• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : PEMBAHASAN

3. Penyelesaian Sengketa Konsumen

Dalam penyelesaian sengketa konsumen antara pelaku usaha dan/atau penyedia jasa telah ditetapkan paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkannya gugatan diterima, baik itu melalui konsiliasi, mediasi mapun arbitrase. Hal ini secara tegas tertuang dalam pasal 55 Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Secara singkat prosedur penyelesaian sengketa konsumen melalui BPSK Kota Tebing Tinggi secara konsiliasi, mediasi, dan arbitrase dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

PEMOHON Sekretariat BPSK Ketua BPSK Rapat Anggota BPSK ditolak diterima Panggil Para Pihak

Sumber : BPSK Kota Tebing Tinggi dengan modifikasi Ajukan

permohonan

tanda terima

Gambar 3

Prosedur Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Konsiliasi, Mediasi, dan Arbitrase

Sekretariat BPSK Konsumen Pelaku Usaha p a n g g i l a n Forum Musyawarah Penentuan Cara Penyelesaian Konsiliasi Mediasi Arbitrase Forum Musyawarah Majelis Panitera Konsiliator / Mediator Hasil Musyawarah berupa Kesepakatan

Tertulis Para Pihak

PUTUSAN MAJELIS Tentang Pengesahan / pengukuhan Hasil Musyawarah Panggilan Pertama Gugatan Dicabut MAJELIS Umumkan Pencabutan Para Pihak Hadir

Sidang Majelis Upaya Damai Para Pihak Memilih Berdamai PUTUSAN MAJELIS Umumkan Tetapkan Damai Teruskan Arbitrase

Pembacaan Isi Gugatan

Pembacaan Nota Jawaban

Para Pihak diberi kesempatan

yang sama menjelaskan hal yang dipersengketakan. PUTUSAN MAJELIS Salah Satu Pihak Tidak Hadir Panggilan Kedua

Para Pihak Hadir Konsumen

Tidak Hadir Pelaku Usaha

Tidak Hadir

Sidang Penetapan Gugatan Batal Demi

Hukum Sidang Gugatan Dikabulkan Tanpa Kehaditan Pelaku Usaha PUTUSAN MAJELIS

a. Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Konsiliasi dan Mediasi

Sidang penyelesaian sengketa konsumen secara konsiliasi dan mediasi berdasarkan metode pilihan para pihak tersebut maka:

a. Ketua Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen membentuk Majelis (terdiri dari 3 (tiga) orang anggota yang mewakili semua unsur) dan menentukan waktu sidang pertama;

b. Majelis BPSK menentukan sidang I (pertama) dan dapat dilakukan sidang lebih dari 1 (satu) kali jika dibutuhkan, tanpa melebihi waktu 21 (dua puluh satu) hari kerja;

c. Dalam pelaksanaan sidang antara konsumen dan pelaku usaha dipertemukan dalam sebuah forum musyawarah;

Pada saat konsumen dan pelaku usaha berada di forum musyawarah, maka majelis mempunyai peranan yang berbeda pada dalam setiap metode / cara penyelesaian sengketa konsumen.

Penyelesaian sengketa konsumen secara konsiliasi, majelis memiliki peran sebagai berikut :

a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian kepada para pihak yang bersengketa baik bentuk maupun jumlah ganti rugi;

b. Majelis bertindak pasif sebagai konsiliator;

c. Majelis menerima hasil musyawarah para pihak yang bersengketa dan mengeluarkan keputusan.

Konsiliasi adalah suatu bentuk proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pada proses tersebut dilibatkan pihak lain di luar pihak yang sedang bersengketa, pihak lain tersebut bertindak sebagai konsiliator yang bersikap pasif. Adapun yang bertindak sebagai konsiliator adalah majelis yang telah disetujui oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Tujuan dilibatkannya konsiliator adalah agar dapat dengan mudah tercapai kata sepakat atas pemasalahan yang terjadi. Adanya konsiliator yang memilliki latar belakang pengetahuan mengenai konsumen tentunya akan dapat mempermudah para pihak untuk mencapai kata sepakat. Konsiliator dapat mengusulkan solusi penyelesaian sengketa, tetapi tidak berwewenang memutus perkaranya. Majelis BPSK menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk maupun jumlah ganti kerugiannya. Terhadap usulan konsiliator, para pihak yang bersengketa harus menyatakan persetujuan atas usulan tersebut dan menjadikannya sebagai kesepakatan penyelesaian sengketa.

Sedangkan penyelesaian sengketa konsumen secara mediasi, majelis memiliki peran sebagai berikut :

a. Majelis menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian kepada para pihak yang bersengketa, mengenai bentuk maupun jumlah ganti rugi;

b. Majelis bertindak aktif sebagai Mediator dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran dan upaya-upaya lain dalam menyelesaikan sengketa; c. Majelis menerima hasil musyawarah para pihak yang bersengketa dan

mengeluarkan keputusan;

Mediator sebagai pihak ketiga harus memiliki sejumlah persyaratan dan keahlian (skill), yang akan membantu menjalankan proses mediasi. Mediator tidak melakukan intervensi terhadap pengambilan keputusan.6 Majelis selaku mediator tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan sengketa. Mediator hanya membantu para pihak untuk menyelesaikan persoalan – persoalan yang diserahkan kepadanya. Dalam sengketa di mana salah satu pihak lebih kuat dan cenderung menunjukkan kekuasaannya, maka Majelis selaku mediator memegang peran penting untuk menyetarakannya. Kesepakatan dapat tercapai dengan mediasi, jika para pihak yang bersengketa berhasil mencapai saling pengertian dan bersama-sama merumuskan penyelesaian sengketa dengan arahan konkret dari mediator. Penyelesaian sengketa melalui mediasi dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh mediator. Mediator menyerahkan sepenuhnya proses penyelesaian sengketa kepada para pihak, baik mengenai bentuk

6

Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Hukum Syariah, Hukum Adat, & Hukum Nasional , (Jakarta : Kencana, 2011, cet- kedua), h. 60

maupun besarnya ganti kerugian atau tindakan tertentu untuk menjamin tidak terulangnya kembali kerugian konsumen.

b. Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Arbitrase

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, pada pasal 1

ayat (11) mendefinisikan “Arbitrase adalah proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian sengketa kepada

BPSK”7

Dengan cara arbitrase ini, para pihak menyerahkan sepenuhnya kepada majelis Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen untuk memutuskan dan menyelesaikan sengketa konsumen yang terjadi. Pasal 32 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 350/MPP/Kep/12/2001 Tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen menyatakan bahwa:

(1) Dalam penyelesaian sengketa konsumen dengan cara Arbitrase, para pihak memilih arbitor dari anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota majelis BPSK;

(2) Arbiter yang dipilih para pihak tersebut kemudian memilih arbiter ketiga dari anggota BPSK dari unsure pemerintah sebagai ketua

7

Direktorat Pemberdayaan Konsumen Ditjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan, Himpunan Peraturan Perlindungan Konsumen Seri Kelembagaan, h.40

majelis BPSK. Jadi unsur pemerintah selalu dipilih untuk menjadi ketua majelis.8

Prinsip tata cara penyelesaian sengketa konsumen dengan cara arbitrase dilakukan dengan 2 (dua) persidangan, yaitu persidangan pertama dan persidangan kedua.

Prinsip-prinsip pada persidangan pertama, yaitu:

a. Kewajiban majelis BPSK memberikan petunjuk tentang upaya hukum bagi kedua belah pihak.

b. Kewajiban majelis BPSK untuk mendamaikan kedua belah pihak. Dalam hal tercapai perdamaian, maka hasilnya wajib dibuatkan penetapan perdamaian oleh majelis BPSK.

c. Pencabutan gugatan konsumen dilakukan sebelum pelaku usaha memberikan jawaban,dituangkan dengan surat penyataan, disertai kewajiban majelis mengumumkan pencabutan gugatan tersebut dalam persidangan.

d. Kewajiban majelis BPSK untuk memberikan kesempatan yang sama bagi para pihak, yaitu :

1) Kesempatan yang sama untuk mempelajari berkas yang berkaitan dengan persidangan dan membuat kutipan seperlunya.

8

Direktorat Pemberdayaan Konsumen Ditjen Standarisasi dan Perlindungan Konsumen Kementerian Perdagangan, Himpunan Peraturan Perlindungan Konsumen Seri Kelembagaan, h.48

2) Pembacaan isi gugatan konsumen dan surat jawaban pelaku usaha, jika tidak tercapai perdamaian.

Sedangkan prinsip-prinsip pada persidangan kedua, yaitu:

a. Kewajiban majelis BPSK untuk memberikan kesempatan terakhir sampai persidangan kedua disertai kewajiban para pihak membawa alat bukti yang diperlukan, bila salah satu pihak tidak hadir pada persidangan pertama.

b. Persidangan kedua dilakukan selambat-lambatnya dalam waktu 5 (lima) hari kerja sejak hari persidangan pertama.

c. Kewajiban sekretariat BPSK untuk memberitahukan persidangan kedua dengan surat panggilan kepada para pihak. Pengabulan gugatan konsumen, jika pelaku usaha tidak datang pada persidangan kedua (verstek), sebaliknya gugatan digugurkan, jika konsumen yang tidak datang.

Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran akibat mengonsumsi barang yang diperdagangkan, dan/atau kerugian konsumen atas jasa yang dihasilkan. Manakala gugatan dikabulkan, maka dalam amar putusan ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku usaha, dapat berupa ganti rugi dan/atau sanksi administratif.

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa dalam penyelesaian sengketa konsumen secara arbitrase, upaya perdamaian melalui musyawarah mufakat tetap dikedepankan. Artinya dalam penyelesaian sengketa konsumen di BPSK Kota Tebing Tinggi tetap berupaya dengan putusan yang win-win solution.

4. Putusan

Sejak berdirinya BPSK Kota Tebing Tinggi pada Tahun 2011 sampai dengan Februari 2015, telah menangani sengketa konsumen dalam bidang Sengketa Barang dan Sengketa Jasa.

Dari kedua bidang sengketa tersebut yang perkara paling banyak adalah sengketa jasa jenis kredit sepeda motor (leasing) sebanyak 40 perkara atau 66,67 % dari 60 perkara yang terdaftar. Sedangkan selebihnya sebanyak 20 perkara atau 33,33 % adalah perkara sengketa lainnya seperti perbankan, perbengkelan, penerbangan, dan listrik.

Selanjutnya dari 60 permohonan pengaduan yang diterima telah diselesaikan dan diputuskan sebanyak 52 perkara atau 86,67 %. Sedangkan selebihnya sebanyak 8 perkara atau 13,33 % masih ada 6 perkara (10 %) yang sedang dalam tahap pemeriksaan berkas pengaduan dan ada 2 perkara (3,33 %) yang dicabut oleh pemohon. Dari 52 perkara yang telah diputuskan oleh BPSK Kota Tebing Tinggi tersebut, 51 perkara (98,08 %) dimenangkan oleh

pihak konsumen. Dan 1 perkara (1,92 %) di menangkan oleh pelaku usaha, karena konsumen 2 kali berturut – turut tidak datang ke persidangan. Hal ini membuktikan bahwa BPSK Kota Tebing Tinggi telah mampu berperan dalam melindungi hak – hak konsumen di Kota Tebing Tinggi. Sebanyak 52 perkara yang telah diputuskan oleh BPSK Kota Tebing Tinggi, ada 51 perkara (98,08 %) yang final dan memiliki kekuatan hukum tetap. Sedangkan 1 perkara (1,92 %) lagi yang dilakukan secara arbitrase, diajukan keberatan dan melakukan kasasi pada tingkat Mahkamah Agung setelah melalui proses pengajuan keberatan kepada Pengadilan Negeri Tebing Tinggi Deli. Hal ini memperlihatkan bahwa para pihak yang bersengketa telah dapat menerima putusan BPSK Kota Tebing Tinggi dalam penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha dan/atau penyedia jasa.

Hal ini menjelaskan bahwa BPSK Kota Tebing Tinggi dapat melindungi hak – hak konsumen di kota Tebing Tinggi, 98,08% sengketa di menangkan oleh Konsumen yang dirugikan haknya. Peran BPSK Tebing Tinggi ini juga secara tersirat dalam Islam bahwa wajib hukumnya melaksanakan amanat yang telah di berikan kepada seseorang, seperti yang terdapat pada Hadis Riwayat Abu Dawud dan Al - Tirmidzi di bawah ini :

Tunaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi amanat

kepadamu dan jangan kamu mengkhianati orang yang

mengkhianatimu”(HR. Abu Dawud dan Al- Tirmidzi)

Hal ini menjelaskan bahwa dalam Islam wajib hukumnya melaksanakan amanat yang telah diberikan kepada seseorang, dan dari peran yang dilakukan oleh BPSK Kota Tebing Tinggi membuktikan bahwa mereka telah melaksanakan amanat dan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat dalam menyelesaikan sengketa Konsumen dengan baik, terbukti dengan hampir 100% sengketa di menangkan oleh konsumen.

B. Hambatan yang Dihadapi Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Kota Tebing Tinggi

Dalam menggerakkan suatu organisasi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut, sudah pasti membutuhkan tersedianya berbagai sumber daya sebagai penggerak organisasi tersebut. Berbagai sumber daya tersebut meliputi sumber daya manusia, bahan baku pekerjaan, perangkat kerja, prosedur kerja, dan pembiayaan.

BPSK Kota Tebing Tinggi sebagai sebuah organisasi atau badan yang menyelenggarakan penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha

dan/atau penyedia jasa, sudah barang tentu memudahkan berbagai sumber daya yang memadai. Keterbatasan sumber daya yang ada pada BPSK Kota Tebing Tinggi saat merupakan faktor penghambat bagi BPSK Kota Tebing Tinggi dalam menyelenggarakan perlindungan terhadap hak – hak konsumen di Kota Tebing Tinggi. Faktor – faktor penghambat yang paling menonjol dirasakan oleh BPSK Kota Tebing Tinggi adalah faktor sumber daya manusia, perangkat kerja, dan pembiayaan, serta Lembaga Peradilan dan Lembaga Penegak Hukum lainnya.

Dokumen terkait