• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyimpanan dan Evaluasi Kualitas Granul Kultur Starter serta Aplikasinya

Granul kultur starter yang dihasilkan dikemas secara vakum menggunakan kemasan aluminium foil berlapis plastik low density polyethylene (LDPE). Produk yang telah dikemas selanjutnya disimpan selama 10 minggu pada suhu 4±1 C

(suhu refrigerator). Kondisi ruangan penyimpanan memiliki kelembaban 65% dengan suhu berkisar antara 27–29 C. Pengujian viabilitas kultur starter dalam granul yaitu meliputi penghitungan populasi bakteri asam laktat (BAL), L.

acidophilus (La RRM-01) dan B. longum (Bl RRM-01). Pengamatan hasil aplikasi granul meliputi aspek mikrobiologis (BAL, LA dan BL) serta pengujian pH, total asam tertitrasi (TAT) dan viskositas produk.

Aplikasi Granul Kultur Starter untuk Menghasilkan Yogurt dan Dadih Sinbiotik

Granul kultur starter yang diproduksi dan disimpan dingin (4 ± 1 ºC) selanjutnya diaplikasikan untuk menghasilkan produk susu fermentasi. Tahapan aplikasi granul sebagai kultur starter untuk menghasilkan yogurt dan dadih ditunjukkan pada Gambar 8 dan 9. Parameter yang diamati dalam pengujian kualitas mikrobiologis produk susu fermentasi (yogurt dan dadih) adalah populasi BAL, LA dan BL.

Gambar 8 Tahapan pembuatan yogurt menggunakan granul kultur starter. Inokulasi granul kultur starter yogurt

Inkubasi (suhu 37 C ; waktu 10 jam)

Yogurt

Penuangan dalam wadah Susu skim cair

Pasteurisasi pada suhu 85 C selama 30 menit (SNF 16%) Homogenisasi dan pendinginan suhu sampai 45 C

Gambar 9 Tahapan pembuatan dadih menggunakan granul kultur starter.

Jumlah Bakteri Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium longum (Dave & Shah 1996; Roy 2001)

Perhitungan jumlah bakteri probiotik didalam produk susu fermentasi yang

dihasilkan menggunakan media MRS-IM maltosa dan MRS-IM glukosa.

L. acidophilus dipupukkan pada medium agar MRS-IM yaitu MRS dengan penambahan maltosa sedangkan B. longum dipupukkan pada medium agar MRS-IM yaitu MRS dengan penambahan glukosa dan solusi dichloxallin, LiCl dan

cystein hydrocloride. Teknik pemupukan dilakukan secara aseptik dengan cara memipet sampel yang telah diencerkan dan dipupuk sebanyak satu milliliter ke dalam cawan Petri steril. Media agar dituang ke dalam cawan Petri lalu dihomogenkan sehingga merata, setelah agar mengeras diinkubasi pada suhu 37 C selama 72 jam pada kondisi anaerob. Koloni yang tumbuh berwarna putih dan kekuningan merupakan koloni bakteri asam laktat yang ditumbuhkan.

Susu cair

Evaporasi susu (50% ; 80-85 C selama 30 menit)

Homogenisasi dan pendinginan suhu sampai 45 C

Inokulasi granul starter kering dadih Penuangan dalam wadah

Inkubasi (suhu 37 C ; waktu 14 jam)

Rancangan Penelitian dan Analisis Data selama Penyimpanan

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri atas 5 perlakuan (lama penyimpanan 0, 1, 2, 5 dan 10 minggu) dengan 3 ulangan. Data dianalisis dengan sidik ragam atau analysis of variance (ANOVA) dan bila berbeda nyata diuji dengan Duncan (Steel dan Torrie 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap I Pemeriksaan Kemurnian Kultur Starter dan Penentuan Kurva Pertumbuhan

Pemeriksaan kemurnian kultur starter dilakukan terhadap lima jenis bakteri, yaitu St RRM-01 dan Lb RRM-01 sebagai kultur starter pada pembuatan yogurt dan Lp RRM-01 sebagai kultur starter pada pembuatan dadih. La RRM-01 dan Bl RRM-01 digunakan sebagai bakteri probiotik pada masing-masing produk susu fermentasi (Maheswari 2008). Berdasarkan pemeriksaan secara mikroskopik dan uji katalase diperoleh hasil yang disajikan pada Tabel 7 sedangkan bentuk gambar morfologi bakteri terdapat pada Lampiran 1. Pemeriksaan dengan bantuan pewarnaan Gram pada setiap jenis bakteri kultur starter dan probiotik menunjukkan hasil dari bentuk morfologis kultur starter yang seragam, tidak terkontaminasi dengan bakteri lain, termasuk kedalam jenis bakteri Gram positif dan sifat katalase negatif.

Tabel 7 Morfologi kultur starter yogurt, dadih dan probiotik

Jenis Bakteri Pewarnaan Gram Morfologi Sifat katalase St RRM-01 Gram positif Bulat atau kokus Negatif

Lb RRM-01 Gram positif Batang Negatif

Lp RRM-01 Gram positif Batang Negatif

La RRM-01 Gram positif Batang Negatif

Bl RRM-01 Gram positif Batang pendek Negatif

Bakteri kultur starter dan probiotik termasuk dalam kelompok bakteri Gram positif yaitu mampu mempertahankan warna kristal violet tetap berwarna ungu, walaupun telah dibilas dengan larutan pemucat yaitu alkohol 95% dan diberi pewarna tandingan yaitu safranin yang berwarna merah. Bakteri Gram positif dibedakan dari bakteri Gram negatif berdasarkan atas komponen dinding sel. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel yang tebal tersusun dari lapisan peptidoglikan yang terdiri atas protein, asam teikoat dan polisakarida serta bagian luar dikelilingi dan dibungkus oleh lapisan sulfur protein (Fardiaz 1989). Asam teikoat dalam dinding sel yang bermuatan negatif akan bereaksi dengan etanol yang diberi pada saat pewarnaan sehingga menyebabkan dehidrasi pada dinding

sel (Fardiaz 1992). Dehidrasi menyebabkan pori-pori mengecil dan terjadi penurunan permeabilitas dinding sel sehingga kompleks kristal violet tidak keluar dari sel dan sel tetap berwarna ungu. Bakteri Gram negatif memiliki komponen utama dinding sel yaitu lipopolisakarida yang tidak dapat mempertahankan warna ungu kristal violet sehingga berwarna merah setelah diberi zat pewarna tandingan yaitu safranin.

Pengujian katalase bertujuan untuk mengetahui keberadaan atau produksi enzim katalase oleh kultur starter bakteri asam laktat ataupun bakteri probiotik. Produksi enzim katalase dapat diketahui bila H2O2 yang diteteskan di atas preparat bakteri akan bereaksi dengan melepaskan gas O2 yang dapat dilihat melalui gelembung-gelembung gas sehingga dinyatakan sebagai jenis bakteri katalase positif. Bakteri yang tidak menghasilkan gelembung gas O2 setelah ditetesi H2O2

tidak mempunyai enzim katalase yang dapat mengkatalis H2O2 sehingga digolongkan kedalam bakteri katalase negatif (Fardiaz 1989). Bakteri kultur starter dan probiotik yang digunakan pada penelitian ini memiliki sifat katalase negatif.

Kurva pertumbuhan mikroba selama 24 jam ditunjukkan pada Gambar 10. Populasi awal kultur starter adalah antara 107–1010 CFU/ml. Hasil pengamatan terhadap kurva pertumbuhan dihasilkan jumlah populasi bakteri kultur starter saat fase logaritmik adalah antara 7.2–10.4 log10 CFU/g, sesuai dengan persyaratan populasi mikroba kultur starter menurut Sultana et al. (2000), yaitu sebanyak 107 CFU/g di dalam produk akhir. Pemanenan kultur starter pada fase logaritmik bertujuan untuk memperpendek waktu adaptasi kembali kultur starter saat akan diaplikasikan pada pembuatan produk, sehingga aktivitas metabolismenya diharapkan berlangsung dalam waktu yang relatif bersamaan untuk mengurangi terjadinya dominasi suatu jenis kultur starter. Mikroba akan melakukan perbanyakan sel dengan cara membelah diri menjadi dua, kemudian masing-masing sel membelah lagi menjadi dua sehingga pada setiap generasi jumlahnya menjadi dua kali populasi. Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya proses pembelahan sel mikroba ini disebut waktu generasi (Todar 2008). Waktu generasi kultur starter dan bakteri probiotik terdapat pada Tabel 8, yang menghasilkan perbedaan waktu generasi masing-masing jenis bakteri kultur starter. Hal ini

terjadi diantaranya karena populasi awal bakteri yang berbeda dan juga perbedaan daya adaptasi. Waktu generasi tercepat dihasilkan oleh S. thermophilus yaitu selama 1.51 jam (Lampiran 20). Penghitungan waktu generasi bertujuan untuk memprediksi populasi setiap mikroba dalam jangka waktu yang sama serta keaktifannya dalam proses metabolisme (Fardiaz 1989).

Tabel 8 Jumlah populasi awal kultur starter, penentuan waktu sebelum akhir fase log, populasi sebelum akhir fase log dan waktu generasi

Jenis bakteri Populasi

awal kultur Populasi pada fase log Penentuan waktu panen Waktu generasi Populasi maksimal

(CFU/ml) (jam) (CFU/ml)

Kultur starter yogurt:  S. thermophilus (St RRM-01) 2.4 × 10 8 1.9 × 1010 10 1.51 2.4 × 1010 L. bulgaricus (Lb RRM-01) 3.6 × 10 7 1.2 × 109 10 1.78 1.8 × 109

Kultur starter dadih:  L. plantarum (Lp RRM-01) 7.5 × 10 7 1.4 × 1010 14 1.70 2.3 × 1010 Probiotik:  L. acidophilus (La RRM-01) 9.7 × 10 7 1.6 × 1010 15 1.80 3.2 × 1010 B. longum (Bl RRM-01) 1.4 × 10 7 8.5 × 108 15 2.35 1.2 × 109

Berdasarkan hasil pengamatan pola pertumbuhan bakteri kultur starter dalam medium MRSB (de Man Rogosa Sharpe Broth) dan diamati selama 24 jam, untuk bakteri S. thermophilus dan L. bulgaricus sebagai kultur starter yogurt menunjukkan pola yang sama, yaitu membentuk kurva sigmoid. Terdapat perbedaan populasi awal sel masing-masing bakteri (jam ke-0), yaitu 2.4 × 108 CFU/ml untuk S. thermophilus dan 3.6 × 107 CFU/ml untuk L. bulgaricus. Kedua jenis bakteri ini memasuki fase logaritmik akhir pada jam ke-10. Pola pertumbuhan pada fase ini ditunjukkan dengan garis horizontal dan populasi bertambah secara teratur, menjadi dua kali lipat dan masing-masing memiliki waktu generasi dan kecepatan pertumbuhan yang spesifik. Fase logaritmik

S. thermophilus berlangsung dari jam ke-2 sampai jam ke-10 dan fase logaritmik

Gambar 10 Kurva pertumbuhan kultur starter yogurt, dadih dan probiotik.

Berdasarkan kurva pertumbuhan tersebut dapat ditentukan waktu panen untuk menghasilkan kultur starter kering yaitu pada jam ke-10 inkubasi. Jumlah populasi S. thermophilus dan L. bulgaricus ini 1 log lebih besar dibandingkan hasil penelitian Harmayani et al. (2001) dengan bakteri yang sama, yaitu 1.3 × 107

7.000 7.500 8.000 8.500 9.000 9.500 10.000 10.500 11.000 0 2 4 6 8 1012141618202224 p o p u la si (lo g10 C F U /m l) waktu (jam) a. S. thermophilus 7.000 7.500 8.000 8.500 9.000 9.500 10.000 10.500 11.000 0 2 4 6 81012141618202224 p o p u la si (l o g10 C F U /m l) waktu (jam) b. L. bulgaricus 7.000 7.500 8.000 8.500 9.000 9.500 10.000 10.500 11.000 11.500 12.000 0 2 4 6 8 1012141618202224 p o p u la si (lo g10 C F U /m l) waktu (jam) c. L. plantarum 7.000 7.500 8.000 8.500 9.000 9.500 10.000 10.500 11.000 11.500 12.000 0 2 4 6 8 1012141618202224 p o p u la si (l o g10 C F U /m l) waktu (jam) d. L. acidophilus 7.000 7.500 8.000 8.500 9.000 9.500 10.000 0 2 4 6 8 1012141618202224 p o p u la si (l o g10 C F U /m l) waktu (jam) e. B. longum

CFU/ml untuk S. thermophilus dan 8.9 × 106 CFU/ml untuk L. bulgaricus. Hal ini menyebabkan perbedaan lama inkubasi bakteri, untuk mencapai fase log pada penelitian ini lebih cepat dibandingkan lama inkubasi pada penelitian Harmayani

et al. (2001) yaitu sekitar 16–18 jam.

Pola pertumbuhan bakteri L. plantarum sebagai kultur starter pada produk dadih menghasilkan jumlah populasi awal (jam ke-0) sebesar 7.5 × 107 CFU/ml. Fase logaritmik akhir dicapai pada jam ke-14, sedangkan fase logaritmik L.

plantarum dimulai pada jam ke-4 sampai jam ke-14. Berdasarkan kurva pertumbuhan tersebut dapat ditentukan waktu panen untuk menghasilkan kultur starter kering L. plantarum yaitu pada jam ke-14 inkubasi dengan populasi bakteri

L. plantarum sebesar 2.3 × 1010 CFU/ml. Jumlah populasi awal L. plantarum pada penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian Harmayani et al. (2001) yaitu berada pada kisaran 107 CFU/ml dengan waktu inkubasi sekitar 16–18 jam, lebih lama 2 jam dibandingkan pada penelitian ini. Perbedaan waktu inkubasi ini dapat dipengaruhi oleh kemampuan strain bakteri yang digunakan pada penelitian Harmayani et al. (2001) berasal dari kultur stok yang dibekukan pada suhu -40 C dalam tabung cryoval berisi gliserol skim (1:1). Penggunaan kultur stok yang dibekukan membutuhkan waktu adaptasi, sesuai dengan pendapat Tamime dan Robinson (2007) agar aktivitas kultur starter maksimal.

Berdasarkan pola pertumbuhan bakteri probiotik L. acidophilus dan

B. longum menghasilkan populasi awal L. acidophilus sebesar 9.6 × 107 CFU/ml dan B. longum sebesar 1.4 × 107 CFU/ml. Fase logaritmik berkisar antara jam ke-6 sampai jam ke-15 untuk L. acidophilus dan jam ke-4 sampai jam ke-10 untuk B.

longum. Fase pertumbuhan lambat L. acidophilus pada jam 15 sampai jam ke-20 dan fase stasioner lebih dari ke-20 jam inkubasi. Waktu panen untuk menghasilkan kultur kering L. acidophilus yaitu jam ke-15, dengan populasi bakteri sebesar 3.2 × 1010 CFU/ml.

Fase pertumbuhan lambat B. longum adalah pada jam ke-10 sampai dengan jam ke-12 dan setelah itu bakteri memasuki fase stasioner. Pemanenan sel Bl RRM-01 dilakukan pada saat inkubasi jam ke-15. Pemanenan pada waktu ini dilakukan karena pada waktu inkubasi jam ke-15 jumlah populasi bakteri Bl

L. acidophilus memiliki nilai yang sama dengan hasil penelitian Usmiati (1998) dengan kisaran populasi 107 CFU/ml, berbeda halnya dengan populasi awal

B. longum dengan peneliti yang sama yang menghasilkan populasi lebih rendah 1 log dari penelitian ini, yaitu pada kisaran populasi 106. Hal ini disebabkan oleh perbedaan media pertumbuhan bakteri yang menggunakan susu, sedangkan pada penelitian ini bakteri kultur starter ditumbuhkan pada media MRSB. Media MRSB merupakan media spesifik untuk jenis bakteri Lactobacillus, sehingga bakteri yang ditumbuhkan mampu berkembang secara optimum (Cowan 1981).

Tahap II Pembuatan Bakteri Probiotik Terenkapsulasi dan Granul Kultur Starter serta Aplikasinya

Enkapsulasi Bakteri Probiotik L. acidophilus (La RRM-01) dan B. longum (Bl RRM-01)

Proses enkapsulasi bakteri probiotik dilakukan dengan metode Reyed (2007) yang dimodifikasi. Pengujian terhadap perubahan viabilitas bakteri probiotik selama proses enkapsulasi dilakukan dengan penghitungan jumlah populasi bakteri menggunakan metode hitungan cawan yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9 Populasi bakteri probiotik L. acidophilus (La RRM-01) dan B. longum

(Bl RRM-01) selama proses enkapsulasi Bakteri

probiotik Populasi awal

Sebelum freeze dry Setelah freeze dry Penurunan populasi (log10 CFU/ml) (log10 CFU/g)

L. acidophilus (La RRM-01) 10.36 ± 0.08 9.18 a ± 0.27 7.75 b ± 0.42 1.43 (15.58%) B. longum (Bl RRM-01) 8.88 ± 0.04 8.74 a ± 0.16 7.86 b ± 0.28 0.88 (10.07%)

Viabilitas L. acidophilus diuji menggunakan t-test menunjukkan adanya penurunan populasi sangat nyata (P<0.01) setelah freeze dry dengan penurunan populasi sebesar 1.43 log10 CFU/g atau 15.58%. Penurunan populasi secara nyata (P<0.05) juga terjadi pada bakteri B. longum sebesar 0.88 log10 CFU/g atau 10.07%. Penurunan viabilitas bakteri setelah freeze dry juga dilaporkan oleh Harmayani et al. (2001) yaitu sebesar 0.5–2 siklus log. Proses pengeringan

menggunakan freeze dryer menurut Buckle et al. (1985) merupakan pengeringan yang dilakukan melalui pembekuan dan sublimasi. Proses sublimasi adalah perubahan dari bentuk es dalam bahan beku langsung menjadi uap air tanpa melalui proses pencairan. Keuntungan dari freeze dried adalah dapat mengurangi kerusakan struktur biologis sel (Reyed 2007).

L. acidophilus (La RRM-01) dan B. longum (Bl RRM-01) berdasarkan hasil penelitian Maheswari et al. (2008) menunjukkan kemampuan menghambat pertumbuhan E. coli dalam saluran pencernaan mencit percobaan sebesar 4.58 log10 CFU/g seiring penurunan populasi E. coli dalam feses dengan populasi awal 8.09 log10 CFU/g. Hal ini telah memenuhi salah satu persyaratan kandidat bakteri probiotik, yaitu kemampuan membentuk substrat antimikroba. Pengujian selanjutnya ialah penentuan jumlah L. acidophilus dan B. longum di dalam saluran pencernaan tikus dengan pemberian prebiotik FOS. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa populasi L. acidophilus dan B. longum meningkat dengan pemberian FOS di saluran pencernaan. L. acidophilus dan B. longum yang teridentifikasi di dalam kolon menunjukkan kemampuan kedua bakteri tersebut untuk menempel dan menghambat aktivitas bakteri patogen (E. coli) yang ada di saluran pencernaan.

Keuntungan pembuatan kultur probiotik menggunakan freeze dry

diantaranya adalah menghasilkan viabilitas bakteri yang lebih tinggi dan memiliki persentase daya tahan maksimum (Tamime & Robinson 2007). Sesuai dengan hasil penelitian Capela (2006) bahwa proses mikroenkapsulasi dapat mempertahankan viabilitas L. acidophilus 33200, L. casei 279, B. longum 536 dan

L. rhamnosus GG pada yogurt selama proses freeze-drying. Viabilitas probiotik selama proses enkapsulasi dipertahankan dengan penggunaan susu skim, gliserol, CaCO3 dan penambahan prebiotik yaitu inulin sehingga menghasilkan media dengan fungsi masing-masing. Susu skim digunakan sebagai media tumbuh bakteri probiotik dan CaCO3 berfungsi sebagai penetralisir asam (Tamime & Robinson 2007). Penggunaan gliserol bertujuan untuk memodifikasi pertumbuhan kristal es selama proses freeze dry dan permeabilitas membran sel (Reyed 2007).

Proses enkapsulasi pada penelitian ini menggunakan alginat sebagai bahan penyalut. Sel-sel bakteri probiotik yang telah dilarutkan kedalam media tumbuh

bakteri probiotik selanjutnya disalut dengan larutan alginat steril (3% w/v) selama 45 menit. Hasil penyalutan selanjutnya diteteskan pada larutan CaCl2. Alginat akan membentuk matriks gel jika bereaksi dengan garam kalsium (Mortazavian

et al. 2007).

Karakterisasi Hasil Enkapsulasi L. acidophilus (La RRM-01) dan B. longum (Bl RRM-01)

Karakterisasi hasil enkapsulasi bakteri probiotik meliputi gambaran morfologi permukaan luar dan ukuran biokapsul yang dihasilkan. Gambaran morfologi bakteri terenkapsulasi dibandingkan dengan bakteri tanpa enkapsulasi menggunakan scanning electron microscope (SEM) terdapat pada Gambar 11. Bahan penyalut bakteri probiotik menggunakan alginat. Tampak permukaan alginat yang tidak rata seperti terlihat pada Gambar 11a dan 11c.

Gambar 11 Hasil scanning electron microscope (SEM) bakteri probiotik

L. acidophilus (La RRM-01) dan B. longum (Bl RRM-01). Keterangan gambar: a. L. acidophilus (La RRM-01) terenkapsulasi, b. L. acidophilus (La RRM-01) tanpa enkapsulasi dalam media susu, c. B. longum (Bl RRM-01) terenkapsulasi dan d.

B. longum (Bl RRM-01) tanpa enkapsulasi. Tanda panah menunjukkan masing-masing bakteri dalam media susu setelah

freeze dried. a

d c

Butiran hasil enkapsulasi berbentuk crumble (kasar). Hal ini disebabkan proses pembentukan biokapsul melalui tahap penyaringan, sehingga pada saat

freeze dry bentuk yang dihasilkan mengkerut dan tidak seragam. Berdasarkan hasil penelitian Allan-Wotjas et al. (2007) mikrokapsul yang dihasilkan berbentuk bulat dengan B. lactis menempel pada bahan penyalut alginat. Morfologi mikroenkapsulasi tersebut terdapat pada Gambar 12.

Gambar 12 Mikrokapsul kalsium alginat menggunakan SEM konvensional, a) mikrokapsul tanpa bakteri; b) bagian mikrokapsul dengan bakteri; c) Pembesaran mikrokapsul dengan bakteri. Pembesaran ditunjukkan secara individual pada garis di bawah hasil gambar. Efisiensi enkapsulasi terhadap bakteri probiotik L. acidophilus dan B.

longum diujikan dengan cara menumbuhkan biokapsul ke dalam susu. Hasil inkubasi selama 24 jam dan dibandingkan dengan kontrol yaitu bakteri probiotik tanpa enkapsulasi menunjukkan bahwa L. acidophilus terenkapsulasi tidak menyebabkan koagulasi pada susu demikian juga pada B. longum dengan nilai pH susu tidak berubah yaitu 6, sebaliknya L. acidophilus dan B. longum control yaitu dalam bentuk kultur starter cair mampu mengubah nilai pH susu menjadi 4 sehingga susu mengalami koagulasi atau terjadi perubahan viskositas. Koagulasi susu yang terjadi merupakan aktivitas bakteri probiotik yang berjalan normal

c b

karena kultur starter tidak terenkapsulasi. Bakteri probiotik mengubah laktosa sebagai sumber karbohidrat dan memproduksi asam laktat yang dapat mengakibatkan penurunan pH, sehingga kadar asam susu menjadi relatif tinggi dan terbentuk gumpalan (curd).

Pengeringan Kultur Starter Yogurt dan Dadih

Pembuatan kultur starter yogurt kering dilakukan dengan spray dryer. Perubahan populasi kultur starter yogurt selama proses pengeringan ditunjukkan pada Tabel 10. Viabilitas kultur starter kering dipertahankan dengan penambahan laktosa 6% sebagai senyawa kriogenik yang membantu kultur kerja menjaga stabilitasnya terhadap perlakuan pengeringan dan maltodekstrin 4% sebagai zat pengisi. Kennedy et al. (1995) menyatakan bahwa penggunaan maltodekstrin sebagai bahan pengisi dapat menghasilkan viskositas yang tinggi, mengurangi kehilangan volume setelah pengeringan, meningkatkan kelarutan dan membantu penyebaran sehingga bahan yang dikeringkan tidak lengket atau menempel pada permukaan dinding mesin spray dryer. Menurut Anal dan Singh (2007) untuk meningkatkan daya hidup bakteri selama proses spray dry dapat ditambahkan bahan krioprotektan, seperti trehalosa, polydextrosa dan pati.

Tabel 10 Populasi kultur starter kering yogurt dan dadih

Bakteri kultur starter Populasi

awal Populasi dg laktosa + maltodekstrin Populasi setelah spray dry (log10 CFU/g)

Kultur starter yogurt:

S. thermophilus (St RRM-01) 9.38 a ± 0.38 8.70 b ± 0.05 8.45b ± 0.41

L. bulgaricus (Lb RRM-01) 8.99 a ± 0.18 8.09 b ± 0.19 8.81a ± 0.17 Kultur starter dadih:

L. plantarum (Lp RRM-01) 8.71 a ± 0.24 8.55 a ± 0.18 8.34a ± 0.13

Ket: Huruf superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05)

Proses pengeringan dengan spray dry nyata menurunkan populasi kultur

starter yogurt sebesar masing-masing 0.93 dan 0.19 siklus log untuk

S. thermophilus dan L. bulgaricus. Berbeda halnya dengan bakteri L. plantarum, proses spray dry tidak berpengaruh terhadap viabilitas bakteri yang dihasilkan dengan populasi akhir 8.34 log10 CFU/g. Penurunan viabilitas bakteri selama proses spray dry menurut Harmayani et al. (2001) dapat disebabkan oleh adanya

penurunan aw (aktivitas air) dan inaktivasi panas yang menyebabkan kerusakan membran sel dan beberapa jenis protein. Menurut Robinson (1981) setiap mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhannya dan tumbuh paling baik bila suplai air banyak.

Kultur starter kerja hasil spray drying mempunyai karakteristik fisik yaitu berwarna putih kecoklatan. Proses pengeringan pada suhu inlet 180 oC dan suhu

outlet 80 oC menyebabkan denaturasi protein sehingga terbentuk melanoidin yang menghasilkan warna krem. Prinsip kerja dari proses spray drying ialah produk yang dihasilkan tidak menyentuh permukaan logam yang panas, dengan suhu produk akhir rendah, dan waktu pengeringan singkat sehingga meminimalkan efek denaturasi protein (Shaw 1997). Penambahan krioprotektan dan bahan pengisi mampu mempertahankan populasi kultur starter yogurt dan dadih setelah

spray dry sebesar >108 CFU/g, jumlah tersebut masih memenuhi syarat minimal viabilitas untuk digunakan sebagai kultur starter (Sultana et al. 2000).

Kultur starter kering yogurt dan dadih merupakan bahan baku utama untuk pembuatan granul kultur starter yogurt dan dadih. Proses granulasi dengan metode granulasi basah dilakukan terhadap campuran formulasi yang terdiri atas bahan baku utama, bahan baku pengisi dan disintegrant. Formulasi dengan laktosa dan

disintegrant SSG yang berbeda digunakan untuk penentuan imbangan yang terbaik dari keduanya. Granul kultur starter dengan imbangan laktosa dan SSG terbaik ditentukan berdasarkan aspek mikrobiologis (viabilitas BAL, La dan Bl) dan aplikasi produk meliputi pengujian pH, total asam tertitrasi dan viskositas.

Evaluasi Kualitas Fisik, Mikrobiologis Granul Kultur Starter dan Aplikasinya

Granul kultur starter yogurt dan dadih masing-masing diproduksi dengan 3 jenis formula yang berbeda berdasarkan imbangan laktosa dan SSG (sodium starch glycolate), yaitu L21S1 (laktosa 21%; SSG 1%), L20S2 (laktosa 20%; SSG 2%) dan L19S3 (laktosa 19%; SSG 3%). Granul kultur starter yogurt yang dihasilkan mempunyai kode YLnSn sedangkan dadih dengan kode DLnSn. Karakteristik fisik granul kultur starter dengan sinbiotik terenkapsulasi secara umum untuk ketiga jenis produk adalah:

Warna

Karakteristik warna granul kultur starter yang dihasilkan adalah putih kecoklatan seperti ditunjukkan pada Lampiran 21. Warna kecoklatan dihasilkan karena proses pengovenan pada suhu 40 oC selama 2 jam. Susu skim sebagai media tumbuh adalah kaya akan protein (asam amino) dan laktosa (gula pereduksi), sehingga dengan suhu pengeringan yang tinggi memungkinkan terbentuk suatu reaksi pencoklatan (reaksi Maillard). Pada reaksi Maillard yang terjadi antara gula pereduksi dengan kelompok asam amino bebas pada protein menghasilkan senyawa melanoidin yang berwarna coklat. Reaksi ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi laktosa dan protein, pH serta waktu dan suhu selama pemrosesan (Robinson 1981).

Tekstur

Tekstur granul kultur starter yang dihasilkan pada penelitian ini agak kasar setelah melalui tahap pengayakan kedua. Berdasarkan hasil pengamatan scanning electron microscope (SEM) menunjukkan tekstur permukaan biokapsul yang tidak halus. Biokapsul sebagai salah satu bahan baku utama dalam pembuatan granul kultur starter juga menyebabkan tekstur granul yang dihasilkan agak kasar.

Ukuran

Ukuran granul kultur starter dengan menghasilkan butiran-butiran kecil dengan ukuran 20 mesh (0.08 mm). Penentuan ukuran mesh disajikan pada Lampiran 22. Pengayakan pada proses pembuatan granul dapat mempengaruhi ukuran akhir granul yang dihasilkan. Proses pengayakan pertama (pengayak basah) dengan menggunakan ayakan 12 mesh (0.13 mm) menghasilkan granul dengan ukuran lebih besar dan agar granul lebih berkonsolidasi serta meningkatkan luas permukaan untuk memudahkan pengeringan, kemudian pengovenan granul. Pengovenan diperlukan pada proses granulasi basah untuk menghilangkan pelarut yang dipakai. Proses ini berperan penting dalam ikatan antarpartikel akibat rekristalisasi dan selanjutnya dilakukan pengayakan kedua dengan ukuran ayakan 20 mesh untuk memperoleh ukuran granul yang lebih kecil. Metode granulasi basah menurut Augsburger dan Vuppala (1997) mampu

meningkatkan kompresibilitas granul sehingga dihasilkan ukuran granul yang mengalir dengan baik.

Yogurt

Evaluasi karakteristik mikrobiologis granul kultur starter yogurt

Hasil pengujian karakteristik mikrobiologis granul kultur starter yogurt