• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Sengketa Alternatif Di Indonesia

Bab III: TINJAUAN UMUM PENYELESAIAN SENGKETA

C. Penyelesaian Sengketa Alternatif Di Indonesia

70

69

Namun faktor ketidakefisienan penyelesaian sengketa melalui pengadilan turut memperkuat komitmen menggunakan ADR. Sedangkan di Amerika mediasi secara sengaja dikembangkan karena pertimbangan efisiensi untuk menghindari penyelesaian

70

Susanti Adi Nugroho, Mediasi Perbankan, Disampaikan Pada “Diskusi Terbatas Mengenai Mediasi Perbankan, Kerjasama Bank Indonesia dengan Kajian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Sriwijaya”, (Palembang, tanggal 12 April 2007), hal. 26

sengketa di pengadilan yang dianggap tidak lagi efisien. Dengan demikian budaya masyarakat Indonesia telah memberikan landasan yang kuat bagi pengembangan ADR di Indonesia.

Pemerintah Indonesia dalam pengembangan ADR telah membuat beberapa perundang-undangan sebagai landasan penerapan ADR seperti :

1. Di bidang lingkungan hidup melalui UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

2. Di bidang perburuhan melalui UU Hubungan Industrial

3. Di bidang keperdataan dan bisnis melalui UU Nomor 30 tahun 1999 4. Di bidang hak atas kekayaan intelektual, antara lain melalui:

a. UU nomor 14 tahun 2001 tentang Paten b. UU nomor 15 tahun 2001 tentang Merek

c. UU nomor tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman d. UU nomor tahun 2000 tentang Rahasia Dagang

e. UU nomor tahun 2000 tentang Desain Industri

f. UU nomor tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu g. UU nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta

h. UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 71

Pada saat ini ada lebih dari 300 lembaga yang bergerak di bidang ADR di Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut antara lain BANI, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) di Jakarta, Pusat Pilihan Penyelesaian sengketa (PKPPS) di Universitas Andalas, Yayasan lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta, Pusat Penyelesaian Perselisihan Bisnis Indonesia(P3BI), Indonesian

71

Institute for Conflict Transformation (IICT), Pusat Mediasi Nasional, dan lembaga-lembaga lain yang bukan lembaga khusus mediasi, namun juga menerapkan proses mediasi dalam penyelesaian sengketa seperti LBH Jakarta, Badan Penasihat Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4). Lembaga yang muncul belakangan seperti BAPMI, BASYARNAS (Badan Arbitrase Syariah Nasional) dan di bidang perbankan seperti Lembaga Mediasi Perbankan melalui PBI No.8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, dalam penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah di Indonesia yang saat ini masih dijalankan oleh Bank Indonesia, menunggu terbentuknya Lembaga Mediasi Perbankan

BAB IV

MEDIASI PERBANKAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA BAGI BANK DAN NASABAH

A. Aspek Hukum Mediasi Perbankan

1. Pengertian dan Unsur-Unsur Mediasi Perbankan

Mediasi perbankan adalah proses penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan. (Pasal 1 ayat (5) PBI Mediasi Perbankan)

Mediasi Perbankan merupakan upaya lanjutan (phase 2) dari upaya penyelesaian pengaduan nasabah yg tidak dapat diselesaikan secara internal oleh bank (phase 1).72

1. Tidak mudah mendapatkan akses hukum dan dana untuk menyelesaikan sengketanya dengan bank melalui lembaga arbitrase atau peradilan; dan

Fokus mediasi perbankan adalah pada nasabah kecil dengan pertimbangan bahwa nasabah kecil:

2. Merupakan bagian terbesar dari nasabah bank secara keseluruhan Adapun unsur-unsur mediasi perbankan adalah:

a. Dalam suatu proses mediasi akan dijumpai adanya dua atau lebih pihak yang bersengketa.

Jika dalam suatu proses mediasi hanya dijumpai adanya suatu pihakyang bersengketa, maka hal itu menjadikan tidak terpenuhinya unsur-unsur pihak-pihak

72

Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan Bank Indonesia, Pelaksanaan Fungsi

yang bersengketa. Pasal 1 ayat (4) Peraturan Bank Indonesia No.8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 merumuskan:

Sengketa adalah permasalahan yang diajukan oleh nasabah atau perwakilan nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan oleh bank, sebagaimana diatur dalam PBI tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah (PBI No. 7/7/PBI/2005).

Dari perumusan tersebut, ada kesan seolah-olah yang mempunyai sengketa hanyalah nasabah saja, sedangkan bank tidak mempunyai sengketa.73

Perumusan sengketa sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (4) PBI No.8/5/PBI/2006, dapat menimbulkan tafsir yang keliru. Hanya nasabah yang didefinisikan sebagai pihak dalam sengketa. Bank merasa tidak perlu untuk ikut serta sebagai pihak dalam suatu sengketa, sebagai pihak yang mengajukan klaim. Maka itu, jika pihak yang mengajukan permasalahan hanyalah nasabah, dan pihak bank merasa tidak mempunyai sengketa, tidak bersedia menandatangani

Persepsi lain adalah bahwa yang tunduk untuk harus menyelesaikan Sengketa melalui jalur mediasi hanyalah nasabah, sedangkan bank dapat dan bebas menggunakan jalur penyelesaian sengketa lain. Kalaupun bank kemudian mengajukan sengketa tersebut kepada penyelenggara mediasi perbankan, hal itu tidak akan dapat dilayani karena tidak termasuk dalam cakupan sengketa seperti yang dimaksud PBI No. 8/5/PBI/2006.

b. Adanya unsur sengketa diantara para pihak.

73

Felix Oentoeng Soebagjo, Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa

Dibidang Perbankan, disampaikan pada “Diskusi Terbatas Pelaksanaan Mediasi Perbankan oleh

Bank Indonesia Dan Pembentukan Lembaga Independen Mediasi Perbankan, Kerjasama Magister Hukum Bisnis Dan Kenegaraan, Universitas Gadjah Mada”. (Yogyakarta, tanggal 21 Maret 2007), hal. 2-3

agreement to mediate, maka tujuan pembentukan lembaga mediasi perbankan akan sangat sulit dicapai.

c. Adanya mediator yang membantu mencoba menyelesaikan sengketa.

Mediator harus mempunyai kemampuan dan keahlian sehubungan dengan bidang masalah yang disengketakan. Mengenai syarat-syarat pengangkatan Mediator dapat dipergunakan syarat-syarat pengangkatan arbiter sebagaimana termaktub dalam Pasal 12 UU Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Mediator harus mempunyai kemampuan dan keahlian sehubungan dengan masalah yang disengketakan. Mediator juga tidak boleh mempunyai benturan kepentingan atau hubungan afiliasi dengan pihak-pihak dalam sengketa masalah yang disengketakan.

2. Aturan Hukum PBI Mediasi Perbankan

Peraturan Bank Indonesia adalah sebuah aturan hukum. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, sumber hukum fomal yang berlaku saat ini adalah Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.74

74

Febrian, Eksistensi Kelembagaan Mediasi Perbankan Dalam Peraturan Bank

Indonesia Terhadap Sistem Aturan Hukum, disampaikan pada “Diskusi Terbatas Mengenai

Mediasi Perbankan, Kerjasama Bank Indonesia dengan Kajian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Sriwijaya”, (Palembang, tanggal 12 April 2007), hal. 13

Sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (4) UU Nomor 10 Tahun 2004, bahwa jenis peraturan perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Kemudian dalam Penjelasan dinyatakan bahwa jenis

peraturan perundang-undangan tersebut antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh MPR dan DPR, DPD, MA, MK, BPK, BI, dan lain-lain.

Dalam UU Nomor 7 Tahun 1992, sebagaimana telah diubah UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, tidak terdapat pengaturan secara khusus tentang mediasi perbankan. Namun jika dikaitkan dengan UU Nomor 10 tahun 2004, maka PBI mediasi perbankan dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.75

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790);

Adapun peraturan yang lebih tinggi atau berkaitan dengan mediasi perbankan adalah :

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1999 Nomor 42 Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 3821);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);

75

4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3872); 5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian

Pengaduan Nasabah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4476).76

3. Peraturan Bank Indonesia Terkait Mediasi Perbankan.

Perlindungan nasabah yang kuat diperlukan untuk pembentukan sebuah sistem perbankan yang mantap, yang pada akhirnya bermuara pada sebuah sistem perbankan yang efisien, kuat, dan mantap guna menciptakan stabilitas sistem keuangan yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.77

Penerbitan PBI No. 7/6/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang “Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah”

Bank Indonesia telah menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diluncurkan oleh Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004. API sendiri merupakan suatu cetak biru sistem perbankan nasional yang terdiri dari enam pilar untuk mewujudkan visi sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional diantaranya adalah perlindungan nasabah yang kuat. Dalam rangka mewujudkan perlindungan yang kuat, maka Bank Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan terkait yakni PBI No. 7/6/PBI/2005, PBI No. 7/7/PBI/2005, dan PBI No.8/5/PBI/2006

76

Lihat Konsiderans PBI Mediasi Perbankan

77

dan PBI No. 7/7/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang “Penyelesaian Pengaduan Nasabah” yang menjadi bagian dari Paket Kebijakan Perbankan Januari 2005 merupakan titik tolak dikeluarkannya PBI No.8/5/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang “Mediasi Perbankan” sebagai bagian dari Paket Kebijakan Perbankan Januari 2006, yang merupakan realisasi dari upaya Bank Indonesia untuk menyelaraskan kegiatan usaha perbankan dengan amanat UU Perlindungan Konsumen yang mewajibkan adanya kesetaraan hubungan antara pelaku usaha (bank) dengan konsumen (nasabah). Sebagai bagian dari Paket Kebijakan Perbankan, penerbitan ketiga ketentuan tersebut akan dapat membawa dimensi baru dalam pengaturan perbankan dengan turut diperhatikannya pula kepentingan nasabah secara eksplisit sebagai aspek penting yang turut mempengaruhi perkembangan perbankan.78

Dalam PBI No. 7/6/PBI/2005 diatur ketentuan yang mewajibkan bank untuk senantiasa memberikan informasi yang cukup kepada nasabah maupun calon nasabah mengenai produk-produk yang ditawarkan bank, baik produk yang diterbitkan oleh bank itu sendiri maupun produk lembaga keuangan lain yang dipasarkan melalui bank. PBI ini mensyaratkan bahwa informasi yang disediakan untuk nasabah haruslah memenuhi kriteria-kriteria yang ditetapkan, antara lain mengungkapkan secara berimbang manfaat, risiko, dan biaya-biaya yang melekat pada suatu produk. Selain itu, dalam PBI diatas diatur pula bahwa penyampaian Adapun penjelasan lebih lanjut tentang Peraturan Bank Indonesia yang terkait dengan pembentukan mediasi perbankan sebagai berikut:

a. Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.

78

informasi harus dilakukan dengan memenuhi standar tertentu, antara lain harus dapat dibaca secara jelas, tidak menyesatkan, dan mudah dimengerti. Pada bagian lainnya, PBI tersebut juga mengatur mengenai pembatasan penggunaan data pribadi nasabah hanya untuk kepentingan internal bank.

Dari perspektif regulator, penerbitan PBI tersebut memiliki dua tujuan, yaitu untuk melindungi dan memberdayakan nasabah serta untuk meningkatkan aspek good governance pada bank.79

79

Dari sisi perlindungan dan pemberdayaan nasabah, implementasi efektif dari PBI tersebut akan dapat meningkatkan pemahaman nasabah mengenai suatu produk sehingga nasabah akan memiliki bekal yang cukup untuk memutuskan apakah produk bank yang akan dimanfaatkannya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan keuangannya. Agar informasi yang diterima oleh nasabah tidak simpang siur dan terdapat kejelasan mengenai karakteristik produk bank yang sebenarnya, maka pemberian informasi tersebut diarahkan untuk memenuhi kriteria tertentu dan terstandarisasi. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang secara spesifik dapat mengarahkan pemberian informasi yang lengkap, akurat, terkini, dan utuh. Selain itu, pembatasan penggunaan data pribadi nasabah akan meningkatkan rasa aman dan nyaman nasabah dalam berhubungan dengan bank karena untuk dapat memberikan data pribadi nasabah kepada pihak lain untuk tujuan komersial bank harus terlebih dahulu meminta ijin kepada nasabah yang bersangkutan (kecuali ditetapkan lain oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku).

diakses pada tanggal 29 November 2007

Pada sisi lain, penerapan PBI No. 7/6/PBI/2005 secara konsisten dan efektif juga akan membawa manfaat pada bank berupa peningkatan good governance karena mekanisme dan tata cara penggunaan produk, termasuk hak dan kewajiban nasabah dan bank, wajib diungkapkan secara transparan dalam pemberian informasi produk bank kepada nasabah sehingga secara tidak langsung akan dapat mengurangi penyimpangan-penyimpangan dalam kegiatan operasional bank. Selain itu, pembatasan penggunaan data pribadi nasabah hanya untuk keperluan internal bank juga akan memberikan perlindungan kepada bank dari tuntutan hukum karena hak-hak pribadi nasabah terlindungi dengan baik.

b. Penyelesaian Pengaduan Nasabah

Pada PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, Bank Indonesia mewajibkan seluruh bank untuk menyelesaikan setiap pengaduan nasabah yang terkait dengan adanya potensi kerugian finansial pada sisi nasabah. Dalam PBI ini diatur mengenai tatacara penerimaan, penanganan, dan juga pemantauan penyelesaian pengaduan. Selain itu, bank diwajibkan pula untuk memberikan laporan triwulanan kepada Bank Indonesia mengenai pelaksanaan penyelesaian pengaduan nasabah tersebut.

Pada prinsipnya, PBI diatas mengatur bahwa bank tidak diperkenankan menolak setiap pengaduan yang diajukan secara lisan maupun tertulis. Untuk pengaduan lisan, bank wajib menyelesaikannya dalam waktu 2 hari kerja sedangkan untuk pengaduan tertulis wajib diselesaikan dalam waktu 20 hari kerja dan dapat diperpanjang hingga 20 hari kerja berikutnya apabila terdapat kondisi-kondisi tertentu.80

80

Lihat Pasal 10 Peraturan Bank Indonesia Nomor. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah

Untuk memastikan bahwa bank telah melaksanakan ketentuan penyelesaian pengaduan nasabah, maka setiap triwulan bank diwajibkan menyampaikan laporan kepada Bank Indonesia mengenai kasus-kasus pengaduan yang sedang dan telah diselesaikan oleh bank. Laporan ini nantinya akan disusun sedemikian rupa sehingga akan mudah diketahui produk apa yang paling bermasalah dan jenis permasalahan yang paling sering dikemukakan nasabah. Melalui laporan ini pula Bank Indonesia akan dapat memantau permasalahan yang kemungkinan dapat berkembang menjadi permasalahan yang bersifat sistemik sehingga dapat segera dilakukan langkah-langkah preventif untuk mencegah ekskalasi permasalahan yang dapat mempengaruhi kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan. Penerbitan PBI Penyelesaian Pengaduan Nasabah ini memiliki dua tujuan utama yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan masyarakat pada lembaga perbankan dan untuk menurunkan publikasi negatif terhadap bank yang dapat mempengaruhi reputasi bank tersebut.81

81

Lihat Penjelasan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah

Penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank tidak selalu dapat memuaskan nasabah dan berpotensi menimbulkan sengketa di bidang perbankan antara nasabah dengan bank. Penyelesaian sengketa di bidang perbankan yang berlarut-larut dapat merugikan nasabah dan meningkatkan risiko reputasi bagi bank. penyelesaian sengketa di bidang perbankan antara nasabah dengan bank dapat dilakukan secara sederhana,murah, dan cepat melalui cara mediasi. Hal inilah yang mendasari Bank Indonesia mengeluarkan PBI mediasi perbankan.

B. Persyaratan Pengajuan Penyelesaian Sengketa Antara Bank dan Nasabah Dalam mengajukan penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah, diperlukan beberapa persyaratan yakni

1. Syarat subjektif 82

2. Syarat objektif

Berkenaan dengan pihak yang mengajukan, yaitu nasabah dan perwakilan nasabah. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi keuangan (walk-in customer). perwakilan nasabah adalah perseorangan, lembaga dan atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas nama nasabah dengan berdasarkan surat kuasa khusus dari nasabah.

83

1. Nasabah telah melalui tahapan pengaduan nasabah dan tidak puas akan hasil yang telah dicapai. Sengketa antara nasabah dengan bank yang disebabkan tidak dipenuhinya tuntutan finansial nasabah oleh bank dalam penyelesaian Berkaitan dengan objek sengketa yaitu tuntutan untuk setiap sengketa yang memiliki nilai tuntutan finansial paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta Rupiah), tanpa tuntutan finansial yang diakibatkan oleh kerugian immateriil. Jumlah maksimum nilai tuntutan finansial sebagaimana dimaksud dapat berupa nilai kumulatif dari kerugian finansial yang telah terjadi pada nasabah, potensi kerugian karena penundaan atau tidak dapat dilaksanakannya transaksi keuangan nasabah dengan pihak lain, dan atau biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk mendapatkan penyelesaian sengketa.

82

Lihat Pasal 1 ayat (2) dan (3) PBI No.8/5/PBI/2006

83

pengaduan nasabah, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah ( Pasal 2 PBI No.8/5/PBI/2006). 2. Sengketa yang diajukan oleh nasabah tidak sedang dalam proses atau belum

pernah diputus oleh lembaga arbitrase atau peradilan, atau belum terdapat kesepakatan yang difasilitasi oleh lembaga mediasi lainnya.

3. Sengketa yang diajukan merupakan sengketa keperdataan.

4. Sengketa yang diajukan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia.

5. Pengajuan penyelesaian sengketa tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian pengaduan yang disampaikan bank kepada nasabah.84

6. Pengajuan penyelesaian Sengketa dilakukan secara tertulis dengan format sebagaimana lampiran dalam surat edaran BI No. 8/14/DPNP tentang mediasi perbankandengan menyertakan dokumen berupa:

a. Fotokopi surat hasil penyelesaian pengaduan yang diberikan bank kepada nasabah.

b. Fotokopi bukti identitas nasabah yang masih berlaku.

c. Surat pernyataan yang ditandatangani diatas meterai yang cukup bahwa sengketa yang diajukan tidak sedang dalam proses atau telah mendapatkan keputusan dari lembaga arbitrase, peradilan, atau lembaga mediasi lainnya dan belum pernah diproses dalam mediasi perbankan yang difasilitasi oleh Bank Indonesia.

84

d. Fotokopi dokumen pendukung yang terkait dengan sengketa yang diajukan.

e. Fotokopi surat kuasa khusus tanpa hak substitusi dalam pengajuan penyesaian sengketa diwakilkan/dikuasakan.

C. Peranan Bank Indonesia Dan Lembaga Independen Dalam Pelaksanaan Mediasi Perbankan

1. Peranan Bank Indonesia Dalam Mediasi Perbankan

Konteks pengawasan bank melalui mediasi perbankan yang oleh Undang – Undang Bank Indonesia diberikan kewenangan pengawasan bank kepada Bank Indonesia sangat penting untuk diterapkan. Bank Indonesia berdasarkan undang-undang tersebut diberikan kewenangan untuk mengawasi bank. Kewenangan tersebut mencakup empat aspek yakni :

1. Power to license 2. Power to regulate 3. Power to control

4. Power to impose sanction

Penerapan pengawasan bank tersebut berkaitan dengan kepercayaan masyarakat terhadap bank. Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank mempunyai dampak domino yang dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap lainnya, sehingga perbankan secara keseluruhan mengalami kesulitan. Oleh karena itu, kebutuhan untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.85

85

Zulkarnaen Sitompul, Problematika perbankan, Bandung: Book Terrace & library, 2005, hal. 218

Tujuan pengawasan bank untuk meningkatkan keyakinan masyarakat, bahwa bank dari segi keuangan tergolong sehat, bank dikelola dengan baik dan profesional serta tidak terkandung ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Tekanan dan perhatian diberikan pada aspek-aspek dalam individual bank yang diharapkan dapat melindungi pengembalian dana kepada masyarakat. Tujuan umum pengawasan dan pembinaan bank adalah menciptakan sistem perbankan yang sehat, yang memenuhi tiga aspek yakni perbankan yang dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik dan perbankan yang berkembang secara wajar serta bermanfaat bagi perekonomian nasional.86

1. Melaksanakan fungsi mediasi perbankan, menunggu terbentuknya Lembaga mediasi perbankan independen. Bank Indonesia hanya melaksanakan kegiatan mediasi perbankan dan tidak membentuk lembaga khusus untuk keperluan tersebut. Meskipun sebagian kalangan meragukan landasan hukum yang dimiliki oleh Bank Indonesia, tetapi secara filosofis yakni untuk melindungi nasabah dapat dipertanggungjawabkan.

Berkenaan dengan mediasi perbankan, sejalan dengan kewenangan Bank Indonesia dalam power to regulate. Melalui itu memungkinkan otoritas pengawas bank berupa ketentuan dan peraturan sehingga dapat terciptanya suatu sistem perbankan yang sehat, sekaligus dapat memenuhi harapan masyarakat atas kecukupan dan kualitas pelayana jasa perbankan. Adapun peranan Bank Indonesia dalam mediasi perbankan dapat disimpulkan sebagai berikut:

87

86

Ibid

87

Bismar Nasution, Aspek Hukum Penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah, disampaikan pada “Diskusi Terbatas Mengenai Mediasi Perbankan Kerjasama Bank Indonesia dan Universitas Sumatera Utara”, (Medan, tanggal 15 Februari 2007), hal. 43

2. Melakukan koordinasi dengan lembaga mediasi perbankan independen dalam menjalankan tugas mediasi perbankan

3. Berdasarkan Penjelasan Umum alinea 3 PBI tentang Mediasi Pebankan, Pelaksanaan fungsi mediasi perbankan oleh Bank Indonesia dilakukan dengan mempertemukan nasabah dan bank untuk mengkaji kembali pokok permasalahan yang menjadi sengketa guna mencapai kesepakatan tanpa adanya rekomendasi maupun keputusan dari Bank Indonesia. Dengan demikian fungsi mediasi perbankan yang dilaksanakan Bank Indonesia hanya terbatas pada penyediaan tempat, membantu nasabah dan bank untuk mengemukakan pokok permasalahan yang menjadi sengketa, penyediaan nara sumber, dan mengupayakan tercapainya kesepakatan penyelesaian sengketa antara nasabah dan bank.88

Sanksi terhadap bank yang melanggar seluruh ketentuan yang termaktub dalam Peraturan Bank Indonesia ini akan dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 52 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, berupa teguran tertulis, dan dapat diperhitungkan dalam komponen penilaian tingkat kesehatan bank.

2. Peranan Lembaga Mediasi Perbankan Independen Dalam Mediasi Perbankan.

Berdasarkan PBI tentang Mediasi Perbankan Pasal 3 ayat (2), seharusnya Lembaga Mediasi Perbankan sudah terbentuk selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2007, namun pada prakteknya asosiasi perbankan belum siap

88

membentuk lembaga ini. Beberapa hal yang terkait dengan peranan lembaga independen ini dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Independensi

Lembaga Mediasi Perbankan adalah lembaga yang didirikan oleh para pendiri yakni asosiasi perbankan, tetapi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus tetap independen, tidak tunduk pada kehendak para pendiri dan independen dari interfensi para pendiri. Lembaga Mediasi Perbankan adalah

Dokumen terkait