• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyertaan Modal Negara Pada BUMN

BAB II : BATASAN KEKAYAAN NEGARA

D. Kekayaan Negara dan Modal Persero

3. Penyertaan Modal Negara Pada BUMN

Yang dimaksud dengan Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau penetapan cadangan perusahaan, dan dikelola secara korporasi. Penyertaan

Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 menyatakan bahwa penyertaan modal pemerintah pada BUMN Persero merupakan kekayaan negara yang dipisahkan dari pengelolaan dan mekanisme pertanggung jawaban APBN, tetapi selanjutnya didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat tunduk pada pengaturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dengan adanya fatwa MA tersebut Pemerintah melakukan perubahan terhadap PP Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah diganti dengan PP Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan PP Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Dalam PP yang baru ini diatur dengan tegas bahwa piutang Negara/Daerah pada Bank BUMN Persero bukan merupakan piutang Negara/Daerah tetapi merupakan piutang dari Bank BUMN Persero.

KERUGIAN PERSERO

A. Tata Kelola BUMN Persero

Tata Kelola yang sehat pada BUMN Persero atau Good Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berdasarkan peraturan perundangan dan nilai - nilai etika. Pemerintah melalui Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan Praktek GCG pada BUMN, dalam salah satu diktum keputusan tersebut disebutkan bahwa prinsip Good Corporate Governance merupakan kaidah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Melalui GCG mewajibkan direksi, komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya harus melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung jawaban serta kewajaran.

B. Laporan Keuangan

Laporan Keuangan merupakan media komunikasi dan pertanggungjawaban antara perusahaan dan para pemiliknya atau pihak lain.23 Melalui laporan keuangan yang dibuat oleh Direksi dapat diketahui apakah

dihasilkan selama periode terjadinya beban dan pendapatan tersebut. Apabila jumlah beban yang terjadi dalam periode waktu tertentu lebih besar daripada jumlah pendapatan yang dihasilkan, maka perusahaan akan mengalami kerugian. Laba bersih merupakan jumlah dalam laporan laba rugi apabila pendapatan melebihi beban.24 Kelebihan pendapatan atas beban yang dikeluarkan dalam proses menghasilkan pendapatan.25 Laba juga bisa diartikan jumlah rupiah bersih yang diperoleh setelah semua pendapatan dan untung dikurangi dengan semua biaya dan rugi.26 Laba bersih adalah penambahan bersih pada modal pemilik yang berasal dari kegiatan mencari laba.27 Laba yang diakumulasikan selama beberapa periode disebut Earning yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mengasilkan laba dalam beberapa periode.28 Sedangkan laba komprehensif adalah penghasilan bersih yang terjadi dari semua transaksi selain transaksi modal.29 Rugi bersih merupakan pengurangan bersih pada modal pemilik yang berasal dari kegiatan mencari laba.30 Rugi juga bisa diartikan sebagai jumlah dalam laporan laba rugi apabila pendapatan kurang dari beban.31

1. Upaya pemerintah

24 Carl S Warren, (et al), Accounting Principle, South-Western of Thomson Learning, 2005, hlm.427

25

Ibid, hlm. 27 26

Suwardjono, Akutansi Pengantar, (Yogyakarta: BPFE), hlm.74 27 Carl S Warren, Op.cit, hlm.201

28

pertama: dengan melakukan upaya hukum melalui mekanisme RUPS. Pasal 69 ayat (1) UUPT menyatakan bahwa RUPS tahunan menyetujui laporan tahunan dan pengesahan perhitungan tahunan. Dengan demikian kerugian dalam BUMN Persero tidak dihitung dari satu kali transaksi, tetapi dari seluruh transaksi dalam satu tahun berjalan. Jadi bisa saja satu kali transaksi rugi tapi pada bagian transaksi yang lain untung. Pada akhirnya RUPS yang memutuskan apakah BUMN Persero untung atau rugi. Apabila neraca dalam laporan tahunan menyatakan rugi dalam tahun yang telah berjalan, mekanisme RUPS dapat memutuskan menggunakan menutup kerugian dari dana cadangan atau keuntungan tahun lalu yang belum dibagikan.32 Oleh karena itu, kerugian pada BUMN Persero tidak otomatis sebagai kerugian negara sebagai pemegang saham.

Kedua: melalui upaya hukum dengan menggugat direksi BUMN Persero secara perdata apabila keputusan yang diambil oleh direksi merugikan pemerintah sebagai pemegang saham sebagaimana diatur Pasal 61 UUPT. Ketiga: pemerintah juga dapat melaporkan pengurus BUMN kepada aparat penegak hukum apabila diduga terjadi pemalsuan data dan laporan keuangan, penggelapan uang perusahaan, pelanggaran Undang-Undang Perbankan, serta pelanggaran atas peraturan perundang-undangan lain yang memuat ketentuan pidana. Bahkan sebenarnya dapat juga digunakan ketentuan dalam Undang- Undang Tindak Pidana Korupsi apabila pengurus BUMN terbukti memberikan

C. Aspek Hukum Kerugian BUMN Persero

Pada BUMN Persero dimana pemerintah menyertakan modalnya yang berasal dari APBN, maka kedudukan pemerintah tidak dapat dikatakan representasi negara sebagai badan hukum publik tetapi sebagai investor yang kedudukannya sama dengan investor lainnya selaku pemegang saham. Selanjutnya, M. Yahya Harahap33 menyatakan, pemegang saham sebagai pemilik, hanya mempunyai hak kontrol tidak langsung atas opersional sehari-hari perseroan dan atas segala kebijaksanaan direksi. Akan tetapi pemegang saham tidak memikul tanggung jawab atas pelaksanaan fungsi fungsi direksi. Dan memang semakin banyak saham yang dimiliki seorang pemegang saham, semakin besar kekuasaan kontrol yang dapat dilakukannya, dimana tanggung jawab pemegang saham34 tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan melebihi saham yang dimiliki.

BAB IV

PENGATURAN PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI BUMN PERSERO DALAM HAL TERJADI KERUGIAN

A. Pembelaan direksi BUMN Persero Melalui Prinsip-Prinsip Business Judgment Rule

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Konsepsi kekayaan negara yang dipisahkan dalam Penyertaan Modal Negara (PMN) pada BUMN Persero adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk selanjutnya dijadikan Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero dan pembinaan selanjutnya serta pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip pada hukum korporasi.

2. Kerugian BUMN Persero bukan merupakan kerugian negara. Kedudukan pemerintah dalam BUMN Persero tidak dapat dikatakan sebagai mewakili negara sebagai badan hukum publik. Hal ini disebabkan ketika pemerintah sebagai badan hukum publik memutuskan menyertakan modalnya berbentuk

mengelola perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya telah melaksanakan

CGC, beritikad baik (good faith), penuh kehati-hatian (duty of care), dan penuh tanggung jawab (duty of loyalty), apabila mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya dapat dilakukan melalui doktrin business judgment rule.

B. Saran

1. Beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kekayaan negara yang dipisahkan dalam Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero yang kemudian menjadi piutang BUMN Persero pada pihak ketiga (penanggung hutang), yaitu Pasal 8, Pasal 12 ayat (1) UU No. 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang negara (PUPN); Pasal 2 huruf g UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Pasal 4 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN; Pasal 1 angka 6 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; Pasal 22 ayat (5) UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, terhadap penyelesaian piutang BUMN Persero tersebut sudah seharusnya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di bidang perseroan terbatas dan BUMN beserta peraturan pelaksanaannya.

2. Perlu sinkronisasi untuk perubahan beberapa undang-undang khususnya yang terkait dengan pengertian Keuangan Negara yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Pidana Korupsi, dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara agar berbagai undang-undang tersebut di atas tidak bertabrakan sehingga terdapat konsistensi perundang-undangan dan kepastian hukum.

3. Ditengah persaingan bisnis yang ketat, menghadapi era demokratisasi, reformasi, dan globalisasi, maka penerapan tata kelola perusahaan yang sehat atau Good Corporate Governance pada semua lini merupakan suatu keharusan untuk meningkatkan value of the firm, mendapatkan dan mempertahankan kepercayaan para stakeholder serta untuk mencapai sasaran persero dengan cara yang berintegritas.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung: Penerbit Alumni, 1987

Ali, H. Masyhud, Manajemen Risiko Strategi Perbankan Dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2006

Black, Henry Chambell, Black’s Law Dictionary, Abridged Sixth Edition, St. Paul, Minn: West Publishing Co, 1991

Revisi, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2003

Fees, E. Philips, Accounting Principles, South-Wesren Publishing Co, 1997

Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2002

Horngren, T. Charles, Accounting, Simon & Schuster Pte.Ltd-Prentice-hall,1977 Kaligis, O.C. & Associates, Kumpulan Kasus Menarik 1, O.C. Kaligis Associates,

Jakarta, 2007

Kansil C.S.T. dan Kansil, Christine S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jilid I Pengantar Ilmu Hukum Semester Ganjil, Balai Pustaka, Jakarta, 2000

Khairandy, Riwan dan Malik, Camelia, Good Corporate Governance, Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia Dalam Perspektif Hukum, Total Media Yogyakarta, 2007

Muhammad, Abdulkadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995

Nasution, Bismar dan Sitompul, Zulkarnain, Hukum Perusahaan, Bandung: BooksTerrace & Library, 2005

---, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001

Nasution, S dan Thomas M, Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, Makalah, Bumi Aksara, 1999

O’Kelly Jr, Charles R, Corporations and Other Business Associatins, Cases and Materials, Canada: Published Simultaneously in Canada by Little, Brown & Company Limited, 1992

Rajagukguk, Erman, Nyanyi Sunyi Kemerdekaan Menuju Indonesia Negara Hukum Demokratis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2006

Reiner, Kraakman R, Business Law, The Anatomy of Corporate Law: A Comparative and Functional Approach, Oxford: Oxford University

Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Penerbit Alumni, 1963

Sastrawidjaja, H. Man S dan Mantili, Rai, Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang Jilid 1, Bandung: Penerbit PT Alumni, 2008

Sembiring, Sentosa, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Bandung: CV Nuansa Aulia, 2006

Soemarso, Akutansi Suatu Pengantar, Jakarta: Salemba Empat, 2002

Soeria Atmadja, Arifin P, keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum Praktik, dan Kritik, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005

Solomon, Lewis D, Schwartz, Donald E,Bauman, Jeffrey D, dan Weiss, Elliott J,

Corporations Law And Policy Materials And Problems Third Edition, American Casebook Series, ST. Paul, Minn: West Publishing Co, 1994 Sudharmono, Johny, Be G2C Good Governed Company, Panduan Praktis Bagi

BUMN Untuk Menjadi “G2C-Good Governed Company” Dan Mengelolanya Berdasarkan Suara Hati, Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2004

Suwardjono, Akutansi Pengantar, Yogyakarta: BPFE

Tjandra ,W. Riawan, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006

Yani, Ahmad dan Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1999

Warren, S. Carl, Accounting Principle, South-Western of Thomson Learning, 2005

Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Bekasi-Indonesia: Mega Poin, 2006

B. Jurnal-Jurnal, Makalah

Fiduciary Duty dan Teori Salomon, Bahan Kuliah S2 Sekolah Pasca Sarjana Hukum Bisnis USU

Nasution, Bismar, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan,

disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT (Persero) BUMN “Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT (Persero) Dilingkungan BUMN Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Transparansi” diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 8 Maret 2007.

---, Mengukur Kinerja direktur BUMN, Makalah

Rajagukguk, Erman, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara,

disampaikan pada ”Peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”, Jakarta, 12-13 April 2007.

---, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara,disampaikan pada ”Peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”, Jakarta, 12-13 April 2007.

C. Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 49 Prp. 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentangPerseroan Terbatas

Peraturan pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)

Peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pengamanan dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah

Peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)

Peraturan pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas Dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) Dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Peraturan pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah

Peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas

Peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara

Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

Peraturan pemerintah Nomor 33 Tahun 2006 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan ekonomi tidak hanya dilakukan oleh masyarakat pada umumnya di sektor swasta, tetapi negara/pemerintah pun dapat melakukan kegiatan ekonomi. Peran negara/pemerintah dalam kegiatan ekonomi ini dari sejarahnya telah ada sejak lama. Pada negara-negara dengan paham sosialis peran negara dalam kegiatan ekonomi sangat sentralistik, sementara di negara-negara liberal kebalikannya dimana peran negara minimal, negara/pemerintah hanya sebagai regulator dengan ekonomi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip mekanisme pasar yang menekankan pada sisi efisiensi.

Format keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi bersumber pada politik ekonomi suatu negara sebagai konsekwensi dari perkembangan ajaran negara kesejahteraan. Konsep keterlibatan negara dalam bidang ekonomi secara riil, untuk pertama kali dikemukakan oleh Beveidge, seorang anggota parlemen Inggris dalam laporannya dan mengandung suatu program sosial, yaitu: pemerataan pendapatan masyarakat, kesejahteraan sosial sejak manusia lahir sampai meninggal dunia, penyediaan lapangan kerja, pengawasan atas upah oleh pemerintah, dan usaha dalam bidang pendidikan. Jika dikaji laporan dari Beveridge terkandung konsep negara kesejahteraan, yang akhirnya meluas dan diterima oleh banyak pihak. Tahap perkembangannya, sejak tahun 1883, Kanselir Jerman Otto Von Bismarck

memperkenalkan Asuransi Sosial yang dibiayai oleh pemerintah dan tahun 1889 lahirlah UU Pensiun, yang memberikan pensiun kepada pekerja di usia 70 tahun. Kemudian, Presiden Amerika Serikat F.D Roosevelt, 46 tahun kemudian mempertegas dan mempopulerkan kembali konsep negara kesejahteraan tersebut dengan program New Deals Social Security Acts 1935. 1

Krisis ekonomi dunia tahun 1929, yang menyebabkan negara tidak lagi bersifat pasif, untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat, negara dituntut ikut campur dalam segala aspek segala kehidupan sosial, dengan adagium, negara bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap warga negaranya mulai dari buaian ibu sampai masuk liang kubur (from the craddle to the grave).2

Dalam bukunya Adam Smith (1723-1790) yang diterbitkan tahun 1776, berjudul: An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations atau yang lebih dikenal dengan Wealth of Nation, dalam kebebasan alamiah, pemerintah hanya mempunyai tiga tugas dan fungsi, yaitu melindungi masyarakat dari tindakan kekerasan dan invasi dari masyarakat bebas lainnya, melindungi setiap anggota masyarakat dari ketidak-adilan oleh anggota masyarakat lainnya, dan menyediakan prasarana umum (public utiliteis) yang tidak dapat diwujudkan oleh anggota masyarakat. Konsep tugas dan fungsi pemerintah dari Adam Smith tersebut, memberi inspirasi Immanuel kant (1724-1804) dan melahirkan konsep

nachtwachterstaat, yaitu negara hanya bertugas untuk menjaga keamanan dan

1 Ibrahim R, Landasan Filosofis dan Yuridis Keberadaan BUMN: Sebuah Tinjauan, Jurnal Hukum Bisnis,Volume 26-No.1-Tahun 2007, hlm. 8

ketertiban, sedangkan urusan kesejahteraan harus didasarkan pada free fight para individu. Kemudian, konsep Emmanuel Kant tersebut dikembangkan oleh Friedrich Stahl menjadi konsep negara hukum formal, sampai pada krisis ekonomi dunia terparah tahun 1929, kemudian memperkuat kelahiran welfare state. 3

Di Indonesia dasar hukum yang membolehkan negara melakukan kegiatan ekonomi melalui Perusahaan Negara dapat dilihat pada tujuan negara pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat ada empat tujuan dari negara Republik Indonesia yaitu : “...(1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) untuk memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...” Pengembangan BUMN merupakan salah satu upaya negara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, khususnya berkaitan dengan elemen “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Berangkat tujuan tersebut, UUD 1945 pada dasarnya mengatakan bahwa manakala suatu negara berdiri dan kebutuhan warga negaranya belum dapat dipenuhi sendiri, maka negara wajib memenuhi kebutuhan warganya agar tercapai suatu kesejahteraan yang akan mendorong tercapainya masyarakat yang cerdas.4 Selanjutnya Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan: cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

3 Ibid, hlm. 8 4

Pandu Djayanto, Sekilas Tentang Peran, Fungsi dan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Newsletter Hukum & Perkembangannya, No.70 September 2007, hlm.10

oleh negara.

Amanat inilah yang menjadi landasan awal bagi negara untuk mengadakan unit-unit usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum dapat dipenuhi secara mandiri oleh rakyat/swasta. Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, hampir seluruh sektor usaha yang penting bagi masyarakat belum dapat berkembang sendiri tanpa adanya keterlibatan langsung pemerintah. Oleh karena itu, dilakukanlah nasionalisasi perusahaan-perusahaan ex-Belanda, yang sektor usahanya sangat beragam, seperti perkebunan, perdagangan, konstruksi, asuransi, dan perbankan. Saat ini kita memiliki 139 BUMN yang bergerak pada sekitar 37 sektor usaha dengan nilai aset lebih dari Rp.1300 Triliun.5

Dalam gerak operasionalnya keterlibatan negara dalam perekonomian dilakukan melalui Perusahaan Negara. Yang dimaksud dengan Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.6 Selanjutnya yang dimaksud dengan Pemerintah Pusat adalah Presiden Repubik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.7 Dalam perkembangan selanjutnya Perusahaan Negara tersebut saat ini dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selanjutnya yang dimaksud dengan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

5

Ibid, hlm.10 6

Lihat Pasal 1 angka 5 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 7

Lihat Pasal 1 angka 1 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah.

dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.8 Pada saat ini BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi selain swasta, dan koperasi. Sebagai salah satu pelaku perekonomian nasional, BUMN memegang peran strategis menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Di samping itu BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan. Sumbangan BUMN berupa setoran pajak kepada negara meningkat dari tahun ke tahun secara gradual. Hal ini terlihat dari penerimaan pajak tahun 2000 sebesar Rp115.912 milyar rupiah sekitar Rp 9.357 milyar (lebih dari 8 %) berasal dari pajak BUMN. Pada tahun 2005 total penerimaan pajak negara adalah Rp 351.973 milyar rupiah, hampir 12 % nya berasal dari pajak BUMN yaitu sebesar Rp 41.986 milyar rupiah.9

Sejarah perkembangan BUMN di Indonesia dilihat dari periode dan generasi masanya dapat dikelompokkan menjadi :10

1. Generasi Pertama 1945-1959.

BUMN dipakai untuk mengembangkan usaha public utilities dan hajat hidup orang banyak, bersifat strategis, dan penguasaan oleh negara dimaksudkan untuk mewujudkan kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat.

8

Lihat Pasal 1 angka 1 UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN).

9 Tjip Ismail, Peranan BUMN Dalam Penerimaan Pendapatan Negara (Tinjauan Dari Prespektif Pajak), Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 – No.1 – Tahun 2007, hlm. 40

10

2. Generasi Kedua 1959-1974.

Pengambilalihan semua perusahaan Belanda melalui UU No.86 Tahun 1958, sehingga peranan negara semakin dominan atau disebut masa etatisme. Jumlah perusahaan yang dinasionalisasikan sekitar 557 buah. Ketika terjadi perubahan rezim pemerintahan Orde Lama ke Orde baru, pelaku perekonomian masih didominasi BUMN dengan 644 buah. Sistem ekonomi etatisme mulai bergeser ke arah pasar bebas dengan lahirnya UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA dan UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN. (Sekarang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Investasi Asing).

3. Generasi Ketiga 1974-1982.

Ketika oil boom terjadi tahun 1973 yang mengakibatkan pemerintah melakukan ekspensi besar-besaran mendirikan BUMN, kondisi ini hanya berjalan satu dasawarsa, karena harga minyak merosot tahun 1983. Dalam situasi yang demikian pemerintah melakukan pengetatan anggaran atau istilah populernya kencangkan ikat pinggang dan diikuti oleh langkah kebijakan pemerintah tentang tax reform. Periode ini, sisa-sisa sektor public utilities yang dicanangkan untuk BUMN mengalami tranformasi menuju privatisasi. Sektor

Dokumen terkait