• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Jalur Mediasi

BAB III UPAYA-UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA

B. Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Jalur Mediasi

Mediasi adalah salah satu proses alternatif penyelesaian masalah dengan

bantuan pihak ketiga (mediator) dan prosedurnya disepakati oleh para pihak dimana

mediator memperselisihkan untuk dapat terjadi suatu solusi (perdamaian), yang

saling menguntungkan para pihak.76

Pilihan penyelesaian sengketa melalui cara perundingan/mediasi ini mempunyai kelebihan bila dibandingkan dengan berperkara di muka pengadilan yang tidak menguntungkan dilihat dari segi waktu, biaya, dan pikiran/tenaga, disamping itu kurangnya kepercayaan atas kemandirian lembaga peradilan dan kendala administratif yang melingkupinya membuat pengadilan merupakan pilihan terakhir untuk penyelesaian sengketa, mediasi memberikan kepada para pihak perasaan kesamaaan kedudukan dan upaya penentuan hasil akhir perundingan dicapai menurut kesepakatan bersama tanpa tekanan atau paksaan. Dengan demikian solusi yang

dihasilkan mengarahkan kepada win-win solution. Upaya untuk mencapai win-win

solution itu ditentukan oleh beberapa faktor yaitu : 77

1. Proses pendekatan yang obyektif terhadap sumber sengketa dapat diterima oleh

pihak-pihak dan memberikan hasil yang sangat menguntungkan, dengan catatan bahwa pendekatan itu harus memiliki berat dan kepada kepentingan yang menyadari sumber konflik dan bukan pada posisi atau kedudukan para pihak.

76

Petunjuk Teknis Badan Pertanahan Nasional Nomor 05/Juknis/D.V/2007 Tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi Angka Romawi II Butir 1.

77

Apabila kepentingan yang menjadi fokusnya, pihak-pihak akan lebih terbuka untuk berbagi kepentingan, sebaliknya jika tekanannya pada kedudukan, para pihak akan lebih menutup diri karena hal itu menyangkut harga diri mereka.

2. Kemampuan yang seimbang dalam proses negosiasi atau untuk musyawarah.

Perbedaan kemampuan tawar-menawar akan menyebabkan adanya penekanan oleh pihak yang satu terhadap pihak lainnya. Bagi bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat Kabupaten Deli Serdang pada khususnya penyelesaian sengketa pertanahan dengan cara mediasi dengan memperoleh dukungan akan Budaya yang hidup dan dihormati dalam lalu lintas pergaulan sosial. Hanya saja pertimbangan penyelesaian sengketa dilingkungan masyarakat tradisional terdapat keanekaragaman yaitu melalui mediasi dan arbitrase, dalam kasus tertentu terutama terhadap kasus-kasus penggarapan rakyat atas tanah perkebunan, kehutanan dan lain-lain, ternyata lebih efektif dengan penyelesaian melalui cara musyawarah mufakat, mediasi atau arbitrase.

Di bidang sengketa pertanahan belum ada suatu peraturan perundang- undangan yang secara resmi dan eksplisit memberikan dasar hukum penerapan penyelesaian sengketa melalui mediasi.

Namun demikian, hal ini tidak dapat dijadikan alasan untuk tidak menumbuh kembangkan penyelesaian sengketa dibidang pertanahan melalui mediasi tersebut

berdasarkan dua alasan yaitu :78

78

1. Di dalam setiap sengketa perdata bidang pertahanan yang diajukan ke pengadilan, hakim selalu mengusulkan untuk penyelesaian secara damai oleh para pihak (Pasal 130 HIR), Pasal 154 Rbg.

2. Secara eksklusif cara penyelesaian masalah berkenaan dengan bentuk dan

besarnya ganti rugi dalam pengadaan tanah mengupayakan melalui musyawarah mufakat. Peraturan Presiden nomor 65 tahun 2006 tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dan peraturan kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 yang merupakan peraturan pelaksanaannya mengatur tentang tata cara melakukan musyawarah secara cukup terinci.

Penyelesaian sengketa bidang pertahanan melalui cara mediasi dianggap paling sesuai sebagai solusi untuk permasalahan sengketa bidang pertanahan yang terjadi pada seluruh wilayah Indonesia termasuk di Kabupaten Deli Serdang. Dengan berjalannya waktu dan semakin pentingnya cara mediasi dalam penyelesaian masalah sengketa dibidang pertanahan tersebut maka BPN menentukan petunjuk tertulis (juknis) penanganan dan penyelesaian sengketa pertanahan melalui keputusan kepala BPN RI Nomor 34/2007, dalam menjalankan tugasnya menangani sengketa pertanahan, BPN melakukan upaya antara lain melalui mediasi.

Di dalam Bab II tentang penggolongan pada Pasal 1 Keputusan Kepala BPN RI No. 34/2007 tentang penanganan dan penyelesaian sengketa dibidang pertanahan dikatakan bahwa masalah pertanahan meliputi permasalahan teknis, sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang memerlukan pemecahan atau penyelesaian Pasal 2

Keputusan Kepala BPN RI No. 34/2007 menyatakan bahwa permasalahan teknis adalah permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dan atau BPN RI di pusat maupun didaerah berkaitan dengan sistem perundang-undangan administrasi pertanahan yang belum sempurna. Pasal 3 menyatakan bahwa sengketa adalah perbedaaan nilai, kepentingan pendapat dan atau persepsi antara orang perorangan

dan/atau badan hukum (privat atau publik) mengenai status penguasaan dan atau

status kepemilikan dan atau status penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu atau status keputusan tata usaha negara yang menyangkut penguasaan, kepemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu. Pasal 4 menyatakan bahwa konflik adalah perbedaaan mulai, kepentingan, pendapat dan atau persepsi antara warga atau kelompok masyarakat dengan badan

hukum (privat atau publik), masyarakat dengan masyarakat mengenai status

penguasaan dan atau status kepemilikan dan atau status penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu oleh pihak tertentu, atau status keputusan tata usaha negara menyangkut penguasaan kepemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan atas bidang tanah tertentu, serta mengandung aspek ekonomi dan sosial budaya. Pasal 5 keputusan kepala BPN RI No 34 tahun 2007 menyatakan bahwa perkara adalah sengketa dan atau konflik pertanahan dan penyelesaiannya melalui Badan Peradilan.

Karena dipandang semakin pentingnya peran mediasi dalam penyelesaian sengketa pertanahan di Indonesia, maka Badan Pertanahan nasional mengeluarkan petunjuk teknis (juknis) Nomor 05/Juknis/D.V/2007 tentang mekanisme pelaksanaan

mediasi dimana dalam pertimbangan umumnya pada butir a dikatakan, “bahwa selain penyelesaian sengketa melalui pengadilan/litigasi, di dalam sistem hukum nasional dikenal penyelesaian sengketa melalui lembaga di luar pengadilan/non litigasi, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa pada butir 6 dikatakan bahwa salah satu alternatif penyelesaian sengketa diselesaikan melalui proses mediasi yang merupakan

proses penyelesaian berdasarkan prinsip win-win solution yang diharapkan

penyelesaiannya secara memuaskan dan diterima semua pihak.

Dari pertimbangan di atas dapat diketahui bahwa mediasi adalah salah satu solusi penyelesaian sengketa pertanahan di luar lembaga pengadilan yang diharapkan mampu menjawab permasalahan sengketa pertanahan di Kabupaten Deli Serdang yang kian hari kian meningkat jumlahnya. Petunjuk teknis mekanisme pelaksanaan mediasi tersebut dimaksudkan sebagai pedoman bagi mediator yang ditunjuk oleh kantor pertanahan, kantor wilayah Badan Pertanahan nasional Republik Indonesia dalam menangani proses mediasi. Tujuan dari penunjuk teknis tersebut adalah agar terdapat keseragaman, kesatuan pemahaman dan ataupun standarisasi bagi mediator yang dihunjuk dalam proses mediasi. Petunjuk teknis ini meliputi mekanisme pelaksanaan mediasi dan formalisasi penyelesaian permasalahannya berupa berita acara bagi mediator dalam melakukan mediasi.

Mediasi adalah salah satu proses alternatif penyelesaian masalah dengan

bantuan pihak ketiga (mediator) dan prosedur yang disepakati oleh para pihak dimana

menguntungkan para pihak. Mediator adalah orang atau pejabat yang ditunjuk dari jajaran Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang disepakati oleh para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan permasalahannya.

Mediator mempunyai beberapa tipe diantaranya adalah :79

1. Mediator jaringan sosial (social network mediator) seperti tokoh-tokoh

masyarakat/informal misalnya ulama, tokoh adat, tokoh pemuda yang biasanya mempunyai pengaruh besar di masyarakat. Penyelesaian sengketa didasari nilai- nilai sosial yang berlaku, nilai keagamaan/religi, adat kebiasaan, sopan santun, moral dan sebagainya.

2. Mediator sebagai pejabat yang berwenang (authoritative mediator) seperti

misalnya tokoh formal, pejabat-pejabat yang mempunyai kewenangan di bidang sengketa yang ditangani. Disyaratkan orang yang mempunyai pengetahuan dengan sengketa yang ditangani.

3. Mediator independen (independent mediator) yaitu mediator profesional, orang

yang berprofesi sebagai mediator, mempunyai legitimasi untuk melakukan negosiasi-negosiasi dalam proses mediasi seperti contohnya konsultan hukum, pengacara, arbiter.

Dalam menyelesaikan sengketa tanah di Kabupaten Deli Serdang, melalui jalur mediasi ini, kantor pertanahan Kabupaten Deli Serdang mengikuti petunjuk teknis (juknis) Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor

79

Indonesia Legal Center Publishing, Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian

05/Juknis/D.V/2007 tentang mekanisme pelaksanaan mediasi, khususnya terhadap sengketa tanah dengan permasalahan ganti rugi. Sengketa tanah dengan permasalahan ganti rugi tersebut yang diselesaikan dengan cara mediasi tersebut adalah sengketa tanah seluas 135 hektar antara masyarakat Desa Cimahi Kecamatan Bangun Purba, Kabupaten Deli Serdang melawan PT. Karya Havea Indonesia. Permasalahan pokok dari sengketa tanah ini adalah masalah ganti rugi yang tidak layak yang dilakukan oleh pihak perusahaan terhadap tanah garapan masyarakat yang diambil dengan

upaya paksa.80 Pihak Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang diminta oleh kedua

belah pihak yang bersengketa untuk menjadi mediator. Perundingan dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang dengan dihadiri oleh kedua belah

pihak yang bersengketa. Perundingan kedua belah pihak yang bersengketa tersebut berlangsung cukup menegangkan dan masing-masing pihak bertahan pada pendapatnya. PT. Karya Havea Indonesia tetap bertahan dengan besar ganti rugi yang ditetapkan adalah Rp. 1.200 (seribu duaratus rupiah) per meter bujur sangkar sedangkan pihak masyarakat desa Cimahi Kecamatan Bangun Purba, menetapkan harga Rp. 3.500 (tiga ribu lima ratus rupiah) per meter bujur sangkar. Pada tahap perundingan di Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang para pihak yang bersengketa gagal didamaikan oleh mediator melalui jalur mediasi. Setelah beberapa kali terjadi perundingan antara pihak masyarakat desa Cimahi dan pihak PT. Karya Havea Indonesia yang berjalan cukup panjang tersebut akhirnya mediator tidak dapat

80

Wawancara dengan Muhammad Ridwan Nasution, Staf Administrasi Bagian Sengketa Pada Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang pada tanggal 10 Mei 2010 di Ruang Kerjanya.

menyatukan kepentingan dan maksud kedua belah pihak sehingga akhirnya perundingan menemui jalan buntu. Karena perundingan tersebut mengalami kegagalan maka sengketa tanah tersebut akhirnya sampai ke pengadilan. Gugatan dimasukkan oleh pihak masyarakat desa Cimahi yang menganggap besar ganti rugi atas tanah mereka tidak layak.

Sengketa tanah lainnya yang diselesaikan dengan jalur mediasi adalah sengketa antara Hans Daniel Lengkong Marhasak Hendriko Marpaung. Pokok permasalahan dari sengketa tanah tersebut di atas adalah permohonan blokir atas

Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 119/Medan Krio seluas 13.639 m2 (tiga belas ribu

enam ratus tiga puluh sembilan) meter persegi terdaftar atas nama Hans Daniel Lengkong, terletak di desa Medan Krio Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang

terkait tindakan wanprestasi atas perikatan yang telah disepakati atas objek SHM No. 119/Medan Krio dimaksud penyelesaian sengketa tanah ini yang dilakukan oleh

pihak kantor pertanahan Kabupaten Deli Serdang adalah diupayakan diselesaikan melalui jalur mediasi sebagaimana termuat dalam surat undangan rapat Kepala Kantor Pertanahan Deli Serdang No. 570.868/03/2009 tanggal 3-3-2009, namun pada rapat yang dijadwalkan pada 11 Maret 2009, para pihak tidak hadir. Bahwa atas SHM

No. 119/Mdn Krio tersebut sebelumnya telah berubah menjadi sertifikat HGB No. 564/Medan Krio dan saat ini telah dipecah sempurna menjadi sertifikat HGB No.

565 sampai dengan 677 Medan Krio.

Sengketa pertanahan lainnya adalah antara masyarakat Kecamatan STM Hilir dengan PTPN II. Pokok masalahnya adalah tuntutan atas tanah garapan yang diklaim

masyarakat Dusun Bintang Meriah, Desa Limau Mungkur dan Dusun Namo Serit Desa Sumbul dan Desa Tadukan Raga Kecamatan STM Hilir Kab. Deli Serdang telah diokupasi oleh PTPN II atas tanah garapan masyarakat yang terletak di Dusun Bintang Meriah, Desa Limau Mungkur dan Dusun Namo Serit Desa Sumbul serta Desa Tadukan Raga Kecamatan STM Hilir seluas kira-kira 320 Hektar dengan dasar sengketa bahwa tanah tersebut dilindungi oleh Undang-Undang darurat Nomor 8 tahun 1954. Penyelesaian terhadap sengketa tanah tersebut di atas telah ditangani oleh panitia B Plus dalam rangka penanganan/penyelesaian tuntutan garapan dan permohonan masyarakat di atas areal HGU. Apabila tanah PTPN II Persero yang tidak diperpanjang HGUnya maka untuk penyelesaiannya dilimpahkan kepada Gubernur setelah mendapat ijin pelepasan aset dari Menteri BUMN. Dari beberapa masalah sengketa tanah yang telah diuraikan di atas, Kantor Pertanahan Kabupaten Deli Serdang bila ada sengketa dan pengaduan masyarakat, akan memanggil para pihak yang bersengketa dan memfasilitasi para pihak yang bersengketa melalui jalur mediasi. Apabila hasil mediasi belum disepakati oleh para pihak yang bersengketa, maka disarankan kepada para pihak untuk menempuh jalur hukum melalui lembaga

peradilan. Apabila ada sengketa melalui lembaga peradilan berarti sudah masuk

C. Mekanisme Mediasi yang Dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten

Dokumen terkait