• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I Pendahuluan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB I Pendahuluan"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I Pendahuluan

Keberadaan manusia bersama dengan sesamanya merupakan kenyataan yang tidak dapat disangkal. Setiap manusia tidak mungkin hidup tanpa orang lain, kehidupan di dalam masyarakat dapat mewujudkan ketertiban, ketentraman, dan kenyamanan apabila berhasil membangun harmoni sosial.Istilah harmonisasi dalam bahasa Indonesia memiliki arti yaitu upaya mencari keselarasan.1Sedangkan Harmoni Sosial adalah kondisi dimana individu hidup serasi dan sejalan dengan tujuan masyarakat yang ada.2Atau juga dapat dikatakanHarmoni Sosial merupakan kehidupan yang seimbang atau selaras dalam sebuah kelompok masyarakat.3Harmonisosial merupakan keadaan yang didambakan oleh masyarakat di dalam kehidupan mereka dan akan terwujud jika di dalamnya ada sikap saling menghargai dan saling menyayangi antar setiap individu yang tinggal di dalam masyarakat. Harmonisosial berkaitan dengan banyak hal, baik dari aspek ideologi, politik, ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan, dan agama.

Keberagaman adalah kekayaan, dan karena itu keberagaman menjadi suatu anugrah. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragam dengan adanya keberagaman bahasa, budaya, adat, dan agama. Bangsa Indonesia telah terbiasa menerima keberagaman tersebut terbukti saat adanya Sumpah Pemuda pada tahun 1928 dimana ketika ratusan pemuda dari seluruh Indonesia dan dari segala macam identitas lokal bersatu dan bertekad akan memperjuangkan satu tanah Indonesia, satu bangsa Indonesia, dengan satu bahasa persatuan, yaitu Bahasa Indonesia.4

Indonesia bukan hanya sebuah wilayah yang hanya terdiri dari ribuan pulau, gunung, lembah dan ngarai, hutan hijau, laut biru memukau, aneka suku

1Kamus Besar Bahasa Indonesia Onlie, https://www.kbbi.co.id/arti-kata/harmonisasi, (diunduh Selasa, 21 Desember 2021, 01.10)

2 Wahyu Nur Mulya, “Perbedaan, Kesetaraan, dan Harmoni Sosial”,

blog.unnes.ac.id/warungilmu/2015/12/18/perbedan-kesetaraan-dan-harmoni-sosial-sosiologi (Kamis, 23Desember 2021, 02.14)

3Abdurrahman Wahid dkk., Dialog: Kritik & Identitas Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1993), 49.

4 Jimmi M. I. Sormin, dkk.,Agama, Politik Identitas, dan Keberpihakan Negara, (Jakarta:

Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), 2020), 2.

(2)

2

dengan tradisi kultural yang amat kaya, tetapi juga negara yang di dalamnya hadir dan hidup agama-agama. Kemajemukan agama yang menjadi ciri khas negara Republik Indonesia, menyebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia setiap saat bertemu dan bergaul dengan sesama anggota masyarakat yang berbeda keyakinan. Kemajemukan agama tidak menjadi hal yang mengejutkan, sebab hal tersebut telah menjadi bagian integral dari hidup keseharian mereka dan tidak harus bermuara pada keterpecahan atau keterceraiberaian.Munazir Zadzali, dalam seminar bertajuk “Agama dan Pluralitas Masyarakat Bangsa” di Jakarta tanggal 20 November 1990, menegaskan bahwa agama-agama yang datang ke Indonesia mulai dari Hindu, Buddha, Islam, dan Kristiani masuk ke Indonesia melalui cara yang damai. Itulah sebabnya, menurut Zadzali, kemajemukan agama di Indonesia tidak pernah menimbulkan perpecahan.5

Agama dijadikan sebagai landasan yang sangat penting.Sebab digunakan sebagai pedoman hidup umat manusia dalam menjalankan arti dasar dari kehidupannya, sehingga, dapat dijadikan landasan untuk setiap individu dalam bertingkah laku dengan sesama. Adanya latar belakang agama, budaya, dan sosial yang berbeda-beda, maka masyarakat akan memiliki sikap dan nilai yang berbeda pula, sehingga menimbulkan potensi terjadinya konflik antar agama, maka sikap persatuan dan kesatuan antar kelompok sangat diperlukan agar dapat menciptakan kehidupan yang harmonis.6Persatuan dan kesatuan dapat tercipta dengan adanya kerukunan antar umat beragama.Kerukunan berarti baik, damai dan tidak berselisih.Kerukunan umat beragama bukan berarti menjadikan agama-agama yang ada itu sebagai unsur dari suatu agama yang baru.Namun, kerukunan dimaksudkan agar dapat membina dan memelihara hubungan yang baik antara warga yang berkelainan keyakinan.7Kerukunan dan persatuan antar umat beragam dapat dijaga dengan adanya toleransi antar pemeluk agama.

5 Weinata Sairin, Visi Gereja Memasuki Milenium Baru: Bunga Rampai Pemikiran, (Jakarta:

Gunung Mulia, 2002), 158-159

6 Munandar Sulaeman, Ilmu Sosial Dasar: Teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung: Eresco, 1992), 219.

7 Saidurrahman dan Afriansyah, Nalar Kerukunan: Merawat Keragaman Bangsa Mengawal NKRI, (Jakarta: Prenada Media, 2018), 17.

(3)

3

Toleransi adalah elemen dasar yang dibutuhkan untuk menumbuh kembangkan sikap saling memahami dan menghargai perbedaan yang ada.8‘Toleransi dalam hidup beragama adalah bentuk dari terwujudnya ketenangan, saling menghargai, dan kebebasan yang penuh kepada setiap individu dalam menjalankan ibadah menurut keyakinan masing-masing.9 Makna lebih dari toleransi adalah antara pemeluk agama harus dapat dibina kegotong-royongannya untuk membangun dan memelihara sebuah kebahagiaan dalam kehidupan bermasyarakat.Masalah kehidupan beragama di kalangan masyarakat adalah masalah yang peka dan merupakan masalah yang paling rawan terjadi karena adanya ketegangan-ketegangan antara satu penganut agama dengan agama lain.

Sampai sekarang ini, masih banyak masih banyak kelompok yang melakukan tindakan intoleransi. Adanya ketegangan antar penganut agama yang berbeda tentu tidak akan menciptakan kerukunan antar umat beragama padahal kerukunan antar umat beragama telah lama dirasakan kepentingannya, dan hal ini timbul oleh kesadaran dan perasaan senasib dan sebangsa dalam negara Republik Indonesia.10. Oleh karenanya, sikap toleransi harus dideteksi sejak dini dan dijadikan dasar untuk mengembangkan budaya toleransi, demi menjaga keutuhan negara.

Sikap toleransi antar umat beragama dapat dipelihara dengan adanya dialog antar pemuka agama atau antar pemeluk setiap agama. Bagi para pengikut agama yang berbeda-beda dialog yang terus menerus merupakan sebuah keharusan. Dalam Kristen dan Islam yang menjadi dorongan terdalam bagi dialog yang terus menerus terletak pada iman mereka akan Allah yang satu dan yang Mahakuasa. Dari iman kepada Allah ini kemudian muncul pemahaman tentang pribadi manusia yang pada kenyataannya adalah sama, yaitu sebagai makhluk Allah, “Hamba Allah”, mahkota alam semesta, pelayan anugerah Allah, dan terpanggil untuk mencapai Allah sebagai tujuan akhir. Oleh sebab itu umat manusia (Islam-Kristen) dapat bersama-sama saling bergandengan untuk menjadikan Allah Yang Pertama dalam membantu dan mensejahterakan manusia.

8 Kemenag RI Badan Litbang dan Diklat Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Toleransi Beragama Mahasiswa (Studi Tentang Pengaruh Kepribadian, Keterlibatan Organisasi, Hasil Belajar Pendidikan Agama, dan Lingkungan Pendidikan terhadap Toleransi Mahasiswa Berbeda Agama Pada 7 Perguruan Tinggi Umum Negeri), (Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press, 2010), iii-v.

9 Ridwan Lubis, Cetak Biru Peran Agama, (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Beragama, 2005), 138.

10 Djauhari, Kerjasama Sosial Kemasyarakatan, 4.

(4)

4

Bagi setiap orang yang memiliki tujuan bersama dan berkehendak baik, akan lebihcenderung mendiskusikan kemungkinan-kemungkinan untuk melakukanpertemuan dan hidup bersama secara bahagia, meskipun ada perbedaan-perbedaan tradisi keagamaan mereka. Sehingga dapat membentuk sebuah harmoni sosial dalam beragama.11

Dalam era globalisasi, agama tetap memainkanperanan penting dalam pembangunan dan persatuan bangsa. Jika agama-agama tidak dapat berdialog, maka kekerasanatas nama agama dapat mencederaikesatuan bangsa dan menciptakanketakutan dalam masyarakat. Pluralismeagama menjadikan pengkotak-kotakkan mayoritas dan minoritas tidak relevan lagi sebab semuaumat beragama berpotensi sama baiknyamembangun kehidupan bersama secaradamai dalam bingkai keberagaman dalamkesatuan bangsa (Bhinneka Tunggal Ika).12

Kerukunan sosial dalam kehidupan bermasyarakat juga berhubungan dengan perbedaan suku dan etnis, hal ini pernah diteliti oleh Wahyu Dian Maulana dengan jenis metode penelitian deskriptif kualitatif, metode ini digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai bagaimana cara masyarakat untuk beradaptasi dan menerima perbedaaan. Sehingga masyarakat dapat menjaga kebersamaan dan saling menghargai antar individu maupun antar kelompok masyarakat. 13

Perbedaan dari penelitian sebelumnya, penelitian ini tertuju pada masyarakat yang menerima perbedaan agama. Pada penelitian yang ditulis oleh Wahyu Dian Maulana menggunakan kata “harmonisasi”, sedangkan penelitian ini menggunakan kata “harmoni”. Kata harmonisasi menurut KBBI berarti

11 Andreas A. Yewangoe, dkk.,Format Rekonstruksi Kekristenan: Menggagas Teologi Misiologi dan Ekklesiologi Kontekstual di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006), 125.

12David Samiyono, “Membangun Harmoni Sosial: Kajian Sosiologi Agama tentang

Kearifan Lokal sebagai Modal Dasar Harmoni Sosial”,. JSW: Jurnal Sosiologi Walisongo – Vol 1, No 2 (2017), 200-201.

13Wahyu Dian Maulana, “Harmonisasi Sosial (Studi Equilibrium Multietnis Masyarakat Bone-Bone Kabupaten Luwu Utara), Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar, (2018), 93-96.

(5)

5

pengharmonisan atau upaya mencari keselarasan,14 sedangkan kata harmoni berarti selaras, atau mempertahankan keadaan yang sudah selaras.

Mengacu pada bingkai pemahaman tersebut, maka harmoni sosial dalam beragama sangat penting untuk dinampakkan. Seseorang tidak menjadi individu yang menutup diri dari kehidupan sosial atau dari pemeluk agama lain. Ketika harmoni sosial tidak dinampakan dan tidak dikelola dengan baik maka akan menimbulkan perpecahan antar lapisan masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya harmoni sosial.Hal yang dapat dirasakan ketika harmoni sosial terus dipelihara dan dinampakkan adalah timbulnya rasa nyaman dan damai dalam hidup bertetangga dan bermasyarakat.Upaya untuk mempertahankan harmoni sosial yaitu dengan sikap saling menghargai, tolong menolong, dan mempertahankan rasa toleransi yang sudah ada tanpa memberikan ketegangan yang berpotensi dapat memecah belah antar kelompok agama yang berbeda.

GKJ Ampel Pepanthan Berdug terletak di Dusun Berdug Wetan, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Dusun Berdug Wetan ditinggali oleh 341 jiwa dengan pemeluk agama Kristen dan Islam, sebanyak 203 jiwa adalah pemeluk agama Islam15 dan sebanyak 128 jiwa adalah pemeluk agama Kristen sekaligus warga jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug.16 Meskipun dusun Berdug Wetan ditinggali oleh masyarakat yang berbeda keyakinan atau agama, namun bentuk mempertahankan harmoni sosial dalam beragama dapat ditemui dalam kehidupan masyarakat di dusun Berdug Wetan. Hal itu nampak melalui kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan, dimana seluruh anggota masyarakat terlibat secara bersama-sama tanpa membeda-bedakan agama. Contohnya ketika kegiatan Bidston berlangsung, dalam satu ruang tidak hanya warga yang beragama Kristen tetapi juga terdapat warga yang beragama Islam yang diundang dan berkenan untuk hadir. Ketika ada kegiatan pengajian di Masjid baik itu muda mudi yang beragama Islam dan Kristen ikut hadir untuk membantu mengantarkan konsumsi yang sudah disediakan kepada undangan pengajian. Ketika GKJ ampel

14https://kbbi.web.id/harmonisasi.html

15Wawancara dengan ketua RT. I-IV Dusun Berdug Wetan, pada 11 Februari 2022.

16Wawancara dengan Pdt. Jaryono, pada tanggal 13 Februari 2022.

(6)

6

Pepanthan Berdug akan menyambut hari raya Natal. Karangtaruna dusun Berdug Wetan baik itu yang beragama Kristen ataupun Islam saling bahu membahu untuk mendekorasi gedung gereja GKJ Ampel Pepanthan Berdug yang akan digunakan untuk merayakan Natal. Begitu juga sebaliknya, pada momen tertentu GKJ Ampel Pepanthan Berdug membagikan sembako untuk warga dusun Berdug Wetan baik itu Islam ataupun Kristen. Hal ini menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat di dusun Berdug Wetan menampakkan adanya harmoni sosial.

Dalam penelitian ini, penulis akan membahas mengenai harmoni sosial dalam perjumpaan warga Islam dan warga jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug di dusun Berdug Wetan. Alasan Penulis memilih judul penelitian dan dusun Berdug Wetan sebagai tempat penelitian memiliki beberapa alasan. Alasan yang pertama ialah dusun Berdug Wetan ditinggali oleh masyarakat yang memiliki keberagaman dalam memeluk agama, yaitu Islam dan Kristen. Namun masyarakat Berdug Wetan memiliki rasa kekerabatan yang kuat sehingga harmoni sosial dapat tercipta di tengah-tengah kehidupan.Lebih dari itu, ajaran agama dari masing-masing individu nampak diterima dan diterapkan dengan baik yaitu tidak membeda-bedakan dan saling mengasihi.Hal tersebut terlihat dari hal yang telah penulis tuliskan diatas bahwa, baik itu warga Islam maupun warga Kristen tidak sungkan untuk saling membantu dan bergotong royong dalam acara keagamaan masing-masing. Alasan yang kedua, hubungan yang dimiliki antara warga Islam dan warga jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug sejauh ini terlihat sangat harmonis dan jauh dari kesan konflik. Kehidupan yang selaras dan tidak membeda-bedakan adalah hal yang paling penting bagi warga masyarakat dusun Berdug Wetan dalam menjaga keharmonisan yang ada khususnya antar umat beragama yang tinggal di dusun Berdug Wetan. Dari kedua alasan tersebut, terlihat bahwa sikap yang ditunjukkan oleh warga dusun Berdug wetan selama ini merupakan bentuk harmonisasi sosial dalam mencapai sebuah harmoni sosial beragama.Sehingga diharapkan penelitian ini dapat membantu dan memberikan gambaran kepada seluruh warga dusun Berdug Wetan untuk senantiasa memelihara dan menjaga harmoni sosial yang sudah ada.Sehinggga kehidupan dalam bertetangga dan bermasyarakat dapat terjaga kenyamanan, ketentraman, dan kedamaiannya.Dengan demikian, penulis memberikan judul pada penelitian

(7)

7

ini yaitu Harmoni Sosial antara Warga Islam dan Warga Jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug di Dusun Berdug Wetan dalam Perspektif Sosiologi Agama.

Menurut penulis, judul ini sangat penting dan menarik untuk diteliti.

Karena di tengah-tengah kehidupan pada masa sekarang ini banyak sekali fenomena-fenomena tentang intoleransi antar umat beragama yang dapat kita lihat pada media sosial yang ada. Sebuah fenomena yang sangat mengesankan bahwa ternyata masih ada harmoni antar umat berbeda agama di sebuah daerah.

Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas penulis mengajukan pertanyaan sebagai rumusan masalah sebagai berikut:

- Bagaimana peran GKJ Ampel Pepanthan Berdug dalam menjaga harmoni?

Tujuan Penelitian

Memberikan gambaran kepada seluruh jemaat GKJ Ampel pepanthan Berdug untuk menjaga harmoni sosial di dusun Berdug Wetan. Penulis berharap penelitian ini dapat berguna khususnya untuk merawat kehidupan bersama yang rukun dan damai. Sehingga kehidupan yang harmonis dapat dirasakan oleh generasi yang selanjutnya.

Deskripsi dari bagaimana GKJ Ampel pepanthan Berdug dalam menjaga harmoni diharapkan dapat menjadi acuan dan gambaran untuk terus dilaksanakan dengan baik oleh seluruh jemaat. Sehingga kedamaian dan kerukunan antara warga jemaat GKJ Ampel pepanthan Berdug dengan warga Islam atau masyarakat sekitar di dusun Berdug wetan dapat senantiasa terjaga.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai harmoni sosial antara Warga jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug dan Warga Muslim di dusun Berdug Wetan. Sehingga diharapkan dapat memberikan sumbangsih kepada seluruh warga jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug dan seluruh umat Muslim di dusun Berdug Wetan di dalam mereka menjaga harmoni yang sudah ada pada lingkup kehidupan mereka. Sehingga dapat menciptakan situasi yang damai ditengah-tengah perbedaan yang ada.

(8)

8

Kehidupan masyarakat Indonesia yang berasal dari latar belakang yang beragam mulai dari suku, budaya, agama, tradisi, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya adalah sesuatu yang tidak dapat dielakkan oleh setiap individu. Namun hal tersebut akan menjadi keindahan bilah sebuah komunitas sosial dapat merekatkan berbagai perbedaan itu dan menjadikannya sebagai sarana untuk saling memahami dan bertoleransi. Sehingga dapat melahirkan persatuan dan saling mencintai.17

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif, yaitu pencarian suatu fakta dengan menggunakan intrepetasi yang tepat, mempelajari masalah atau tata cara yang berlaku dan situasi-situasi tertentu dalam ruang hidup masyarakat termasuk mengenai hubungan-hubungan, kegiatan- kegiatan, sikap-sikap serta proses-proses yang terjadi dan mempengaruhi suatu fenomena yang terjadi.18

Pendekatan yang saya gunakan adalah pendekatan kualitatif, karena dengan menggunakan pendekatan kualitatif ini, saya bisa mendapatkan dan menggali informasi mengenai hal-hal yang dapat menjaga dan memelihara harmoni sosial antara warga jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug dan warga Islam di dusun Berdug Wetan. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk menampilkan data bukan dalam bentuk hitungan angka-angka melainkan dalam bentuk kalimat untuk memperjelas maksud. Moleong menyatakan, ‘penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Tujuan penelitian ini adalah berupaya untuk memahami situasi tersebut.’19Teknik pengumpulan data yang utama adalah wawancara mendalam dan studi dokumentasi.’20 Wawancara yang penulis lakukan adalah kepada warga jemaat GKJ Ampel pepanthan Berdug, baik itu kepada Pendeta, Majelis, dan seluruh jemaat baik itu muda mudi ataupun jemaat dewasa.

17 Benyamin F. Intan, dkk., “Kearifan Lokal Masyarakat Nias”, Societas Jurnal Agama dan Masyarakat DEI, Vol. 1, No. 1, (Oktober, 2014), 247.

18Tarjo, Metode Penelitian (Yogyakarta: Deepublish,2019), 29.

19 Lexi J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2001), 3.

20 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2012), 293.

(9)

9

Selain menggunakan teknik wawancara dan studi dokumentasi, juga akan ditambahkan dengan melakukan observasi. Observasi merupakan teknik pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian.Dalam konteks penelitian kualitatif, observasi tidak untuk menguji kebenaran tetapi untuk mengetahui kebenaran yang berhubungan dengan aspek atau kategori sebagai aspek yang dikembangkan oleh peneliti.21

Sistematika Penulisan

Bagian pertama berisi Pendahuluan yang berisi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Daftar Pustaka. Bagian kedua berisi Landasan Konseptual dan Kerangka Teori Teologi Sosial. Bagian ketiga berisi Hasil Penelitian. Bagian keempat berisi Kajian Teologi Sosial. Bagian kelima berisi Kesimpulan dan Saran.

21Satori Djam’an, Komariah Aan, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Penerbit

Alfabeta,2010), 105-106.

(10)

10 BAB II Landasan Teori A. Harmoni dan Integrasi Sosial

1. Harmoni/Rukun

“Harmoni Sosial merupakan kehidupan yang seimbang atau selaras dalam sebuah kelompok masyarakat.”22Harmonisosial merupakan keadaan yang didambakan oleh masyarakat di dalam kehidupan mereka dan akan terwujud jika di dalamnya ada sikap saling menghargai dan saling menyayangi antar setiap individu yang tinggal di dalam masyarakat. Harmonisosial berkaitan dengan banyak hal, baik dari aspek ideologi, politik, ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan, dan agama.

Harmoni berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah selaras atau serasi.23merujuk pada makna leksikal tersebut harmoni bisa ditafsirkan sebagai bentuk keselarasan yang dalam kehidupan sosial dapat menciptakan sebuah kerukunan.

Frans Magnis-Suseno ketika menjelaskan konsep harmoni atau rukun dalam masyarakat Jawa mengatakan bahwa;

Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis, yang berarti selaras, tenang, tentram dan tanpa perselisihan. Rukun mengandung usaha yang terus menerus oleh semua individu untuk bersikap tenang satu sama lain dan untuk menyingkirkan unsur-unsur yang mungkin menimbulkan perselihan. Tuntutan kerukunan merupakan kaidah penata masyarakat yang menyeluruh.Hal-hal yang dapat mengganggu keadaan rukun dan suasana keselarasan dalam masyarakat harus di cegah.24

22Abdurrahman Wahid dkk., Dialog: Kritik & Identitas Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1993), 49.

23Meity Taqdir Qodratillah dkk., Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2011), 156.

24 Franz Maknis-Suseno SJ, “Etika Jawa”, (Jakarta: PT. Gramedia, 1984), 39.

(11)

11

Harmoni Sosial suatu keadaan keseimbangan dalam sebuahkehidupan, dua kata yang saling berkesinambungan dan memiliki arti kata yang tidak dapat dipisahkan merupakan keadaan yang selalu didambakan oleh masyarakat dalam kehidupan mereka. Keharmonisan akan terwujud jika didalamnya ada sikap saling menghargai dan menyayangi antar anggota keluarga atau masyarakat.

2. Integrasi Sosial

Istilah integrasi berasal dari bahasa latin integrare yang memiliki arti memberi tempat dalam suatu keseluruhan. Dari kata kerja itu dibentuklah kata benda yaitu integrasi artinya keutuhan atau kebulatan. Maka, istilah integrasi mengisyaratkan tentang berbagai macam elemen yang berbeda satu sama lain mengalami proses pembauran sehingga menjadi suatu kesatuan yang bulat dan utuh.25Integrasi sosial mengacu pada suatu keadaan dalam masyarakat dimana orang-orang saling berhubungan.26

Dalam teori fungsional struktural, sistem sosial terintegrasi berlandas pada dua hal yakni: Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi diatas tumbuhnya konsensus diantara sebagian besar anggota masyarakat akan nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat universal, dan masyarakatterintegrasi juga karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota berbagai kesatuan sosial yang berfungsi menetralisir konflik yang terjadi dari sebab adanya loyalitas ganda.27

Integrasi sosial memiliki dua unsur pokok, yang pertama sebagai pembauran dan penyesuaian kemudian yang kedua ialah unsur fungsional.Kedua unsur ini sama-sama memiliki intidari integrasi sosial yang terjadi dalam kemajemukan sosial. Masalah integrasi menunjuk pada kebutuhan untuk menjamin bahwa ikatan emosional yang cukup menghasilkan solidaritas dan kerelaan untuk bekerja sama.28

25D. Hendropuspito OC, Sosiologi Sistematika (Yogyakarta: Kanisius, 1989), 256,

26Nicholas Abercrombie, Stephen Hill, Kamus Sosiologi (Yogyakarta: Pustaka Pela, 2010), 284.

27Nasikun, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta: Rajawali Perss, 1988), 64.

28Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern 2 (Jakarta: Gramedia anggota IKAPI, 1986), 130.

(12)

12

Kemajemukan sosial dapat kita jumpai pada masyarakat pedesaan dan perkotaan.Masyarakat pedesaan digambarkan sebagai masyarakat yang memiliki karakteristik sopansantun, selalu mematuhi nilai-nilai serta norma-norma sosial yang ada, memiliki semangat untuk saling membantu, serta mengutamakan keharmonisasian dari pada sebuah konflik, walaupun tidak menutup kemungkinan juga dalam masyarakat desa pasti terjadi konflik.Sedangkan untuk masyarakat perkotaan digambarkan sebagai masyarakat yang individualis akibat dari persaingan yang terjadi serta memiliki sifat yang egois akibat dari sikiap individualis.Kemajemukandipahami menjadi karakteristik dari masyarakat sekuler, karena itu masyarakat sekuler juga dipahami sebagai masyarakat yang bebas.29

Integrasi sosial memang persoalan menarik dan penting, setidaknya teori- teori sosial mengenai integrasi, accelerator faktor integrasi sosial menjelaskan masyarakat yang berkembang dipedesaan maupun perkotaan. Desa adalah sebuah pengertian sosial atau konsep yang merujuk pada orang-orang atau sekumpulan individu yang saling berhubungan antara satu sama lain yang tinggal di suatu tempat di luar daerah perkotaan. Hubungan sosial masyarakat pedesaan biasanya didasarkan pada kekuatan ikatan tali persaudaraan, kekeluargaan dan ikatan perasaan secara psikologis.Hubungan-hubungan sosial pedesaan mencerminkan kesatuan-kesatuan kelompok yang didasari hubungan kekerabatan atau garis keturunan.30

Wirth menjelaskan bahwa untuk mencapai persatuan, integrasi, mufakat ataupun kebulatan pada masyarakat maka menurutnya alat-alat komunikasi sebagai satu-satunya faktor penyebab kemufakatan tersebut;

Mufakat tidak hanya didukung dan dijaga oleh ikatan saling bergantung dan oleh sebuah dasar budaya umum tetapi oleh jaringan institusi yang memasukkan tradisi yang telah ada dalam masyarakat dan nilai-nilai standar serta norma dimana mereka dapat menentukan dan mengimplementasikan, tidak

29Lesslie Newbigin, Injil Dalam Masyarakat Majemuk (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1993), 1.

30Soerjono Soekanto ,Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafmdo Persada, 1982), 138.

(13)

13

hanya oleh faktor hidup bersama dan saling tergantung, tetapi juga oleh kelanjutan arus komunikasi massa yang sesuai dengan hadirnya atau adanya beberapa bentuk masyarakat pendahulu yang mengikat masyarakat tersebut untuk hidup bersama dan mengerahkan kepada kegiatan yang berkelanjutan.31

Menurut Geertz yang dikutip olwh Doyle P. Johnson (1994) menyatakan bahwa aspek-aspek kebudayaan primordial dalam kebudayaan Jawa masih bertahan pada masa kini dan berkembangnya kebudayaan nasional menjadi salah satu faktor yang ikut mewujudkan integrasi sosial.32

B. Solidaritas Sosial 1. Solidaritas Sosial

Solidaritas merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh masyarakat ataupun kelompok masyarakat sebagai sarana untuk keberlangsungan hidup bersama.

Masyarakat akan tetap bertahan dan tetap ada ketika kelompok-kelompok sosial tersebut dapat hidup dengan saling menjaga rasa solidaritas antar anggota- anggotanya.Paul Johnson dalam bukunya mengungkapkan bahwa solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang di dasarkan pada keadaan moral atau kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman hidup bersama. Ikatan ini lebih mendasar daripada hubungan kontraktual yang dibuat atas dasar persetujuan rasional, karena hubungan yang serupa itu mengandaikan sekurang-kurangnya satu tingkat/derajad concensus terhadap prinsip-prinsip moral yang menjadi dasar kesepakatan/kontrak tersebut.33

Masalah yang dihadapi umat manusia memiliki skala dan sifat global: baik tentang ekonomi, ketidaksetaraan, kesenjangan, perbedaan, dsb.Solidaritas

31David L.Silis (ed), International Encyclopedia 383.

32Doyle Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik dan Modern, terj. Robert. M.Z. Lawang (Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 1994), 181-184.

33Ibid,. 181

(14)

14

diperlukan untuk menghadapi hal-hal seperti ini dalam kehidupan masyarakat.34 Geertz mengungkapkan tentang solidaritas yang membentuk suatu harmoni tidak memandang kasta sosial, pekerjaan, maupun kepercayaan. Ketika sama-sama memiliki keseimbangan yang disebutnya sebagai harmoni. Pola interaksi yang terjadi akan menjadi baik sehingga wajah dari manifestasi lintas budaya dapat diwujudkan.35

Pengertian tentang solidaritas sosial ini kemudian diperjelas oleh Durkheim sebagai berikut:

Solidaritas adalah perasaan saling percaya antara para anggota dalam suatu kelompok atau komunitas. Ketika orang saling percaya maka mereka akan menjadi satu/menjadi ikatan yang membentuk persahabatan, menjadi saling menghormati, menjadi terdorong untuk saling bertanggung jawab dan memperhatikan kepentingan semuanya36.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa solidaritas sosial merupakan adanya rasa saling percaya antara setiap masyarakat atau setiap anggota kelompok sosial yang memiliki cita-cita yang sama, yaitu untuk menciptakan rasa kesetiakawanan, dan rasa sepenanggungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial untuk mewujudkan kemananan, kenyamanan, dan ketentraman dalam kehidupan bermasyarakat. Solidaritas dalam masyarakat tentu memiliki beberapa indikasi dalam penerapannya, seperti contoh: 1. Saling toleran satu dengan yang lain, 2. Saling menghormati, 3. Saling membantu, 4.

Berkomunikasi dengan baik, 5. Menyayangi satu sama lain.

Solidaritas sosial mengarah pada keakraban atau kekompakan. Dalam perspektif sosiologi, keakraban hubungan antar kelompok masyarakat tidak hanya merupakan alat untuk mencapai atau mewujudkan cita-citanya, akan tetapi

34J. A. Scott Kelso, “Learning To Live Together”, (Springer International Publishing AG, part of Springer Nature 2019) 24.

35P. Christopher Early, “Face, Harmony, and Social Stucture” (New York: Oxford University Press.

1997), 117-118.

36Soedjati “Solidaritas Dan Masalah Sosial Kelompok Waria” (Bandung: LPPMSTIE Bandung, 1995), 25.

(15)

15

keakraban sosial tersebut juga merupakan salah satu tujuan utama dari kehidupan kelompok masyarakat yang ada. Dalam kehidupan kelompok masyarakat di Dusun berdug Wetan, penulis melihat hubungan dengan teori Solidaritas Sosial yang di tulis oleh Durkheim yaitu tentang solidaritas mekanik.

2. Solidaritas Mekanik

Solidaritas mekanik adalah rasa solidaritas yang didasarkan pada suatu kesadaran kolektif yang menunjuk kepada totalitas kepercayaan kepercayaan yang rata rata ada pada masyarakat yang sama, yaitu mempunyai tujuan, pekerjaan, pengalaman yang sama sehingga banyak pula norma-norma yang dianut bersama.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Emile Durkheim dalam bukunya:

Solidaritas mekanik di dasarkan pada suatu “kesadaran kolektif” bersama (collective consciousness/conscience), yang menunjuk kepercayaan-kepercayaan dan sentimen-sentimen bersama yang rata-rata ada pada warga masyarakat yang sama itu. Hal ini merupakan suatu solidaritas yang tergantung pada individu- individu yang memiliki sifat-sifat yang sama dan menganut kepercayaan dan pola normatif yang sama pula. Karena itu individualitas tidak berkembang, individualitas terus menerus dilumpuhkan oleh tekanan yang besar sekali untuk konformitas37.

Bagi Emil Durkheim solidaritas mekanik didasarkan pada suatu kesadaran kolektif yang menunjuk pada totalitas kepercayaan yang rata-rata ada pada suatu masyarakat yang memiliki tujuan yang sama, seperti halnya warga Muslim dan Warga Kristen jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug di Dusun Berdug Wetan, mereka mempunyai kesadaran kolektif untuk membentuk kehidupan yang harmonis antar bertetangga. Karena mereka memiliki kesamaan rasa dan karena suatu tujuan yang sama, yaitu untuk mewujudkan hidup yang rukun, tentram, dan damai.Lebih dari itu ikatan kekerabatan yang ada antara warga Dusun Berdug wetan juga menjadikan solidaritas menjadi semakin kuat dan dapat terjaga.Dengan demikian setiap masyarakat di Dusun Berdug wetan dapat merasakan kenyamanan keamanan dalam kehidupan bertetangga atau

37 Doyle Paul Johnson, “Teori Sosiologi Klasik dan Modern” (Jakarta:Gramedia Pusataka. 1994), 183.

(16)

16

bermasyarakat tanpa membedakan dan mengkotak-kotakkan latar belakang ekonomi, keluarga, dan khususnya agama.

Solidaritas mekanik juga dicontohkan oleh Emile Durkheim terhadap kelompok masyarakat yang berkumpul atas keinginan bersama dan tujuan yang ingin dicapai bersama dalam satu kelompok masyarakat yang ditulis oleh Jahson dalam bukunya sebagai berikut:

Apa yang mempersatukan jamaah Gereja? apa ikatan sosial yang mengikat individu itu dengan kelompoknya? tentu bukan karena paksaan fisik, dalam suatu masyarakat bebas dimana ada pemisah antara agama dan negara. Juga mungkin bukan harapan ekonomi, meskipun untuk beberapa orang hal ini mungkin secara tidak langsung sebagai akibat dari kontak sosial yang sudah terjalin.Ikatan utamanya adalah kepercayaan bersama, cita cita dan komitmen moral. Orang yang sama sama memiliki kepercayaan dan cita cita ini merasa bahwa mereka mestinya bersama-sama karena mereka berpikiran serupa38.

Sesuai contoh diatas, perbedaan setiap individu pada masyarakat di dalam melaksanakan ibadah tidak menjadi penghalang untung saling bersatu padu.Karena yang dapat mempersatukan masyarakat baik dalam beribadah dan hidup rukun bukanlah kebutuhan ekonomi, orang Kristen beribadah di gereja bukan karena mendapat imbalan, kemudian orang Islam beribadah di Masjid juga bukan karena mendapat imbalan pula. Tetapi setiap agama melaksanakan ibadah karena sama-sama memiliki pikiran yang serupa (untuk hal kebaikan) dan mempunyai kepercayaan yang sama (untuk menyembah Tuhan).

Kemudian dengan memiliki hati dan tujuan yang sama, yaitu untuk hidup rukun, damai, dan saling bersasatu padu. Akan menciptakan sebuah ikatan yang akan mengakar untuk generasi-generasi selanjutnya. Karena pada intinya suatu masyarakat yang ditandai dengan solidaritas mekanik adalah bersatu karena memiliki kesamaan antara satu dan lainnya.

38 Doyle Paul Johnson, “Teori Sosiologi Klasik dan Modern” (Jakarta:Gramedia Pusataka. 1994), 182.

(17)

17

C. Dialog Agama, Ritus, dan Kerukunan Sosial 1. Dialog Agama

Dialog merupakan percakapan antara dua orang atau lebih guna mencapai tujuan yang hendak dicapai. Dialog berupaya untuk memberikan pemahaman dan pengertian tentang ajaran dan kehidupan. Dialog memiliki tujuan untuk menciptakan kerukunan, pembinaan toleransi dan kesejahteraan bersama, membudayakan keterbukaan, mengembangkan rasa saling menghormati, saling mengerti, membina integrasi, berkonsistensi diantara berbagai perbedaan.39

Dalam konteks hubungan antar umat beragama, dialog dimaknai sebagai komunikasi antara dua atau lebih orang yang berbeda agama. Dialog menjadi jalan bersama menuju kearah kebenaran, partnership tanpa ikatan dan tanpa maksud yang tersembunyi.40Berikut pengertian dialog antar agama menurut Mukti Ali,

Dialog antar umat beragama adalah mempertemukan antara orang-orang atau kelompok dari agama atau ideologi yang berbeda untuk sampai pada pengertian bersama tentang berbagai isu tertentu untuk setuju atau tidak setuju dengan sikap yang penuh apresiasi dan untuk kerjasama dengan mereka untuk makna kehidupan ini. Dialog adalah suatu proses dimana para individu atau kelompok berupaya untuk menghilangkan rasa takut dan rasa tidak percaya satu sama lain dan mengembangkan hubungan baru berdasarkan rasa saling percaya. Dialog adalah suatu kontak dinamis antara kehidupan dengan kehidupan-tidak saja antara satu pandangan rational yang berlawanan satu sama lain- yang ditujukan untuk membangun dunia baru secara bersama- sama.41

39Samsi Pomalingo, Membumikan Dialog Liberatif (Yogyakarta: Penerbit Depublish, 2016), 2.

40G. Edwi Nugrohadi, Menjadi Pribadi Religius dan Humanis (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), 58.

41Faizal Ismail, Islam, Konstitusionalisme dan Pluralisme (Yogyakarta: IRCiSod, 2019), 28.

(18)

18

Dialog merupakan perjumpaan antar pemeluk agama, tanpa merasa rendah dan tanpa merasa tinggi dan tanpa ada agenda atau tujuan yang dirahasiakan.

Jikapun ada tujuan, maka tujuannya adalah hendak dicapai adalah kebenaran, saling pengertian dan kerjasama dalam proyek-proyek yang menyangkut kepentingan bersama.Seorang penganut agama mau mendengarkan mitra dialognya yang berbeda agama dan bersedia belajar darinya. Setiap peserta dialog hendaknya mau saling mendengar dan saling belajar dari mitra dialog masing- masing. Sehingga, Sikap saling menghormati antar masing-masing pemeluk agama merupakan hal yang harus dilakukan untuk menciptakan suasana yang ideal dalam dialog antar umat beragama. Dengan adanya dialog antar umat beragama dapat menjalin kerjasama antar individu yang berbeda keyakinan serta dapat menciptakan kehidupan yang harmonis tanpa adanya diskriminasi terhadap salah satu agama.42

Dari penjelasan diatas, dialog antar umat beragama bukan hanya untuk saling memberi informasi kepada penganut agama lain mengenai agama yang diyakini. Dialog antar umat beragama juga bukan untuk membuat orang lain memeluk agama yang ia yakini. Kemudian dialog antar agama juga bukan untuk membuat seseorang meyakini bahwa agamanya sendiri lah yang paling benar.

Namun dialog antar umat beragama adalah upaya untuk menciptakan kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat.

2. Ritus

Ritus dan upacara adalah komponen penting dalam sistem religi.Ritus dan upacara dalam sistem religi berwujud aktivitas dan tindakan manusia untuk berkomunikasi dan melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, Dewa-dewa, roh nenek moyang, atau makhluk gaib lainnya.Ritus atau upacara religi biasanya berlangsung secara berulang-ulang, baik setiap hari, setiap musim atau kadang- kadang saja. Tergantung dari acaranya, suatu ritus atau upacara religi biasanya terdiri dari suatu kombinasi yang merangkaikan satu, dua atau beberapa tindakan, yaitu: berdoa, bersujud, bersaji, berkorban, makan bersama, berpuasa, bertapa, dan

42G. Edwi Nugrohadi, Menjadi Pribadi Religius dan Humanis (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), 58.

(19)

19

bersemedi.43 Menurut Durhkeim, ritus adalah aturan-aturan dalam tingkah laku yang memberikan pedoman bagaimana seseorang harus menempatkan diri dalam keadaan hadirnya hal-hal sakral.44Perkembangan sistem dan ajaran dapat terpengaruhi perkembangannya ketika suatu hal atau upacara-upacara tertentu dilakukan secara terus menerus dan berulang-ulang, sehingga menjadi hal yang biasa untuk dilakukan dan seharusnya memang demikian.Durkheim menyatakan sebuah masyarakat pasti membutuhkankomitmen individu yang terdapat di dalam dan melalui kesadaran.Menurutnya prinsip-prinsip totem selalu menyusup dan mengatur danmemiliki kekuasaan dalam kesadaran diri individu.Masyarakat harusmenghormatinya dan merasa punya tanggung jawab moral untukmelaksanakan upacara-upacara penyembahan atau rasa syukur. Maka dengan melakukanritual-ritual keagamaan yang selalu bersifat komunal, masyarakat semakinmerasa mempunyai ikatan satu sama lain dan memiliki kesetiaan sertaloyalitas tinggi.

Pada dasarnya ritus merupakan upacara atau tata cara yang disakralkan dan dilakukan oleh kelompok-kelompok beragama. 45Upacara keagamaan ini adalah upacara yang dilakukan dalam memperingati hari-hari besar. Jika dalam Kristen bisa untuk menyambut Natal sedangkan jika dalam islam untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Dengan saling menghargai ritus-ritus keagamaan yang ada pada setiap kepercayaan, hal itu dapat menciptakan sebuah kerukunan dalam lapisan masyarakat.Karena kerukunan dapat terjadi dan terjaga dengan adanya pengertian untuk saling menghargai dan menerima setiap budaya dari kepercayaan masing- masing sehingga perbedaan tidak menjadi penghalang untuk saling bersatu padu.

3. Kerukunan

Prinsip kerukunan bertujuan untuk mempertahankan keharmonisan dalam kehidupan masyarakat.Keadaan yang demikian, disebut “rukun”.Rukun berarti berada dalam keadaan yang selaras, tenang dan tentram, tanpa perselisihan dan

43Koentjaningrat, Sejarah Teori Antropologi I, (Jakarta: UI Press, 1987), 81.

44Emile Durkheim, The Elementary Forms of the Religious Life. Joseph Ward Swain (trans).

(London: George Allen & Unwin Ltd., 1954), 456

45Koentjaningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, (Jakarta: Dian Rakyat, 1985), 56.

(20)

20

pertentangan.Dengan tujuan masyarakat dapat saling bersatu untuk saling membantu.46Rukun adalah suatu keadaan ideal yang seharusnya dapat dipertahankan dalam setiap hubungan sosial, baik dalam keluarga, dalam rukun tetangga, di desa, dan dalam setiap lapisan masyarakat.Untuk mempertahankan keadaan yang harmonis dalam masayarakat, setiap masyarakat seharusnya memiliki semangat kerukunan.

Hildred Geertz menyebutkan bahwa keadaan rukun itu merupakan wajah atau penampilan dari harmoni sosial.47Maka hubungan-hubungan sosial yang muncul dalam kehidupan masyarakat perlu dijaga.Supaya dapat mencegah konflik-konflik yang bisa saja terbuka.Dengan mencegah konflik diharapkan manusia dapat hidup sesuai dengan nilai kerukunan dan tetap selaras dengan satu dan lainnya.

Dalam pandangan Jawa hidup rukun bukan tentang penciptaan keadaan keselarasan sosial, melainkan lebih untuk tidak mengganggu keselarasan yang sudah ada. Karena dalam perspektif Jawa ketenangan dan keselarasan sosial merupakan keadaan normal yang akan terdapat dengan sendirinya selama tidak diganggu. Maka rukun menunjuk pada cara bertindak. Berlaku rukun berarti menghilangkan tanda-tanda ketegangan dalam masyarakat atau antara pribadi- pribadi sehingga hubungan sosial tetap selaras dan baik.48

Khususnya dalam masyarakat Jawa, kerukunan memiliki kedudukan yang sangat penting.Karena kerukunan kerukunan memiliki inti, yaitu untuk mencegah terjadinya perpecahan dan konflik yang bisa saja terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat.Agar keselarasan sosial dan kedaiman dapat terjaga. Suatu keadaan akan disebut rukun ketika semua pihak yang ada dalam masyarakat hidup dengan damai antara satu dan yang lain. Keadaan semacam ini akan memberikan kesadaran kepada setiap individu agar tidak melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan teori dan prinsip kerukunan. 49Masyarakat yang rukun tentu harus menunjukkan indikasi-indikasi kerukunan dari apa cara mereka bertindak dalam

46Mulder 1978, 39.

47 H. Geertz, 1961, 146.

48 Franz Maknis-Suseno SJ, “Etika Jawa”, (Jakarta: PT. Gramedia, 1984), 39-40.

49Ibid, 52.

(21)

21

hidup yang berdampingan. Sebagai contoh: 1. Saling bahu-membahu, 2. Saling tolong menolong, 3. Menjauhi pertikaian dan perselisihan antara sesama, 4. Saling berembug. Hal-hal tersebut dapat dilihat dalam kehidupan warga masyarakat Berdug Wetan, khususnya warga jemaat GKJ Ampel pepanthan dan Warga

muslim dusun Berdug Wetan.

(22)

22 BAB III Hasil Penelitian 1. Keadaan umum lokasi penelitian 1.1 Keadaan Masyarakat

A. Kondisi Geografis

Dusun Berdug Wetan terletak di desa Sidomulyo, kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali. Secara Administratif dusun ini bertasan antara lain; di sebalah timur dan selatan di kelilingi oleh ladang atau biasa dibut tegalan, di sebelah barat berbatasan dengan dusun Berdug Kulon, sedangkan di sebelah utara berbatasan dengan dusun Berdug Lor. Dusun Berdug Wetan di bagi menjadi empat rukun tetangga yang dipimpin oleh masing-masing satu ketua RT.

Bila dilihat dari jarak tempuh ke pusat kecamatan sekitar 6,1 km dapatdi tempuh dengan waktu sekitar 10 menit, sedangkan jarak tempuh ke pusat kabupaten Boyolali sekitar 10 km dapat ditempuh dengan waktu sekitar 17 menit.

Secara topografi ketinggian desa ini adalah berupa bentang wilayah berbukit yaitu sekitar 300 M di atas permukaan laut.Sehingga memiliki curah hujan yang cukup tinggi.

B. Kondisi Demografis

Jumlah Penduduk di dusun Berdug Wetan terdapat 123 KK, dengan jumlah total jiwa 341 jiwa dengan pemeluk agama Kristen dan Islam, sebanyak 203 jiwa adalah pemeluk agama Islam 50 dan sebanyak 128 jiwa adalah pemeluk agama Kristen sekaligus warga jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug.51Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai petani, pegawai negeri, wirausaha, dan pedagang.

50 Wawancara dengan ketua RT 1,2,3,4

51 Wawancara dengan Pdt. Jaryono

(23)

23 Tabel. I

Jumlah Penduduk dusun Berdug Wetan

No. Penduduk Jumlah

1. RT I 94 Jiwa

2. RT II 85 Jiwa

3. RT III 85 Jiwa

4. RT IV 77 Jiwa

Jumlah Total 341 Jiwa

Sumber data: Wawancara kepada masing-masing ketua RT di dusun Berdug Wetan.

Tabel. II

Penduduk dusun Berdug Wetan berdasarkan Agama yang dianut

No. Agama Jumlah

1. Kristen 128 Jiwa

2. Islam 203 Jiwa

Sumber data: Wawancara kepada masing-masing ketua RT dan kepada Pdt.

Jaryono selaku Pendeta GKJ Ampel Pepanthan Berdug C. Sejarah Pertumbuhan Agama

Pertumbuhan agama Kristen di Dusun Berdug Wetan dibarengi dengan pertumbuhan agama Islam.Maka pada waktu lampau setiap warga tidak mempermasalahkan ketika setiap individu ingin melaksanakan ibadah keagamaannya masing-masing.Hal tersebut terjadi dengan adanya komunikasi yang berkelanjutan tanpa ada yang menutup diri dengan tidak saling berjalan sendiri-sendiri.Komunikasi tersebut yang menjadi salah satu faktor penting dalam mewujudkan dan menjaga harmoni atau kerukunan di Dusun Berdug Wetan, contohnya ketika Gereja GKJ Ampel ingin mengadakan acara natal maka warga

(24)

24

sekitar diberi tahu dan di beri undangan untuk ikut menghadiri acara perayaan natal.Dari warga Muslim pun ketika ingin mengundang pengkhotbah dari luar mereka mau mengkomunikasikan dengan warga Kristen yang kesannya dituakan.52Hal tersebut dilakukan agar kegiatan-kegiatan agama tidak menyebabkan keretakan antar warga masyarakat khususnya di Dusun Berdug Wetan. Pada sekitar tahun 1969 sudah mulai ada perayaan natal, walaupun belum ada gedung gereja namun warga selain mengundang gereja-geraja lain namun juga mengundang warga masyarakat sekitar dalam rangka menghargai dan menghormati keberadaan agama yang lain. Usaha-usaha tersebut dilakukan dalam rangka untuk menguatkan kerukunan dan keselarasan antar warga.53

Di dusun Berdug Wetan banyak warga yang masih terikat dalam suatu hubungan kekerabatan.Sehingga hal tersebut juga menjadi salah satu faktor dalam menjalin hubungan yang baik. Karena pada waktu lampau maupun sekarang ada beberapa yang dalam satu keluarga tidak semuanya memeluk agama yang sama, ada yang beragama Kristen maupun Islam. Ini pula yang menyebabkan terbiasanya warga masyarakat dusun Berdug Wetan dalam hidup berdampingan dengan pemeluk agama lain. Karena menurut salah satu warga bahwa “tunggal sedarah” maupun berbeda keyakinan tetap akan menjadi bagian penting dalam hidup, sehingga toleransi dan saling menghornati tentu akan terjadi. 54Hubungan kekerabatan termasuk faktor penting dalam terbentuknya kerukunan di Dusun Berdug Wetan.

D. Kependudukan

Dusun Berdug Wetan ditinggali oleh masyarakat yang berbeda keyakinan atau agama, namun bentuk mempertahankan harmoni sosial dalam beragama dapat ditemui dalam kehidupan masyarakat di dusun Berdug Wetan.Hal itu nampak melalui kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan, dimana seluruh anggota masyarakat terlibat secara bersama-sama tanpa membeda-bedakan agama.

52 Wawancarara dengan informan 1, 2, 3

53 Wawancara dengan informan 1

54 Wawancara dengan informan 3

(25)

25

Kehidupan yang tentram dan damai adalah hal yang dijaga oleh setiap individu di dusun Berdug Wetan.Perbedaan tidak menjadi halangan untuk menjalin toleransi antar warga.Kegiatan-kegiatan lingkungan yang dilaksanakan ditengah masyarakat pun dilakukan dengan melibatkan setiap warga baik yang beragama Islam maupun Kristen. Dengan harapan adanya kehidupan yang tentram dan damai tersebut dapat terus dirasakan oleh generasi yang akan datang.

1.2 Keadaan jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug

Jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug terdiri dari anak-anak, remaja, pemuda, dewasa, sampai dengan lansia.Selain bergereja di GKJ Ampel pepanthan Berdug mereka juga tinggal di dusun Berdug Wetan. Maka selain mengikuti kegiatan gereja seperti; ibadah minggu, PA keluarga, bidston, dan kegiatan- kegitan gereja lainnya jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug juga mengikuti kegiatan-kegiatan kemasyarakatan seperti; gotong royong, kumpulan lingkungan, rapat karangtaruna, dan acara-acara kemasyarakatan yang lain.

Keberadaan GKJ Ampel Pepanthan Berdug di tengah-tengah masyarakat memberikan kesadaran yang lebih kepada setiap warga jemaatnya supaya tetap ikut andil dalam menjaga keharmonisan di tengah-tengah masyarakat.Beberapa anggota jemaat bahkan menjadi salah satu warga dusun Berdug Wetan yang dituakan.Hal tersebut membuat semakin baik dan kondusif komunikasi antar warga baik Kristen maupun Islam.

Jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug memiliki hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar atau dengan warga Islam yang lain. Hal ini terjadi sudah cukup lama dan terus dijaga juga dipertahankan sampai dengan saat ini.

Menurut salah satu jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug keharmonisan dan kedamaian di dusun Berdug Wetan adalah salah hal yang paling diharapkan dan akan dijaga keutuhannya.55

2. Hubungan antar umat beragama di dusun Berdug Wetan

Hubungan antar umat beragama di dusun Berdug Wetan dapat dikatakan damai, rukun dan harmonis.Menurut salah satu jemaat mula-mula GKJ Ampel

55 Wawancara dengan informan 1

(26)

26

pepanthan Berdug hubungan antara umat beragama di dusun Berdug Wetan baik dan rukun, saling tolong menolong dan saling menghormati baik dalam kehidupan gotong royong kemasyarakatan maupun dalam kehidupan keagamaan. Hal tersebut terbukti dari keseharian yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Berdug Wetan yang saling membantu dan saling menghormati satu sama lain tanpa melihat kepercayaan yang dianut. Contohnya dalam acara-acara hajatan ataupun ketika ada kematianpun setiap warga nya saling menghormati dan saling bersatu padu. Bahkan ketika ada acara lingkungan dilaksanakan dengan dua doa, yaitu doa dari agama Kristen dan doa dari agama Islam. 56Kegiatan-kegiatan lingkungan ini bukan hanya pada kegiatan gotong royong seperti rapat dan kumpulan lingkungan saja.Namun juga dalam ritus atau ritual budaya yang telah yang telah diperingati sejak lama, namun telah berpadu dengan keagamaan.Ritual tersebut biasa di sebut dengan “nyadran” yaitu berdoa bersama di suatu tempat yang biasanya di pemakaman desa namun diikuti oleh setiap warga baik Islam maupun Kristen.Selain berdoa, nyadran juga identik dengan acara makan bersama.Dalam acara tersebut setiap warga dusun Berdug Wetan bersatu padu tanpa melihat perbedaan baik agama ataupun status sosial.57

Menurut warga dewasa GKJ Ampel pepanthan Berdug apapun keyakinan agama yang dipeluk tidak menjadi permasalahan.Karena hidup rukun adalah suatu yang didambakan dan menyebabkan kenyamanan lahir dan batin.Tidak ada gesekan-gesekan yang timbul akibat dari acara-acara keagamaan baik apapun itu.58Malah yang terjadi adalah saling membantu, misal dalam acara kematian, ketika yang meninggal adalah warga Islam maka ibu-ibu yang beragama Kristen yang membuat rangkaian bunga.Dan sebaliknya ketika yang meninggal adalah warga Kristen maka ibu-ibu yang beragama Islam yang membuat rangkaian bunga.59Dalam setiap kegiatan baik itu hajatan maupun kematian pasti setiap warga akan turut bersatu padu untuk saling membantu tanpa melihat tendensi agama yang dipeluk. Contoh lain ketika ada bidston warga Islam yang diundang mau ikut hadir dalam acara tersebut. Dan ketika ada acara tahlil dari warga Islam,

56 Wawancara dengan informan 1

57 Wawancara dengan informan 4

58 Wawancara dengan informan 4

59 Wawancara dengan informan 5

(27)

27

warga Kristen yang diundang juga mau untuk turut hadir dalam acara tersebut.Kebersamaan ini yang membuat kerukunan, solidaritas dan keselarasan setiap warga di Dusun Berdug Wetan menjadi semakin erat.Dari kerukunan dan kedamaian yang terjadi di Dusun Berdug Wetan, tentu pernah ada gesekan atau sedikit benturan pada waktu lampau. Salah satu Warga dewasa Gereja menuturkan bahwa sekitar tahun 1980-an ada pendatang tokoh dari agama Islam dari luar yang mengajarkan bahwa setiap pemeluk agama islam diharamkan untuk mengikuti acara-acara keagamaan dari umat Kristen. Hal tersebut membuat keselaran yang sudah terjadi sedikit terganggu.Warga Geraja hanya bisa memaklumi karena itu adalah sebuah paham.Namun pada akhirnya warga masyarakat menyadari bahwa hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dalam bermasyarakat. Maka seiring berjalannya waktu keadaan yang harmonis dan selaras kembali lagi seperti semula. Keselerasan dalam kehidupan bermasyarakat itu dapat diraih lagi dengan adanya komunikasi melalui kumpulan-kumpulan lingkungan, sehingga setiap warga dapat bertemu dan membahas bagaimana toleransi dapat dijunjung lagi di Dusun Berdug Wetan. Karena negara Pancasila itu tidak boleh membeda-bedakan apalagi menjauhi orang lain karena berbeda keyakinan. Pada akhirnya paham yang dibawa dari luar tersebut tidak dapat berkembang di Dusun Berdug Wetan, kemudian mereka memisahkan diri.Dan dusun Berdug wetan pada akhirnya kembali lagi menjadi harmonis dan selaras, sehingga kerukunan dan kedamaian tersebut dapat dirasakan sampai dengan sekarang.60

Pemuda GKJ Ampel pepanthan Berdug juga berpendapat bahwa agama tidak menjadi penghalang untuk tetap kompak dalam menjalin kerjasama, komunikasi, dan solidaritas antar warga di Dusun Berdug Wetan.Baik pemuda beragama Kristen maupun Islam selalu dalam keadaan yang baik, bersatu padu, dan ikut andil dalam banyak kegiatan yang berhubungan dengan agama.Sebagai contoh ketika ada pembangunan masjid di Dusun Berdug Wetan, para pemuda baik itu yang beragama Islam maupun Kristen ikut melaksanakan gotong royong dalam memindahkan material.Kemudian ketika gereja melaksanakan perayaan Natal, para pemuda anggota Karangtaruna Berdug Wetan yang beragama Islam pun turut membantu yaitu dengan ikut membagikan konsumsi baik itu makanan

60 Wawancara dengan informan 2,4,6,7

(28)

28

ataupun minuman.Begitu juga sebaliknya ketika ada acara pengajian yang mengundang banyak orang di Masjid dusun Berdug Wetan setiap anggota

61Karangtaruna baik itu Islam ataupun Kristen ikut membantu jalannya acara dengan tugas yaitu membagikan hidangan makanan serta minuman.Toleransi dan kekompakan yang kuat ini menjadi salah satu awetnya kerukunan antar umat beragama di dusun Berdug Wetan.

Tokoh agama Islam dan salah satu pemuda yang memeluk agama Islam di Dusun Berdug Wetan juga berpendapat Bahwa kehidupan dan hubungan sosial kemasyarakat di dusun Berdug wetan terjalin sangat baik tanpa membedakan agama.Contoh dari hal tersebut yaitu terkait kegiatan kegotong royongan, tidak ada yang saling membeda-bedakan antar pemeluk agama Islam maupun Agama Kristen.Setiap kegiatan dirangkul secara bersama-sama baik itu dalam acara hajatan, kematian, maupun keagamaan.Setiap warga baik yang beragama Islam maupun Kristen saling bahu membahu dengan rukun dan tidak pernah ada gejolak antar umat beragama.Hal tersebut terjadi bukan karena ada sesuatu tujuan dalam masing-masing pemeluk agama namun memang karena semenjak dahulu setiap warga telah hidup berdampingan sehingga sudah terbiasa untuk hidup saling berdekatan antar pemeluk agama Islam maupun Kristen.Kebiasaan tersebut membuat setiap warga menjadi saling membutuh satu dan lainnya. Kerukunan beragama di Dusun Berdug wetan sangat dijaga dengan cara saling menghargai, saling menghormati privasi masing-masing dan tidak pernah mempermasalahkan kepercayaan yang dipeluk. Menurut beliau dalam Islam dijelaskan bahwa “bagiku agamaku dan bagimu agamamu” hal tersebut yang menjadi salah satu dasar untuk menghargai dan menghormati pemeluk agama lain. 62

3. Pemahaman dan peran GKJ Ampel Pepanthan Berdug dalam menjaga Harmoni Sosial

GKJ Ampel pepanthan Berdug memahami bahwa keharmonisan yang terjadi dalam kehidupan setiap jemaatnya dengan lingkungan sekitar adalah sebagai cerminan kasih yang di sampaikan kepada sesama.Kehidupan gereja di

61 Wawancara dengan informan 8,9,10

62 Wawancara dengan informan 11,12,13

(29)

29

tengah-tengah masyarakat memiliki tanggungjawab untuk bersama-sama dalam menjaga kerukunan dan kedamaian antar umat beragama.GKJ Ampel Pepanthan berdug memahami bahwa dalam menjaga keharmonisan di Dusun Berdug wetan yang pertama tentu dari dalam.Yaitu melaui ajaran-ajaran gereja yang berdasarkan kasih. Melalui khotbah-khotbah yang disampaikan ketika ibadah atau ketika Pendalaman Alkitab atau persekutuan-persekutuan yang lain yaitu tentang kasih toleransi yang harus dilakukan bukan hanya dengan sesama orang Kristen saja tetapi juga dengan pemeluk agama lain. 63

Kemudian Peran dan langkah-langkah yang dilakukan Gereja ditengah- tengah keberadaannya di dalam masyarakat Berdug Wetan antara lain:

1. Dalam rangka perayaan Natal untuk menghargai warga masyarakat sekitar, GKJ Ampel pepanthan Berdug tidak serta merta menutup diri. Namun memberikan pemberitahuan dan undangan kepada masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar Gereja untuk ikut menghadiri perayaan natal.

Hal tersebut bertujuan untuk memberi hormat dan menghargai keberadaan mereka.

2. Untuk menghargai kebersamaan dan keberadaaan ditengah-tengah masyarakat dusun Berdug Wetan, GKJ Ampel melaksanakan aksi-aksi sosial. Misalnya pemeriksaan pelayanan kesehatan untuk masyarakat atau pembagian paket sembako yang tidak hanya dibagikan untuk warga gereja namun juga lebih diperhatikan untuk masyarakat sekitar. Aksi-aksi sosial selalu diupayakan ketika ada moment-moment keagamaan terutama ketika menjelang perayaan Natal. Hal tersebut dilaksanakan dalam upaya agar mereka yang beragama Islam atau masyarakat sekitar merasakan bagaimana bahwa warga Kristen atau Gereja mengasihi mereka.

3. Warga jemaat GKJ Ampel Pepanthan berdug berusaha untuk semaksimal mungkin untuk menerapkan ajaran yang telah disampaikan gereja yaitu tentang mengasihi, bertoleransi, dan saling menolong atau membantu.

Contohnya turut membantu dan bergotong royong di acara-acara lingkungan atau keagamaan dari umat Islam. Seperti saling membantu

63 Wawancara dengan informan 1,2,4

(30)

30

ketika merenovasi masjid, pemuda gereja saling membantu ketika ada acara pengajian, dan mau bersatu padu tanpa melihat perbedaan.

4. Untuk tetap merasakan situasi yang nyaman dan damai, sebagai jemaat gereja memiliki rasa toleransi yang tinggi terhadap pemeluk agama lain.

Tidak memancing hal-hal yang dapat menyebabkan gesekan-gesekan antar umat beragama atau antar masyarakat.

5. Menjaga hubungan baik dengan masyarakat sekitar dan berusaha untuk selalu membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat sekitar atau pemeluk agama lain.64

64 Wawancara dengan setiap informan

(31)

BAB IV

Analisis dan Pembahasan

Pemahaman dan Peran GKJ Ampel Pepanthan Berdug dalam menjaga harmoni sosial

1. Pemahahaman

Kehidupan di tengah-tengah masyarakat tentu mengharapkan adanya rasa aman, tentram dan damai.Kehidupan yang demikian pastilah membutuhkan sebuah keselaran yang harus dijaga.Ketika keadaan selaras itu sudah ada sejak lama maka kerukunan dan rasa harmonis dapat senantiasa dirasakan.Seperti ungkapan Frans Magnis-Suseno ketika menjelaskan tentang konsep harmoni atau kerukunan yaitu bahwa prinsip kerukunan itu mempertahankan masyarakat dalam keadaan yang harmonis, yang berarti selaras, tenang, tentram dan tanpa perselisihan.65GKJ Ampel Pepanthan Berdug yang keberadaannya ada di tengah- tengah masyarakat memahami bahwa menjaga keharmonisan atau kerukunan sosial di tengah-tengah masyarakat merupakan pencerminan dari kasih yang diterapkan kepada sesama.

Pemahaman tentang pentingnya mencerminkan kasih terhadap sesama tentu melalui sebuah keterbukaan yang memang sudah seharusnya dilakukan oleh GKJ Ampel Pepanthan Berdug terhadap lingkungan atau masyarakat sekitar.Sehingga integrasi sosial yang pada dasarnya adalah keutuhan atau kebulatan sebuah hubungan yang baik dalam ranah sosial dapat selalu terjaga.Hal ini sesuai dengan konsep integrasi sosial yang mengisyaratkan tentang keterbukaan dan pembauran terhadap elemen yang berbeda dan akhirnya menjadi satu kesatuan yang bulat dan utuh.66Gereja dan jemaat GKJ Ampel Pepanthan Berdug yang mau dengan tulus untuk membaur dan terbuka dengan masyarakat yang berbeda keyakinan menjadi sebuah pemahaman dalam menjaga keutuhan dan kebulatan hubungan yang baik antar sesama di dusun Berdug Wetan.

65 Franz Maknis-Suseno SJ, “Etika Jawa”, (Jakarta: PT. Gramedia, 1984), 39.

66D. Hendropuspito OC, Sosiologi Sistematika (Yogyakarta: Kanisius, 1989), 256,

(32)

32

Sebagai gereja yang kebedaraannya di tengah masyarakat Jawa, maka jemaat yang bergereja di GKJ Ampel pepanthan Berdug terbiasa untuk mengikuti atau memahami ritus atau ritual sosial dan keagamaan di dusun Berdug Wetan.Menurut Durhkeim, ritus adalah aturan-aturan dalam tingkah laku yang memberikan pedoman bagaimana seseorang harus menempatkan diri dalam keadaan hadirnya hal-hal sakral.67Durkheim menyatakan sebuah masyarakat pasti membutuhkankomitmen individu yang terdapat di dalam dan melalui kesadaran.Menurutnya prinsip-prinsip totem selalu menyusup dan mengatur danmemiliki kekuasaan dalam kesadaran diri individu.Masyarakat harusmenghormatinya dan merasa punya tanggung jawab moral untukmelaksanakan upacara-upacara penyembahan atau rasa syukur. Maka dengan melakukanritual-ritual keagamaan yang selalu bersifat komunal, masyarakat semakinmerasa mempunyai ikatan satu sama lain dan memiliki kesetiaan sertaloyalitas tinggi. Di masyarakat berdug wetan ketika ketika warga islam akan menyambut bulan Ramadhan maka akan ada tradisi “Nyadran”. Yaitu ziarah makam dan berdoa menurut ajaran agama Islam.Dan juga identik dengan acara makan bersama-sama. Namun yang terjadi di dusun Berdug Wetan, itu sudah bukan hanya dilaksanakan oleh warga Islam saja, namun warga jemaat GKJ Ampel pepanthan Berdug juga melaksanakannya karena sudah menjadi bagian dari budaya yang ada sejak jaman leluhur dahulu. Keadaan tersebut bukan membuat warga jemaat gereja menjadi berpindah kepada keyakinan yang lain, namun itu menjadi pemahaman dalam penerapan rasa toleransi dan menghargai perbedaaan, karena hal tersebut juga merekatkan kebersamaan antar warga.

Sehingga membuat rasa toleransi, kebersamaan, dan perdamaian dapat semakin terasa dan terjaga.

2. Peran

2.1 Ajaran Gereja

Kehidupan jemaat di tengah-tengah masyarakat merupakan tanggungjawab untuk bisa menjadi garam dan terang. Sehingga setiap jemaat sadar akan pentingnya menjaga kerukunan, solidaritas, komunikasi dan kedamaian dalam

67Emile Durkheim, The Elementary Forms of the Religious Life. Joseph Ward Swain (trans).

(London: George Allen & Unwin Ltd., 1954), 456.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Software biasa disebut dengan perangkat lunak. Sifatnya pun berbeda dengan hardware atau perangkat keras. Jika perangkat keras adalah komponen yang nyata yang dapat dilihat

Sedangkan pada kelompok kontrol, hasil analisis data awal dan akhir penelitian, dengan menggunakan uji beda pairwise comparisons, pada kelompok kontrol selama 2

jenis pekerjaan terkait sosial budaya, dengan diskusi kelompok, kalian dapat mengelompokkan jenis pekerjaan terkait sosial budaya, setelah mengamati gambar, kalian

Kalau perkawinan antara suami dan isteri pada waktu suami atau isteri wafat, masih dapat dibatalkan oleh karena untuk perkawinan itu tidak ada idzin jang

Akan tetapi berdasarkan pengamatan awal (2013) peneliti, terdapat beberapa masalah yang terjadi di Dealer Honda Sinar Mas Tasikmalaya ternyata didapati kendala yang menjadi

Catatan : Apabila system image anda sudah memiliki restore point seperti gambar sebel- umnya, PILIH IMAGE DASAR SAJA, karena Diskless Server akan otomatis menambahkan restore

(Wibowo 2014 : 271) Kepuasan Kerja (Y1) Keadaan emosional karyawan dimana terjadi ataupun tidak terjadinya titik temu antara nilai balas jasa karyawan dari perusahaan atau

Ketentuan Pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah indonesia, melakukan tindak luar wilayah indonesia, melakukan tindak pidana di