• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peradilan Tata Usaha Negara.

Dalam dokumen T2 322010004 BAB III (Halaman 95-99)

Dalam negara hukum diperlukan adanya suatu lembaga peradilan yang mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara rakyat dengan pejabat administrasi negara. Lembaga peradilan ini sangat diperlukan agar hak-hak rakyat atau warga negara tidak dirugikan dengan adanya keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat administrasi negara. Lembaga Peradilan ini juga untuk

218 memberikan memberikan jaminan agar para pejabat administrasi negara tidak sewenang-wenang dan melanggar hukum dalam mengeluarkan keputusan-keputusan tata usaha negara. Lembaga negara yang mempunyai kekuasaan seperti ini disebut dengan Peradilan Tata Usaha Negara.

Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila memerlukan suatu sarana untuk melindungi rakyat dari perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pemerintah.108 Salah satu sarana untuk melindungi rakyat tersebut dilakukan melalui perlindungan hukum. Perlindungan hukum tersebut bisa berwujud dalam bentuk yang preventif dan yang represif. Menurut Philipus Hadjon perlindungan hukum yang represif sangat besar artinya bagi tindakan pemerintahan yang didasarkan kepada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang represif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan kepada diskresi.109

Perlindungan hukum yang represif dalam negara hukum sangatlah penting, karena hal ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa yang ditimbulkan akibat adanya perbuatan yang sewenang- wenang yang dilakukan oleh pemerintah. Sarana perlindungan hukum yang represif di Indonesia penanganannya dilakukan oleh lingkungan

108

Dalam Hukum Administrasi Negara, bentuk perwujudan dari perbuatan yang sewenang-wenang dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) perbuatan melawan hukum oleh penguasa (onrechtmatige overheidsdaad); (2) perbuatan melawan undang-undang (onwetmatige); (3) perbuatan yang tidak tepat (onjuist); (4) perbuatan yang tidak bermanfaat (ondoelmatige); dan (5) perbuatan yang menyalahgunakan wewenang (detournement de pouvoir). Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap

Perbuatan Aparat Pemerintah Dan Peradilan Tata Usaha Negara Di Indonesia, Cet.

Keempat, Liberty, Yogyakarta, 2007, hlm. 15.

109

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat di Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm. 2.

219 peradilan yang disebut dengan Peradilan TUN. Oleh karena Peradilan TUN merupakan salah satu asas dari negara hukum yang berkembang di negara-negara yang menganut civil law system (rechtsstaat). Dalam

civil law system (rechtsstaat) penanganan perkara administrasi negara dilakukan oleh pengadilan tersendiri diluar peradilan umum yaitu di peradilan administrasi. Sedangkan dalam negara-negara yang menganut

common law system (rule of law) tidak ada pembedaan dalam penanganan perkara sengketa administrasi negara. Penanganan sengketa administrasi negara dalam common law sistem dilakukan oleh

ordinary court.

Peradilan TUN ini berkembang untuk melindungi hak-hak warga negara dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pemerintah. jadi peradilan TUN adalah peradilan untuk mengadili sengketa yang terjadi antara masyarakat dengan pemerintah (badan atau pejabat administrasi negara).

Indonesia yang dipengaruhi oleh civil law system juga mempunyai peradilan TUN tersendiri diluar peradilan umum untuk menyelesaikan sengketa antara badan atau pejabat tata usaha negara dengan masyarakat. Sebelum amandemen pengaturan mengenai Peradilan TUN tidak diketemukan di dalam UUD 1945. Ketentuan yang mengatur mengenai Peradilan TUN hanya diatur dalam UU. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam Pasal 24 UUD 1945 yang mengatur bahwa:

Pasal 24 ayat (1)

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang.

Pasal 24 ayat (2)

Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang.

220 Dengan ketentuan dalam Pasal 24 UUD 1945 diatas maka peradilan TUN diatur dalam UU No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok- Pokok Kekuasaan Kehakiman. Mengenai Peradilan TUN. Landasan hukum bagi peradilan TUN dalam UU No. 14 Tahun 1970 adalah Pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa:

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan: Peradilan Umum; Peradilan Agama; Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara.

Dengan adanya ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) UU No. 14/1970 lahirlah UU No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Guna memperkuat kedudukan peradilan TUN secara konstitusional maka dilakukan amandemen terhadap pasal 24 UUD 1945. Usulan agar peradilan TUN dimasukkan kedalam Pasal UUD 1945 dilakukan oleh IKAHI dan dari Fraksi PPP di PAH BP MPR. Usulan oleh Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) sebagai berikut.

“Ada beberapa hal yang menjadi penyebab kondisi hukum dan kinerja badan peradilan mengalami keterpurukan seperti saat ini. Beberapa penyebabnya yaitu:

Pertama, peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan dan kinerja badan peradilan tidak sesuai dengan amanat seperti tercantum dalam Pasal 24 dan Pasal 25 UUD 1945”.110

Fraksi PPP, sebagaimana diutarakan oleh Ali Marwan Hanan, menyampaikan pokok-pokok pikiran terkait pembahasan perubahan kekuasaan kehakiman di dalam UUD 1945.

“Substansi dan pointers yang kami kemukakan tentang Mahkamah Agung dan Kekuasaan Kehakiman ini ialah:

...

Lalu prioritas kedua, yaitu Kekuasaan Kehakiman dijalankan oleh Mahkamah Agung dan pengadilan di lingkungan peradilan umum, peradilan tata usaha negara, peradilan agama, peradilan militer, atau lingkungan peradilan lain yang susunan tugas dan kewenangannya diatur dengan undang-undang.

110

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Naskah Komprehensif..., Buku VI:

221

Kami sengaja mengusulkan di dalam UUD ini secara eksplisit menyebutkan tentang peradilan, yang akan berada di dalam sistem kekuasaan kehakiman kita. Jadi, bagaimana nilai positif dan kekurangan dari cara ini barangkali dari fraksi lain juga dapat memberikan pendapatnya”.111

Adanya usulan dan perdebatan-perdebatan tersebut, maka Peradilan TUN mendapat landasan konstitusional dalam UUD 1945 amandemen yaitu dalam Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, yakni dalam Pasal 24 ayat (2) UUD NRI 1945.

Pasal 24 ayat (2).

Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan-badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan sebuah Mahkamah Konstitusi.

Dalam dokumen T2 322010004 BAB III (Halaman 95-99)