• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran

Dalam dokumen BAB I Pendahuluan (Halaman 32-36)

2.1 Ajaran Gereja

Kehidupan jemaat di tengah-tengah masyarakat merupakan tanggungjawab untuk bisa menjadi garam dan terang. Sehingga setiap jemaat sadar akan pentingnya menjaga kerukunan, solidaritas, komunikasi dan kedamaian dalam

67Emile Durkheim, The Elementary Forms of the Religious Life. Joseph Ward Swain (trans).

(London: George Allen & Unwin Ltd., 1954), 456.

33

hidup bermasyarkat. Kesadaran jemaat dalam turut serta menjaga keharmonisan tidak lepas dari peran Gereja dalam penginjilannya.Dalam khotbah yang disampaikan memberikan pedoman yang lebih kepada setiap jemaat agar senantiasa menjadi pribadi yang mencerminkan kasih Tuhan, dengan mengasihi sesama maupun yang berbeda agama. Mengasihi, bertoleransi, dan menghormati pemeluk agama lain adalah hal yang ditanamkan gereja untuk jemaatnya.

Kepercayaan terhadap lingkungan sekitar adalah hal penting yang membuktikan bahwa gereja memiliki rasa menghargai dan toleransi kepada masyarakat sekitar atau warga Islam di Dusun Berdug Wetan.Karena saling percaya adalah suatu bentuk menerapkan solidaritas sosial terhadap sesama, sehingga ikatan yang baik yang telah terbentuk sejak lama dapat terus dilestarikan.Hal ini sesuai dengan pengertian solidaritas sosial yang dijelaskan oleh Durkheim bahwa solidaritas berarti sebuah perasaan yang saling percaya antar anggota kelompok masyarakat yang akhirnya dapat membentuk sebuah persahabatan, saling menghormati, saling bertoleransi, dan mengedepankan kepentingan bersama.68Kehidupan bermasyarakat yang demikian tentu menjadi hal yang diharapkan oleh setiap individu di Dusun Berdug wetan agar dapat selalu dirasakan.Maka dengan langkah gereja tersebut, gereja mengharapkan ajaran yang diberikan kepada jemaat dapat diterapkan untuk mencerminkan kasih, bertoleransi, dan menghargai setiap lapisan masyarakat walaupun perbedaan itu ada.

2.2 Komunikasi

Kehidupan yang harmonis di Dusun Berdug wetan adalah sebuah tonggak yang perlu untuk senantiasa dijaga supaya tetap dapat di rasakan oleh generasi yang selanjutnya.Jemaat dan juga gereja selalu berusaha memiliki komunikasi yang baik dengan masyarakat sekitar, komunikasi yang baik dapat terjaga tidak lepas dari peran dialog antar umat beragama. Seperti yang dikatakan oleh Mukti Ali bahwa dialog antar umat beragama merupakan dialog yang dilakukan antara orang-orang atau kelompok dari agama yang berbeda untuk pada akhirnya dapat

68Soedjati “Solidaritas Dan Masalah Sosial Kelompok Waria” (Bandung: UPPmSTIE Bandung, 1995), 25.

34

saling mengerti dan mengapresiasi, sehingga dapat bekerja sama dalam memaknai kehidupan bersama.69

Untuk menjaga komunikasi yang baik GKJ Ampel Pepanthan Berdug tidak pernah menutup diri dengan lingkungan sekitar. Setiap kegiatan yang akan dilakukan pasti akan dirembug terlebih dahulu dengan lingkungan sekitar agar tidak menimbulkan permasalahan yang sensitif. Komunikasi dua arah ini yang senantiasa dijaga agar keselarasan yang sudah dibangun dan ada sejak lama tidak perlahan-lahan luntur. Saling terbuka satu sama lain adalah hal yang penting yang dilakukan warga ataupun gereja itu sendiri, ketika saling terbuka dan menerima maka tidak ada prasangka buruk yang timbul kepada keberadaan gereja yang ada di tengah masyarakat. Komunikasi yang dijalin antara jemaat gereja dengan warga Islam di Dusun Berdug Wetan yaitu dengan cara berembug sehingga tidak berjalan masing-masing. Ketika GKJ Ampel Pepanthan Berdug akan melaksanakan kegiatan yang melibatkan orang luar atau gereja luar maka itu akan dikonfirmasi kepada para warga sekitar gereja, begitu pula sebaliknya warga Islam pun juga tidak sungkan untuk berembug dengan jemaat gereja. Jadi walaupun tidak ada aturan yang tegas tentang itu namun dengan kesadaran penuh komunikasi itu selalu dilakukan agar dapat saling menjaga supaya hubungan yang baik antar agama itu terpelihara.

Komunikasi yang baik antar umat beragama di dusun berdug Wetan juga tidak terlepas dari adanya hubungan kekerabatan antar masyarakat.Karena memang ada sebagian dalam sebuah keluarga yang anggotanya memeluk agama yang berbeda.Hal tersebut juga menjadi salah satu faktor baiknya komunikasi antar umat beragama. Tidak ada rasa saling curiga satu sama lain, rasa toleransi dan menghargai sangat dijunjung tinggi.

2.3 Aksi sosial

Di dalam menjaga kerukunan GKJ Ampel Pepanthan Berdug menunjukkan diri bahwa tubuh gereja tidak hanya untuk melayani kehidupan jemaat saja.Namun gereja juga peduli kepada lingkungan sekitar.Hal ini dilakukan

69Faizal Ismail, Islam, Konstitusionalisme dan Pluralisme (Yogyakarta: IRCiSod, 2019), 28.

35

gereja untuk menunjukkan cinta kasih bukan hanya untuk sesama saja namun untuk setiap orang.Pelayanan yang dilakukan gereja untuk masyarakat sekitar yaitu melalui pelayanan kesehatan, aksi sosial dalam pembagian sembako, mengakrabkan diri dengan lingkungan.Hal-hal itu dilakukan selain untuk memberikan kepedulian terhadap lingkungan namun juga sebuah langkah untuk menjaga kerukunan dan keselarasan di tengah masyarakat dusun Berdug Wetan.Seperti yang dikatakan Hildred Geertz menyebutkan bahwa keadaan rukun itu merupakan wajah atau penampilan dari harmoni sosial.70Dalam pandangan Jawa hidup rukun bukan tentang penciptaan keadaan keselarasan sosial, melainkan lebih untuk tidak mengganggu keselarasan yang sudah ada. Karena dalam perspektif Jawa ketenangan dan keselarasan sosial merupakan keadaan normal yang akan terdapat dengan sendirinya selama tidak diganggu. Maka rukun menunjuk pada cara bertindak. Berlaku rukun berarti menghilangkan tanda-tanda ketegangan dalam masyarakat atau antara pribadi-pribadi sehingga hubungan sosial tetap selaras dan baik.71pengertian ini sesuai dengan tindakan gereja yang berusaha untuk mencerminkan harmoni sosial itu di tengah-tengah masyarakat.

Gereja senantiasa berusaha menjaga hubungan-hubungan sosial yang muncul dalam kehidupan masyarakat.Supaya dapat mencegah konflik-konflik yang bisa saja terbuka.Tindakan-tindakan ini dilakukan untuk senantiasa menjaga kerukunan yang telah tercipta sejak lama, maka sebagai generasi saat ini gereja memiliki tanggungjawab untuk melestarikan dan memberikan contoh kepada generasi selanjutnya tentang pentingnya menjaga harmoni sosial.

70 H. Geertz, 1961, 146.

71 Franz Maknis-Suseno SJ, “Etika Jawa”, (Jakarta: PT. Gramedia, 1984), 39-40.

BAB V

Dalam dokumen BAB I Pendahuluan (Halaman 32-36)

Dokumen terkait