• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN BAGI KONSUMEN TERHADAP USAHA WARALABA (FRANCHISE) BERDASARKAN UNDANG-

YANG MENGALAMI KERUGIAN DAN KERACUNAN

E. PERAN BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN (BPSK) DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA KONSUMEN

66

Hubungan hukum antara pelaku usaha/penjual dengan konsumen tidak tertutup kemungkinan timbulnya perselisihan/sengketa konsumen. Selama ini sengketa konsumen diselesaikan melalui gugatan di pengadilan, namun pada kenyataannya yang tidak dapat dipungkiri bahwa lembaga pengadilan pun tidak akomodatif untuk menampung sengketa konsumen karena proses perkara yang terlalu lama dan sangat birokratis. Berdasarkan pasal 45 UUPK setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.67

Di luar peradilan umum UUPK membuat terobosan dengan memfasilitasi para konsumen yang merasa dirugikan dengan mengajukan gugatan ke pelaku usaha di luar pengadilan, yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Mekanisme gugatan dilakukan secara sukarela dari kedua belah pihak yang bersengketa. Hal ini berlaku secara gugatan perorangan, sedangkan gugatan secara kelompok (class action) dilakukan peradilan umum.68

Badan ini dibentuk di setiap daerah Tingkat II (pasal 49) BPSK dibentuk untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan (pasal 49 ayat (1), dan badan ini mempunyai anggota-anggota dari unsur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha. Setiap unsur tersebut berjumlah 3 (tiga) orang atau sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang, yang kesemuanya diangkat dan diberhentikan oleh Menteri (Perindustrian dan Perdagangan). Keanggotaan Badan terdiri atas ketua merangkap

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah peradilan khusus konsumen (small claim court) yang sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses berperkara berjalan cepat, sederhana dan murah. Dengan demikian, BPSK hanya menerima perkara yang nilai kerugiannya kecil.

67

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit, hal. 126 68

Marianus Gaharpung, “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Korban Atas Tindakan Pelaku Usaha,” Jurnal Yustika, Vol. III No. 1 Juli 2000. Hal. 43

anggota, wakil ketua merangkap anggota, dan aggota dibantu oleh sebuah sekretariat.69

Setelah adanya kata damai dari pihak konsumen dengan pelaku usaha, maka akan dibuat ke dalam suatu putusan dan putusan tersebut harus di daftarkan ke Pengadilan Negeri. Apabila pelaku usaha dan konsumen tidak menerima putusan dari BPSK, maka para pihak dapat mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan perkara tersebut

Adapun peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam menyelesaikan sengketa konsumen ialah:

1. Melalui mediasi, dimana BPSK akan menjadi mediator bagi kedua belah pihak yakni pelaku usaha dengan konsumen. BPSK akan mendengarkan segala keluhan dari konsumen dan juga pembelaan dari pihak pelaku usaha. Setelah mendengarkan beberapa keluhan dari kedua belah pihak, maka mediator akan mencoba mencari jalan kata damai bagi kedua belah pihak.

2. Melalui Arbitrase, dimana pihak konsumen yang dirugikan akan menunjuk satu orang arbiter dan pelaku usaha menunjuk satu orang arbiter serta pihak BPSK akan menunjuk juga arbiter dari bagian pemerintahan untuk menyelesaikan sengketa kedua belah pihak.

70

69

Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit, hal. 127

70

Wawancara Dengan Bapak Hudri Aidil Fitri Selaku Anggota Sekretariat BPSK Kota Medan

.

Peran BPSK diatas sejalan dengan pasal 52 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 52 tersebut membahas mengenai tugas dan wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam menyelesaikan sengketa konsumen. Adapun isi pasal 52 tersebut ialah:

a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melaluimediasi atau arbitrase atau konsiliasi;

b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen;

c. melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;

d. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini;

e. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

f. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;

g. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

h. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang ini; i. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi,

saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan huruf h, yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;

j. mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;

k. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen;

l. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;

m. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian mengenai Perlindungan Konsumen Terhadap Usaha Waralaba (franchise) menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Studi pada Usaha Roti Cappie Medan) dapat disimpulkan: 1 Bahwasanya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen memberikan bentuk perlindungan hukum yang jelas kepada konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang diperdagangkan atau dipasarkan oleh pelaku usaha. Adapun bentuk perlindungannya diatur dalam Undang-undang nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu.

a. Perlindungan Hukum Dari Aspek Hukum Administratif

Bentuk perlindungan hukum yang dilakukan melalui hukum administratif terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi makanan dan minuman ataupun barang dan/atau jasa milik pelaku usaha yang melanggar tanggung jawabnya, maka terhadap pelaku usaha dibebankan untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan oleh makanan dan minuman yang diperdagangkan olehnya.

Saksi administratif yang dijatuhkan bagi pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) UUPK tersebut berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp. 200.000.000,00,- (dua ratus juta rupiah), sedangkan pihak yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha adalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Dalam hal ini diatur dalam pasal 60 ayat (1, 2 dan 3) Undang-undang Perlindungan Konsumen.

b. Perlindungan Hukum Dari Aspek Hukum Pidana

Secara umum pelaku usaha seharusnya menjaga mutu barang dan/atau jasa yang dipasarkan sehingga tetap sepadan dengan pengeluaran konsumen yang ingin mendapatkan produk tersebut, hal ini berarti pengaturan dibidang perlindungan konsumen harus sejalan dengan peraturan dibidang perlindungan bisnis yang sehat dan jujur.

Terhadap konsumen yang mengalami kerugian akibat memakai, menggunakan atau mengkonsumsi makanan dan minuman serta barang dan/atau jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha, maka bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen dapat dilakukan melalui penuntutan pidana terhadap pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 62 UUPK. Adapun dalam pasal 62 UUPK tersebut dikatakan, bahwa:

1. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana

penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

2. Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyakRp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3. Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.

2. Ketentuan mengenai tanggung-jawab franchisee terhadap konsumen yang mengalami keracunan dan kerugian akibat mengkonsumsi Roti Cappie terdapat dalam klausula kontrak antara franchisor dengan franchisee. Ketentuan tersebut terdapat di dalam pasal 3 ayat (6), dalam kontrak tersebut dikatakan “bahwa franchisor akan melayani komplain dan memberikan solusinya dari mitra waralaba”.

Perlu diketahui bahwa apabila konsumen mengalami kerugian akibat mengkonsumsi produk Roti Cappie di wilayah franchisee, maka franchisor

ikut bertanggung-jawab terhadap kerugian konsumen tersebut. Franchisee

wajib memberitahukan komplain konsumen tersebut kepada franchisor, supaya franchisor dapat memberikan solusi yang tepat kepada konsumen sesuai dengan ketentuan pasal 3 ayat (6) klausula kontrak Roti Cappie.

Adapun bentuk pertanggung-jawaban dari pihak Roti Cappie terhadap konsumen yang mengalami kerugian dan keracunan akibat mengkonsumsi Roti tersebut ialah:

a. Pemilik Roti Cappie akan memberikan ganti rugi kepada konsumen dengan membayar dua kali lipat harga makanan yang dibeli oleh konsumen.

b. Jika konsumen harus mendapat penanganan melalui pengobatan medis atau masuk rumah sakit, maka pihak Roti Cappie bertanggung-jawab untuk membayar biaya perobatan konsumen. Tetapi disini Rumah Sakit ditentukan oleh pihak Roti Cappie, dan konsumen tidak bisa menentukan sendiri Rumah Sakit mana yang akan merawatnya.

3. Adapun peran Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam menyelesaikan sengketa konsumen ialah:

a. Melalui mediasi, dimana BPSK akan menjadi mediator bagi kedua belah pihak yakni pelaku usaha dengan konsumen. BPSK akan mendengarkan segala keluhan dari konsumen dan juga pembelaan dari pihak pelaku usaha. Setelah mendengarkan beberapa keluhan dari kedua belah pihak, maka mediator akan mencoba mencari jalan kata damai bagi kedua belah pihak. b. Melalui Arbitrase, dimana pihak konsumen yang dirugikan akan menunjuk satu orang arbiter dan pelaku usaha menunjuk satu orang arbiter serta pihak BPSK akan menunjuk juga arbiter dari bagian pemerintahan untuk menyelesaikan sengketa kedua belah pihak.

B. SARAN

Adapun saran yang dapat diberikan oleh penulis dalam skripsi ini ialah sebagai berikut:

1. Pelaku usaha dalam menjalankan usahanya sehari-hari diharapkan untuk memperdagangkan produk-produk yang bagus, baik dan aman untuk dikonsumsi oleh konsumen. Pelaku usaha juga tidak boleh melakukan tindakan kecurangan kepada konsumen dalam hal jual-beli, dimana pelaku usaha dan konsumen harus memiliki posisi tawar-menawar yang seimbang diantara kedua belah pihak.

2. Kepada pihak Roti Cappie diharapkan agar segera menyempurnakan isi kontrak kedua belah pihak, supaya kontrak tersebut memberikan manfaat dan tujuan yang jelas bagi kedua belah pihak serta kepada konsumen Roti Cappie. 3. Kepada masyarakat konsumen diharapkan agar selalu berhati-hati dalam

menentukan, membeli, ataupun mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha. Diharapkan untuk selalu mencari informasi yang jelas atas barang dan/atau jasa yang diperdagangkan oleh pelaku usaha, supaya tidak merasa dirugikan atas produk yang sudah dipakai.

Dokumen terkait