BAB III PEMBAGIAN WARISAN MENURUT KOMPILASI HUKUM ISLAM
C. Penyelesaian sengketa warisan
Terjadinya sengketa dalam pembagian harta warisan bukan merupakan hal yang baru. Harta menjadi faktor terpenting bagi semua orang. Dengan harta, semua orang bisa memenuhi semua kebutuhan yang diperlukan. Oleh karena itu, sering terjadi kasus kriminal karena perebutan harta warisan di sebuah keluarga.
Pada dasarnya, semua anak memang berhak untuk mendapatkan harta warisan. Warisan menjadi salah satu masalah yang sering muncul, karena seringnya diperebutkan oleh keluarga. Konflik pun juga tak dapat terhindarkan begitu saja. Kesalahpahaman atau kurang adilnya pembagian warisan menjadi pemicu konflik tersebut.114
Dalam menyelesaikan sengketa warisan, ada dua cara yang dapat dilakukan, yaitu:
113
Ibid. h. 36
114
1. Musyawarah
Musyawarah adalah cara menyelesaikan sengketa warisan yang bersifat kekeluargaan. Biasanya para pihak berkumpul dan membicarakan bersama-sama akar permasalahan yang terjadi di antara keluarga yang bersengketa, lalu mencari solusi terbaik dari penyelesaian sengketa warisan tersebut. Musyawarah biasanya hanya diikuti oleh pihak keluarga yang bersengketa, dan bisa memilih salah satu anggota keluarga yang dipercaya mampu menjadi seorang pihak ketiga sebagai mediator yang dapat membantu memberi solusi dan mendamaikan para pihak yang bersengketa sehingga sengketa warisan dapat diselesaikan dengan cara yang baik dan adil menurut pihak keluarga yang bersengketa tersebut. 115
2. Pengadilan agama
Jalur penyelesaian sengketa warisan melalui Pengadilan Agama adalah di mana jalur musyawarah tidak dapat membantu penyelesaian sengketa warisan yang terjadi. Penyelesaian sengketa di pengadilan adalah karena tidak ada lagi jalan keluar dalam suatu persengketaan. Maka langkah terakhir adalah dengan meminta keputusan dari Pengadilan Agama, mau tidak mau para pihak harus menerima keputusan yang telah ditetapkan oleh pengadilan karena sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Kekuasaan pengadilan di lingkungan Pengadilan Agama adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara perdata tertentu di golongan rakyat tertentu, yaitu orang-orang yang beragama Islam. Kekuasaan absolut Pengadilan Agama diatur pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tetang Peradilan Agama, sebagaimana yang telah dirubah
115
Amin Husein Nasution,Hukum Kewarisan Suatu Analisis Komparatif Pemikiran Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014.h.52
dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 yang pada pokoknya adalah perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah.116
116
BAB IV
HAK WARIS ANAK MASYARAKAT TIONGHOA YANG PINDAH KE AGAMA ISLAM DI KELURAHAN KUTA PADANG KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN KOTA MEULABOH KABUPATEN ACEH BARAT
A. Hak Waris Anak Masyarakat Tionghoa yang Pindah ke Agama Islam di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat setelah dilakukan penelitian terdapat 7 anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam di daerah tersebut, 3 laki-laki yaitu Amirudin marga Li, Meylizar marga Chen, Alek marga Wong dan 4 perempuan yaitu Lina marga Chuang, Julia marga Li, Sri marga Lou, dan Yanti Marga Wong semuanya pindah ke agama Islam dikarenakan menikah dengan pemuda atau gadis yang beragama Islam di daerah tersebut. 7 orang anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam tersebut tetap mendapatkan hak waris dari keluarganya.
Dari hasil wawancara, bahwa ketika mereka berpindah agama pada awalnya menjadi suatu hal yang tidak disukai dalam keluarganya, mereka dan pasangan mereka sering dikucilkan dan dicemooh ketika sedang berkumpul dengan keluarganya.117 Pada saat perkawinan pun mereka mengaku melakukannya tanpa persetujuan orang tua mereka, mereka kawin lari dan kawin secara diam-diam.118
117
Hasil wawancara kepada anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam Amirudin marga Li, tanggal 24 Juni 2015
118
Hasil wawancara kepada anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam Lina marga Chuang, tanggal 25 Juni 2015
Tetapi karena keyakinan dan kepercayaan mereka, mereka tetap teguh dan sabar dalam menjalani jalan yang mereka pilih. Alhasil semua anak masyarakat Tionghoa hidup bahagia dan lama-kelamaan keluarga mereka menerima kenyataan dan tetap menganggap mereka bagian dari keluarganya, apalagi ketika hadirnya keturunan mereka di tengah-tengah keluarga yang semakin mempererat kerukunan dalam keluarga.119
Dari kenyataan di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa anak-anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam tetaplah dianggap sebagai keturunan dari orang tuanya dan pada akhirnya tetap mendapatkan rasa kasih sayang yang sama dari kedua orang tua seperti saudara-saudaranya yang lain walaupun telah timbul perbedaan dalam keyakinan yang mereka percayai, orang tuanya tetap berbesar hati dalam menerima kenyataan dan percaya bahwa berpindah agama adalah hal yang terbaik untuk anaknya.120
Jadi, sekalipun seorang anak suku Tionghoa telah memeluk keyakinan yang berbeda dengan orang tuanya dan tidak terjadi sengketa yang berkepanjangan. Hak waris anak tetap berlaku seperti biasa yang dibagikan dan diporsikan secara adat Tionghoa di daerah ini, anak laki-laki yang telah bergama Islam tetap mendapatkan hak yang lebih banyak juga dari pada perempuan dan perempuan juga berhak atas emas dan perhiasan dari orang tuanya.121
119
Hasil wawancara kepada anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam Meylizar marga Chen, tanggal 25 Juni 2015
Dan ada juga Tionghoa yang menganut bahwa anak laki-laki saja yang berhak atas harta warisan
120
Hasil wawancara kepada anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam ,Sri marga Lou, Julia marga Li ,tanggal 25 Juni 2015
121
Hasil wawancara kepada anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam Alek marga Wong dan Yanti marga Wong tanggal 25 Juni 2015
dari orang tuanya dan anak perempuan tidak mendapat apapun karena tergolong keluarga yang miskin.122
Tabel 1. Hak Waris Anak Masyarakat Tionghoa yang Pindah ke Agama Islam
Lebih jelasnya dapat dilihat dalam paparan table berikut:
n = 7
No Hak waris
Laki-l a k i Perempuan Presentase 1 Mendapatkan hak waris 3 3 90% 2 Tidak mendapat kan hak waris - 1 10% Jumlah 3 4 100%
Sumber: Data Primer
Data di atas juga menunjukkan bahwa anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat antara anak laki-laki dan anak perempuan terlihat perbedaan, ada 1 orang atau 10% anak perempuan yang tidak mendapatkan hak waris sedangkan anak laki-laki tetap sepenuhnya mendapatkan warisan ketika mereka pindah ke agama Islam dan jumlah antara laki-laki dan perempuan Tionghoa yang pindah ke agama Islam yang mendapatkan hak waris adalah 90%.
Dari tabel di atas dapatlah disimpulkan bahwa anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan
122
Hasil wawancara kepada anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam Amirudin marga Li, Alek marga Wong, Meylizar marga Chen, Julia marga Li, Sri marga Lou, Lina marga Chuang, Yanti marga Wong, tanggal 26 Juni 2015
Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat, dominan mendapatkan hak waris dari orang tuanya walaupun ia telah memiliki keyakinan yang berbeda dengan orang tuanya. Adapun yang tidak mendapatkan warisan dari orang tuanya ialah karena memang mereka menganut prinsip anak perempuan tidak berhak atas hak waris dari keluarganya, alasannya adalah keluarganya juga merupakan keluarga yang miskin sehingga harta warisan pun dibagi secukupnya, sekalipun ia tidak pindah agama dia juga tidak mendapatkan hak waris tersebut. Jadi perpindahan agama tidak mempengaruhi hak waris di daerah ini sekalipun pada awalnya ada konflik yang terjadi ketika anak tersebut pindah ke agama Islam.123
Dalam agama Islam seharusnya kesamaan agama adalah unsur yang penting dalam pewarisan, sesuai dengan hadist Rasulullah saw menegaskan bahwa “seorang kafir tidak berhak mewarisi harta muslim dan juga sebaliknya, seorang muslim tidak berhak mewarisi harta kafir”.124 Faktor perbedaan iman antara ahli waris dengan pewaris menyebabkan mereka tak saling mewarisi.125
123
Hasil wawancara kepada anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam, Lina marga Chuang, tanggal 26 Juni 2015
Seorang muslim yang mukmin akan dengan mudah menerima kebijakan tersebut, tetapi jika keimanan di hati seseorang itu terganggu, dia akan mendapatkan kesulitan dalam menerima kebijakan Allah SWT tersebut. Alasan dibalik kebijakan tersebut adalah bahwa perbedaan agama antara Islam dan non-Islam bukanlah hal yang ringan atau sederhana. Sebelum Islam menyebar dan berkembang, pemerintah kafir Quraisy telah melakukan bebagai pelarangan berhubungan dan bantuan kepada umat Islam, seperti melarang untuk bertransaksi dengan seorang muslim, melarang menikah dengan muslimah, dan melarang memberi bantuan material.
124
Mardani, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014. h. 31
125
Muhammad Ali As-Shabuni,Hukum Kewarisan Menurut Al-Quran dan Sunnah, Jakarta: Dar al-kutub al Islamiyah, 2014. h. 55
Pemerintah kafir Quraisy memandang bahwa mengizinkan bertransaksi dengan muslim akan menguntungkan muslim tersebut secara ekonomi dan mereka tidak menginginkan hal itu. Begitu juga memberikan status ahli waris kepaa non muslim dari pewaris muslim berarti menyamakan status antara muslim dan non muslim. Memang ada hak-hak yang disamakan antara muslim dan non muslim, seperti hak untuk diperlakukan adil dan dihormati oleh sesama manusia, tetapi ada pula yang harus dibedakan hak antara muslim dan non muslim, seperti hak waris. Itu semua adalah murni ketentuan Allah SWT yang tidak dapat digugat oleh orang-orang muslim sebagai hamba-Nya.126
Membagi harta waris dengan kesepakatan adalah hal subjektif. Ini merupakan salah satu bentuk mengikui hawa nafsu dalam mengambil sebuah kebijakan. Oleh karena itu, bagi umat muslim tidak menggunakan hukum yang berlaku dalam Islam dalam pembagian harta warisan hukumnya adalah haram. Menggunakan aturan pembagian warisan sesuai Alquran itu hukumnya wajib dan meninggalkan perkara wajib hukumnya haram.
127
126
Ahmad Bisyri Syakur, Op. Cit . h. 47-48
Begitu juga haram hukumnya meninggalkan ketentuan hukum waris yang berlaku dalam Islam dalam pembagian harta warisan disebabkan oleh efek negatif yang mengundang fitnah dalam sebuah keluarga di kemudian hari. Menghindari fitnah adalah wajib bagi umat muslim, dan mengundang fitnah hukumnya adalah haram. Oleh karena itu, meninggalkan ketentuan dalam Islam dalam pembagian harta warisan adalah haram. Demikian juga hukumnya membagi warisan dengan kesepakatan keluarga saja atau kebijakan orang yang dituakan saja, adalah haram. Perolehan harta warisan
127
dengan kesepakatan atau kebijakan sesepuh yang dituakan adalah perolehan harta yang haram juga.128
Tetapi dari penelitian yang dilakukan bahwa pada masyarakat Tionghoa Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat ketika 7 orang tersebut ditanya perihal bahwa orang Islam tidak berhak mendapatkan hak waris dari orang yang bukan beragama Islam dan sebaliknya mereka mengaku tidak mengetahui hal tersebut, dari 7 orang tersebut memiliki jawaban yang berkesimpulan sama. Mereka juga telah terlanjur menerima harta warisan dari keluarganya dan begitu juga sebaliknya keluarganya pun tetap memberikan harta warisan kepada mereka.
Begitu juga jawaban para keluarga anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam ketika ditanya mengenai hal tersebut mereka tidak mengasingkan keluarga mereka yang telah memeluk agama Islam walaupun telah ada perbedaan agama tetapi anggota keluarga tetaplah anggota keluarga, walaupun dahulu mereka dibenci dalam keluarga tapi kini mereka tetap bagian dari keluarga dan dianggap tidak ada perbedaan, begitu juga ketika orang tua berwasiat sebelum mereka meninggal tidak ada perbedaan porsi walaupun ia telah menganut agama yang berbeda.129
Pembagian harta menurut cara apapun, dibolehkan dalam Islam, asal sesuai aturan pelaksanaannya dengan syariat Islam. Walaupun pada dasarnya dibolehkan Mereka hanya menganggap hubungan keluarga yang ada bahwa orang tua akan mewarisi segala yang dimilikinya kepada anaknya sekalipun ada perbedaan keyakinan tapi hubungan orang tua dan anak tidaklah dapat dipungkiri.
128
Ibid
129
Hasil wawancara kepada saudara kandung anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam Lina Wati marga Lou, Sion marga Chen , tanggal 26 Juni 2015
memindahkan hak kepemilikan lewat cara mana pun, namun perlu diketahui bahwa masing-masing cara tersebut harus juga diperhatikan situasi dan kondisi yang melatarbelakangi si pemilik dan si penerima harta tersebut supaya membawa kebaikan di kemudian hari.
Perbedaan tersebut memungkinkan tidak adanya manfaat, berakibat keburukan, yang menimbulkan fitnah dan pertikaian sesama anggota keluarga apabila dilakukan pada situasi dan kondisi yang tidak tepat dapat menimbulkan
fitnah dan pertikaian dalam keluarga di kemudian hari.
Dapat disimpulkan bahwa anak-anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke Agama Islam di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan ini tidaklah tunduk pada ketentuan hukum Islam, walaupun hukum kewarisan yang berlaku bagi mereka adalah hukum waris yang berdasarkan ketentuan dalam Islam, hal ini terjadi karena kurangnya keingintahuan tentang agama yang telah mereka yakini yaitu agama Islam, kurangnya ilmu pengetahuan serta pemahaman mengenai hukum Islam dan tidak fanatik dalam agamanya. Sehingga pewarisan dengan menggunakan adat Tionghoa tetaplah terjadi antara orang tua dan anak masyarakat Tionghoa yang telah pindah ke agama Islam di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat.130
130
Hasil wawancara kepada anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam Amirudin marga Li, Alek marga Wong, Meylizar marga Chen, Julia marga Li, Sri marga Lou, Lina marga Chuang, Yanti marga Wong, tanggal 26 Juni 2015
B. Penyelesaian Sengketa Warisan Pada Anak Masyarakat Tionghoa yang Pindah ke Agama Islam di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
Penyelesaian sengketa warisan pada anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat adalah dengan bermusyawarah dengan para anggota keluarga.
Dalam masyarakat Tionghoa di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat belum pernah terjadi sengketa, apalagi mengenai permasalahan warisan, karena bagi masyarakat Tionghoa di daerah tersebut bersengketa merupakan sebuah aib dalam keluarga atau pun memperburuk nama baik keluarga. 131
Tetapi memang tidak tertutup kemungkinan untuk terjadi persengketaan pada suku Tionghoa yang menyangkut berbagai hal, termasuk masalah apabila terjadinya perpindahan agama, hal ini juga bisa menjadi suatu masalah yang serius apabila keluarga benar-benar tidak menerima keadaan anaknya yang telah pindah agama.
Penyelesaian sengketa warisan adat Tionghoa di daerah ini biasanya dilakukan dengan secara adat dan bermusyawarah dan bersifat tertutup hanya dihadiri oleh para ahli waris. Biasanya anak pertama atau anak lainnya yang dianggap bijaksana, memberitahukan kepada saudara-saudaranya untuk berkumpul membahas dan mencari solusi terbaik untuk penyelesaian sengketa warisan yang terjadi.
Dapatlah disimpulkan bahwa masyarakat Tionghoa di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat menganggap bahwa putusan yang dijatuhkan berdasarkan adat lebih membawa keadilan,
131
Hasil wawancara kepada anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam Amirudin marga Li, Alek marga Wong, Meylizar marga Chen, Julia marga Li, Sri marga Lou, Lina marga Chuang, Yanti marga Wong, tanggal 26 Juni 2015
kepastian, dan kemanfaatan bagi masyarakat di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Anak masyarakat Tionghoa yang pindah ke agama Islam di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat tetap mendapatkan hak waris dalam keluarganya. Perpindahan agama ini tidak menjadi penghalang seorang anak untuk mendapat hak waris dalam keluarganya. Jika anak laki-laki tetap mendapatkan hak waris yang lebih banyak sesuai adat Tionghoa didaerah ini dan anak perempuan tetap berhak mendapatkan emas dan sedikit harta warisan dari pewaris.
2. Sengketa warisan pada anak masyarakat Tionghoa pindah ke agama Islam di Kelurahan Kuta Padang Kecamatan Johan Pahlawan Kota Meulaboh Kabupaten Aceh Barat ini akan diselesaikan secara bermusyawarah secara adat antara para ahli waris. Apabila persengketaan tidak dapat diselesaikan secara bermusyawarah dengan keluarga maka para pihak menyelesaikan persengketaan di pengadilan setempat.
B. Saran
1. Diharapkan kepada orang tua dari anak masyarakat Tionghoa yang telah pindah ke agama Islam untuk melakukan penghibahan kepada anaknya sebelum meninggal dunia, agar hubungan orang tua dan anak tetap ada dan tidak terjadi hukum yang menyimpang dalam agama.
2. Diharapkan pada pemeluk agama Islam, termasuk juga para mualaf untuk memperhatikan dan mempelajari aturan-aturan hukum yang ada pada agama Islam khususnya pada hukum waris agar kelak yang didapatkan adalah harta yang halal dan diridhoi oleh Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
A, Pitlo, 1986, Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, Intermassa, Jakarta
Ali As-Shabuni, Muhammad, 2014, Hukum Kewarisan Menurut Al-Quran dan Sunnah, Dar al-kutub al Islamiyah, Jakarta.
Ali, Zainuddin, 2008, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Amanat, Anasitus, 2000, Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-pasal Hukum Perdata BW ,
Raja Grafindo Persada , Jakarta.
Anshary MK, HM, 2013, Hukum Kewarisan Islam dalam Teori dan Praktik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Arto, Mukti, 2009, Hukum Waris Bilateral Dalam Kompilasi Hukum Islam, Balqis Queen, Solo.
Bisri Syakur, Ahmad, 2015, Mudah Memahami Hukum Waris Islam, Visi Media Pustaka, Jakarta.
Haar, Ter, 1985, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Pradynya Paramita, Jakarta. Hadikusuma, Hilman, 2003, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Jakarta.
Halim, A Ridwan , 1989, Hukum Adat Dalam Tanya Jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hamidjojo, Prodjojo, 2000, Hukum Waris Indonesia, Stensil, Jakarta.
Hidayah, Zulyani, 2015, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta
Hiksyani, Nurkhadijah, 2013, Sistem Pembagian Warisan, Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar.
HS, Salim, 2014, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika, Jakarta. Mardani, 2014, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Muhammad, Bushar, 2006 , Pokok-pokok Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta.
Muhibbin M, Wahid Abdul, 2009, Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan Hukum
Mustari Pide, Suriyaman , 2014, Hukum Adat Dahulu, Kini, dan Akan Datang, Kencana, Jakarta.
Nasution, Amin Husein, 2014, Hukum Kewarisan Suatu Analisis Komparatif Pemikiran
Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Oemarsalim, 2012, Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia., Rineka Cipta, Jakarta. Perangin, Effendi, 2014, Hukum Waris, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Poesponoto, Soebekti, 1960, Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta.
Samosir, Djamanat, 2013, Hukum Adat, Eksistensi dalam Dinamika Perkembangan Hukum
Indonesia, CV Nuansa Aulia, Bandung.
Sarmadi, Sukris, 2013, Hukum Waris Islam di Indonesia (Perbandingan Kompilasi Hukum
Islam dan Fiqh Sunni), Aswaja Pressindo, Yogyakarta.
Sasmita Komar, Ananda, 1984, Pokok-pokok Hukum Waris, IMNO Unpad, Jakarta. Soekanto, Soejono, 2012, Hukum Adat Indonesia, Raja Persindo Persada, Jakarta. Sunggono, Bambang, 2009, Metode Penelitian Hukum, Raja Persindo Persada, Jakarta. Suratman, 2003 , Metodologi Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung.
Tanuwidjaja, Henny, 2012, Hukum Waris menurut BW, Refika Aditama, Bandung. Utrecht, E, 1983, Pengantar dalam Hukum Indonesia, PT Icthiar Baru, Jakarta.
Wicaksono, F. Satriyo, 2011, Hukum Waris Cara Mudah dan Tepat Membagi Harta
Warisan, Visimedia, Jakarta.
Wignojodipoero, Soerojo, 1995, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat , Toko Gunung Agung, Jakarta. B. Website Diakses pada tanggal 20 Maret 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia. Diakses pada tanggal 20 Maret 2015
C. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Kompilasi Hukum Islam