• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran dan Fungsi Perwakilan MRP

Lahirnya MRP sebagai suatu lembaga perwakilan memberikan proteksi kepada orang asli Papua dalam keterwakilan secara kultural dan bukan politik. Kehadiran MRP dalam wujud perwakilan kepada kelompok-kelompok masyarakat di Papua. Keterwakilan tersebut

diantaranya adalah Adat, Agama dan Perempuan yang

merepresentasikan keseluruhan dari masyarakat Papua. Yang mana telah diatur keterwakilan tersebut di dalam UU Otsus Papua Pasal 19 dan PP MRP Pasal 1 angka 5 dan 12.

Wujud keterwakilan dari Adat memperhatikan suatu pengakuan terhadap nilai-nilai kultural Adat orang asli Papua. Hal ini terlihat dari pengkuan perwakilan adat dalam MRP yang berasal dari berbagai Lembaga Masyarakat Adat Papua dimana mereka dilihat dari status di dalam kehidupan Adat Papua. Perwakilan dari Agama, kelompok perwakilan agama merepresentasikan agama-agama yang terdapat di

122 Papua. Antara lain adalah agama Kristen Protestan, Katolik dan Islam. Namun perwakilan agama tetap merepsentasikan orang asli Papua. Sehingga mereka yang mewakili dari agama adalah orang asli Papua dan berdasarkan mayoritas dedominasi gereja yang ada di Papua. Terakhir adalah perwakilan dari unsur perempuan dalam MRP. Perwakilan perempuan tetap memperhatikan dari orang asli Papua. unsur ini diambil dari mereka yang bekerja di LSM dan juga berasal dari Lembaga Adat Masyarakat. Keterwakilan perempuan dalam memberikan posisi peran perempuan dalam perlindungan terhadap hak-hak mereka dalam kehidupan adat istiadat di Papua.

Jimly Asshidiqie, Fungsi Perwakilan (representasi), dalam hal ini harus dibedakan antara pengertian representation in presence (keterwakilan melalui kehadiran) dan representation in ideas (keterwakilan secara ide/aspirasi).

Fungsi parlemen sebagai lembaga perwakilan rakyat yang paling pokok sebenarnya adalah fungsi representasi atau perwakilan itu sendiri. Lembaga perwakilan tanpa representasi tentulah tidak bermakna sama sekali. Dalam hubungan itu, penting dibedakan antara pengertian representation in presence dan representation in ideas.

123 Pengertian pertama bersifat formal, yaitu keterwakilan yang dipandang dari segi kehadiran fisik. Sedangkan, pengertian keterwakilan yang kedua bersifat substantif, yaitu perwakilan atas dasar aspirasi atau idea. Dalam pengertian yang formal, keterwakilan itu sudah dianggap ada apabila secara fisik dan resmi, wakil rakyat yang terpilih sudah duduk di lembaga perwakilan rakyat. Akan tetapi, secara substansial, keterwakilan rakyat itu sendiri baru dapat dikatakan tersalur apabila kepentingan nilai, aspirasi, dan pendapat rakyat yang diwakili benar-benar telah diperjuangkan dan berhasil menjadi bagian dari kebijakan yang ditetapkan oleh lembaga perwakilan rakyat yang bersangkutan, atau setidaktidaknya aspirasi mereka itu sudah benar-benar diperjuangkan sehingga mempengaruhi perumusan kebijakan yang ditetapkan oleh parlemen.

Arbi Sanit mengemukakan bahwa perwakilan diartikan sebagai hubungan di antara dua pihak, yaitu wakil dengan terwakili dimana wakil memegang kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan yang berkenaan dengan kesepakatan yang dibuatnya dengan terwakili.

Perwakilan terhadap orang asli Papua dalam MRP, dimana para wakil tersebut bertindak atas kepentingan masyarakat asli Papua. pembagian

124 perwakilan dalam masyarakat adat menggambarkan beragam pihak yang diwakilkankan dalam MRP. Peran dari wakil-wakil tersebut lebih dekat kepada masyarakat adat dikarenakan faktor kedekatan dalam kultur. Dengan demikian perwakilan di MRP merupakan wakil yang dipilih untuk mewakilkan siapa dan dengan kepentingan menjaga keserasian dalam kehidupan di Papua secara umum.

Anggota MRP yang telah dibagi dalam pokja berperan dalam mendengarkan aspirasi masyarakat adat. Hal dilakukan dengan melakukan kunjungan ke daerah-daerah yang mengalami masalah baik apakah permasalahan tersebut berhubungan dengan adat, agama dan perempuan. Representasi keterwakilan di dalam pokja berperan dalam medengar aspirasi masyarakat. Hal tersebut berhubungan dengan rasa pertanggung jawaban dari anggota MRP terhadap masyarakat Papua. walaupun anggota MRP berasal dari berbaga suku adat yang terdapat di Papua namun mereka mempunyai tanggung jawab secara keseluruhan terhadap masyarakat Papua. Perekrutan dalam mengisi anggota MRP akan berhungan dengan kemampuan MRP menghadapi dinamika sosial dan politik di Papua. walaupun perwakilan MRP berasal dari latar belakang adat, namun bukan berarti tidak ada standar pendidikan yang ditetapkan dalam rekrutmen anggota MRP.

Wakil-125 wakil adat diberikan tempat untuk turut serta memberikan pertimbangan terhadap praktik-praktik penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka otonomi khusus pada umumnya, dan pembentukan Perdasus dalam rangka melindungi hak-hak orang asli Papua. UU Nomor 21 Tahun 2001 telah memberikan tempat yang tepat dan proposional kepada wakil-wakil adat dalam lembaga MRP.

Lembaga MRP dibentuk sebagai wujud menanggapi/menjaring aspirasi dan isu-isu yang berkembang di Papua, dengan mendengar aspirasi dari masing-masing lembaga adat diharapkan dapat memperjuangkan keputusan-keputusan yang lebih berpihak kepada masyarakat asli papua. Diharapkan MRP dapat memperjuangkan aspirasi sosial, budaya, ekonomi dan politik orang Papua dalam menjaga identitas budaya dan politik orang Papua.

Dengan melihat konstruksi bikameral yang ada di dalam pelaksanaan Otsus Papua dan berangkat dari pandangan bahwa lembaga perwakilan yang ada mencerminkan dua perwakilan. Dimana ada terdapat dua lembaga perwakilan, yaitu DPRP dan MRP. Namun kedudukan kedua lemabaga perwakilan tersebut berbeda apabila dilihat dalamsistem pemilihan anggota. DPRP dipilih dalam pemilu

126 dimana keterwakilannya berasal dari anggota partai politik yang dilih dalam pemilu sedangkan MRP pemilihan anggota MRP berasal dari wakil adat, perempuan dan agama yang bukan berasal dari partai politik.

Pandangan Jimly Assidiqie terhadap rancangan pembentukan lembaga perwakilan, memberikan saran agar nama parlemen di Papua adalah Majelis Rakyat Papua (MRP). MRP ini terdiri dari dua kamar (bikameral), pertama senat yang terdiri dari orang-orang asli Papua (wakil-wakil adat, agama dan perempuan) kedua adalah kamar yang terdiri dari wakil-wakil partai politik yang dipilih melalui pemilu, yang disebut-sebut DPRD (sekarang disebut dengan DPRP).

Dalam Sistem bikameral yang tergambar di dalam Otsus papua masih terbatas, yaitu berkaitan dengan kebijakan-kebijakan strategis mengenai Papua, sehingga peran dan fungsi dari MRP terlihat sangat terbatas dalam sistem bikameral terutama dalam hal pembuatan dan pengusulan mengenai Perdasus. Dimana fungsi legislasi tersebut berada ditangan DPRP.

Dengan tidak berimbangnya peran dan fungsi MRP di dalam kedudukannya sebagai lembaga perwakilan yang hadir dalam

127 pelaksanaan Otsus Papua. Dimana ada batas dalam fungsi legislasi dalam pembuat dan mengusulkan suatu peraturan daerah khusus sehingga peran dominan dalam legislasi berada ditangan DPRP.

Hal ini dalam sistem bikameral apabila salah satu kamar lebih dominan dibandingkan kamar lain dalam kewenangan yang tidak berimbang atau sama kuat akan mengarah kepada Weak bicameralism.

Hal ini sebaiknya dihindari karena akan menghilangkan tujuan bikameral itu sendiri, yaitu sifat saling kontrol diantara kedua kamarnya. Dengan demikian kedudukan antara DPRP dan MRP lebih tepat mengarah kepada strong bicameralism, dimana kedudukan kewenangan diantara kedua kamar berimbang sehingga menciptakan saling kontrol diantara kedua lembaga. Kedua kamar dilengkapi dengan kewenangan yang sama-sama kuat dan saling mengimbangi satu sama lain dalam pelaksanaan Otsus Papua.

Dokumen terkait