• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

H. Peppermint Oil

peningkatan aktivitas antiinflamasi pada sediaan krim temu putih.

2. Keaslian penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian mengenai formulasi sediaan krim

ekstrak etanolik rimpang temu putih dengan pengujian aktivitasnya sebagai

antiinflamasi belum pernah dilakukan. Adapun penelitian yang terkait tentang

penelitian ini yaitu:

a. Anti-inflammatory Efficacy Of Curcuma Zedoaria Rosc Root Extracts.

Penelitian dilakukan oleh Kaushik dan Jalalpure (2011). Pada penelitian ini

dilakukan uji aktivitas antiinflamasi ekstrak temu putih menggunakan 3

pelarut yaitu petroleum eter, kloroform, dan etanol yang diberikan secara oral

pada dosis 200 mg/kg dan 400 mg/kg. Metode yang digunakan adalah

carrageenan and histamine induced metode. Pengukuran volume edema

menggunakan petroleum eter dan kloroform semuanya memiliki aktivitas

antiinflamasi dibandingkan dengan kontrol obat standar (Indometasin 10

mg/kg i.p dan Rumalaya forte 200 mg/kg).

b. Efek ekstrak etanol rimpang temu putih (Curcuma zedoaria Rosc.) terhadap

pertumbuhan tumor paru fase post inisiasi pada mencit betina diinduksi

Benzo[a]piren.

Penelitian yang dilakukan oleh Murwanti, Meiyanto, Nurrochmad, dan

Kristina (2004). Penelitian ini meneliti kemampuan ekstrak etanol rimpang

temu putih untuk menghambat pertumbuhan tumor paru pada mencit betina.

Hasilnya ekstrak etanol rimpang temu putih mampu menghambat

pertumbuhan tumor paru pada mencit betina yang diinduksi oleh

benzo[a]piren pada dosis 250 mg/kgBB (49,63%), dosis 500 mg/kgBB

(73,33%), dan dosis 750 mg/kgBB (77,78%).

c. Formulation and Evaluation of Curcuminoid Based Herbal Cream.

Penelitian dilakukan oleh Sahu, Jha, dan Dubey (2011). Penelitian ini

melakukan formulasi kosmetik herbal berupa sediaan krim dengan zat aktif

serbuk rimpang kunyit. Kurkumin yang terkandung yaitu sebanyak 3,79 g per

100 g serbuk rimpang kunyit. Bahan yang digunakan dalam formulasi yaitu:

asam stearat, isopropil alkohol, TEA, almond oil, light liquid paraffin oil,

moisturizer conditioner, dan cetyl alcohol. Evaluasi yang dilakukan yaitu tipe

d. Analgesic and Antimicrobial Activities of Curcuma zedoaria.

Penelitian ini dilakukan oleh Das dan Rahman (2012). Penelitian ini

melakukan uji aktivitas dari daun, batang dan rimpang Curcuma zedoaria.

Ketiga bagian simplisia diekstraksi menggunakan metanol dan eter dengan

metode maserasi. Metode uji analgesik yang dilakukan menggunakan acetic

acid induced writhing effect method. Ekstrak metanol dan eter menunjukkan

efek analgesik. Untuk uji antimikroba dilakukan pada bakteri gram positif dan

gram negatif dan fungi menggunakan metode dilusi. Pada hasil pengujian

didapatkan ekstrak metanol dan eter daun Curcuma zedoiaria memberikan

zona hambat sebesar 10-12 mm pada bakteri gram postif dan negatif dan pada

fungi. Ekstrak eter dan metanol rhizoma, memberikan zona hambat sebesar

11-14 mm pada bakteri gram postif dan negatif dan pada fungi.Untuk ekstrak

batang baik ekstrak metanol dan eter memberikan zona hambat sebesar 7 mm

pada bakteri gram postif dan negatif dan pada fungi.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoretis : penelitian ini dapat memberikan informasi kepada

masyarakat luas dan para farmasis bahwa tanaman temu putih memiliki

khasiat yang dapat digunakan sebagai obat herbal dengan kegunaannya

sebagai antiinflamasi.

b. Manfaat praktis : penelitian ini dapat menghasilkan produk lain sediaan

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk memperoleh formulasi sediaan topikal krim ekstrak temu putih sebagai

obat herbal antiinflamasi.

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui apakah ekstrak temu putih dapat dibentuk sediaan krim

dan memenuhi kriteria sebagai suatu sediaan krim dengan basis o/w dan

Biocream®.

b. Untuk mengetahui aktivitas antiinflamasi ekstrak temu putih dalam

penggunaannya secara topikal dengan bentuk sediaan krim dengan basis

o/w dan Biocream®.

c. Untuk mengetahui apakah peppermint oil dapat digunakan sebagai

penetration enhancer yang dapat membantu meningkatkan aktivitas

9

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Inflamasi

Inflamasi adalah reaksi biologis karena adanya gangguan pada jaringan

tubuh. Gangguan ini dapat terjadi karena adanya infeksi dari patogen, luka,

terpapar kontaminan, dan kerusakan sel (Medzihitov, 2008). Dengan adanya

gangguan pada jaringan, maka terjadi pelepasan mediator kimiawi dari jaringan

yang rusak (Mycek, 2001).

Inflamasi dibedakan menjadi 2 yaitu inflamasi akut dan inflamasi kronis

(Gard, 2001). Gejala inflamasi yang biasa terjadi adalah rubor, kalor, dolor,

tumor, dan functio laesa (Muschler, 1991). Gejala-gejala ini merupakan akibat

adanya pelepasan mediator-mediator inflamasi seperti histamin, serotonin,

prostaglandin dan kinin. Adanya kerusakan sel, asam arakhidonat dibebaskan

melalui aktivasi fosfolipase A2 dan akan diubah menjadi senyawa mediator

melalui 2 jalur utama yaitu jalur siklooksigenase dan jalur lipooksigenase.

Pada jalur lipooksigenase akan dihasilkan leukotrien yang merupakan

suatu mediator inflamasi, sedangkan pada jalur siklooksigenase, akan dihasilkan

senyawa eukasanoid seperti prostaglandin, prostasiklin, dan tromboksan.

Prostaglandin dibentuk melalui jalur siklooksigenase-2, sedangkan prostasiklin

dan tromboksan dibentuk melalui jalur siklooksigenase-1. Prostaglandin

prostasiklin dan tromboksan memiliki fungsi untuk melakukan perlindungan pada

lambung dan koagulasi darah (Kawai, 1998).

B. Obat Anti Inflamasi Non Steroid

Obat antiinflamasi non steroid bekerja dengan cara menghambat kerja

enzim siklooksigenase dan mengurangi produksi prostaglandin. Prostaglandin

merupakan derivat dari asam arkidonat yang dihasillkan oleh fosfolipid pada

membran sel. Enzim siklooksigenase memiliki 2 isoform yaitu 1 dan

COX-2. COX-2 merupakan enzim yang diinduksi oleh adanya inflamasi. COX-2

memiliki peran utama dalam pemecahan asam arakidonat menjadi prostaglandin

H2 (PGH2). Prostaglandin dilepaskan pada saat kondisi jaringan rusak dan adanya

inflamasi yang menyebabkan terjadinya rasa sakit (Schuelert dkk., 2011).

Diklofenak merupakan obat antiinflamasi non steroid yang bekerja

dengan menghambat enzim siklooksigenase. Diklofenak tidak selektif dalam

menghambat enzim siklooksigenase, diklofenak dapat menghambat COX-1 dan

COX-2. Padahal yang berperan dalam efek penghilang rasa sakit adalah COX-2.

Adanya penghambatan pada COX-1 memberikan efek samping pada

gastrointestinal (Schuelert dkk., 2011).

Pengembangan obat antiinflamasi non steroid topikal merupakan cara

untuk mencegah adanya efek samping pada gastrointestinal. Obat antiinflamasi

non steroid yang digunakan secara topikal memiliki mekanisme yang sama seperti

penggunaan oral yaitu menghambat sintesis prostaglandin, tetapi untuk obat

antiinflamasi non steroid topikal hanya memberikan efek lokal. Untuk konsentrasi

sistemik, jumlahnya 17 kali lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan oral

(Schueler dkk., 2011).

C. Temu Putih (Curcuma Zedoaria Berg. Roscoe)

1. Nama daerah

Kunir putih (Jawa), temu putih (Jakarta), koneng tega (Sunda).

2. Deskripsi tanaman

Klasifikasi tanaman temu putih adalah sebagai berikut: (Windono, 2002)

Division : Spermathopyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Bangsa : Zingiberales Suku : Zingiberaceae Marga : Curcuma

Jenis : Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe

Tumbuhan berhabitus terna setahun, tinggi dapat mencapai 2 meter,

batang semu berwarna hijau atau cokelat tua, batang sejati berupa rimpang

berkembang sempurna di dalam tanah, beruas-ruas, bercabang-cabang kuat,

berwarna cokelat muda sampai cokelat gelap, bagian dalam berwarna kuning,

jingga dan ada sedikit warna biru kehijauan, berbau aromatik begitu pula pada

umbinya. Setiap batang semu tersusun atas 2-9 helai daun yang berbentuk lonjong

sampai lanset, berwarna hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang

31-84 cm, lebar 10-18 cm, panjang tangkai daun (termasuk helaian) 43-80 cm.

Buah berambut, panjang 2 cm (BPOM, 2010).

3. Kandungan

Tanaman temu putih memiliki kandungan minyak atsiri berupa

zingiberen, 1,8 sineol, D-kampora, D-kampen, Dborneol, α pinen, kurkumol,

zederon, kurkumeneol, kurkulon, furanodienon, isofuranodienon dan kandungan

kurkuminoid yang terdapat di temu putih berupa kurkumin, dismetoksikurkumin,

bisdesmetoksikurkumin (BPOM, 2010).

4. Efek farmakologi

Menurut Murwanti, Meiyanto, Nurrochmad, dan Kristina (2004), ekstrak

etanol rimpang temu putih mampu menghambat pertumbuhan tumor paru pada

mencit betina yang diinduksi oleh benzo[a]piren pada dosis 250 mg/kgBB

(49,63%), dosis 500 mg/kgBB (73,33%), dan dosis 750 mg/kgBB (77,78%).

Pada penelitian Kaushik dan Jalalpure (2011), menunjukkan bahwa pada

aktivitas antiinflamasi dengan pemberian secara oral pada dosis 200 mg/kg dan

400 mg/kg

D. Kurkumin

Kurkuminoid merupakan senyawa fenolik yang berasal dari akar

Curcuma spp. (Zingiberaceae). Kurkuminoid ada 3 jenis yaitu kurkumin,

demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Kurkumin merupakan senyawa

lipofilik polifenol yang tidak larut air, tetapi larit di dalam aseton,

dimetilsulfoksida, dan etanol. Kurkumin tidak stabil pada pH basa yang

menyebabkan kurkumin dapat terdegradasi, tetapi pada pH asam, degradasi

kurkumin lebih lama. Kurkumin tidak stabil terhadap cahaya sehingga dalam

penyimpanannya harus dilindungi dari cahaya. Kurkumin memiliki bobot molekul

368,37 dan melting point pada suhu 1830C (Sharma, Gescher, dan Steward, 2005).

Gambar 2. Struktur kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin (Jurenka, 2009)

Kurkumin memiliki aktivitas antiinflamasi dengan mekanisme

menurunkan aktivitas dari enzim siklooksigenase-2 (COX-2) dan lipooksigenase,

menghambat produksi sitokin, tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), interleukin

(IL)-1,-2,-6,-8, dan -12, migration inhibitory protein (MCP) (Jurenka, 2009).

E. Ekstraksi

Ekstraksi tanaman obat adalah pemisahan secara kimia atau fisika

sejumlah bahan padata atau bahan cair dari tanaman obat menggunakan pelarut

yang sesuai. Sediaan yang diperoleh dengan cara ekstraksi tanaman obat disebut

ekstrak. Ekstrak kental adalah ekstrak yang didapatkan dari ekstrak cair yang

duapkan larutan penyarinya secara hati-hati. Ekstrak kental mengandung

bermacam-macam konsentrasi sisa kelembaban (Agoes, 2009).

Dalam pembuatan ekstrak untuk keperluan farmasis, perlu diperhatikan

beberapa hal yang penting yaitu : 1) jumlah simplisia yang akan diekstraksi; 2)

derajat kehalusan simplisia; 3) jenis pelarut; 4) suhu; 5) lama waktu penyarian;

dan 6) metode dan proses ekstraksi (Agoes, 2009).

F. Maserasi

Maserasi merupakan cara ekstraksi yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan cara merendam simplisia dalam pelarut dengan beberapa kali pengocokan

atau pengadukan pada temperatur ruangan. Cairan penyari akan menembus

dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif

akan larut, dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di

dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.

(Depkes RI, 1986).

Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian

konsentrasi pada kesetimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan

yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakuakn pengulangan

penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan

seterusnya. Keuntungan penyarian dengan cara maserasi adalah cara pengerjaan

dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. (Depkes RI,

G. Krim

Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih

bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini

secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai

konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak

dalam air (Depkes RI, 1995). Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua

zat yang tidak tercampur, biasanya air dan minyak yang nantinya akan terdispersi

menjadi butiran-butiran kecil dalam cairan lain. Emulgator merupakan komponen

yang penting agar memperoleh emulsi yang stabil. Emulgator bekerja dengan

membentuk lapisan di sekeliling butiran-butiran tetesan yang terdispersi dan

lapisan in berfungsi untuk mencegah terjadinyas koalesen dan terpisahnya dua

komponen tersebut (Anief, 2000).

Krim terdiri dari obat terlarut tersuspensi dalam basis krim air larut atau

hilang dan dapat berupa :

a. Air dalam minyak (w/o)

b. Minyak dalam air (o/w) (Allen, 2002).

H. Peppermint Oil

Peppermint oil diperoleh dari daun Mentha piperita L. dan M. Arvensis

var. piperascens dengan metode destilasi. Senyawa yang terkandung di dalam

peppermint oil yaitu limonene, cineole, menthone, methofuran, isomenthone,

Menurut Fox dkk. (2011) peppermint oil dapat digunakan untuk

mengurangi rasa sakit, mengontrol nafsu makan, menstimulasi fungsi sistem

pencernaan, antiinflamasi, antitumor, antivirus, antibakteri, dan antiparasit.

I. Karagenan

Karagenan merupakan poligalaktan sulfat dengan 15-40% ester-sulfat.

Karagenan digunakan secara luas sebagai bahan induksi edema pada telapak aki

tikus untuk menlihat aktivitas antiinflamasi. Adanya injeksi karagenan pada

telapak kaki akan menyebabkan produksi mediator inflamasi seperti histamin,

bradikin, dan serotonin (Bartosikova, 2013).

Gambar 4. Mekanisme karagenan menyebabkan edema (Chainani-Wu, 2003)

Dokumen terkait