.40)
Sebagai catatan bahwa metode Euler maju untuk persamaan (3.37) adalah ๐ฆ๐+1โ ๐ฆ๐
ฮ๐ก = ๐1๐ฆ๐โ ๐2๐ฆ๐๐ฆ๐.
(3.40a)
Persamaan (3.40a) akan menjadi pembanding metode beda hingga eksak untuk menyelesaikan persamaan (3.37)
Selanjutnya akan dibahas skema beda hingga eksak untuk sistem dari dua pasang persamaan diferensial biasa linear.
Dipandang sistem persamaan diferensial ๐๐ข ๐๐ก = ๐ผ๐ข + ๐ฝ๐ค, (3.41a) ๐๐ค ๐๐ก = ๐พ๐ข + ๐ฟ๐ค, (3.41b)
dengan kondisi nilai awal
๐ข0= ๐ข(๐ก0), ๐ค0 = ๐ค(๐ก0),
๐ผ๐ฟ โ ๐ฝ๐พ โ 0.
Sebelum membahas skema beda eksak dari persamaan (3.41) di atas akan terlebih dahulu dibahas penyelesaian umum dari persamaan (3.41) yang diperoleh secara analitik. Misalkan: ๐ข = ๐ด๐๐๐ก, ๐ฃ = ๐ต๐๐๐ก, (3.42) ๐๐ข ๐๐ก = ๐ด๐๐ ๐๐ก, ๐๐ฃ ๐๐ก = ๐ต๐๐ ๐๐ก.
Jika persamaan (3.42) disubstitusikan ke persamaan (3.41) maka persamaan (3.41) akan menjadi ๐ด๐๐๐๐ก = ๐ผ๐ด๐๐๐ก+ ๐ฝ๐ต๐๐๐ก, (3.43) ๐ต๐๐๐๐ก = ๐พ๐ด๐๐๐ก+ ๐ฟ๐ต๐๐๐ก, atau ๐ด๐ = ๐ผ๐ด + ๐ฝ๐ต, (3.44) ๐ต๐ = ๐พ๐ด + ๐ฟ๐ต, atau (๐ โ ๐ผ)๐ด + ๐ฝ๐ต = 0, (3.45) ๐พ๐ด + (๐ โ ๐ฟ)๐ต = 0.
Selanjutnya akan dicari nilai eigen dari persamaan (3.45) diatas sehingga berdasarkan persamaan (3.45) dapat membentuk matriks yang determinannya sama dengan 0 yaitu
det [๐ โ ๐ผ ๐ฝ
๐พ ๐ โ ๐ฟ] = 0. (3.46)
Persamaan (3.46) dapat diperluas menjadi suatu persamaan kuadrat, yaitu ๐2โ (๐ผ + ๐ฟ)๐ + (๐ผ๐ฟ โ ๐ฝ๐พ) = 0,
dengan menggunakan rumus kuadratik dapat diperoleh nilai akar-akar dari persamaan (3.47)
๐1,2 =(๐ผ + ๐ฟ) ยฑ โ(๐ผ + ๐ฟ)2โ 4(๐ผ๐ฟ โ ๐ฝ๐พ)
2 ,
2๐1,2 = (๐ผ + ๐ฟ) ยฑ โ(๐ผ + ๐ฟ)2โ 4(๐ผ๐ฟ โ ๐ฝ๐พ). (3.47) Apabila nilai dari ๐1dan ๐2 disubstitusi ke persamaan (3.45) maka akan di peroleh
๐ด1 = ๐ฝ ๐1โ ๐2, ๐ต1 = ๐1โ ๐ผ ๐1โ ๐2, (3.48) ๐ด2 = ๐ฝ ๐1โ ๐2, ๐ต2 = ๐2โ ๐ผ ๐1โ ๐2.
Menurut Ross (1984:303) penyelesaian umum dari persamaan (3.41) dapat ditulis ke dalam bentuk
๐ข(๐ก) = ๐1๐ด1๐๐1๐ก+ ๐2๐ด2๐๐2๐ก, (3.49)
๐ค(๐ก) = ๐1๐ต1๐๐1๐ก+ ๐2๐ต2๐๐2๐ก.
Apabila persamaan (3.48) disubstitusi ke persamaan (3.49) maka akan diperoleh
๐ข(๐ก) = ๐1( ๐ฝ ๐1โ ๐2) ๐ ๐1๐ก+ ๐2( ๐ฝ ๐1โ ๐2) ๐ ๐2๐ก, (3.50) ๐ค(๐ก) = ๐1(๐1โ ๐ผ ๐1โ ๐2) ๐ ๐1๐ก+ ๐2(๐2โ ๐ผ ๐1โ ๐2) ๐ ๐2๐ก.
Diketahui bahwa kondisi nilai awal dari persamaan (3.41) adalah ๐ข0= ๐ข(๐ก0), ๐ค0 = ๐ค(๐ก0),
dengan menggunakan kondisi nilai awal tersebut dapat dicari nilai dari ๐1dan ๐2, sehingga dengan melakukan operasi aljabar akan diperoleh masing-masing
๐1 = โ๐ข0๐ โ๐1๐ก0(๐2โ ๐ผ) ๐ฝ + ๐ค0 dan ๐2 = ( ๐ข0(๐1โ ๐ผ) ๐ฝ โ ๐ค0) ๐ โ๐2๐ก0.
Hasil dari substitusi nilai ๐1 dan ๐2 yang telah diperoleh ke persamaan (3.50) adalah