• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyukuan (Syllabification)

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 7

2.2 Landasan teori

2.2.3 Penyukuan (Syllabification)

Penyukuan adalah prinsip untuk menentukan kombinasi kata-kata yang monosilabis dan disilabis dalam sebuah bahasa seperti yang dikutip dari beberapa linguis di bawah ini:

Wolfram dan Johnson (1982:86) mengatakan bahwa prinsip untuk menentukan kombinasi kata-kata yang monosilabis dalam sebuah bahasa disebut penyukuan, yang terdiri atas suku kata yang terbuka dan tertutup.

Pulgram (1970) menyatakan bahwa kaidah atau aturan penyukuan didasari oleh prinsip fonemik yaitu sebagai berikut:

1. Menetapkan kata mana dari tuturan yang harus diuraikan atas sukunya. Batas-batas kata dengan sendirinya akan menjadi batas suku.

2. Membagi sementara setiap kata sedemikian rupa sehingga batas suku tetap berada sesudah setiap vokal. Dengan cara ini diperoleh suku-suku terbuka. 3. Jika perolehan suku terbuka tidak memberi kemungkinan karena tidak

terdapatnya distribusi vokal pada posisi akhir kata, maka sejumlah konsonan sebatas yang diperlukan dapat menutupi suku terbuka itu dengan akhir suku yang diperbolehkan. Vokal yang semula menduduki posisi akhir suku akhirnya berubah posisi karena adanya pemindahan konsonan dari awal suku sesudahnya kepada suku yang mendahuluinya.

4. Jika perolehan suku terbuka tidak memberi kemungkinan karena sejumlah konsonan yang akan menjadi awal suku bagi suku sesudahnya tidak terdapat pada posisi awal kata, maka sejumlah konsonan sebatas yang diperlukan dapat dipindahkan dari awal suku itu untuk menjadi akhir suku

bagi suku yang mendahuluinya. Suku pertama, yang sebelumnya terbuka, akhirnya menjadi tertutup.

5. Jika pemindahan konsonan dari posisi awal suku ke posisi akhir suku memunculkan sejumlah konsonan akhir suku yang tidak diperbolehkan, maka keunikan itu lebih dibebankan kepada akhir suku daripada ke awal suku yang mengikutinya.

Kaidah penyukuan yang diusulkan Pulgram pada dasarnya memberi pengutamaan pemerolehan suku terbuka serta pemaksimalan awal suku terbuka serta pemaksimalan awal suku. Prinsip senada yang menguatkan kaidah penyukuan Pulgram kemudian terlihat juga pada Clement and Keyser (1983). Problema penetapan konsonan antara kepada suku (syllable node) mana komponen K harus disertakan (yang di depan atau yang berikutnya) memberi latar pengusutan ‘Prinsip Mendahulukan Awal Suku’ (The Onset First Principle) mereka. Prinsip penyukuan mereka (1983) dalam Katamba (1989) adalah sebagai berikut:

a. Konsonan awal suku dimaksimalkan sesuai dengan konsonan struktur suku bahasa yang bersangkutan (syllable-initial consonants are maximised to the extent consistent with the syllable structure conditions of the language in question).

b. Konsonan akhir suku, kemudian, dimaksimalkan sesuai dengan kondisi struktur suku bahasa yang bersangkutan (syllable-final consonants with the syllable structure of the language in question) (Hasibuan, (1996: 48-50))

Dalam penerapannya prinsip (a) harus mendahului (b), yaitu pemaksimalan awal suku sebatas tercapainya kondisi struktur suku bahasa yang bersangkutan. Struktur kata VKV, sesuai prinsip mendahulukan awal suku, harus diurai atas V-KV. Kata bahasa Pesisir Sibolga <ijo>’ hijau’, misalnya, akan dapat diuraikan atas sukunya menjadi /i-jo/, bukan /ij-o/.

Uraian lanjut prinsip penyukuan Clement and Keyser (1983), dapat dibuat secara bertahap sebagai berikut:

a. Setiap V pada kata dihubungkan dengan simpul suku. Gambaran ini memberi arti tidak terdapatnya suku tanpa V sebagai inti.

b. Setiap K digabungkan dengan V terdekat di sebelah kanannya sehingga menghasilkan sejumlah konsonan yang tidak menyalahi kaidah bahasa yang bersangkutan. Prosedur ini dengan sendirinya menghasilkan awal suku. c. Setiap K yang tersisa disertakan kepada V terdekat di sebelah kirinya.

Prosedur ini dengan sendirinya menghasilkan akhir suku.

Dengan mengambil kata sadebo (sebagian) bahasa Pesisir Sibolga, gambaran tahapan kerja di atas terlihat seperti di bawah ini.

K V K V K V

Setiap V, sesuai ketentuan pada (b), dihubungkan dengan simpul suku.

K V K V K V

s a d e b o

ketentuan (b) mengharuskan pengabungan setiap K kepada V disebelah kanan. Penerapan (b) menghasilkan awal suku / s- /, / d- /, / b-/ yaitu /sa-de-bo/.

Katamba, (1998:164) lebih cenderung mendeskripsikan peranan suku kata dalam fonologi daripada pengertian penyukuan seperti yang diberikan di bawah ini:

1. Suku kata sebagai unit dasar fonotaktik. Dalam hal ini, suku kata tersebut mengatur bagaimana konsonan dan vokal bisa dikombinasikan secara hirarki fonologis.

2. Suku kata sebagai ranah kaidah fonologis. Dalam hal ini pembatas struktur suku kata tidak dibatasi dari kata pinjaman dan interferensi bahasa ibu (mother tonge), sehingga struktur kata sering memainkan peranan yang penting dalam menentukan kaidah fonologis internal sebuah bahasa.

3. Suku kata sebagai struktur segmen yang kompleks. Dalam hal ini suku kata tidak hanya mengatur kombinasi bunyi (segment) tetapi juga mengontrol kombinasi ciri-ciri yang membentuk bunyi tersebut.

Spencer, (1996:72-73) mengatakan bahwa ada tiga alasan mengapa suku kata itu sangat penting dalam teori fonologis seperti yang diberikan di bawah ini:

1. Kalau kita perhatikan kumpulan bunyi dalam sebuah bahasa, kita akan menemukan adanya prinsip yang tertentu digunakan dalam pembentukannya.

2. Sangat banyak pembatas dalam bahasa tertentu cenderung diaplikasikan pada tataran struktur suku kata di samping tataran morfem maupun tataran kata.

3. Suku kata adalah hal yang paling baik dapat dipahami sebagai pembentukan konstituen dalam proses fonologis. Pendeknya pengertian tentang penyukuan sangat penting dalam pemahaman kita untuk menyusun sistem fonologis suatu bahasa.

Hyman (1975:188) juga berpendapat dan menyatakan bahwa suku kata terdiri dari dua bagian fonetis, yaitu:

1. Konsonan yang mendahului vokal disebut Onset (O)

2. Rima (R). Rima terdiri atas dua bagian yaitu: (a) inti (nucleus) atau ‘peak’, (b) konsonan yang mengikuti vokal disebut koda (coda).

Contoh:

� = suku kata

Onset (O) Rhyme (R)

Nucleus (R) Coda

(C)

O’Grady, dkk (1989:79-80) mengatakan bahwa untuk mendeskripsikan penyukuan dalam dua suku kata atau lebih melalui empat langkah, yaitu sebagai berikut:

Langkah pertama, karena inti suku kata merupakan konstituen yang wajib pada sebuah suku kata, maka inti suku kata itu yang pertama sekali ditentukan pada tiap-tiap sukunya yang biasanya vokal, dan di atas masing-masing simbol nucleus (N) ditempatkan Rima (R), dan di atas masing-masing Rima (R) ditempatkan simbol sigma (�) untuk pembatas suku katanya.

Contoh:

� �

R R

N N

ԑ k s t r i m (Extreme)

Langkah kedua, deretan konsonan yang terpanjang ke sebelah kiri masing-masing inti (N) yang tidak melanggar pembatas-pembatas fonotaktik suatu bahasa disebut onset (O) dari suku katanya.

Contoh: � �

R R

N O N

Langkah ketiga, ini diartikan bahwa setiap konsonan yang sisa yang ada di sebelah kanan dan tiap-tiap (N) membentuk coda (C). Coda ini digabungkan dengan inti suku kata yang berakhir dengan coda (C) dalam hal ini disebut suku kata tertutup. Contoh: � � R R N C O N C ԑ k s t r i m (Extreme)

Menurut Halim (1984:144), struktur suku kata (atau pola KV) terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu: ‘ancang-ancang’, ‘puncak (inti)’, dan ‘koda’. Ambercrombie, dalam Halim, menyebut ketiga bagian itu dengan istilah “konsonan pelesap” (K), “unsur silabik” (V), dan “konsonan penahan” (K) (Halim, 1984:144). Dalam penelitian ini istilah yang akan digunakan adalah konsonan (K) dan vokal (V).

Menurut Halim (1984) ada 4 (empat) tipe utama struktur suku kata dalam bahasa Indonesia yaitu KV, KVK, VK, dan V. Kemudian Halim mengembangkan kombinasi yang mungkin terjadi dari keempat tipe tersebut. Kombinasi yang didapatkan Halim dalam 2 (dua) suku kata, adalah sebagai berikut:

1.KV – KV /lu-pa/

2.KV – KVK /ma-kan/

4.KVK – V /ma-u/ 5.KVK – KV /tan-da/ 6.KVK – KVK /lom-pat/ 7.VK – KV /aη-ka/ 8.VK – KVK /ar-wah/ 9.V – KV /i-ni/ 10. V – KVK /a-naɁ/ 11. V - VK /a-ir/ 12. V – V /i-a/

Moeliono dkk.(1988:66) memperluas keempat struktur suku kata utama menjadi 11 macam yaitu:

1.V /a-mal/ 2.VK /ar-ti/ 3.KV /pa-sar/ 4.KVK /pak-sa/ 5.KKV /slo-gan/ 6.KKVK /trak-tor/ 7.KVKK /teks-til/ 8.KKKV /stra-te-gi/ 9.KKKVK /struk-tur/ 10. KKVKK /kom-pleks/ 11. KVKKK /korps/

Contoh-contoh pada struktur suku kata di atas yang mengandung gugus konsonan sebagian besar berasal dari bahasa Inggris. Lauder mengungkapkan bahwa sekitar 85% lema-lema yang terdapat dalam KBBI (1993) cenderung berkonstruksi KV (49,50%) dan KVK (35,42%). Dari hasil perhitungan itu terlihat bahwa suku yang mengandung gugus konsonan jumlahnya hanya mencapai 3,65%. Jumlah yang kecil menunjukkan bahwa suku kata dengan konstruksi demikian merupakan struktur baru dalam bahasa Indonesia.

Menurut Yusuf (1998:124) struktur suku kata yang paling alamiah adalah KV (Konsonan Vokal) yang selalu muncul dalam berbagai bahasa di dunia, dan dalam pemerolehan bahasa anak-anak. Struktur demikianlah yang pertama kali dikuasai anak-anak. Begitu pula dalam bahasa Indonesia, konstruksi KV ini merupakan salah satu dari 4 (empat) struktur suku kata utama, seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Berdasarkan pada penjelasan di atas, disadari begitu banyaknya teori yang disampaikan para ahli mengenai fonotaktik. Dalam setiap teori tersebut mereka mempunyai ciri khas masing-masing. Namun dalam hal ini, teori yang dipakai dalam penelitian ini, penulis mengikuti teori Pulgram (1970).

Contoh: /-mb-/ dalam bahasa Pesisir Sibolga seperti pada kata: [rambuɁ] ‘rambut’ pemisahan sukunya adalah [ram-buɁ]. Kedua pasangan bunyi ini berdampingan (berderet) dan kedua pasangan ini terletak pada suku kata yang berbeda sehingga gabungan konsonan seperti itu dinamakan deret konsonan.

Dokumen terkait