• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyimpanan dalam suhu dingin merupakan cara yang paling umum dan ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi produk hortikultura. Penyimpanan pada suhu dingin adalah penyimpanan dibawah suhu 15oC dan di atas titik beku. Penyimpanan pada suhu rendah dapat mengurangi kegiatan respirasi, proses penuaan, kehilangan air dan pelayuan, kerusakan akibat aktivitas mikroba, serta proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki (Pantastico, 1989).

Persyaratan suhu penyimpanan untuk berbagai produk hortikultura sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Menurut Wong et al. dalam Lesmana (1996) sebagian besar buah-buahan tropis dan subtropis dapat mengalami chilling injury

jika disimpan pada suhu di bawah 10-12oC. Hasbi et al. (2005) menyatakan bahwa manggis baik disimpan pada suhu 15oC karena dapat memperpanjang umur simpan manggis selama 39 hari. PKBT (2007) melaporkan bahwa manggis yang disimpan pada suhu 10oC pada buah yang dilapisi lilin lebah dan dikemas dengan plastik PE dapat mempertahankan masa simpan buah manggis selama 30 hari. Sedangkan penyimpanan pada suhu 15oC dapat mempertahankan masa simpan buah manggis sampai 40 hari.

Pelilinan

Buah-buahan dan sayuran memiliki selaput lilin alami pada permukaan kulitnya yang sebagian akan hilang karena pencucian. Pelapisan lilin tambahan yang diberikan secara artifisial dapat menghindarkan keadaan anaerobik di dalam buah, memberikan perlindungan terhadap organisme-organisme pembusuk dan

meningkatkan kilap buah-buahan sehingga tampak lebih menarik (Akamine et al, 1989). Menurut Kader (1992) pelapisan lilin diharapkan dapat

menutup sebagian stomata sehingga menurunkan laju respirasi dan mencegah penguapan air sehingga dapat memperkecil kerusakan buah yang telah dipanen.

Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung pada ketebalan lapisan. Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata terhadap pengurangan laju respirasi dan transpirasi, sedangkan yang terlalu tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengadung CO2 dan sedikit O2. Komoditas yang dilapisi lilin harus cukup tua, sehat, segar dan tidak cacat (Park et al. dalam Holil, 2005).

Pelilinan tradisional dilakukan dengan menggunakan minyak biji kapas atau minyak kacang, namun saat ini jarang digunakan. Lilin merupakan ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol. Lilin yang dapat digunakan untuk pelapisan harus memenuhi beberapa persyaratan antara lain tidak mempengaruhi bau dan rasa buah, cepat kering, tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tipis, aman bagi manusia, harganya murah dan mudah diperoleh (Lolit Jeruk, 2004).

Lilin yang biasa digunakan antara lain lilin lebah, shellac, lilin carnauba

(Cera vlava), lilin tebu, spermaceti, lilin buah komersial (Decco Wax, Lustr Wax 231, Semperfresh). Lilin lebah berasal dari hasil sekresi lebah madu (Apis mellifica) atau lebah lainnya. Madu yang diekstrak dengan sentrifugal sisir

madunya akan tetap utuh sehingga dapat digunakan lagi. Sedangkan madu yang diekstrak dengan pengepresan, sisirnya akan hancur. Sisir yang hancur dapat dibuat lilin atau bibit bahan sarang burung. Hasil sisa pengepresan ini, kemudian dicuci dan dikeringkan, lalu dipanaskan hingga menjadi lilin atau malam (Winarno, 1981). Lilin lebah berwarna putih, kuning sampai coklat, dengan titik cair 62-65oC (www.cyberlipid.org). Menurut Fatimah (1996), lilin lebah ini banyak digunakan untuk pelilinan komoditas hortikultura karena mudah didapat dan harganya murah. Pelapisan lilin untuk buah-buahan umumnya menggunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4-12%.

Lilin diberikan dalam bentuk emulsi. Emulsi lilin dalam air lebih aman digunakan daripada pelarut-pelarut lilin yang mudah sekali terbakar. Emulsi lilin dalam air dapat digunakan tanpa harus mengeringkan buah terlebih dahulu (Akamine et al., 1989). Pantastico et al. (1989) menyatakan bahwa pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung dalam air sadah dapat merusak emulsi lilin. Pengemulsi yang biasanya digunakan adalah trietanolamin dan asam oleat. Pemberian lapisan lilin dapat dilakukan dengan berbagai macam cara antara lain pembusaan, penyemprotan, pencelupan, atau pengolesan.

Hasil dari percobaan Siahaan (1998) memperlihatkan bahwa pelapisan lilin untuk jeruk besar memiliki nilai yang optimum dalam menghambat susut bobot dan kelunakan buah serta mempertahankan kualitas penampakkan luar buah dan padatan terlarut buah pada konsentrasi 9% dan 12%. Sedangkan penyimpanan dalam suhu rendah kurang berpengaruh nyata dalam menghambat kelunakan buah. Pada penelitian Nugroho (2002) perlakuan pelapisan dengan lilin lebah pada durian dapat menurunkan susut bobot, menghambat laju penurunan kekerasan, menahan penurunan padatan terlarut total, mempertahankan kondisi buah tetap utuh (mencegah pecah kulit), aroma, rasa dan tekstur daging buah durian.

Berdasarkan penelitian Fitradesi (1999) buah pepaya Solo cv Tainung 3 yang diberi pelapisan lilin lebah 6% dan disimpan pada suhu dingin (18-20oC) mempunyai daya simpan 16 hari setelah panen. Priyono (2005) menyimpulkan bahwa pelapisan lilin lebah 6% pada pepaya mampu menekan susut bobot, mempertahankan kekerasan buah dan menunda perubahan warna kulit buah. Pelapisan lilin 6% berpengaruh nyata terhadap rasa dan tekstur buah, dan berpengaruh sangat nyata terhadap warna dan penampilan buah pada uji organoleptik.

Melalui percobaan pelapisan lilin lebah 6% pada buah manggis (Riza, 2004) disimpulkan bahwa berdasarkan laju konsumsi O2 dan produksi CO2 kadar pelilinan 6% merupakan kadar pelilinan yang optimum untuk buah manggis. Buah manggis dengan pelapisan lilin 6% yang disimpan pada suhu 5oC mempunyai umur simpan 37 hari, sedangkan kontrolnya hanya mencapai 33 hari. Pada penyimpanan suhu 13oC, buah manggis dengan pelapisan lilin mempunyai umur simpan 29 hari, sedangkan yang tanpa pelilinan hanya mencapai 21 hari. Pada penelitian Widiastuti (2006), buah manggis yang diberi lapisan lilin

carnauba dalam penyimpanan suhu ruang layak dijual sampai hari ke-16 penyimpanan, walaupun pada hari ke-25 penyimpanan kondisi buah masih

baik (masih dapat dikonsumsi). Sedangkan berdasarkan percobaan Ruspita (2007), pelapisan lilin lebah 6% pada nanas baik pada suhu ruang maupun

pada suhu 15oC mampu memberikan umur simpan paling lama yaitu tiga minggu tanpa adanya pengerasan dan pengeriputan pada kulit buah dan kualitas penampakan warna buah yang baik.

Kitosan

Kitosan merupakan kitin yang mengalami proses penghilangan gugus asetil (deasetilasi) dengan alkali kuat. Kitosan tidak beracun dan tidak mempunyai efek samping bila dikonsumsi manusia. Kitosan larut dengan cepat dalam asam organik cair seperti asam formiat, asam asetat, asam sitrat, dan asam mineral lain kecuali sulfur. Kitosan tidak larut dalam basa pekat, air, alkohol dan aseton (Alamsyah, 2001). Menurut Rismayadi (2003) kitosan dapat dimanfaatkan sebagai bahan yang dipergunakan dalam proses water treatment, bahan yang

bersifat fungsional yang dipergunakan dalam industri makanan dan industri farmasi karena sifatnya yang memiliki daya tahan terhadap air dan efek fungisida. Pemanfaatan kitosan dari limbah cangkang udang di beberapa negara telah cukup luas.

Dalam bidang pangan dan farmasi, kitosan banyak digunakan karena sifatnya yang dapat mengikat asam, mengikat air, mengikat lemak serta memiliki aktivitas hipokolesterolemik dan aktivitas kekebalan tubuh (Santoso et al., 2002). Dalam bidang pertanian kitosan dapat digunakan sebagai pelapis benih, meningkatkan hasil panen, sebagai kontrol pelepasan pestisida dan herbisida, merangsang pertumbuhan mikroba alami, pelapis buah, dan bahan pengawet warna. Pada umumnya mutu kitosan terdiri dari beberapa parameter yaitu bobot molekul, kadar air, kadar abu, kelarutan, warna dan derajat deasetilasi (www.uchitotech.com).

Kitosan dapat digunakan sebagai edible coating atau edible films karena kitosan dapat membentuk lapisan semi permeabel yang dapat memodifikasi atmosfir internal pada buah, sehingga pematangan buah-buahan dan sayuran dapat tertunda (Barkey, 2002). Santoso et al. (2002) menambahkan bahwa kitosan memiliki gugus amina bebas yang menjadikan polimer tersebut bersifat polikationik sehingga mempunyai kemampuan untuk mengikat logam-logam tertentu dan membentuk membran.

Kitosan memiliki sifat selektif permeabel terhadap gas-gas seperti CO2 dan O2 tetapi kurang mampu menghambat perpindahan air. Secara umum edible coating yang tersusun dari polisakarida dan turunannya hanya sedikit dalam menahan penguapan air tetapi efektif dalam mengontrol difusi dari berbagai gas. Kualitas edible coating kitosan tergantung dari butiran kitosan yang homogen, tingkat deasetilasi dan kelarutannya di dalam asam (Nisperos-Carriedo, 1995).

Musaddad (2002) menyimpulkan bahwa tomat yang diberi pelapisan kitosan 2% menujukkan total asam dan karakter yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Pada penyimpanan suhu kamar kitosan 2% mengakibatkan pengeriputan dan pengecilan ukuran buah. Sedangkan pada penelitian Nurrachman (2004) pelapisan kitosan pada buah apel dapat menghambat peningkatan susut bobot, padatan terlarut total, dan penurunan total

asam, mengurangi penggunaan O2 respirasi dan produksi etilen, serta memperpanjang masa simpan. Konsentrasi kitosan 1.5% memberikan hasil yang lebih baik dalam menghambat terjadinya proses perubahan sifat fisikokimia buah secara keseluruhan.

Berdasarkan penelitian Ruspita (2007) diketahui bahwa buah nanas yang diberi pelapisan kitosan 2% baik pada suhu kamar maupun suhu 15oC mampu memberikan umur simpan selama dua minggu tanpa adanya pengerasan dan pengeriputan pada kulit buah dan kualitas penampakan warna buah yang baik. Anggraeni (2008) menyimpulkan bahwa buah manggis yang diberi perlakuan pelapisan kitosan 1.5% mampu memberikan pengaruh lebih baik dalam menghambat perubahan persentase susut bobot, kekerasan kulit buah, kemampuan buah dibuka, dan padatan terlarut total buah manggis selama penyimpanan.

Dokumen terkait