• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.3 Penyusunan Basin Model

Penyusunan basin model merupakan salah satu tahap penting dalam analisa sistem hidrologi menggunakan HEC-HMS. Dalam basin model, perlu disusun konfigurasi yang menggambarkan representasi fisik dari suatu DAS berdasarkan elemen-elemen hidrologi. Terdapat tujuh elemen hidrologi yang tersedia dalam HEC-HMS, yaitu Subbasin, Reach, Reservoir, Junction, Diversion, Source, dan Sink.

Pada penelitian ini elemen hidrologi yang digunakan untuk mengkonfigurasi DAS Ciliwung bagian hulu terdiri dari 6 subbasin, 4 reach, 4 junction dan 1 sink, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.1.

Penyusunan basin model juga mencakup perhitungan pada 4 submodel utama, yaitu loss model, direct runoff model, baseflow model, serta routing model. Metode dan parameter yang diperlukan sebagai masukan basin model tertera pada Tabel 5.4. Semua parameter masukan HEC-HMS dihitung pada masing- masing subDAS untuk setiap kasus kejadian hujan terpilih.

Gambar 5.1 Konfigurasi DAS Ciliwung bagian hulu dalam basin model HEC-HMS Tabel 5.4 Metode dan parameter masukan HEC-HMS

Model Metode Parameter

Initial abstraction

Bilangan kurva

Loss SCS Loss Model

Imperviousness Time lag Snyder Snyder UH Koefisien puncak SCS UH Time lag SCS Waktu konsentrasi Direct Runoff Clark UH Koefisien simpanan Aliran dasar awal Konstanta resesi Baseflow Baseflow Recession Aliran threshold Travel time Routing Muskingum

routing Faktor pembobot

1) Loss Model

Curah hujan yang jatuh pada suatu DAS akan mengalami proses infiltrasi, intersepsi, evaporasi dan bentuk kehilangan lainnya sebelum menjadi limpasan. Loss model menghitung besar curah hujan efektif dari pengurangan total curah hujan yang turun dengan precipitation loss. Penelitian ini menggunakan metode SCS, dimana merupakan metode yang sederhana, terukur, serta stabil (USACE 2000). Bedient dan Huber (1988) menyatakan bahwa pendekatan SCS sudah diterapkan dengan baik di beberapa negara, karena metode ini mempertimbangkan bentuk penggunaan lahan, sifat hidrologi tanah dan

dapat dilakukan pada daerah yang tidak terukur.

Parameter SCS yang diperlukan sebagai masukan dalam loss model adalah initial abstraction, bilangan kurva, dan persentase imperviousness. Initial abstraction (Ia) merupakan fungsi dari penggunaan dan penutupan lahan serta kondisi hidrologi seperti intersepsi, infiltrasi, depression storage serta kelembaban tanah terdahulu. Dalam metode SCS, nilai Ia dihitung berdasarkan potential maximum retention dan bilangan kurva. Penentuan bilangan kurva dan luas daerah impervious mengikuti perhitungan seperti pada Bab 5.2. Hasil perhitungan parameter loss model pada setiap kejadian hujan terpilih disajikan dalam Lampiran 5.

2) Direct Runoff Model

Tiga metode hidrograf sintetik, Snyder, SCS dan Clark, dipilih dalam penelitian ini untuk direct runoff model. Ini dilakukan agar terlihat perbandingan antar hidrograf aliran model yang dihasilkan ketiga metode hidrograf satuan. Rekapitulasi hasil perhitungan parameter direct runoff model masing-masing subDAS tertera pada Tabel 5.5.

Parameter masukan yang diperlukan untuk metode Snyder meliputi time lag (tl) dan

koefisien puncak (Cp). Time lag diartikan

sebagai interval waktu antara pusat massa hujan dengan saat terjadinya debit puncak. Berdasarkan hasil perhitungan, time lag Snyder rata-rata tiap subDAS sebesar 3,4 jam. Koefisien Cp diperoleh dengan cara trial-error

Nama Elemen Hidrologi Cibogo Subbasin Ciesek Subbasin Cisarua Subbasin Cisukabirus Subbasin Ciseuseupan Subbasin Tugu Subbasin J-1 Junction J-2 Junction J-3 Junction J-4 Junction

Outlet Hulu Sink

R-1 Reach R-2 Reach R-3 Reach R-4 Reach

pada saat kalibrasi. Nilai awal yang digunakan adalah 0,8.

Selain perhitungan hujan efektif, SCS juga mengembangkan hidrograf satuan sintetik yang didasarkan atas hidrograf tak berdimensi (dimensionless). Dalam HEC-HMS, metode SCS hanya memerlukan paramater time lag sebagai masukan. Berdasarkan hasil perhitungan, time lag SCS rata-rata tiap subDAS sebesar 1,9 jam.

Metode hidrograf satuan Clark memerlukan waktu konsentrasi (Tc) dan

koefisien simpanan (R) sebagai parameter masukan. Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan gelombang air untuk mengalir dari titik terjauh dalam DAS menuju outlet, atau disebut juga waktu ekuilibrium dimana aliran keluar sama dengan aliran yang masuk ke dalam DAS. Berdasarkan persamaan waktu konsentrasi menurut Johnston & Cross (1949, dalam USACE 2000), nilai Tc rata-rata tiap

subDAS diperoleh sebesar 3,8 jam.

Parameter R dapat dihitung sebagai aliran di titik inflectionpoint pada bagian falling limb dari suatu hidrograf dibagi dengan fungsi waktu terhadap aliran. Berdasarkan hidrograf aliran dari stasiun debit Katulampa, didapatkan rata-rata R sebesar 3,38. Nilai R pada masing- masing subdas diasumsikan proporsional dengan luas tiap subdas.

Tabel 5.5 Nilai parameter direct runoff model pada masing-masing subDAS Snyder SCS Clark SubDAS Tlag (jam) Cp Tlag (jam) Tc (jam) R Cibogo 3,01 0,8 1,34 3,17 0,29 Ciesek 3,45 0,8 1,64 3,80 0,58 Cisarua 3,75 0,8 2,62 4,09 0,53 Cisukabirus 3,44 0,8 1,78 3,70 0,39 Ciseuseupan 3,27 0,8 2,12 4,15 0,51 Tugu 3,66 0,8 1,92 4,24 1,09 Hasil perhitungan 3) Baseflow Model

Parameter aliran dasar awal, konstanta resesi dan aliran threshold pada baseflow model, ditentukan berdasarkan hidrograf aliran pengamatan dari SPAS Katulampa. Kontribusi aliran dasar dan konstanta resesi pada masing- masing subDAS diasumsikan proporsional dengan luas tiap subDAS. Persamaan yang digunakan untuk konstanta resesi, k adalah:

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ − = t Q Q k ln t ln o exp

dengan Qt adalah aliran dasar pada periode t,

dan Qo adalah aliran dasar awal (pada t=0).

Dari hidrograf pengamatan Katulampa pada kejadian hujan terpilih, didapatkan nilai k rata- rata sebesar 0,96.

Aliran threshold merupakan aliran saat dimulainya kurva resesi pada sisi yang menurun dari sebuah hidrograf. Pada HEC- HMS, aliran threshold ditetapkan sebagai perbandingan terhadap aliran puncak (ratio to peak). Ratio to peak dari hidrograf pengamatan Katulampa berkisar antara 0,18 sampai 0,69 dengan rata-rata sebesar 0,38.

4) Routing Model

Perhitungan rambatan gelombang aliran sungai (routing) dalam HEC-HMS dituangkan pada routing model (channel flow model). Penelitian ini menggunakan metode Muskingum. Parameter yang diperlukan adalah travel time dan faktor pembobot. Travel time (k) atau waktu tempuh aliran dari titik inlet sampai outlet, ditentukan melalui hubungan antara kecepatan aliran dengan panjang sungai.

Berdasarkan konfigurasi DAS Ciliwung bagian hulu, proses routing terbagi menjadi 4 elemen atau reach, yaitu R-1, R-2, R-3 dan R- 4. Keempat elemen tersebut berada pada satu subDAS Ciseuseupan. Menurut penelitian Irianto (2000), rata-rata lebar atas permukaan saluran subDAS Ciseuseupan sebesar 24,3 m. Slope rating curve di SPAS Katulampa diketahui sebesar 30,35 sehingga kecepatan aliran untuk keempat reach diperkirakan sebesar 1,25 m/s. Berdasarkan data tersebut, parameter k untuk R-1, R-2, R-3 dan R-4 berturut-turut adalah 0,4, 0,29, 0,23 dan 0,98 jam.

Faktor pembobot (x) dalam metode Muskingum berkisar antara 0 sampai 0,5 dengan rata-rata 0,2 untuk aliran alami. Pada penelitian, penentuan nilai x diperoleh dari hasil trial-error pada saat kalibrasi, dengan menggunakan nilai rata-rata sebagai nilai masukan awal.

Dokumen terkait