• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Direksi Persero, Penyertaan Modal Negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggung Jawab Direksi Persero, Penyertaan Modal Negara"

Copied!
202
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

KUSMONO

067005074/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

national wealth, it is under public law (Law number 17, 2003 about National Finance). The main goal of a Partnership Company of State-Owned Enterprise is doing business to get profit. Business means risk, does not always gain profit but also loss. A problem rises when business decision made by management leads to financial loss; which law should work (public or private), how is the concept of separable national wealth on the capital of Partnership Company, does the loss of the company become the loss of the country, how is the concept of management’s responsibility.

One of the goals of a country to be manifested is to boost the public prosperity. In the frame of attaining the goal, the government has the obligation to create the national economic development through State-Owned Enterprises (SOEs) by involving national capital in the SOEs. SOEs comprises Public Corporate (Perum) and Partnership Company (Persero). The involvement of the national capital in Partner Company is implemented by the government by providing funds from APBN which are separable national wealth, and then is based on the mechanism of rules valid in the law of corporation. The separable national wealth when deposited , at that time, becomes the capital of the Partnership Company of SOEs and is not part of national wealth anymore. The country, in this case, acts as investor and stakeholder. The national wealth is the pieces of share itself.

The financial loss of a Partnership Company is not indeed the loss of the country. The position of government in Partnership Company cannot be said to represent the country as the public corporate body. It is because when the government as the public corporate body decides to involve its capital in Partnership Company of SOEs, at that time the immunity of public and the government is missing and has no legal relation to the national finance which has changed into shares.

The defense made by the management of Partnership Company of SOEs, who can perform duties by GCG, in good faith, in duty of care and in duty of loyalty, when having the financial loss in its business transaction, can be done through the doctrine of business judgment rule which is strictly accommodated in UUPT.

Keyword: The responsibility of Partnership Company management, The involvement of National Capital

(3)

Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tetapi dilihat struktur permodalannya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan pengaturannya tunduk pada ranah hukum publik Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara). Tujuan utama dari suatu BUMN yang berbentuk Persero adalah melakukan kegiatan bisnis dengan target akhir mendapatkan keuntungan. Bisnis adalah risiko, tidak selamanya akan mendapat keuntungan, namun dapat juga membawa risiko kerugian. Permasalahan muncul apabila keputusan bisnis yang diambil oleh Direksi ternyata membawa kerugian bagi Persero ketentuan hukum mana yang seharusnya mengatur, apakah masuk ranah hukum publik ataukah hukum privat, bagaimana konsepsi pemisahan kekayaan negara yang dipisahkan pada modal Persero, apakah kerugian Persero merupakan kerugian negara, bagaimana pengaturan pertanggungjawaban Direksi.

Salah satu tujuan negara yang hendak diwujudkan oleh negara adalah meningkatkan kesejahteraan umum. Dalam upaya mewujudkan upaya tersebut Pemerintah berkewajiban untuk menciptakan perkembangan perekonomian negara melalui badan usaha BUMN dengan melakukan Penyertaan Modal Negara pada BUMN. BUMN terdiri Perum dan Persero. Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero dilakukan oleh Pemerintah dengan mengeluarkan dana dari APBN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, selanjutnya didasarkan pada mekanisme ketentuan yang berlaku dalam hukum korporasi. Kekayaan negara yang dipisahkan ini ketika disetorkan maka saat itu menjadi modal BUMN Persero, bukan lagi bagian dari kekayaan negara. Negara dalam hal ini bertindak sebagai investor selaku pemegang saham. Kekayaan negara adalah berupa lembar-lembar saham itu sendiri.

Kerugian BUMN Persero bukan merupakan kerugian negara. Kedudukan pemerintah dalam BUMN Persero tidak dapat dikatakan sebagai mewakili negara sebagai badan hukum publik. Hal ini disebabkan ketika pemerintah sebagai badan hukum publik memutuskan menyertakan modalnya dalam BUMN Persero, maka pada saat itu juga imunitas publik dan negara hilang dan terputus hubungan hukumnya dengan keuangan negara yang telah berubah dalam bentuk saham.

Pembelaan Direksi BUMN Persero yang dalam pelaksanaan tugasnya mengelola perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya telah melaksanakan GCG,

beritikad baik (good faith), penuh kehati-hatian (duty of care), dan penuh tanggung jawab (duty of loyalty), apabila mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya dapat dilakukan melalui doktrin business judgment rule yang dengan tegas diakomodasi dalam Pasal 97 ayat (5) UUPT.

(4)

berkat dan karuniaNYA penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tujuan penulian tesis ini

adalah untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan program studi Magister Ilmu

Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Judul tesis ini adalah: “Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan

Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian”. Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna dan masih banyak kelemahan serta kekurangan, untuk itu

dengan senang hati dan tangan terbuka penulis mengharapkan dan menerima kritik dan

sumbang saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas

akhir ini.

Pada penulisan tugas akhir ini penulis telah banyak memperoleh masukan dan

menerima bantuan dari berbagai pihak. Atas saran, masukan dan bantuan baik moril

maupun materil, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus

dari lubuk hati yang paling dalam kepada :

1. Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera

Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti

dan menyelesaikan pendidikan program Magister;

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara, atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada

(5)

4. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., MLI, dan Dr. SunarmiSH., M.Hum, selaku

komisi pembimbing dengan penuh perhatian memberi dorongan, bimbingan dan

saran serta pinjaman textbook kepada penulis;

5. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, dan Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN.,

M.Hum selaku penguji, terima kasih atas masukan dan pendapatnya;

6. Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H, Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara atas rekomendasinya pada penulis untuk kuliah di Program

Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

7. Ibu Inten Soediono mertua, dan istri tercinta Nany, serta anak-anak tersayang

Revanantyo dan Rivkyanantyo atas cinta, kasih dan kesetiaan yang selalu mengalir

mendukung selama penulisan ini sehingga sangat membantu kelancaran

penyelesaian tugas akhir ini;

8. Seluruh Guru Besar serta dosen padaProgram Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah

Pascasarjana Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama

menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

9. Rekan-rekan satu angkatan serta semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan

satu persatu yang telah memberikan dukungan moral maupun material untuk

(6)

kepada kita semua.

Medan, Juli 2008

Kusmono

(7)

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Manfaat Penelitian ... 18

E. Keaslian Penelitian ... 19

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 19

G. Metode Penelitian ... 30

H. Analisis Data ... 32

BAB II : BATASAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN ... 34

A. Pengertian Terbatas Pada Perseroan Terbas ... 34

1. Korporasi Sebagai Badan Hukum ... 34

2. Konsekwensi Badan Hukum ... 36

3. Prinsip-Prinsip Hukum Perseroan Terbas ... 37

(8)

2. Direksi ... 50

3. Komisaris ... 56

C. BUMN Persero ... 59

1. Pengertian dan Peran BUMN Persero ... 59

2. BUMN Persero Merupakan Perseroan Terbatas ... 63

3. Organ BUMN Persero ... 64

D. Kekayaan Negara dan Modal Persero ... 66

1. Pengertian Kekayaan Negara ... 66

2. Pengertian Keuangan Negara ... 69

3. Penyertaan Modal Negara Pada BUMN Persero ... 76

4. Pemisahan Kekayaan Negara Pada BUMN Persero ... 80

BAB III : KERUGIAN PERSERO ... 95

A. Tata Kelola BUMN Persero ... 95

1. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Sehat ... 97

(9)

3. Manajemen Resiko Bagi BUMN Persero ... 102

C. Laporan Keuangan ... 104

1. Pengertian dan Jenis-Jenis Laporan Keuangan ... 104

2. Bentuk Laporan Keuangan ... 105

3. Tujuan Laporan Keuangan ... 106

D. Kerugian ... 106

1. Konsep Kerugian ... 107

2. Untung atau Rugi Bagi BUMN Persero ... 107

3. Upaya Pemerintah ... 109

E. Aspek Hukum Kerugian BUMN Persero ... 110

BAB IV : PENGATURAN PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI BUMN PERSERO DALAM HAL TERJADI KERUGIAN ... 116

A. Pembelaan Direksi BUMN Persero Melalui Prinsip-Prinsip Business Judgement Rule ... 116

1. Duty of Care and Standard of Care ... 117

2. Duty of Loyalty ... 121

3. Duty of Candor ... 125

B. Studi Kasus Bank Mandiri (ECW Neloe, Mantan Direktur Utama) ... 126

(10)

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 146

A. Kesimpulan ... 146

B. Saran ... 149

(11)

PADA PENGELOLAAN PENYERTAAN MODAL NEGARA

DALAM HAL TERJADI KERUGIAN

TESIS

OLEH :

KUSMONO

067005074/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(12)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

Dalam Program Studi Ilmu Hukum Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH :

KUSMONO

067005074/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(13)

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ...

BAB I : PENDAHULUAN ...

A. Latar Belakang ...

B. Kerangka Teori ...

BAB II : KONSEPSI PEMISAHAN KEKAYAAN NEGARA

YANG DIPISAHKAN ...

BAB III : KERUGIAN BUMN PERSERO ...

BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ...

A. KESIMPULAN ...

B. SARAN ...

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Format keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi bersumber pada

politik ekonomi suatu negara sebagai konsekwensi dari perkembangan ajaran

negara kesejahteraan. Di Indonesia dasar hukum yang membolehkan negara

melakukan kegiatan ekonomi melalui Perusahaan Negara dapat dilihat pada tujuan

negara pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat ada empat

tujuan dari negara Republik Indonesia yaitu : “...(1) melindungi segenap bangsa

Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) untuk memajukan

kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial...” Pengembangan BUMN merupakan salah satu upaya negara untuk

mencapai tujuan-tujuan tersebut, khususnya berkaitan dengan elemen

“memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Selanjutnya Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan: cabang-cabang

produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak

(15)

usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.1 Selanjutnya yang dimaksud dengan Pemerintah Pusat adalah Presiden Repubik

Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia.2 Dalam perkembangan selanjutnya Perusahaan Negara tersebut saat ini dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selanjutnya yang dimaksud

dengan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari

kekayaan negara yang dipisahkan.3 Pada saat ini BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi selain swasta, dan Koperasi. Sebagai salah satu pelaku

perekonomian nasional, BUMN memegang peran strategis menghasilkan barang

dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya

kemakmuran masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD

1945.

Dasar hukum Perusahaan Negara saat ini di Indonesia adalah

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, untuk

selanjutnya disebut UU BUMN. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN

dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh

1

Lihat Pasal 1 angka 5 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 2

(16)

bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang

bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip

pengelolaan perusahaan. Sementara itu yang dimaksud dengan Persero adalah

BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham

yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki

oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.6 Masing-masing badan usaha tersebut memiliki misi tujuan usaha yang berbeda.

BUMN dengan bentuk usaha Perum disamping mencari keuntungan dalam

kegiatan bisnisnya juga menjalankan fungsi Public Service Obligation (PSO)

kepada masyarakat. Sementara persero tujuan utama kegiatan bisnisnya adalah

mengejar keuntungan, namun mengingat BUMN Persero modalnya sebagian atau

seluruhnya dari Penyertaan Modal Negara maka tidak terlepas dari kewajiban

melaksanakan fungsi PSO, tetapi porsi kewajibannya tidak sebesar yang

dilaksanakan Perum.

Persero memiliki karakteristik yang unik sebagai badan hukum

(rechtspersoon/legal person) merupakan Perseroan Terbatas yang

pengaturannya tunduk pada ranah hukum privat (Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, untuk selanjutnya disebut UUPT),

tetapi dilihat struktur permodalannya berasal dari kekayaan negara yang

dipisahkan pengaturannya tunduk pada ranah hukum publik (Undang-Undang

(17)

yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja negara (APBN) untuk

dijadikan Penyertaan Modal Negara pada persero dan/atau Perum serta

perseroan terbatas lainnya.

Tujuan utama dari suatu BUMN yang berbentuk persero adalah melakukan

kegiatan bisnis dengan target akhir adalah mendapatkan keuntungan. Hal ini

ditegaskan dalam Pasal 2 UU BUMN :

(1) Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :

a. memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;

b. mengejar keuntungan;

c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

(2) Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

Dalam gerak operasionalnya sehari-hari, pengurusan persero dilakukan

oleh direksi. Pasal 5 UU BUMN menyatakan:

(1) Pengurusan BUMN dilakukan oleh direksi.

(2) Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi harus mematuhi Anggaran

Dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan

(18)

mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya memunculkan polemik mengenai

aturan hukum pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh direksi.

Polemik tentang pertanggungjawaban direksi persero itu muncul

disebabkan oleh karena adanya beberapa peraturan perundangan yang

mengaturnya, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN,

Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dan

Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, serta

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor

31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Polemik tersebut berawal dari

modal persero yang merupakan bagian dari Keuangan Negara sehingga apabila

persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya, dianggap merupakan

kerugian negara.7

Pemerintah terutama di representasi oleh aparat penegak hukum seperti

Kejaksaan Agung, Kepolisian dan juga Pemeriksa (Badan Pemeriksa Keuangan),

bertahan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang

menyatakan bahwa modal persero merupakan bagian dari Keuangan Negara

sehingga kerugian persero adalah merupakan kerugian negara. Dalam hal ini

(19)

Pemikiran aparat penegak hukum Kejaksaan Agung, Kepolisian dan

Pemeriksa BPK, bahwa kerugian persero merupakan kerugian negara tidaklah

salah. Landasan hukum yang mendasari pemikiran tersebut adalah

Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dimana Pasal 1 angka

1, menyatakan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara

yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun

barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan

kewajiban tersebut. Sedangkan ruang lingkup keuangan negara tersebut meliputi

antara lain kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak

lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat

dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada Perusahaan

Negara/perusahaan daerah.8 Selama pengertian dan ruang lingkup Keuangan Negara dalam perundang-undangan tersebut belum dicabut maka masih berlaku

dan dijadikan landasan hukum bagi aparat penegak hukum dan pemeriksa dalam

melaksanakan tugasnya.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan terkait

Keuangan Negara Pasal 1 angka 1, menyatakan yang dimaksud dengan

Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan

Negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam

APBN dan APBD. Sementara Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

(20)

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 2 huruf g

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 terkait dengan Penyertaan Modal Negara pada

BUMN menetapkan: kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau

oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain

yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada

Perusahaan Negara/perusahaan daerah. Di sisi yang lain dalam penjelasan

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan AtasUndang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, menyatakan: Keuangan

Negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun,

yang dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala

hak yang timbul karena:

1. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat

lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah;

2. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha

Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Bahan hukum dan

perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasar perjanjian dengan

negara.

Pada sisi masyarakat yang lain, kalangan akademisi dan juga direksi

persero berpendapat bahwa pengaturan BUMN Persero sebagai perseroan terbatas

tunduk pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dan

(21)

tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga bagi para pelaku bisnis termasuk para

direksi persero. Dalam bisnis masalah kepastian hukum memegang peranan yang

penting. Dengan adanya kepastian dalam sistem hukum maka pelaku usaha

termasuk para direksi persero dapat memprediksi rencana bisnis dalam rangka

mengelola usaha yang menjadi tanggungjawabnya.

Dalam melaksanakan tugas menggerakkan roda bisnis terhadap persero

yang dipimpinnya di tengah persaingan usaha yang terbuka dan ketat adalah

merupakan hal yang biasa bila direksi dalam mengambil keputusan bisnis

melakukan spekulatif. Permasalahan kemudian muncul apabila Keputusan bisnis

yang diambil oleh direksi ternyata membawa kerugian bagi persero. Hal demikian

membawa implikasi terhadap pertanggungjawaban direksi persero, ketentuan

hukum mana yang seharusnya mengatur, apakah masuk ranah hukum publik

ataukah hukum privat. Pemahaman tentang hal ini penting untuk menjamin

adanya kepastian hukum, sehingga direksi tidak perlu ragu-ragu lagi dalam

mengelola persero yang menjadi tanggungjawabnya, agar dapat focus mencapai

target yang optimum dalam mengejar keuntungan bagi persero sebagaimana

diamanatkan dalam Anggaran Dasar dan ketentuan perundangan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, permasalahan pokok yang akan

(22)

hukum direksi persero apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi

bisnis ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tesis ini antara lain adalah :

1. Berusaha mengungkapkan batasan tentang kekayaan negara yang dipisahkan

dalam penyertaan modal pemerintah pada persero;

2. Untuk mengetahui ketentuan perundang-undangan mengatur tentang tanggung

jawab hukum direksi persero apabila persero mengalami kerugian dalam

transaksi business;

3. Untuk mengetahui kerugian persero tersebut dapat dikategorikan sebagai

kerugian negara.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut bersifat Teoritis yaitu memberi

sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan bidang ilmu hukum pada

umumnya dan ilmu hukum korporasi khususnya dalam bidang pengelolaan

Perusahaan Negara (BUMN) yang berbentuk perseroan yang dilakukan oleh

direksi, dan bersifat Praktis bagi aparat penegak hukum dan kalangan masyarakat

(23)

ini asli dan keaslian secara akademis keilmuan dapat dipertanggung jawabkan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Persero merupakan Perusahaan Negara yang berbentuk perseroan

terbatas (PT). Perseroan terbatas sebagai badan hukum perdata (privat) yang

mempunyai status kemandirian (persona standi in judicio). Identitas hukum

suatu korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas hukum para pemegang

sahamnya, direksi, maupun organ-organ lainnya.

Kajian penelitian tesis ini akan menyangkut tentang :

a. Teori Badan Hukum

Badan hukum merupakan terjemahan istilah hukum Belanda yaitu

rechtspersoon. Ada beberapa konsep terkemuka tentang personalitas badan

hukum (legal personality), Ali Rido tentang teori-teori badan hukum

mengemukakan ada empat, yaitu :9

(1) Teori fictie dari Von Savigny berpendapat, badan hukum itu

semata-mata buatan negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia

sajalah sebagai subyek hukum , badan hukum itu hanya suatu fictie

saja, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang

menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum)

(24)

pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang kita namakan

hak-hak itu dari suatu badan hukum, sebenarnya adalah hak-hak yang

tidak ada yang mempunyai dan sebagai penggantinya adalah suatu

harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan

kepunyaan suatu tujuan. Pengikut teori ini Van der Heyden, dalam

karangannya “Het Schijnbeeld van de rechtpersoon”.

(3) Teori Organ dari Otto von Gierke. Badan hukum itu adalah suatu

realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada

didalam pergaulan hukum. Itu adalah suatu “leiblichgeiste

Lebenseinheit die Wollen und das Gewolte os Tot unsetzen kam”.

Disini tidak hanya suatu pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan

hukum itu juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang

dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya (pengurus,

anggota-anggotanya). Dan apa yang mereka putuskan, adalah kehendak atau

kemauan dari badan hukum. Teori ini menggambarkan badan hukum

sebagai suatu yang tidak berbeda dengan manusia. Pengikut teori organ

antara lain Mr. L.C. Polano “Rechtspersoonlijkheid van vereeigingen”,

disertasi Leiden,1910.10

(4) Teori Propriete Cellective dari Planiol (gezamenlijke

(25)

dapat memiliki masing-masing untuk bagian yang tidak dapat dibagi,

tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhan, sehingga

mereka secara pribadi tidak, bersama-sama setelah semuanya menjadi

pemilik. Kita katakan, bahwa orang-orang yang berhimpun itu

semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi,

yang dinamakan badan hukum. Maka dari itu badan hukum adalah

suatu konstruksi yuridis saja. Sebagai pengikut diantaranya ialah Star

Busmann, Kranenburg.11

b. Teori Pertanggung Jawaban Direksi

Menyangkut pertanggung jawaban direksi persero ada beberapa prinsip

hukum dalam sistem common law yang juga diakomodasi dalam sistem

hukum perseroan di Indonesia :

1. Prinsip Fiduciary Duty

Lewis D. Solomon12 tentang pertanggung jawaban direksi korporasi mengatakan:

Fiduciary duty is perhaps the most important concept in the Anglo-American law of corporation. The word “fiduciary” comes form the Latin fides, meaning faith or confidence, and was originally used in the common law to describe the nature of the duties imposed on a trustee. Perhaps because many of the earliest corporations cases involved chari table corporations, courts began to analogize the duties of a director in managing corporate property to the duties of a trustee in managing trust

(26)

owe some sort of enforceable duty to the corporation, and, through the corporation, to the shareholders. The term “fiduciary duty,” however, has no fixed meaning; its parameters are continually evolving.

Dalam hal ini yang dimaksud adalah tugas yang terbit dari hubungan

fiducia antara direksi dan perseroan yang dipimpinnya, yang menyebabkan

direksi berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust.

Seorang direktur harus memiliki kepedulian dan kemampuan (duty of care

and skill), itikad baik, loyalitas, dan kejujuran terhadap perseroan dengan

derajat tinggi (high degree).

2. Prinsip Duty of Care

Tugas memperdulikan yang diharapkan dari direksi adalah duty of care

sebagaimana dimaksud dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum;

dalam arti, direksi berbuat atau bertindak secara hati-hati agar terhindar

dari kelalaian (negligence).13

3. Prinsip Duty of Loyalty and Good Faith

Direktur sebagai pengurus perseroan adalah merupakan trustee bagi

perseroan. Dalam pelaksanaan pengelolaan perseroan tidak boleh

mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan, tetapi harus

didasarkan pada itikad baik dan dengan loyalitas yang tinggi pada

perseroan. Dalam sistem common law duty of care and good faith

bersama-sama dengan duty of care bersama-sama dikenal dengan nama

fiduciary duty.

(27)

tindakan tersebut didasarkan pada itikad baik dan hati-hati. Direksi

mendapat perlindungan hukum tanpa perlu memperoleh pembenaran dari

pemegang saham atau pengadilan atas keputusan yang diambilnya dalam

konteks pengelolaan perusahaan.14

Doktrin business judgment rule akan melindungi direksi dari kewajiban

atas keputusan bisnis yang menimbulkan kerugian pada korporasi. Dalam

sistem hukum common law untuk pertanggung jawaban direksi korporasi

dapat dilihat pertimbangan pengadilan dalam perkara Gries Sports

Enterprises, Inc. V. Cleveland Browns Football Co., Inc. 26 Ohio St.3d 15,

496 N.E.ed 959 (1986) :

The business judgment rule is a principle of corporate governance that has been part of the common law for at least one hundred fifty years. It has traditionally operated as a shield to protect directors form liability for their decisions. If the directors are entitled to the protection of the rule, then the courts should not interfere with or second-guess their decisions. If the directors are not entitled to the protection of the rule, then the courts scrutinize the decision as to its intrinsic fairness to the corporation and the corporation’s minority shareholders. The rule is rebuttable presumtion that directors are better equipped than the courts to makebusiness judgments and that the directors acted withaout self-dealing or personal interest and exercised reasonable diligence and acted with good faith. A party challenging a board of directors’ decision bears the burden of rebutting the presumption that the decision was a proper exercise of the business judgment of the board.15

Dalam sistem hukum nasional doktrin business judgment rule

telah diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas. Pasal 97 ayat (5) menyatakan :

(28)

perseroan;

c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

G. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang dilakukan untuk penulisan tesis ini adalah:

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan

menganalisis permasalahan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku

dan juga literatur yang membahas permasalahan yang diajukan, dimana

datanya datanya bersumberkan dari data pustaka (library research).

2. Sumber-Sumber Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif maka sumber data

dalam penelitian ini berasal dari :

a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan

perundang-undangan yang terkait dengan obyek permasalahan yang akan

diteliti yaitu dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan

Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas, dan perubahannya pada Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 17

(29)

jurnal, makalah, laporan penelitian yang relevan dengan topik penelitian.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang

meliputi kamus bahasa indonesia, kamus bahasa inggris, kamus hukum,

encyclopedia hukum dan lain-lain.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Studi Dokumen

Studi dokumen dilakukan melalui pengumpulan peraturan

perundang-undangan untuk menemukan dan mengetahui asas-asas hukum, pasal-pasal

peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori-teori hukum,

doktrin-doktrin hukum, yurisprudensi, filsafat hukum dan hal-hal yang relevan dan

menunjang terhadap kualitas tesis ini.

b. Pedoman Wawancara

Apabila diperlukan dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara dengan

ahli hukum perusahaan dan ahli hukum Keuangan Negara.

H. Analisis Data

Analisis data pada penelitian hukum normatif ini dengan menggunakan

pendekatan perundang-undangan (statute approach) karena yang akan diteliti

(30)

BAB II

BATASAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN

A. Pengertian Terbatas Pada Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. Kata

perseroan merujuk pada modal perseroan yang terdiri atas sero-sero atau

saham-saham. Sedangkan kata terbatas merujuk pada tanggung jawab dari pemegang

saham yang luasnya hanya terbatas tidak melibihi nilai nominal semua saham

yang dimilikinya. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan

Terbatas mendefinisikan perseroan terbatas sebagai berikut: Perseroan Terbatas,

yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan

persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha

dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan

pelaksanaannya.16

Perseroan Terbatas sebagai badan hukum memiliki karakteristik sebagai

berikut:

1. Didirikan Atas Dasar Perjanjian

2. Menjalankan Usaha Tertentu

3. Memiliki Modal Yang Terbagi Atas Saham

(31)

perseroan organ dimaksud adalah RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris,

memungkinkan perseroan mengambil bagian dalam lalu lintas hukum selaku

subyek hukum mandiri seperti halnya manusia yang bertindak dengan memakai

organ-organnya (tangan, mulut, otak dsb).17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menjelaskan bahwa Organ perseroan terdiri dari

RUPS, Direksi, dan Komisaris.18 C. BUMN Persero

1. Pengertian dan Peran BUMN Persero

BUMN Persero adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang

modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima

puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang

tujuan utamanya mengejar keuntungan.19 2. BUMN Persero Merupakan Perseroan Terbatas

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan

Usaha Milik Negara, menyatakan: yang dimaksud dengan Perusahaan

Perseroan, yang selanjutnya disebut persero, adalah BUMN yang berbentuk

perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau

paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara

Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Persero

sebagai suatu badan usaha berbentuk perseroan terbatas dalam gerak

(32)

3. Organ BUMN Persero

Organ BUMN Persero sama seperti yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, oleh karena BUMN

Persero pada hakekatnya adalah perseroan terbatas,21 yaitu meliputi RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris.22

D. Kekayaan Negara dan Modal Persero

1. Pengertian Kekayaan Negara

Cakupan kekayaan negara sebagai suatu aset negara begitu luas ruang

lingkupnya yang secara umum meliputi dua hal, yaitu barang yang dikuasai

oleh negara (domain publik) dan yang dimiliki oleh negara (domain privat).

Barang milik negara sebagai domein publik tersebut bersumber dari Konstitusi

RI yaitu UUD 1945 amandemen keempat. Untuk domein publik

pengaturannya bersumber dari pasal 33 ayat (3) UUD 1945 amandemen

keempat, yang menyatakan : Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 Tentang

Pengamanan Dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara Dari pemerintah

Pusat Kepada pemerintah Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi

Daerah, menyatakan: Barang Milik/Kekayaan Negara yang selanjutnya

(33)

dipisahkan (dikelola Badan Usaha Milik Negara) dan kekayaan pemerintah

daerah.

2. Pengertian Keuangan Negara

Pengertian Keuangan Negara meliputi dua hal yaitu:

a. Pengertian Keuangan Negara dalam arti sempit hanya meliputi APBN.

Dalam konteks Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero, Keuangan

Negara masuk pada pengertian kekayaan negara yang dipisahkan dari

mekanisme pelaksanaan APBN, selanjutnya menjadi bagian domain privat

pengaturan dan pertanggungjawaban selanjutnya didasarkan pada

mekanisme hukum korporasi.

b. Pengertian Keuangan Negara dalam arti luas meliputi kekayaan negara

yang dipisahkan sebagaimana dimaksud Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Pasal 1

angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara, dan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004

tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

3. Penyertaan Modal Negara Pada BUMN Persero

Yang dimaksud dengan Penyertaan Modal Negara adalah pemisahan

kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau

(34)

Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 menyatakan bahwa penyertaan modal

pemerintah pada BUMN Persero merupakan kekayaan negara yang dipisahkan

dari pengelolaan dan mekanisme pertanggung jawaban APBN, tetapi

selanjutnya didasarkan pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang

sehat tunduk pada pengaturan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

Tentang Perseroan Terbatas. Dengan adanya fatwa MA tersebut Pemerintah

melakukan perubahan terhadap PP Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara

Penghapusan Piutang Negara/Daerah diganti dengan PP Nomor 33 Tahun

2006 tentang Perubahan PP Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara

Penghapusan Piutang Negara/Daerah. Dalam PP yang baru ini diatur dengan

tegas bahwa piutang Negara/Daerah pada Bank BUMN Persero bukan

merupakan piutang Negara/Daerah tetapi merupakan piutang dari Bank

(35)

KERUGIAN PERSERO

A. Tata Kelola BUMN Persero

Tata Kelola yang sehat pada BUMN Persero atau Good Corporate

Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN

untuk meningkatkan keberhasilan usaha akuntabilitas perusahaan guna

mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap

memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berdasarkan peraturan

perundangan dan nilai - nilai etika. Pemerintah melalui Keputusan Menteri

BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan

Praktek GCG pada BUMN, dalam salah satu diktum keputusan tersebut

disebutkan bahwa prinsip Good Corporate Governance merupakan kaidah, norma

ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam sistem pengelolaan BUMN

yang sehat. Melalui GCG mewajibkan direksi, komisaris dan dewan pengawas

dalam melaksanakan tugasnya harus melaksanakan prinsip-prinsip

profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggung

jawaban serta kewajaran.

B. Laporan Keuangan

Laporan Keuangan merupakan media komunikasi dan

(36)

dihasilkan selama periode terjadinya beban dan pendapatan tersebut. Apabila

jumlah beban yang terjadi dalam periode waktu tertentu lebih besar daripada

jumlah pendapatan yang dihasilkan, maka perusahaan akan mengalami kerugian.

Laba bersih merupakan jumlah dalam laporan laba rugi apabila pendapatan

melebihi beban.24 Kelebihan pendapatan atas beban yang dikeluarkan dalam proses menghasilkan pendapatan.25 Laba juga bisa diartikan jumlah rupiah bersih yang diperoleh setelah semua pendapatan dan untung dikurangi dengan semua

biaya dan rugi.26 Laba bersih adalah penambahan bersih pada modal pemilik yang berasal dari kegiatan mencari laba.27 Laba yang diakumulasikan selama beberapa periode disebut Earning yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk

mengasilkan laba dalam beberapa periode.28 Sedangkan laba komprehensif adalah penghasilan bersih yang terjadi dari semua transaksi selain transaksi

modal.29 Rugi bersih merupakan pengurangan bersih pada modal pemilik yang berasal dari kegiatan mencari laba.30 Rugi juga bisa diartikan sebagai jumlah dalam laporan laba rugi apabila pendapatan kurang dari beban.31

1. Upaya pemerintah

24 Carl S Warren, (et al), Accounting Principle, South-Western of Thomson Learning, 2005, hlm.427

25

Ibid, hlm. 27 26

Suwardjono, Akutansi Pengantar, (Yogyakarta: BPFE), hlm.74 27 Carl S Warren, Op.cit, hlm.201

28

(37)

pertama: dengan melakukan upaya hukum melalui mekanisme RUPS. Pasal 69

ayat (1) UUPT menyatakan bahwa RUPS tahunan menyetujui laporan tahunan

dan pengesahan perhitungan tahunan. Dengan demikian kerugian dalam

BUMN Persero tidak dihitung dari satu kali transaksi, tetapi dari seluruh

transaksi dalam satu tahun berjalan. Jadi bisa saja satu kali transaksi rugi tapi

pada bagian transaksi yang lain untung. Pada akhirnya RUPS yang

memutuskan apakah BUMN Persero untung atau rugi. Apabila neraca dalam

laporan tahunan menyatakan rugi dalam tahun yang telah berjalan, mekanisme

RUPS dapat memutuskan menggunakan menutup kerugian dari dana cadangan

atau keuntungan tahun lalu yang belum dibagikan.32 Oleh karena itu, kerugian pada BUMN Persero tidak otomatis sebagai kerugian negara sebagai

pemegang saham.

Kedua: melalui upaya hukum dengan menggugat direksi BUMN Persero

secara perdata apabila keputusan yang diambil oleh direksi merugikan

pemerintah sebagai pemegang saham sebagaimana diatur Pasal 61 UUPT.

Ketiga: pemerintah juga dapat melaporkan pengurus BUMN kepada aparat

penegak hukum apabila diduga terjadi pemalsuan data dan laporan keuangan,

penggelapan uang perusahaan, pelanggaran Undang-Undang Perbankan, serta

pelanggaran atas peraturan perundang-undangan lain yang memuat ketentuan

pidana. Bahkan sebenarnya dapat juga digunakan ketentuan dalam

(38)

C. Aspek Hukum Kerugian BUMN Persero

Pada BUMN Persero dimana pemerintah menyertakan modalnya yang

berasal dari APBN, maka kedudukan pemerintah tidak dapat dikatakan

representasi negara sebagai badan hukum publik tetapi sebagai investor yang

kedudukannya sama dengan investor lainnya selaku pemegang saham.

Selanjutnya, M. Yahya Harahap33 menyatakan, pemegang saham sebagai pemilik, hanya mempunyai hak kontrol tidak langsung atas opersional sehari-hari

perseroan dan atas segala kebijaksanaan direksi. Akan tetapi pemegang saham

tidak memikul tanggung jawab atas pelaksanaan fungsi fungsi direksi. Dan

memang semakin banyak saham yang dimiliki seorang pemegang saham, semakin

besar kekuasaan kontrol yang dapat dilakukannya, dimana tanggung jawab

pemegang saham34 tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan melebihi saham yang dimiliki.

(39)

BAB IV

PENGATURAN PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI BUMN PERSERO DALAM HAL TERJADI KERUGIAN

A. Pembelaan direksi BUMN Persero Melalui Prinsip-Prinsip Business Judgment

Rule

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Konsepsi kekayaan negara yang dipisahkan dalam Penyertaan Modal Negara

(PMN) pada BUMN Persero adalah pemisahan kekayaan negara dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk selanjutnya

dijadikan Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero dan pembinaan

selanjutnya serta pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN,

namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip pada

hukum korporasi.

2. Kerugian BUMN Persero bukan merupakan kerugian negara. Kedudukan

pemerintah dalam BUMN Persero tidak dapat dikatakan sebagai mewakili

negara sebagai badan hukum publik. Hal ini disebabkan ketika pemerintah

(40)

mengelola perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya telah melaksanakan

CGC, beritikad baik (good faith), penuh kehati-hatian (duty of care), dan

penuh tanggung jawab (duty of loyalty), apabila mengalami kerugian dalam

transaksi bisnisnya dapat dilakukan melalui doktrin business judgment rule.

B. Saran

1. Beberapa pasal dalam peraturan perundang-undangan yang terkait dengan

kekayaan negara yang dipisahkan dalam Penyertaan Modal Negara pada

BUMN Persero yang kemudian menjadi piutang BUMN Persero pada pihak

ketiga (penanggung hutang), yaitu Pasal 8, Pasal 12 ayat (1) UU No. 49 Prp

Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang negara (PUPN); Pasal 2 huruf g

UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Pasal 4 ayat (1) UU No. 19

Tahun 2003 tentang BUMN; Pasal 1 angka 6 UU No. 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara; Pasal 22 ayat (5) UU No. 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, terhadap

penyelesaian piutang BUMN Persero tersebut sudah seharusnya dilakukan

sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku di bidang

perseroan terbatas dan BUMN beserta peraturan pelaksanaannya.

2. Perlu sinkronisasi untuk perubahan beberapa undang-undang khususnya yang

terkait dengan pengertian Keuangan Negara yaitu Undang-Undang Nomor 17

(41)

Pidana Korupsi, dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang

Badan Usaha Milik Negara agar berbagai undang-undang tersebut di atas tidak

bertabrakan sehingga terdapat konsistensi perundang-undangan dan kepastian

hukum.

3. Ditengah persaingan bisnis yang ketat, menghadapi era demokratisasi,

reformasi, dan globalisasi, maka penerapan tata kelola perusahaan yang sehat

atau Good Corporate Governance pada semua lini merupakan suatu keharusan

untuk meningkatkan value of the firm, mendapatkan dan mempertahankan

kepercayaan para stakeholder serta untuk mencapai sasaran persero dengan

cara yang berintegritas.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Ali, Chidir, Badan Hukum, Bandung: Penerbit Alumni, 1987

Ali, H. Masyhud, Manajemen Risiko Strategi Perbankan Dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: PT RajaGrafindo, 2006

(42)

Revisi, Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2003

Fees, E. Philips, Accounting Principles, South-Wesren Publishing Co, 1997

Fuady, Munir, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law & Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2002

Horngren, T. Charles, Accounting, Simon & Schuster Pte.Ltd-Prentice-hall,1977

Kaligis, O.C. & Associates, Kumpulan Kasus Menarik 1, O.C. Kaligis Associates, Jakarta, 2007

Kansil C.S.T. dan Kansil, Christine S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia Jilid I Pengantar Ilmu Hukum Semester Ganjil, Balai Pustaka, Jakarta, 2000

Khairandy, Riwan dan Malik, Camelia, Good Corporate Governance, Perkembangan Pemikiran dan Implementasinya di Indonesia Dalam Perspektif Hukum, Total Media Yogyakarta, 2007

Muhammad, Abdulkadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1995

Nasution, Bismar dan Sitompul, Zulkarnain, Hukum Perusahaan, Bandung: BooksTerrace & Library, 2005

---, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Hukum Program Pascasarjana, 2001

Nasution, S dan Thomas M, Buku Penuntun Membuat Tesis, Skripsi, Disertasi, Makalah, Bumi Aksara, 1999

O’Kelly Jr, Charles R, Corporations and Other Business Associatins, Cases and Materials, Canada: Published Simultaneously in Canada by Little, Brown & Company Limited, 1992

Rajagukguk, Erman, Nyanyi Sunyi Kemerdekaan Menuju Indonesia Negara Hukum Demokratis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi, 2006

(43)

Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Penerbit Alumni, 1963

Sastrawidjaja, H. Man S dan Mantili, Rai, Perseroan Terbatas Menurut Tiga Undang-Undang Jilid 1, Bandung: Penerbit PT Alumni, 2008

Sembiring, Sentosa, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas, Bandung: CV Nuansa Aulia, 2006

Soemarso, Akutansi Suatu Pengantar, Jakarta: Salemba Empat, 2002

Soeria Atmadja, Arifin P, keuangan Publik Dalam Perspektif Hukum Praktik, dan Kritik, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005

Solomon, Lewis D, Schwartz, Donald E,Bauman, Jeffrey D, dan Weiss, Elliott J,

Corporations Law And Policy Materials And Problems Third Edition, American Casebook Series, ST. Paul, Minn: West Publishing Co, 1994

Sudharmono, Johny, Be G2C Good Governed Company, Panduan Praktis Bagi BUMN Untuk Menjadi “G2C-Good Governed Company” Dan Mengelolanya Berdasarkan Suara Hati, Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2004

Suwardjono, Akutansi Pengantar, Yogyakarta: BPFE

Tjandra ,W. Riawan, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006

Yani, Ahmad dan Widjaja, Gunawan, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 1999

Warren, S. Carl, Accounting Principle, South-Western of Thomson Learning, 2005

Widjaya, I.G. Rai, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Khusus Pemahaman Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, Bekasi-Indonesia: Mega Poin, 2006

B. Jurnal-Jurnal, Makalah

(44)

Fiduciary Duty dan Teori Salomon, Bahan Kuliah S2 Sekolah Pasca Sarjana Hukum Bisnis USU

Nasution, Bismar, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan,

disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT (Persero) BUMN “Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan, Pembinaan Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT (Persero) Dilingkungan BUMN Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Transparansi” diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur Jakarta, Kamis, 8 Maret 2007.

---, Mengukur Kinerja direktur BUMN, Makalah

Rajagukguk, Erman, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara,

disampaikan pada ”Peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”, Jakarta, 12-13 April 2007.

---, Pengertian Keuangan Negara dan Kerugian Negara,disampaikan pada ”Peran BUMN Dalam Mempercepat Pertumbuhan Perekonomian Nasional”, Jakarta, 12-13 April 2007.

C. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 49 Prp. 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

(45)

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentangPerseroan Terbatas

Peraturan pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)

Peraturan pemerintah Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pengamanan dan Pengalihan Barang Milik/Kekayaan Negara Dari Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah

Peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero)

Peraturan pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas Dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) Dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara

Peraturan pemerintah Nomor 14 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang Negara/Daerah

Peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara Pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas

Peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara

Peraturan pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah

(46)
(47)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan ekonomi tidak hanya dilakukan oleh masyarakat pada umumnya di

sektor swasta, tetapi negara/pemerintah pun dapat melakukan kegiatan ekonomi.

Peran negara/pemerintah dalam kegiatan ekonomi ini dari sejarahnya telah ada

sejak lama. Pada negara-negara dengan paham sosialis peran negara dalam kegiatan

ekonomi sangat sentralistik, sementara di negara-negara liberal kebalikannya

dimana peran negara minimal, negara/pemerintah hanya sebagai regulator dengan

ekonomi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip mekanisme pasar yang menekankan

pada sisi efisiensi.

Format keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi bersumber pada politik

ekonomi suatu negara sebagai konsekwensi dari perkembangan ajaran negara

kesejahteraan. Konsep keterlibatan negara dalam bidang ekonomi secara riil, untuk

pertama kali dikemukakan oleh Beveidge, seorang anggota parlemen Inggris dalam

laporannya dan mengandung suatu program sosial, yaitu: pemerataan pendapatan

masyarakat, kesejahteraan sosial sejak manusia lahir sampai meninggal dunia,

penyediaan lapangan kerja, pengawasan atas upah oleh pemerintah, dan usaha

dalam bidang pendidikan. Jika dikaji laporan dari Beveridge terkandung konsep

negara kesejahteraan, yang akhirnya meluas dan diterima oleh banyak pihak. Tahap

(48)

memperkenalkan Asuransi Sosial yang dibiayai oleh pemerintah dan tahun 1889

lahirlah UU Pensiun, yang memberikan pensiun kepada pekerja di usia 70 tahun.

Kemudian, Presiden Amerika Serikat F.D Roosevelt, 46 tahun kemudian

mempertegas dan mempopulerkan kembali konsep negara kesejahteraan tersebut

dengan program New Deals Social Security Acts 1935. 1

Krisis ekonomi dunia tahun 1929, yang menyebabkan negara tidak lagi

bersifat pasif, untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat, negara dituntut ikut

campur dalam segala aspek segala kehidupan sosial, dengan adagium, negara

bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap warga negaranya mulai dari buaian ibu

sampai masuk liang kubur (from the craddle to the grave).2

Dalam bukunya Adam Smith (1723-1790) yang diterbitkan tahun 1776,

berjudul: An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations atau yang

lebih dikenal dengan Wealth of Nation, dalam kebebasan alamiah, pemerintah

hanya mempunyai tiga tugas dan fungsi, yaitu melindungi masyarakat dari tindakan

kekerasan dan invasi dari masyarakat bebas lainnya, melindungi setiap anggota

masyarakat dari ketidak-adilan oleh anggota masyarakat lainnya, dan menyediakan

prasarana umum (public utiliteis) yang tidak dapat diwujudkan oleh anggota

masyarakat. Konsep tugas dan fungsi pemerintah dari Adam Smith tersebut,

memberi inspirasi Immanuel kant (1724-1804) dan melahirkan konsep

nachtwachterstaat, yaitu negara hanya bertugas untuk menjaga keamanan dan

1 Ibrahim R, Landasan Filosofis dan Yuridis Keberadaan BUMN: Sebuah Tinjauan, Jurnal Hukum Bisnis,Volume 26-No.1-Tahun 2007, hlm. 8

(49)

ketertiban, sedangkan urusan kesejahteraan harus didasarkan pada free fight para

individu. Kemudian, konsep Emmanuel Kant tersebut dikembangkan oleh Friedrich

Stahl menjadi konsep negara hukum formal, sampai pada krisis ekonomi dunia

terparah tahun 1929, kemudian memperkuat kelahiran welfare state. 3

Di Indonesia dasar hukum yang membolehkan negara melakukan kegiatan

ekonomi melalui Perusahaan Negara dapat dilihat pada tujuan negara pada

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat ada empat tujuan dari

negara Republik Indonesia yaitu : “...(1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia; (2) untuk memajukan kesejahteraan umum; (3)

mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...” Pengembangan

BUMN merupakan salah satu upaya negara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut,

khususnya berkaitan dengan elemen “memajukan kesejahteraan umum” dan

“mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Berangkat tujuan tersebut, UUD 1945 pada dasarnya mengatakan bahwa

manakala suatu negara berdiri dan kebutuhan warga negaranya belum dapat

dipenuhi sendiri, maka negara wajib memenuhi kebutuhan warganya agar tercapai

suatu kesejahteraan yang akan mendorong tercapainya masyarakat yang cerdas.4 Selanjutnya Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan: cabang-cabang produksi

yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

3 Ibid, hlm. 8 4

(50)

oleh negara.

Amanat inilah yang menjadi landasan awal bagi negara untuk mengadakan

unit-unit usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum

dapat dipenuhi secara mandiri oleh rakyat/swasta. Pada awal kemerdekaan

Republik Indonesia, hampir seluruh sektor usaha yang penting bagi masyarakat

belum dapat berkembang sendiri tanpa adanya keterlibatan langsung pemerintah.

Oleh karena itu, dilakukanlah nasionalisasi perusahaan-perusahaan ex-Belanda,

yang sektor usahanya sangat beragam, seperti perkebunan, perdagangan, konstruksi,

asuransi, dan perbankan. Saat ini kita memiliki 139 BUMN yang bergerak pada

sekitar 37 sektor usaha dengan nilai aset lebih dari Rp.1300 Triliun.5

Dalam gerak operasionalnya keterlibatan negara dalam perekonomian

dilakukan melalui Perusahaan Negara. Yang dimaksud dengan Perusahaan Negara

adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah

Pusat.6 Selanjutnya yang dimaksud dengan Pemerintah Pusat adalah Presiden Repubik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia.7 Dalam perkembangan selanjutnya Perusahaan Negara tersebut saat ini dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selanjutnya yang dimaksud

dengan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

5

Ibid, hlm.10 6

Lihat Pasal 1 angka 5 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 7

(51)

dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan

negara yang dipisahkan.8 Pada saat ini BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi selain swasta, dan koperasi. Sebagai salah satu pelaku perekonomian

nasional, BUMN memegang peran strategis menghasilkan barang dan/atau jasa

yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran

masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Di samping

itu BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan.

Sumbangan BUMN berupa setoran pajak kepada negara meningkat dari tahun ke

tahun secara gradual. Hal ini terlihat dari penerimaan pajak tahun 2000 sebesar

Rp115.912 milyar rupiah sekitar Rp 9.357 milyar (lebih dari 8 %) berasal dari pajak

BUMN. Pada tahun 2005 total penerimaan pajak negara adalah Rp 351.973 milyar

rupiah, hampir 12 % nya berasal dari pajak BUMN yaitu sebesar Rp 41.986 milyar

rupiah.9

Sejarah perkembangan BUMN di Indonesia dilihat dari periode dan

generasi masanya dapat dikelompokkan menjadi :10 1. Generasi Pertama 1945-1959.

BUMN dipakai untuk mengembangkan usaha public utilities dan hajat hidup

orang banyak, bersifat strategis, dan penguasaan oleh negara dimaksudkan

untuk mewujudkan kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat.

8

Lihat Pasal 1 angka 1 UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN).

9 Tjip Ismail, Peranan BUMN Dalam Penerimaan Pendapatan Negara (Tinjauan Dari Prespektif Pajak), Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 – No.1 – Tahun 2007, hlm. 40

10

(52)

2. Generasi Kedua 1959-1974.

Pengambilalihan semua perusahaan Belanda melalui UU No.86 Tahun 1958,

sehingga peranan negara semakin dominan atau disebut masa etatisme. Jumlah

perusahaan yang dinasionalisasikan sekitar 557 buah. Ketika terjadi perubahan

rezim pemerintahan Orde Lama ke Orde baru, pelaku perekonomian masih

didominasi BUMN dengan 644 buah. Sistem ekonomi etatisme mulai bergeser

ke arah pasar bebas dengan lahirnya UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA dan

UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN. (Sekarang telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Investasi Asing).

3. Generasi Ketiga 1974-1982.

Ketika oil boom terjadi tahun 1973 yang mengakibatkan pemerintah melakukan

ekspensi besar-besaran mendirikan BUMN, kondisi ini hanya berjalan satu

dasawarsa, karena harga minyak merosot tahun 1983. Dalam situasi yang

demikian pemerintah melakukan pengetatan anggaran atau istilah populernya

kencangkan ikat pinggang dan diikuti oleh langkah kebijakan pemerintah

tentang tax reform. Periode ini, sisa-sisa sektor public utilities yang

dicanangkan untuk BUMN mengalami tranformasi menuju privatisasi. Sektor

Public utilities merupakan sektor yang menuntut monopoli, sebab prinsip utama

dalam mengawasi dan mengontrol BUMN public utulities adalah terjaminnya

mekanisme kontrol sosial yang efektif, menindak manajemen BUMN, apabila

terbukti tidak mampu menyediakan pelayanan jasa secara baik, benar, wajar dan

(53)

bersifat politik dan biasanya manajemen BUMN public utilities ditunjuk

berdasarkan kriteria politis. Berarti komitmen, kesadaran, dan moral

merupakan payung. Rakyat berhak menuntut balik, apabila tidak terpenuhinya,

disitulah letak keseimbangan makna socio democracy yang dicita-citakan the

founding fathers.

4. Generasi Keempat 1982-2020.

Globalisasi makin populer seiring dengan kemajuan iptek, tidak ada negara

yang dapat menolaknya. Dalam teori ekonomi klasik, negara dilarang ikut

campur dalam urusan ekonomi. Namun, setelah perang dunia pertama tahun

1914-1918, krisis ekonomi dunia terparah tahun 1929-1932 dan ketimpangan

perdagangan dunia, menghendaki ikut campurnya negara dalam bidang

ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, yang melahirkan konsep negara

kesejateraan (welfare state) yang di populerkan oleh Presiden Amerika Serikat

Franklin Delano Roosevelt (1933-1945) dengan New Deal Social Security Act

1935, perkembangannya di Amerika Serikat mencapai klimaksnya pada

pemerintahan Presiden Lyndon B.J (1963-1979). Kemudian Perdana Menteri

Inggris Margaret Thatcher membongkar peranan negara kesejahteraan dengan

melibatkan lebih banyak masyarakat dengan privatisasi Perusahaan Negara dan

menjadi tren dunia, tidak ada negara yang tidak ikut ambil bagian.

Dasar hukum Perusahaan Negara saat ini di Indonesia adalah

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, untuk

(54)

telah melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat

BUMN tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh

publik. Contohnya adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Sejak tahun 2001

seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang

dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.11

BUMN terdiri dari Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Persero

(Persero).12 Yang dimaksud dengan Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk

kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi

dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

Sementara itu yang dimaksud dengan Persero adalah BUMN yang berbentuk

Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling

sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik

Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.13 Masing-masing badan usaha tersebut memiliki misi tujuan usaha yang berbeda. BUMN dengan bentuk

usaha Perum disamping mencari keuntungan dalam kegiatan bisnisnya juga

menjalankan fungsi Public Service Obligation (PSO) kepada masyarakat.

Sementara persero tujuan utama kegiatan bisnisnya adalah mengejar keuntungan,

namun mengingat BUMN Persero modalnya sebagian atau seluruhnya dari

Penyertaan Modal Negara maka tidak terlepas dari kewajiban melaksanakan fungsi

11 http://id.wikipedia.org/wiki/BUMN 12

Lihat Pasal 9 UU BUMN 13

(55)

PSO, tetapi porsi kewajibannya tidak sebesar yang dilaksanakan Perum. Kedua

BUMN tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Perum

Perum bertujuan lebih mengutamakan mewujudkan kesejahteraan umum

dari pada kepentingan komersial semata-mata. Lebih jelas maksud dan tujuan

Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan

umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga

yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan

yang sehat.14 Artinya walaupun bertujuan mencari keuntungan atau laba, hal itu diperuntukkan bagi kesejahteraan umum yang merupakan kewajiban negara

terhadap warga negaranya.15 Organ Perum adalah Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas. Perum dipimpin dan dikelola oleh direksi yang diangkat dan

diberhentikan oleh pemerintah. Direksi Perum mempunyai dua fungsi (fungsi

ganda), di satu pihak menjalankan kebijaksanaan pemerintah, dan di lain pihak

menjalankan kebijaksanaan yang dikelolanya.16 2. Persero

Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas,17 oleh karena berbentuk, maka terhadap persero berlaku segala ketentuan dan

prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam

14 Lihat Pasal 36 ayat (1) UU BUMN

15 Muhammad Abdulkadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti 1995), hlm. 112

16 Ibid. hlm. 114 17

(56)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,18 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas. Organ persero adalah RUPS, Direksi, dan

Komisaris. Persero dipimpin dan dikelola oleh direksi yang diangkat dan

diberhentikan oleh RUPS. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi wajib

mencurahkan tenaga, pikiran dan perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban,

dan pencapaian tujuan persero.19

Karateristik lebih lanjut dari persero adalah sebagai berikut:20 1. Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden.

2. Pelaksanaan pendirian dilakukan oleh menteri dengan memperhatikan

perundang-undangan.

3. Statusnya berupa Perseroan Terbatas yang diatur berdasarkan

undang-undang.

4. Modalnya berbentuk saham.

5. Organ persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris.

6. Apabila seluruh saham dimiliki pemerintah, maka menteri berlaku sebagai

RUPS, jika hanya sebagian, maka sebagai pemegang saham Perseroan

Terbatas.

7. RUPS bertindak sebagai pemegang kekuasaan tertinggi perusahaan.

8. Dipimpin oleh direksi.

18 Lihat Pasal 11 UU BUMN 19 Lihat Pasal 19 UU BUMN

20

Referensi

Dokumen terkait

PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)c. PT PERUSAHAAN

PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PTb. BANK

PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)b. PT BANK

PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN

PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN

PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN

PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN

(1) Modal PERSERO sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang ditempatkan dan disetor pada saat pendiriannya seluruhnya merupakan penyertaan Negara Republik Indonesia sebagai