• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Persalinan 1. Definisi

11. Penyulit Persalinan

a. Kala I

1) Kelainan kontraksi otot Rahim, yaitu :

1) Inersia uteri yaitu his yang sifatnya lemah, pendek, dan jarang dari his normal yang terbagi menjadi :

(1) Inersia uteri primer, bila sejak semula kekuatannya sudah lemah

(2) Inersia uteri sekunder, jika his pernah cukup kuat tetapi kemudian lemah

2) Tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat dan terlalu sering (Manuaba, 2010; h.372).

2) Ketuban Pecah Dini

Ketuban pecah dini adalah keadaan pacahnya selaput ketuban sebelum persalinan atau dimulainya tanda inpartu (Kemenkes RI, 2013; H.122).

3) Persalinan Preterm

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu (Kemenkes RI, 2013; H.118).

4) Kehamilan Lewat Waktu Definisi

WHO mendefinisikan kehamilan lewat waktu sebagai kehamilan usia lebih dari 42 minggu penuh (294 hari) terhitung sejak hari pertama haid terakhir. Namun, penelitian terkini menganjurkan tatalaksana lebih awal.

a) USG di trimester pertama (usia kehamilan antara 11-14 minggu) sebaiknya ditawarkan pada semua ibu hamil untuk menentukan usia kehamilan dengan tepat.

b) Bila terdapat usia kehamilan lebih dari 5 hari berdasarkan perhitungan hari pertama haid terakhir dan USG, trimester pertama waktu taksiran kelahiran harus disesuaikan berdasarkan hasil USG.

c) Bila terdapat perbedaan usia kehamilan lebih dari 10 hari berdasarkan perhitungan hari pertama haid terakhir dan USG, trimester kedua waktu taksiran kelahiran harus disesuaikan berdasarkan hasil USG.

d) Ketika terdapat perbedaan hasil USG trimester pertama dan keduan, usia kehamilan ditentukan berdasarkan hasil USG yang paling awal.

e) Jika tidak ada USG, lakukan anamnesis yang baik untuk menentukan hari pertama haid terkahir, waktu DJJ pertama terdeteksi, dan waktu gerakan janin pertama kali dirasakan. Faktor predisposisi

Riwayat kehamilan lewat waktu sebelumnya Tatalaksana

a) Tatalaksana umum

(1) Sedapat mungkin rujuk pasien kerumah sakit.

(2) Apabila memungkinkan, tawarkan pilihan membrane sweeping antara usia kehamilan 38-41 minggu setelah berdiskusi mengenai resiko dan keuntungannya.

(3) Tawarkan induksi persalinan mulai dari usia kehamilan 41 minggu.

(4) Pemeriksaan antenatal untuk mengawasi kehamilan usia 41-42 minggu sebaiknya meliputi non-stess test dan pemeriksaan volume cairan amnion.

(5) Bila usia kehamilan telah mencapai 42 minggu, lahirkan bayi.

b) Tatalaksana khusus : -

(Kemenkes RI, 2013; h.126-127). INDUKSI PERSALINAN

a. Definisi

Induksi partus adalah suatu upaya agar persalinan mulai berlangsung sebelum dan sesudah kehamilan cukup bulan dengan jalan merangsang timbulnya his (Mochtar, 2012; h.40).

Dalam ilmu kebidanan, ada kalanya suatu kehamilan terpaksa diakhiri karena adanya suatu indikasi. Indikasi dapat datang dari sudut kepentingan hidup ibu dan atau janin. Hasil induksi partus bergantung pula pada keadaan serviks. Sebaiknya induksi partus dilakukan pada serviks sudah atau mulai matang (ripe atau favourable), yaitu kondisi serviks sudah lembek, dengan pendataran sekurang-kurangnya 50% dan pembukaan serviks satu jari (Mochtar, 2012; h.40).

b. Nilai pelvis

Sebelum melakukan induksi hendaknya lakukan terlebih dahulu pemeriksaan dalam guna memberi kesan tentang keadaan serviks,

bagian terbawah janin dan panggul. Hasil pemeriksaan dicatat dan disimpulkan dalam suatu tebel nilai pelvis (Mochtar, 2012; h.40).

Tabel 2.4 Nilai pelvis

Skor 0 1 2 Nilai

1. Pendataran serviks Tubuler panjang Panjang 1 cm

Kurang dari 1 cm

2. Pembukaan serviks Tertutup 1 cm 2 cm 3. Konsistensi serviks Keras Mulai lunak Lunak 4. Arah mulut serviks Sakral Aksial Anterior 5. Turunnya bagian terbawah janin terhadap spina iskhiadika atau menurut bidang Hoodge Diatas 2 cm atau Hoodge II -1 cm sampai -2 cm Hoodge II+ -1 cm nol Hoodge III Jumlah nilai Sumber : Mochtar, 2012; h.40.

Selanjutnya dapat kita ikuti ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. Apabila skor diatas 5, pertama-tama lakukanlah aamniotomi. Jika

4 jam kemudian tidak terjadi kemajuan persalinan, berikan infus tetes oksitosin.

2. Apabila skor dibawah 5, ketuban dibiarkan intak, berikan infus tetes oksitosin. Setelah beberapa lama berjalan, nilai pelvis dievaluasi kembali :

Jika skor diatas 5, lakukan amniotomi Jika skor dibawah 5, oksitosin tetes diulangi

Jika setelah 2-3 kali serviks belum juga matang, segera lakukan amniotomi.

c. Indikasi (Mochtar, 2012; h.40).

1) Penyakit hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklampsi dan eklampsi

2) Posmaturitas 3) Ketuban pecah dini

4) Kematian janin dalam kandungan

5) Diabetes mellitus, pada kehamilan 37 minggu 6) Antagonisme rhesus

7) Penyakit ginjal berat

8) Hidramnion yang besar (berat) 9) Cacat bawaan seperti anensefalus

10) Keadaan gawat janin atau gangguan pertumbuhan janin 11) Primigravida tua

12) Perdarahan antepartum

13) Indikasi non medis, sosial, dan ekonomi dan sebagainya. d. Kontraindikasi (Mochtar, 2012; h.41).

1) Disproporsi sefalopelvik

2) Ibu menderita penyakit jantung berat

3) Hati-hati pada bekas operasi atau uterus yang cacat, seperti pada bekas seksio sesarea, miomektomi yang luas dan ekstensif.

e. Cara induksi partus (Mochtar, 2012; h.41). 1) Cara kimiawi

2) Cara mekanis

3) Cara kombinasi mekanis dan kimiawi.

f. Induksi persalinan dengan oksitosin drip (Mochtar, 2012; h.41).

Oksitosin drip merupakan cara kimiawi yaitu dengan memberikan obat-obatan yang merangsang timbulnya his. Kemasan yang dipakai adalah pitosin, sintosinon. Pemberiannya dapat secara intramuskular, intravena, infus tetes, dan secara bukal. Yang paling baik dan aman

adalah pemberian infus tetes (drip) karena dapat diatur dan diawasi efek kerjanya.

Cara :

1) Kandung kemih dan rektum terlebih dahulu dikosongkan.

2) Masukkan 5 satuan oksitosin kedalam 500 cc Dektor 5% atau NaCl 0,9% dan diberikan per infus dengan kecepatan pertama 10 tetes per menit.

3) Kecepatan dapat dinaikkan 5 tetes setiap 15 menit sampai tetes maksimal 4-60 tetes per menit.

4) Oksitosin drip akan lebih berhasil jika nilai pelvis diatas 5 dan dilakukan amniotomi.

b. Kala II

1) Persalinan lama (Saifuddin, 2010; h.M-47). Yaitu :

a) Fase laten lebih dari 8 jam

b) Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi (persalinan lama)

c) Dilatasi serviks dikanan garis waspada pada patograf 2) Malpresentasi dan malposisi

Malposisi merupakan posisi abnormal dari verteks kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu. Melpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi verteks (Saifuddin, 2010; h.M-57).

3) Distosia bahu

Distosia bahu yaitu kepala janin telah dilahirkan tetapi bahu tersangkut dan tidak dapat dilahirkan (Saifuddin, 2010; h.M-69). c. Kala III

1) Retensio plasenta

Retensio plasenta adalah kelahiran plasenta yang tertahan atau belum lahir hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Sondakh, 2013; h.45).

d. Kala IV

1) Perdarahan pascapersalinan a) Definisi

Perdarahan pascapersalinan adalah perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin (Saifuddin, 2010; h.M-25).

b) Macam-macam (Saifuddin, 2010; h.M-26).

(1) Perdarahan pascapersalinan primer adalah perdarahan setelah bayi lahir dan dalam 24 jam pertama persalinan. (2) Perdarahan pascapersalinan sekunder adalah perdarahan

setelah 24 jam pertama persalainan. c) Diagnosa (Saifuddin, 2010; h.M-27)

(1) Atonia uteri :

(a) Uterus tidak berkontraksi dan lembek

(b) Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)

(2) Robekan jalan lahir (a) Perdarahan segera

(b) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir (c) Uterus kontraksi baik

(d) Plasenta lengkap

(3) Tertinggalnya sebagian plasenta :

(a) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap

(b) Perdarahan segera (4) Inversion uteri

(a) Uterus tidak teraba

(b) Lumen vagina terisi massa

(c) Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) (d) Perdarahan segera

(e) Nyeri sedikit atau berat

(5) Perdarahan terlambat (Endometritis atau sisa plasenta) (a) Sub-involusi uterus

(b) Nyeri tekan perut bawah

(c) Perdarahan >24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder. Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi).

C. Bayi Baru Lahir (BBL)

Dokumen terkait