• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB DIREKSI PERSERO

PADA PENGELOLAAN PENYERTAAN MODAL NEGARA

DALAM HAL TERJADI KERUGIAN

TESIS

Oleh

KUSMONO

067005074/HK

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Persero sebagai badan hukum (rechtspersoon/legal person) merupakan Perseroan Terbatas yang pengaturannya tunduk pada ranah hukum privat (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, tetapi dilihat struktur permodalannya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan pengaturannya tunduk pada ranah hukum publik Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara). Tujuan utama dari suatu BUMN yang berbentuk Persero adalah melakukan kegiatan bisnis dengan target akhir mendapatkan keuntungan. Bisnis adalah risiko, tidak selamanya akan mendapat keuntungan, namun dapat juga membawa risiko kerugian. Permasalahan muncul apabila keputusan bisnis yang diambil oleh Direksi ternyata membawa kerugian bagi Persero ketentuan hukum mana yang seharusnya mengatur, apakah masuk ranah hukum publik ataukah hukum privat, bagaimana konsepsi pemisahan kekayaan negara yang dipisahkan pada modal Persero, apakah kerugian Persero merupakan kerugian negara, bagaimana pengaturan pertanggungjawaban Direksi.

Salah satu tujuan negara yang hendak diwujudkan oleh negara adalah meningkatkan kesejahteraan umum. Dalam upaya mewujudkan upaya tersebut Pemerintah berkewajiban untuk menciptakan perkembangan perekonomian negara melalui badan usaha BUMN dengan melakukan Penyertaan Modal Negara pada BUMN. BUMN terdiri Perum dan Persero. Penyertaan Modal Negara pada BUMN Persero dilakukan oleh Pemerintah dengan mengeluarkan dana dari APBN merupakan kekayaan negara yang dipisahkan, selanjutnya didasarkan pada mekanisme ketentuan yang berlaku dalam hukum korporasi. Kekayaan negara yang dipisahkan ini ketika disetorkan maka saat itu menjadi modal BUMN Persero, bukan lagi bagian dari kekayaan negara. Negara dalam hal ini bertindak sebagai investor selaku pemegang saham. Kekayaan negara adalah berupa lembar-lembar saham itu sendiri.

Kerugian BUMN Persero bukan merupakan kerugian negara. Kedudukan pemerintah dalam BUMN Persero tidak dapat dikatakan sebagai mewakili negara sebagai badan hukum publik. Hal ini disebabkan ketika pemerintah sebagai badan hukum publik memutuskan menyertakan modalnya dalam BUMN Persero, maka pada saat itu juga imunitas publik dan negara hilang dan terputus hubungan hukumnya dengan keuangan negara yang telah berubah dalam bentuk saham.

Pembelaan Direksi BUMN Persero yang dalam pelaksanaan tugasnya mengelola perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya telah melaksanakan GCG, beritikad baik (good faith), penuh kehati-hatian (duty of care), dan penuh tanggung jawab (duty of loyalty), apabila mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya dapat dilakukan melalui doktrin business judgment rule yang dengan tegas diakomodasi dalam Pasal 97 ayat (5) UUPT.

(3)

ABSTRACT

Partnership Company as a legal intitution (rechtpersoon/legal person) is a limited Partnership under private law (Law number 40, 2007 about Limited Partnership). However, based on the source of capital which comes form separable national wealth, it is under public law (Law number 17, 2003 about National Finance). The main goal of a Partnership Company of State-Owned Enterprise is doing business to get profit. Business means risk, does not always gain profit but also loss. A problem rises when business decision made by management leads to financial loss; which law should work (public or private), how is the concept of separable national wealth on the capital of Partnership Company, does the loss of the company become the loss of the country, how is the concept of management’s responsibility.

One of the goals of a country to be manifested is to boost the public prosperity. In the frame of attaining the goal, the government has the obligation to create the national economic development through State-Owned Enterprises (SOEs) by involving national capital in the SOEs. SOEs comprises Public Corporate (Perum) and Partnership Company (Persero). The involvement of the national capital in Partner Company is implemented by the government by providing funds from APBN which are separable national wealth, and then is based on the mechanism of rules valid in the law of corporation. The separable national wealth when deposited , at that time, becomes the capital of the Partnership Company of SOEs and is not part of national wealth anymore. The country, in this case, acts as investor and stakeholder. The national wealth is the pieces of share itself.

The financial loss of a Partnership Company is not indeed the loss of the country. The position of government in Partnership Company cannot be said to represent the country as the public corporate body. It is because when the government as the public corporate body decides to involve its capital in Partnership Company of SOEs, at that time the immunity of public and the government is missing and has no legal relation to the national finance which has changed into shares.

The defense made by the management of Partnership Company of SOEs, who can perform duties by GCG, in good faith, in duty of care and in duty of loyalty, when having the financial loss in its business transaction, can be done through the doctrine of business judgment rule which is strictly accommodated in UUPT.

Keyword: The responsibility of Partnership Company management, The involvement of National Capital

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat dan karuniaNYA penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tujuan penulian tesis ini adalah untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan program studi Magister Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Judul tesis ini adalah: “Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian”. Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna dan masih banyak kelemahan serta kekurangan, untuk itu dengan senang hati dan tangan terbuka penulis mengharapkan dan menerima kritik dan sumbang saran yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan tugas akhir ini.

Pada penulisan tugas akhir ini penulis telah banyak memperoleh masukan dan menerima bantuan dari berbagai pihak. Atas saran, masukan dan bantuan baik moril maupun materil, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada :

1. Prof. Dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A(K), Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister;

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas

(5)

3. Prof. Dr. Bismar Nasution, SH., M.H selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus pembimbing utama yang telah memberi arahan dan membantu penulis dalam penyempurnaan tesis ini; 4. Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH., MLI, dan Dr. SunarmiSH., M.Hum, selaku

komisi pembimbing dengan penuh perhatian memberi dorongan, bimbingan dan saran serta pinjaman textbook kepada penulis;

5. Dr. Mahmul Siregar, SH., M.Hum, dan Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH., CN.,

M.Hum selaku penguji, terima kasih atas masukan dan pendapatnya;

6. Prof. Dr. Suhaidi, SH., M.H, Pembantu Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara atas rekomendasinya pada penulis untuk kuliah di Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

7. Ibu Inten Soediono mertua, dan istri tercinta Nany, serta anak-anak tersayang

Revanantyo dan Rivkyanantyo atas cinta, kasih dan kesetiaan yang selalu mengalir mendukung selama penulisan ini sehingga sangat membantu kelancaran penyelesaian tugas akhir ini;

8. Seluruh Guru Besar serta dosen pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

9. Rekan-rekan satu angkatan serta semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan

(6)

Penulis berharap bahwa tesis ini bermanfaat dan dapat memberi kontribusi pemikiran bagi semua pihak yang berkepentingan, walaupun tidak luput dari berbagai kekurangan. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan kekuatan lahir batin kepada kita semua.

Medan, Juli 2008

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 17

C. Tujuan Penelitian ... 17

D. Manfaat Penelitian ... 18

E. Keaslian Penelitian ... 19

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 19

G. Metode Penelitian ... 30

H. Analisis Data ... 32

BAB II : BATASAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN ... 34

A. Pengertian Terbatas Pada Perseroan Terbas ... 34

1. Korporasi Sebagai Badan Hukum ... 34

2. Konsekwensi Badan Hukum ... 36

3. Prinsip-Prinsip Hukum Perseroan Terbas ... 37

(8)

5. Karakteristik Perseroan Sebagai Badan Hukum ... 41

B. Organ Perseroan Terbatas ... 47

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) ... 48

2. Direksi ... 50

3. Komisaris ... 56

C. BUMN Persero ... 59

1. Pengertian dan Peran BUMN Persero ... 59

2. BUMN Persero Merupakan Perseroan Terbatas ... 63

3. Organ BUMN Persero ... 64

D. Kekayaan Negara dan Modal Persero ... 66

1. Pengertian Kekayaan Negara ... 66

2. Pengertian Keuangan Negara ... 69

3. Penyertaan Modal Negara Pada BUMN Persero ... 76

4. Pemisahan Kekayaan Negara Pada BUMN Persero ... 80

BAB III : KERUGIAN PERSERO ... 95

A. Tata Kelola BUMN Persero ... 95

1. Prinsip-Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Sehat ... 97

(9)

B. Manajemen Resiko ... 100

1. Pengertian Resiko ... 100

2. Pengertian Manajemen Resiko ... 102

3. Manajemen Resiko Bagi BUMN Persero ... 102

C. Laporan Keuangan ... 104

1. Pengertian dan Jenis-Jenis Laporan Keuangan ... 104

2. Bentuk Laporan Keuangan ... 105

3. Tujuan Laporan Keuangan ... 106

D. Kerugian ... 106

1. Konsep Kerugian ... 107

2. Untung atau Rugi Bagi BUMN Persero ... 107

3. Upaya Pemerintah ... 109

E. Aspek Hukum Kerugian BUMN Persero ... 110

BAB IV : PENGATURAN PERTANGGUNG JAWABAN DIREKSI BUMN PERSERO DALAM HAL TERJADI KERUGIAN ... 116

A. Pembelaan Direksi BUMN Persero Melalui Prinsip-Prinsip Business Judgement Rule ... 116

1. Duty of Care and Standard of Care ... 117

2. Duty of Loyalty ... 121

3. Duty of Candor ... 125

B. Studi Kasus Bank Mandiri (ECW Neloe, Mantan Direktur Utama) ... 126

(10)

2. Kedudukan Bank Mandiri ... 127

3. Penyertaan Modal Negara Pada Bank Mandiri ... 129

4. Analisis Kasus ... 130

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 146

A. Kesimpulan ... 146

B. Saran ... 149

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan ekonomi tidak hanya dilakukan oleh masyarakat pada umumnya di sektor swasta, tetapi negara/pemerintah pun dapat melakukan kegiatan ekonomi. Peran negara/pemerintah dalam kegiatan ekonomi ini dari sejarahnya telah ada sejak lama. Pada negara-negara dengan paham sosialis peran negara dalam kegiatan ekonomi sangat sentralistik, sementara di negara-negara liberal kebalikannya dimana peran negara minimal, negara/pemerintah hanya sebagai regulator dengan ekonomi yang berdasarkan pada prinsip-prinsip mekanisme pasar yang menekankan pada sisi efisiensi.

(12)

memperkenalkan Asuransi Sosial yang dibiayai oleh pemerintah dan tahun 1889 lahirlah UU Pensiun, yang memberikan pensiun kepada pekerja di usia 70 tahun. Kemudian, Presiden Amerika Serikat F.D Roosevelt, 46 tahun kemudian mempertegas dan mempopulerkan kembali konsep negara kesejahteraan tersebut dengan program New Deals Social Security Acts 1935. 1

Krisis ekonomi dunia tahun 1929, yang menyebabkan negara tidak lagi bersifat pasif, untuk mencapai tujuan kesejahteraan masyarakat, negara dituntut ikut campur dalam segala aspek segala kehidupan sosial, dengan adagium, negara bertanggung jawab atas kesejahteraan setiap warga negaranya mulai dari buaian ibu sampai masuk liang kubur (from the craddle to the grave).2

Dalam bukunya Adam Smith (1723-1790) yang diterbitkan tahun 1776, berjudul: An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations atau yang lebih dikenal dengan Wealth of Nation, dalam kebebasan alamiah, pemerintah hanya mempunyai tiga tugas dan fungsi, yaitu melindungi masyarakat dari tindakan kekerasan dan invasi dari masyarakat bebas lainnya, melindungi setiap anggota masyarakat dari ketidak-adilan oleh anggota masyarakat lainnya, dan menyediakan prasarana umum (public utiliteis) yang tidak dapat diwujudkan oleh anggota masyarakat. Konsep tugas dan fungsi pemerintah dari Adam Smith tersebut, memberi inspirasi Immanuel kant (1724-1804) dan melahirkan konsep

nachtwachterstaat, yaitu negara hanya bertugas untuk menjaga keamanan dan

1 Ibrahim R, Landasan Filosofis dan Yuridis Keberadaan BUMN: Sebuah Tinjauan, Jurnal Hukum Bisnis,Volume 26-No.1-Tahun 2007, hlm. 8

(13)

ketertiban, sedangkan urusan kesejahteraan harus didasarkan pada free fight para individu. Kemudian, konsep Emmanuel Kant tersebut dikembangkan oleh Friedrich Stahl menjadi konsep negara hukum formal, sampai pada krisis ekonomi dunia terparah tahun 1929, kemudian memperkuat kelahiran welfare state. 3

Di Indonesia dasar hukum yang membolehkan negara melakukan kegiatan ekonomi melalui Perusahaan Negara dapat dilihat pada tujuan negara pada Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat ada empat tujuan dari negara Republik Indonesia yaitu : “...(1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; (2) untuk memajukan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...” Pengembangan BUMN merupakan salah satu upaya negara untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, khususnya berkaitan dengan elemen “memajukan kesejahteraan umum” dan “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Berangkat tujuan tersebut, UUD 1945 pada dasarnya mengatakan bahwa manakala suatu negara berdiri dan kebutuhan warga negaranya belum dapat dipenuhi sendiri, maka negara wajib memenuhi kebutuhan warganya agar tercapai suatu kesejahteraan yang akan mendorong tercapainya masyarakat yang cerdas.4 Selanjutnya Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 menyatakan: cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai

3 Ibid, hlm. 8

4

Pandu Djayanto, Sekilas Tentang Peran, Fungsi dan Privatisasi Badan Usaha Milik Negara

(14)

oleh negara.

Amanat inilah yang menjadi landasan awal bagi negara untuk mengadakan unit-unit usaha yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum dapat dipenuhi secara mandiri oleh rakyat/swasta. Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, hampir seluruh sektor usaha yang penting bagi masyarakat belum dapat berkembang sendiri tanpa adanya keterlibatan langsung pemerintah. Oleh karena itu, dilakukanlah nasionalisasi perusahaan-perusahaan ex-Belanda, yang sektor usahanya sangat beragam, seperti perkebunan, perdagangan, konstruksi, asuransi, dan perbankan. Saat ini kita memiliki 139 BUMN yang bergerak pada sekitar 37 sektor usaha dengan nilai aset lebih dari Rp.1300 Triliun.5

Dalam gerak operasionalnya keterlibatan negara dalam perekonomian dilakukan melalui Perusahaan Negara. Yang dimaksud dengan Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.6 Selanjutnya yang dimaksud dengan Pemerintah Pusat adalah Presiden Repubik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.7 Dalam perkembangan selanjutnya Perusahaan Negara tersebut saat ini dikenal dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selanjutnya yang dimaksud dengan BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya

5

Ibid, hlm.10 6

Lihat Pasal 1 angka 5 UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara 7

Lihat Pasal 1 angka 1 UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas

(15)

dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.8 Pada saat ini BUMN merupakan salah satu pelaku ekonomi selain swasta, dan koperasi. Sebagai salah satu pelaku perekonomian nasional, BUMN memegang peran strategis menghasilkan barang dan/atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Di samping itu BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan. Sumbangan BUMN berupa setoran pajak kepada negara meningkat dari tahun ke tahun secara gradual. Hal ini terlihat dari penerimaan pajak tahun 2000 sebesar Rp115.912 milyar rupiah sekitar Rp 9.357 milyar (lebih dari 8 %) berasal dari pajak BUMN. Pada tahun 2005 total penerimaan pajak negara adalah Rp 351.973 milyar rupiah, hampir 12 % nya berasal dari pajak BUMN yaitu sebesar Rp 41.986 milyar rupiah.9

Sejarah perkembangan BUMN di Indonesia dilihat dari periode dan generasi masanya dapat dikelompokkan menjadi :10

1. Generasi Pertama 1945-1959.

BUMN dipakai untuk mengembangkan usaha public utilities dan hajat hidup orang banyak, bersifat strategis, dan penguasaan oleh negara dimaksudkan untuk mewujudkan kepentingan negara dan kesejahteraan masyarakat.

8

Lihat Pasal 1 angka 1 UU No.19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN).

9 Tjip Ismail, Peranan BUMN Dalam Penerimaan Pendapatan Negara (Tinjauan Dari

Prespektif Pajak), Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26 – No.1 – Tahun 2007, hlm. 40

10

(16)

2. Generasi Kedua 1959-1974.

Pengambilalihan semua perusahaan Belanda melalui UU No.86 Tahun 1958, sehingga peranan negara semakin dominan atau disebut masa etatisme. Jumlah perusahaan yang dinasionalisasikan sekitar 557 buah. Ketika terjadi perubahan rezim pemerintahan Orde Lama ke Orde baru, pelaku perekonomian masih didominasi BUMN dengan 644 buah. Sistem ekonomi etatisme mulai bergeser ke arah pasar bebas dengan lahirnya UU No.1 Tahun 1967 tentang PMA dan UU No.6 Tahun 1968 tentang PMDN. (Sekarang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Investasi Asing).

3. Generasi Ketiga 1974-1982.

Ketika oil boom terjadi tahun 1973 yang mengakibatkan pemerintah melakukan ekspensi besar-besaran mendirikan BUMN, kondisi ini hanya berjalan satu dasawarsa, karena harga minyak merosot tahun 1983. Dalam situasi yang demikian pemerintah melakukan pengetatan anggaran atau istilah populernya kencangkan ikat pinggang dan diikuti oleh langkah kebijakan pemerintah tentang tax reform. Periode ini, sisa-sisa sektor public utilities yang dicanangkan untuk BUMN mengalami tranformasi menuju privatisasi. Sektor

Public utilities merupakan sektor yang menuntut monopoli, sebab prinsip utama

(17)

bersifat politik dan biasanya manajemen BUMN public utilities ditunjuk berdasarkan kriteria politis. Berarti komitmen, kesadaran, dan moral merupakan payung. Rakyat berhak menuntut balik, apabila tidak terpenuhinya, disitulah letak keseimbangan makna socio democracy yang dicita-citakan the

founding fathers.

4. Generasi Keempat 1982-2020.

Globalisasi makin populer seiring dengan kemajuan iptek, tidak ada negara yang dapat menolaknya. Dalam teori ekonomi klasik, negara dilarang ikut campur dalam urusan ekonomi. Namun, setelah perang dunia pertama tahun 1914-1918, krisis ekonomi dunia terparah tahun 1929-1932 dan ketimpangan perdagangan dunia, menghendaki ikut campurnya negara dalam bidang ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, yang melahirkan konsep negara kesejateraan (welfare state) yang di populerkan oleh Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt (1933-1945) dengan New Deal Social Security Act

1935, perkembangannya di Amerika Serikat mencapai klimaksnya pada

pemerintahan Presiden Lyndon B.J (1963-1979). Kemudian Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher membongkar peranan negara kesejahteraan dengan melibatkan lebih banyak masyarakat dengan privatisasi Perusahaan Negara dan menjadi tren dunia, tidak ada negara yang tidak ikut ambil bagian.

(18)

telah melakukan perubahan mendasar pada kepemilikannya dengan membuat BUMN tersebut menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya bisa dimiliki oleh publik. Contohnya adalah PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Sejak tahun 2001 seluruh BUMN dikoordinasikan pengelolaannya oleh Kementerian BUMN, yang dipimpin oleh seorang Menteri Negara BUMN.11

BUMN terdiri dari Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Persero (Persero).12 Yang dimaksud dengan Perum adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sementara itu yang dimaksud dengan Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.13 Masing-masing badan usaha tersebut memiliki misi tujuan usaha yang berbeda. BUMN dengan bentuk usaha Perum disamping mencari keuntungan dalam kegiatan bisnisnya juga menjalankan fungsi Public Service Obligation (PSO) kepada masyarakat. Sementara persero tujuan utama kegiatan bisnisnya adalah mengejar keuntungan, namun mengingat BUMN Persero modalnya sebagian atau seluruhnya dari Penyertaan Modal Negara maka tidak terlepas dari kewajiban melaksanakan fungsi

11 http://id.wikipedia.org/wiki/BUMN 12

Lihat Pasal 9 UU BUMN 13

(19)

PSO, tetapi porsi kewajibannya tidak sebesar yang dilaksanakan Perum. Kedua

BUMN tersebut memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Perum

Perum bertujuan lebih mengutamakan mewujudkan kesejahteraan umum dari pada kepentingan komersial semata-mata. Lebih jelas maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.14 Artinya walaupun bertujuan mencari keuntungan atau laba, hal itu diperuntukkan bagi kesejahteraan umum yang merupakan kewajiban negara terhadap warga negaranya.15 Organ Perum adalah Menteri, Direksi, dan Dewan Pengawas. Perum dipimpin dan dikelola oleh direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Direksi Perum mempunyai dua fungsi (fungsi ganda), di satu pihak menjalankan kebijaksanaan pemerintah, dan di lain pihak menjalankan kebijaksanaan yang dikelolanya.16

2. Persero

Persero adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas,17 oleh karena berbentuk, maka terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam

14 Lihat Pasal 36 ayat (1) UU BUMN

15 Muhammad Abdulkadir, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti 1995), hlm. 112

16 Ibid. hlm. 114 17

(20)

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas,18 sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Organ persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris. Persero dipimpin dan dikelola oleh direksi yang diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi wajib mencurahkan tenaga, pikiran dan perhatian secara penuh pada tugas, kewajiban, dan pencapaian tujuan persero.19

Karateristik lebih lanjut dari persero adalah sebagai berikut:20 1. Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden.

2. Pelaksanaan pendirian dilakukan oleh menteri dengan memperhatikan perundang-undangan.

3. Statusnya berupa Perseroan Terbatas yang diatur berdasarkan undang-undang.

4. Modalnya berbentuk saham.

5. Organ persero adalah RUPS, Direksi, dan Komisaris.

6. Apabila seluruh saham dimiliki pemerintah, maka menteri berlaku sebagai

RUPS, jika hanya sebagian, maka sebagai pemegang saham Perseroan Terbatas.

7. RUPS bertindak sebagai pemegang kekuasaan tertinggi perusahaan. 8. Dipimpin oleh direksi.

18 Lihat Pasal 11 UU BUMN 19 Lihat Pasal 19 UU BUMN

20

(21)

9. Laporan tahunan diserahkan ke RUPS untuk disahkan. 10. Tidak mendapat fasilitas negara.

11. Tujuan utama memperoleh keuantungan.

12. Hubungan-hubungan usaha diatur dalam hukum perdata.

13. Pegawainya berstatus pegawai swasta. Persero memiliki karakteristik yang unik sebagai badan hukum (rechtspersoon/legal person) merupakan Perseroan Terbatas yang pengaturannya tunduk pada ranah hukum privat (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, untuk selanjutnya disebut UUPT), tetapi dilihat struktur permodalannya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan pengaturannya tunduk pada ranah hukum publik (Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara). Pengertian kekayaan negara yang dipisahkan sebagai modal persero dijelaskan dalam Pasal 1 angka 10 sebagai berikut : Kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan Penyertaan Modal Negara pada persero dan/atau Perum serta Perseroan Terbatas lainnya.

Tujuan utama dari suatu BUMN yang berbentuk persero adalah melakukan kegiatan bisnis dengan target akhir adalah mendapatkan keuntungan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 2 UU BUMN :

(1) Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah :

(22)

b. mengejar keuntungan;

c. menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak;

d. menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi;

e. turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

(2) Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan.

Dalam gerak operasionalnya sehari-hari, pengurusan persero dilakukan oleh direksi. Pasal 5 UU BUMN menyatakan:

(1) Pengurusan BUMN dilakukan oleh direksi.

(2) Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan.

(3) Dalam melaksanakan tugasnya, anggota direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta kewajaran.

Pada BUMN yang berbentuk persero adalah menjadi tugas bagi seorang direksi memutuskan untuk menjalankan sesuatu yang memberikan hasil maksimal

atau signifikan bagi persero. Bisnis adalah risiko, di tengah persaingan ekonomi

global yang kompetitif usaha Direksi Persero dalam menggerakkan roda bisnisnya tentu tergantung pada risiko bisnis yang tidak selamanya akan membawa keuntungan namun juga membawa risiko kerugian. Pada saat persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya memunculkan polemik mengenai aturan hukum pertanggungjawaban yang harus dilakukan oleh direksi.

(23)

yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara, serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Polemik tersebut berawal dari modal persero yang merupakan bagian dari Keuangan Negara sehingga apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya, dianggap merupakan kerugian negara.21

Pemerintah terutama di representasi oleh aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, Kepolisian dan juga Pemeriksa (Badan Pemeriksa Keuangan), bertahan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang menyatakan bahwa modal persero merupakan bagian dari Keuangan Negara sehingga kerugian persero adalah merupakan kerugian negara. Dalam hal ini apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya, dianggap berpotensi menimbulkan kerugian negara, oleh karena penanggung jawab pengelolaan persero di tangan direksi maka direksilah sebagai pihak yang harus bertanggung jawab.

Pemikiran aparat penegak hukum Kejaksaan Agung, Kepolisian dan Pemeriksa BPK, bahwa kerugian persero merupakan kerugian negara tidaklah salah. Landasan hukum yang mendasari pemikiran tersebut adalah Undang-Undang

(24)

Nomor 17 tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, dimana Pasal 1 angka 1, menyatakan bahwa Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. Sedangkan ruang lingkup keuangan negara tersebut meliputi antara lain kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada Perusahaan Negara/perusahaan daerah.22 Selama pengertian dan ruang lingkup Keuangan Negara dalam perundang-undangan tersebut belum dicabut maka masih berlaku dan dijadikan landasan hukum bagi aparat penegak hukum dan pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan terkait Keuangan Negara Pasal 1 angka 1, menyatakan yang dimaksud dengan Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban Keuangan Negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang ditetapkan dalam APBN dan APBD. Sementara Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyangkut lingkup pemeriksaan pada Pasal 3 ayat (1) menetapkan: Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara yang dilakukan oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang

22

(25)

Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Pasal 2 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 terkait dengan Penyertaan Modal Negara pada BUMN menetapkan: kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada Perusahaan Negara/perusahaan daerah. Di sisi yang lain dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi, menyatakan: Keuangan Negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak yang timbul karena:

1. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah;

2. berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Bahan hukum dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasar perjanjian dengan negara.

(26)

bahwa kerugian persero adalah merupakan kerugian persero sebagai badan hukum (legal persoon), dan bukan merupakan kerugian negara.

Silang pendapat demikian dalam praktik menimbulkan ketidak-pastian tidak hanya bagi pemerintah, tetapi juga bagi para pelaku bisnis termasuk para Direksi Persero. Dalam bisnis masalah kepastian hukum memegang peranan yang penting. Dengan adanya kepastian dalam sistem hukum maka pelaku usaha termasuk para Direksi Persero dapat memprediksi rencana bisnis dalam rangka mengelola usaha yang menjadi tanggungjawabnya.

(27)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, permasalahan pokok yang akan diteliti adalah :

1. Bagaimana batasan mengenai kekayaan negara yang dipisahkan pada modal persero ?

2. Apakah kerugian persero merupakan kerugian negara ?

3. Bagaimana ketentuan perundang-undangan mengatur tentang tanggung jawab hukum Direksi Persero apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi bisnis ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian tesis ini antara lain adalah :

1. Berusaha mengungkapkan batasan tentang kekayaan negara yang dipisahkan dalam penyertaan modal pemerintah pada persero;

2. Untuk mengetahui ketentuan perundang-undangan mengatur tentang tanggung jawab hukum Direksi Persero apabila persero mengalami kerugian dalam transaksi business;

(28)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut : 1. Bersifat Teoritis

Memberi sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan bidang ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum korporasi khususnya dalam bidang pengelolaan Perusahaan Negara (BUMN) yang berbentuk perseroan yang dilakukan oleh direksi. Selain itu dalam penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan pranata hukum korporasi dalam hal tanggung jawab Direksi Persero pada pengelolaan penyertaan modal pemerintah apabila persero yang dikelolanya mengalami kerugian dalam transaksi bisnisnya.

2. Bersifat Praktis

Secara praktis, manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada :

a. Pemerintah sebagai pemegang saham tentang risiko business dalam penyertaan modal pemerintah pada persero;

b. Aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman) dalam rangka penegakan hukum bagaimana ketentuan perundang-undangan mengatur tentang penyertaan modal pemerintah berasal dari APBN yang merupakan bagian dari kekayaan negara pada suatu BUMN yang berbentuk persero; c. Direksi/calon Direksi Persero agar tidak ragu-ragu di dalam melakukan

(29)

sesuai dengan maksud dan tujuan persero sebagai suatu badan hukum yang bergerak di bidang ekonomi dengan tujuan utama mengejar keuntungan; d. Manfaat bagi penulis, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat

memperoleh kesempatan untuk lebih mendalami, memperluas dan memperdalam pengetahuan tentang peran pemerintah dalam kegiatan ekonomi melalui BUMN berbentuk persero dan risikonya.

E. Keaslian Penelitian

Penelusuran penulis ke perpustakaan di lingkungan Universitas Sumatera Utara, penelitian yang berjudul “Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian” belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga dapat dikatakan penelitian ini asli dan keaslian secara akademis keilmuan dapat dipertanggung jawabkan.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Persero merupakan Perusahaan Negara yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). Sebagai perusahaan perseroan, semua aturan dan asas hukum perdata berlaku terhadapnya. persero sebagai badan hukum (rechtspersoon/legal

person) merupakan subyek hukum yang cakap mengadakan perbuatan hukum

(30)

kewenangan yang sama seperti manusia.

Perseroan Terbatas sebagai badan hukum perdata (privat) yang mempunyai status kemandirian (persona standi in judicio) sudah tentu memiliki identitas hukum sendiri. Identitas hukum suatu korporasi atau perusahaan terpisah dari identitas hukum para pemegang sahamnya, direksi, maupun organ-organ lainnya. Dalam kaidah hukum perdata (civil law), jelas ditetapkan bahwa suatu perseroan merupakan subyek hukum perdata dapat melakukan aktivitas jual beli, dapat membuat perjanjian atau kontrak dengan pihak lain, serta dapat menuntut dan dituntut di pengadilan dalam hubungan keperdataan. Para pemegang saham menikmati keuntungan yang diperoleh dari konsep tanggung jawab terbatas, dan kegiatan korporasi berlangsung terus menerus, dalam arti bahwa keberadaannya tidak akan berubah meskipun ada penambahan anggota atau berhentinya atau meninggalnya anggota-anggota yang ada.23

Kajian penelitian tesis ini akan menyangkut tentang : a. Teori Badan Hukum

Dewasa ini dalam pergaulan hukum dan kepustakaan, istilah badan hukum sudah lazim digunakan bahkan merupakan istilah hukum yang resmi di Indonesia. Badan hukum merupakan terjemahan istilah hukum Belanda

23 Bismar Nasution, Pertanggungjawaban Direksi Dalam Pengelolaan Perseroan, disampaikan pada Seminar Nasional Sehari dalam Rangka Menciptakan Good Corporate Governance pada Sistem Pengelolaan dan Pembinaan PT (Persero) BUMN “Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan,

Pembinaan Dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT (Persero) Dilingkungan BUMN Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Transparansi” diselenggarakan oleh Inti Sarana Informatika, Hotel Borobudur

(31)

yaitu rechtspersoon. Meskipun demikian dalam kalangan hukum ada juga yang menyarankan atau telah mempergunakan istilah lain untuk menggantikan istilah badan hukum, misalnya istilah purusa hukum (Oetarid Sadino), awak hukum (St. K. Malikul Adil), pribadi hukum (Soerjono Soekanto, Purnadi Purbacaraka) dan sebagainya.24

Secara teoritik, baik di negara common law maupun kontinental dikenal beberapa ajaran atau doktrin yang menjadi landasan teoritik keberadaan badan hukum. Ada beberapa konsep terkemuka tentang personalitas badan hukum (legal personality), Ali Rido tentang teori-teori badan hukum mengemukakan ada empat, yaitu :25

(1) Teori fictie dari Von Savigny berpendapat, badan hukum itu semata-mata buatan negara saja. Sebetulnya menurut alam hanya manusia sajalah sebagai subyek hukum , badan hukum itu hanya suatu fictie saja, yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum (badan hukum) “Subjectief

rech, rechsubject en rechsperson”.

(2) Teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz. Menurut teori ini hanya manusia saja dapat menjadi subyek hukum. Tetapi juga tidak dapat dibantah adanya hak-hak suatu kekayaan, sedangkan tiada manusia pun yang menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang kita namakan hak-hak

24

Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Penerbit Alumni, 1987), hlm.14 25

Ali Rido, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi,

(32)

itu dari suatu badan hukum, sebenarnya adalah hak-hak yang tidak ada yang mempunyai dan sebagai penggantinya adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan atau kekayaan kepunyaan suatu tujuan. Pengikut teori ini Van der Heyden, dalam karangannya “Het Schijnbeeld

van de rechtpersoon”.

(3) Teori Organ dari Otto von Gierke. Badan hukum itu adalah suatu realitas sesungguhnya sama seperti sifat kepribadian alam manusia ada didalam pergaulan hukum. Itu adalah suatu “leiblichgeiste Lebenseinheit die

Wollen und das Gewolte os Tot unsetzen kam”. Disini tidak hanya suatu

pribadi yang sesungguhnya, tetapi badan hukum itu juga mempunyai kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui alat-alat perlengkapannya (pengurus, anggota-anggotanya). Dan apa yang mereka putuskan, adalah kehendak atau kemauan dari badan hukum. Teori ini menggambarkan badan hukum sebagai suatu yang tidak berbeda dengan manusia. Pengikut teori organ antara lain Mr. L.C. Polano

“Rechtspersoonlijkheid van vereeigingen”, disertasi Leiden,1910.26 (4) Teori Propriete Cellective dari Planiol (gezamenlijke vermogens-theorie

Mollenggraaff). Menurut teori ini hak dan kewajiban badan hukum itu

pada hakekatnya adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Disamping hak milik pribadi, hak milik serta kekayaan itu merupakan harta kekayaan bersama. Anggota-anggota tidak hanya dapat memiliki

(33)

masing-masing untuk bagian yang tidak dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama untuk keseluruhan, sehingga mereka secara pribadi tidak, bersama-sama setelah semuanya menjadi pemilik. Kita katakan, bahwa orang-orang yang berhimpun itu semuanya merupakan suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi, yang dinamakan badan hukum. Maka dari itu badan hukum adalah suatu konstruksi yuridis saja. Sebagai pengikut diantaranya ialah Star Busmann, Kranenburg.27

Menurut Chidir Ali,28 Teori-teori badan hukum yang ada, sebenarnya dapat dihimpun dalam dua golongan yaitu :

1. Teori yang berusaha kearah peniadaan persoalan badan hukum, antara lain dengan jalan mengembalikan persoalan tersebut kepada orang-orangnya, yang merupakan orang-orang yang sebenarnya berhak. Termasuk golongan ini ialah teori Organ, teori Kekayaan Bersama.

2. Teori lainnya yang hendak mempertahankan persoalan badan hukum, ialah teori fiksi, teori harta kekayaan yang bertujuan, teori kenyataan yuridis.

Sebagai pisau analisa dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori

Fictie dan teori Organ, yaitu perseroan dianggap sebagai badan hukum mandiri

yang dalam gerak operasionalnya dalam melakukan kegiatan bisnis diwakili oleh direksi. Direksi bertindak selaku wakil perseroan “persona standi in

27 Kranenburg, ”De grondslagen der rechtswetenscap”, 1952, hal.62; “Men staat nu, meen bij

het begrip rechtspersoon inderdaat niet voor een fictie, maar voor een constructie van het juridisch denken, dikutip dari Ali Rido, Op.cit, hlm.17

28

(34)

judicio”.

b. Teori Pertanggung Jawaban Direksi

Perseroan Terbatas sebagai korporasi (corporation), yakni perkumpulan yang berbadan hukum memiliki beberapa ciri substanstif yang melekat pada dirinya, yakni:

Terbatasnya Tanggung Jawab

Pada dasarnya, para pendiri atau pemegang saham atau anggota suatu korporasi tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap kerugian atau utang korporasi. Tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas jumlah maksimum nominal saham yang ia kuasai. Selebihnya, ia tidak bertanggung jawab.

Perpectual Succession

Sebagai sebuah korporasi yang eksis atas haknya sendiri, perubahan keanggotaan tidak memiliki akibat atas status atau eksistensinya. Bahkan, dalam konteks PT, pemegang saham dapat mengalihkan saham yang ia miliki kepada pihak ketiga. Pengalihan tidak menimbulkan masalah kelangsungan perseroan yang bersangkutan. Bahkan, bagi PT yang masuk dalam kategori PT Terbuka dan sahamnya terdaftar di suatu bursa (listed), terdapat kebebasan untuk mengalihkan saham tersebut.

Memiliki Kekayaan Sendiri

Semua kekayaan yang ada dimiliki oleh Badan itu sendiri, tidak oleh pemilik, oleh anggota atau pemegang saham. Ini adalah suatu kelebihan utama badan hukum. Dengan demikian, kepemilikan kekayaan tidak didasarkan pada anggota atau pemegang saham.

Memiliki Kewenangan Kontraktual serta Dapat Menuntut dan Dapat Dituntut atas Nama Dirinya Sendiri

Badan hukum sebagai subyek hukum diperlakukan seperti manusia yang memiliki kewenangan kontraktual. Badan itu dapat mengadakan hubungan kontraktual atas nama dirinya sendiri. Sebagai subyek hukum, badan hukum dapat dituntut dan menuntut dihadapan pengadilan.29

Sementara itu Reiner R. Kraakman menyebutkan bahwa suatu korporasi biasanya memiliki lima karateristik yang penting, yaitu mempunyai personalitas

29

(35)

hukum, terbatasnya tanggung jawab, adanya saham yang dapat dialihkan, manajemen terpusat di bawah struktur dewan direksi, dan kepemilikan saham oleh penanam modal. Setiap korporasi pada umumnya didirikan berdasarkan undang-undang yang mencakup lima karakteristik tersebut kecuali jika pendiri korporasi tersebut (dan diperbolehkan oleh undang-undang) membuat aturan khusus tersendiri yang meniadakan salah satu dari karateristik tersebut diatas.30

Direksi dalam menjalankan pengurusan perseroan harus mengacu semata-mata untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.31 Menyangkut pertanggung jawaban Direksi Persero ada beberapa prinsip hukum dalam sistem common law yang juga diakomodasi dalam sistem hukum perseroan di Indonesia :

1. Prinsip Fiduciary Duty

Lewis D. Solomon32 tentang pertanggung jawaban Direksi Korporasi mengatakan:

Fiduciary duty is perhaps the most important concept in the Anglo-American law of corporation. The word “fiduciary” comes form the Latin fides, meaning faith or confidence, and was originally used in the common law to describe the nature of the duties imposed on a trustee. Perhaps because many of the earliest corporations cases involved chari table corporations, courts began to analogize the duties of a director in managing corporate property to the duties of a trustee in managing trust property. The original analogy between a trustee and those who control a corporation was a close one. But as corporations began to play a role of increasing importance in an increasingly complex commercial world, the basic notion survives that officers, directors and controlling shareholders

30 Kraakman R Reiner, et.al, Business Law, The Anatomy of Corporate Law: A Comparative and

Functional Approach, (Oxford: Oxford University Press , 2005), hlm.5

31

Lihat, Pasal 92 Ayat (1) UU PT 32

Lewis D. Solomon, (et.al), Corporations Law And Policy Materials And Problems Third

(36)

owe some sort of enforceable duty to the corporation, and, through the corporation, to the shareholders. The term “fiduciary duty,” however, has no fixed meaning; its parameters are continually evolving.

Dalam hal ini yang dimaksud adalah tugas yang terbit dari hubungan fiducia antara direksi dan perseroan yang dipimpinnya, yang menyebabkan direksi berkedudukan sebagai trustee dalam pengertian hukum trust. Seorang direktur harus memiliki kepedulian dan kemampuan (duty of care and skill), itikad baik, loyalitas, dan kejujuran terhadap perseroan dengan derajat tinggi (high degree).

2. Prinsip Duty of Care

Tugas memperdulikan yang diharapkan dari direksi adalah duty of care sebagaimana dimaksud dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum; dalam arti, direksi berbuat atau bertindak secara hati-hati agar terhindar dari kelalaian (negligence).33

3. Prinsip Duty of Loyalty and Good Faith

Direktur sebagai pengurus perseroan adalah merupakan trustee bagi perseroan. Dalam pelaksanaan pengelolaan perseroan tidak boleh mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri atas perusahaan, tetapi harus didasarkan pada itikad baik dan dengan loyalitas yang tinggi pada perseroan. Dalam sistem common law duty of care and good faith bersama-sama dengan duty of care bersama-sama dikenal dengan nama fiduciary duty.

(37)

4. Doktrin Business Judgment Rule

Di dalam hukum perseroan, dikenal doktrin business judgment rule yang mengajarkan bahwa Direksi Perseroan tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dari suatu tindakan pengambilan keputusan, apabila tindakan tersebut didasarkan pada itikad baik dan hati-hati. Direksi mendapat perlindungan hukum tanpa perlu memperoleh pembenaran dari pemegang saham atau pengadilan atas keputusan yang diambilnya dalam konteks pengelolaan perusahaan.34

Doktrin business judgment rule akan melindungi direksi dari kewajiban atas keputusan bisnis yang menimbulkan kerugian pada korporasi. Dalam sistem hukum common law untuk pertanggung jawaban Direksi Korporasi dapat dilihat pertimbangan pengadilan dalam perkara Gries Sports Enterprises, Inc. V. Cleveland Browns Football Co., Inc. 26 Ohio St.3d 15, 496 N.E.ed 959 (1986) :

The business judgment rule is a principle of corporate governance that has been part of the common law for at least one hundred fifty years. It has traditionally operated as a shield to protect directors form liability for their decisions. If the directors are entitled to the protection of the rule, then the courts should not interfere with or second-guess their decisions. If the directors are not entitled to the protection of the rule, then the courts scrutinize the decision as to its intrinsic fairness to the corporation and the corporation’s minority shareholders. The rule is rebuttable presumtion that directors are better equipped than the courts to makebusiness judgments and that the directors acted withaout self-dealing or personal interest and exercised reasonable diligence and acted with good faith. A party challenging a board of directors’ decision bears the burden of rebutting the

34 Erman Rajagukguk, Nyanyi Sunyi Kemerdekaan Menuju Indonesia Negara Hukum

Demokratis, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, (Depok: Lembaga Studi Hukum dan Ekonomi,

(38)

presumption that the decision was a proper exercise of the business judgment of the board.35

Dalam sistem hukum nasional doktrin business judgment rule telah diakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Menyangkut tugas seorang direksi Pasal 92 menyatakan:

(1) Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

(2) Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. Lebih lanjut Pasal 97 menyatakan :

(1) Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (1).

(2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. (3) Setiap anggota direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas

kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

(4) Dalam hal direksi terdiri atas 2 (dua) anggota direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota direksi.

(5) Anggota direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:

a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;

b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

(39)

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.

(6) Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan negeri terhadap anggota direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada perseroan.

(7) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak mengurangi hak anggota direksi lain dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk mengajukan gugatan atas nama perseroan.

Dari ketentuan Pasal 97 UUPT, dapat ditarik benang merah bahwa prinsip business judgment rule diakomodasi dalam UUPT khususnya pada huruf b, c, dan d, sedangkan huruf a yang menyatakan: kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya adalah merupakan ketentuan yang sudah jelas, dan ketentuan ini merupakan tambahan di UUPT.

2. Konsepsi

Definisi operasional dari berbagai istilah yang dipergunakan dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Tanggung jawab adalah tanggung jawab Direksi Persero dalam pelaksanaan pengurusan dan pengelolaan kegiatan persero yang terbagi dalam tanggung jawab perdata.

b. Direksi adalah Organ BUMN yang bertanggung jawab atas kepengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN baik di dalam maupun di luar pengadilan.36

36

(40)

c. Perusahaan Perseroan yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk Perseroan Terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.37

d. Penyertaan modal pemerintah pusat adalah pengalihan kepemilikan barang milik negara yang semula merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan negara yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara pada BUMN, BUMD, atau Badan hukum lainnya yang dimiliki negara/daerah.38

e. Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.39

f. Hukum adalah hukum tertulis yang berkaitan dengan pengurusan dan pengelolaan kegiatan BUMN.

G. Metode Penelitian

Metode Penelitian yang dilakukan untuk penulisan tesis ini adalah: 1. Spesifikasi Penelitian

Berkenaan dengan permasalahan yang akan diteliti, maka penelitian ini

37

Lihat, Pasal 1 Angka 2 UU BUMN 38

Peraturan Menteri keuangan No.96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Penggunaan Pemanfaatan, Pemindah Tanganan Barang Milik Negara 39

(41)

menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan menganalisis permasalahan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan juga literatur yang membahas permasalahan yang diajukan, dimana datanya datanya bersumberkan dari data pustaka (library research).

2. Sumber-Sumber Data

Sumber data dalam penelitian dapat digolongkan atas Data Primer dan Data Sekunder. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif maka sumber data dalam penelitian ini berasal dari :

a. Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri atas peraturan perundang-undangan yang terkait dengan obyek permasalahan yang akan diteliti yaitu dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, dan perubahannya pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang relevan dengan penelitian ini yakni buku-buku teks (textbook) yang ditulis oleh para ahli hukum yang berpengaruh, hasil tulisan ilmiah seperti tesis, disertasi, jurnal, makalah, laporan penelitian yang relevan dengan topik penelitian.

c. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau

(42)

meliputi kamus bahasa indonesia, kamus bahasa inggris, kamus hukum,

encyclopedia hukum dan lain-lain.

3. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah : a. Studi Dokumen

Studi dokumen dilakukan melalui pengumpulan peraturan perundang-undangan untuk menemukan dan mengetahui asas-asas hukum, pasal-pasal peraturan perundang-undangan yang berlaku, teori-teori hukum, doktrin-doktrin hukum, yurisprudensi, filsafat hukum dan hal-hal yang relevan dan menunjang terhadap kualitas tesis ini.

b. Pedoman Wawancara

Apabila diperlukan dalam penelitian ini akan dilakukan wawancara dengan ahli hukum perusahaan dan ahli hukum Keuangan Negara.

H. Analisis Data

(43)
(44)

BAB II

BATASAN KEKAYAAN NEGARA YANG DIPISAHKAN

A. Pengertian Terbatas Pada Perseroan Terbatas

Perseroan Terbatas terdiri dari dua kata, yakni perseroan dan terbatas. Kata perseroan merujuk pada modal perseroan yang terdiri atas sero-sero atau saham-saham. Sedangkan kata terbatas merujuk pada tanggung jawab dari pemegang saham yang luasnya hanya terbatas tidak melibihi nilai nominal semua saham yang dimilikinya. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas mendefinisikan Perseroan Terbatas sebagai berikut: Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.40

Dari batasan tentang Perseroan Terbatas tersebut di atas ada lima hal pokok yang dapat kemukakan di sini :

1. Korporasi Sebagai Badan Hukum

Ilmu hukum mengenal dua macam subyek hukum, yaitu subyek hukum pribadi (orang perorangan), dan subyek hukum berupa badan hukum. Salah satu ciri khas yang membedakan subyek hukum pribadi dengan subyek hukum

40

(45)

berupa badan hukum adalah saat lahirnya subyek hukum tersebut, yang pada akhirnya akan menentukan saat lahirnya hak-hak dan kewajiban bagi masing-masing subyek hukum tersebut. Pada subyek hukum pribadi, status subyek hukum dianggap telah ada bahkan pada saat pribadi orang perorangan tersebut dalam kandungan (Pasal 1 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata). Sedangkan pada perseroan sebagai badan hukum, keberadaan status badan hukumnya baru diperoleh setelah ia memperoleh pengesahan dari pejabat yang berwenang, yang memberikan hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan sendiri bagi badan hukum tersebut, terlepas dari hak-hak, kewajiban dan harta kekayaan para pendiri, pemegang saham, maupun para pengurusnya41.

Perseroan adalah badan hukum (Legal Person, Legal Entity), dianggap sebagai subyek hukum yang cakap melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan berbagai pihak seperti manusia. perseroan adalah badan hukum hasil rekayasa manusia untuk membentuk suatu badan yang memiliki status, kedudukan, kewenangan, yang sama seperti manusia. Oleh karena itu badan ini disebut juga badan hukum artificial (artificial legal person).42 Pada saat ini Perseroan Terbatas (PT) sebagai suatu entitas modal yang paling banyak digunakan di masyarakat dalam melakukan kegiatan bisnis dalam rangka mencari keuntungan. A limited partnership is an

41

Ibid, hlm, 8 42

(46)

association of two or more persons to carry on as co-owners a business for

profit.43

2. Konsekwensi Badan Hukum

UUPT menyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.44 Dengan diperolehnya statusnya sebagai badan hukum, maka tanggung jawab pemegang saham menjadi terbatas.45 Artinya, pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki.46 Ini berarti secara prinsipnya pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh karenanya tidak bertanggung jawab atas setiap kerugian yang diderita oleh perseroan. Para pemegang saham tersebut hanya bertanggung jawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang telah diambil bagian olehnya.47 Pengaturan tentang tanggung jawab terbatas dari pemegang saham ini adalah merupakan ciri utama dari perseroan sebagai badan hukum. UUPT menyatakan Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas

43

Charles R. O’Kelly, Jr, Corporations and Other Business Associatins, Cases and Materials, (Canada: Published Simultaneously in Canada by Little, Brown & Company Limited, 1992), hlm. 62.

44

Lihat Pasal 7 ayat (4) UUPT 45

IG Rai Widjaya, hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Khusus Pemahaman Atas

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, (Bekasi-Indonesia: Mega Poin, 2006), hlm.11

46

Lihat Pasal 3 ayat (1) UUPT 47

(47)

perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki.48

Consequences of incorporation menurut An Ridley adalah :

1. The company is an association of its members and a person separate form

its members.

2. The company can make contracts.

3. The company can sue and be sued.

4. The company can own property.

5. The company continues in existence despite change of membership.

The shareholders can delegate management to directors.49

3. Prinsip-Prinsip Hukum Perseroan Terbatas

Dalam hukum Perseroan Terbatas terdapat beberapa prinsip yang merupakan landasan bagi korporasi dalam melakukan perbuatannya. Adapun prinsip-prinsip dalam hukum korporasi adalah sebagai berikut :50

a. Corporate Opportunity

Prinsip ini mengajarkan bahwa direktur harus lebih mengutamakan kepentingan perseroan dari pada kepentingan pribadi terhadap transaksi yang menimbulkan conflict of interest.

48

Lihat Pasal 3 ayat (1) UUPT 49

Ann Ridley, Key Facts Company Law, Hodder & Stoughton a Member of The Hodder Headline Group, British Library Cataloguing in Publication Data, 2005, hlm 8.

50

(48)

b. Self Dealing

Yang dimaksud dengan doktrin self dealing adalah setiap transaksi yang dilakukan antara direktur perseroan dengan perseroan itu sendiri. Baik dilakukan langsung oleh direktur yang bersangkutan, ataupun secara tidak langsung , misalnya lewat saudara-saudaranya. Krusialnya transaksi berbentuk self dealing ini adalah adanya conflict of interest antara kepentingan direktur itu sendiri dengan kepentingan perseroan.

c. Piercing The Corporate Veil

Dalam hukum perseroan bahwa masing-masing pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap pihak ketiga. Tanggung jawab pemegang saham terbatas sebesar jumlah saham yang dimilikinya. Menurut prinsip piercing the corporate veil dalam keadaan tertentu pemegang saham dapat bertanggung jawab secara pribadi.

d. Ultra Vires

Prinsip ini mengajarkan bahwa perseroan tidak dapat melakukan kegiatan keluar dari kekuasaan perseroan. Kekuasaan perseroan tersebut dirinci dalam Anggaran Dasar. Oleh karena itu, perseroan tidak boleh melakukan kegiatan di luar kekuasaan yang dirinci dalam Anggaran Dasar.

e. Derivative Action

(49)

perseroan. Dalam hal ini yang digugat direktur atau pihak ketiga. Karena itu, jika gugatannya berhasil, maka hasil dari gugatan tersebut menjadi milik perseroan, bukan milik pemegang saham.

f. Corporate Ratification

Prinsip ini mengandung makna bahwa perseroan dapat menerima tindakan organ lain dalam perseroan tersebut, sekaligus mengambil alih tanggung jawab Organ lain dimaksud. Misalnya RUPS meratifikasi kegiatan tertentu dari direktur, sehingga seluruh tanggung jawab direktur dalam hubungan dengan kegiatan dimaksud beralih menjadi tanggung jawab perseroan. g. Perlindungan Minoritas

Prinsip ini mengajarkan bahwa ketentuan-ketentuan tentang perseroan harus melindungi pemegang saham minoritas dalam perseroan. Banyak ketentuan untuk melindungi pemegang saham minoritas, antara lain adalah pasal 97 ayat (6) yang memberikan hak kepada pemegang saham yang mewakili 1/10 saham bagian dari jumlah seluruh saham untuk mengajukan gugatan atas nama perseroan terhadap tindakan direksi.

h. Wewenang Pengadilan

(50)

i. Business Judgment Rule51

Adalah prinsip yang menyatakan bahwa direksi tidak dapat dituntut karena keputusannya ternyata mendatangkan kerugian pada perusahaan, sepanjang ia mengambil keputusan tersebut dengan penuh kehati-hatian, telah mengikuti ketentuan-ketentuan dalam perseroan, beritikad baik, tidak terdapat kelalaian atau penipuan.

j. Fiduciary of Duty

Fiduaciay Duty - An obligation to act in the best interest of another

party. For instance, a corporation's board member has a fiduciary duty to

the shareholders, a trustee has a fiduciary duty to the trust's

beneficiaries, and an attorney has a fiduciary duty to a client.52

4. Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham

UUPT menyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.53 Dengan diperolehnya statusnya sebagai badan hukum, maka tanggung jawab pemegang saham menjadi terbatas.54 Artinya, pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama erseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan

51

Erman Rajagukguk, Pengelolaan Perusahaan Yang Baik: Tanggung Jawab Pemegang

Saham, Komisaris, dan Direksi, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 26-No.3 Tahun 2007, hlm.27

52

www.lectlaw.com/def/f026.htm The ‘Lectric Law Library’s Legal Lexicon On *Fifuciary/F.Duty*

53

Lihat Pasal 7 ayat (4) UUPT 54

(51)

melebihi saham yang dimiliki.55 Ini berarti secara prinsipnya pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas seluruh perikatan yang dibuat oleh dan atas nama perseroan dengan pihak ketiga, dan oleh karenanya tidak bertanggung jawab atas setiap kerugian yang diderita oleh perseroan. Para pemegang saham tersebut hanya bertanggung jawab atas penyetoran penuh dari nilai saham yang telah diambil bagian olehnya.56 Pengaturan tentang tanggung jawab terbatas dari pemegang saham ini merupakan ciri utama dari perseroan sebagai badan hukum. UUPT menyatakan pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi saham yang dimiliki.57

5. Karakteristik Perseroan Sebagai Badan Hukum

Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang memiliki tanggung jawab terbatas (limited liability) yang mempunyai lima ciri khusus atau karakteristik sebagai berikut : sebagai personalitas hukum (legal personality); memiliki tanggung jawab terbatas (limited liability); sahamnya dapat dialihkan (transferable shares); ada pendelegasian manajemen oleh struktur dewan direksi; dan kepemilikan oleh investor.58 Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum yang oleh hukum diakui secara tegas sebagai badan hukum. Hukum mengakui pula bahwa badan hukum merupakan subyek hukum yang

55

Lihat Pasal 3 ayat (1) UUPT 56

Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op.cit, hlm 9 57

Lihat Pasal 3 ayat (1) UUPT 58

(52)

cakap melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum dengan berbagai pihak layaknya seperti manusia.59 By incorporation, the company

acquires separate legal personality, that is, the company is recognized as a

person separate form its members, a principle established in Salomon v

Salomon & Co Ltd (1897)60.

Perseroan Terbatas sebagai badan hukum memiliki kekayaan sendiri yang terlepas dari kekayaan sendiri yang terlepas dari kekayaan pribadi pemegang sahamnya. Badan ini juga dapat menggugat dan digugat dihadapan pengadilan. Konsep mendasar badan hukum yang demikian sering disalah pahami masyarakat pada umumnya dan bahkan oleh para praktisi hukum. Misalnya, dalam beberapa perkara korupsi di BUMN yang berbentuk perusahaan perseroan (Persero), kekayaan atau asset yang dimiliki oleh perseroan dikategorikan sebagai kekayaan negara.61

a. Didirikan Atas Dasar Perjanjian

Pengertian Perjanjian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1313 dirumuskan suatu persertujuan adalah adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.62 Dari rumusan tersebut terdapat suatu kelemahan yaitu tidak adanya penjelasan apakah pihak lainnya dapat menerima atau menolak

59

Ibid, hlm.5 60

Ann Ridley, Op.cit, hlm 8 61

Ibid, hlm 5 62

Referensi

Dokumen terkait

KEDUDUKAN DIREKSI DALAM PENGURUSAN BUMN PERSERO DAN KEKAYAAN NEGARA SEBAGAI MODAL BUMN PERSEROA. Kedudukan dan Peran Direksi Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas

bahwa kekayaan Negara yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1994/1995 sampai dengan Tahun Anggaran 1998/1999, berupa fasilitas pada

bahwa kekayaan Negara yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1996/1997 sampai dengan Tahun Anggaran 1998/1999, berupa fasilitas pada

bahwa kekayaan Negara Republik Indonesia yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1992/1993 sampai dengan Tahun Anggaran 1995/1996 berupa

bahwa kekayaan Negara Republik Indonesia yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1996/1997 yang berupa fasilitas Bandar Udara Ngurah Rai,

bahwa penyertaan modal Negara Republik Indonesia untuk pendirianb. Perusahaan Perseroan (PERSERO) di bidang

(1) Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia pada PERSERO pada. saat pendiriannya adalah kekayaan Negara yang

(1) Penambahan penyert aan modal Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 berasal dari sebagian kekayaan Negara yang t ert anam dalam Ot orit a Pengembangan