• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3.2. Peran Guru dalam Pembentukan Moral

4.3.2.1. Peran Guru sebagai Model

Salah satu tugas pokok dari seorang guru adalah menjadi model dan teladan dari anak didiknya. Sebagaimana dikutip dalam Hartono (2011) menyatakan bahwa guru sebagai model atau contoh menjadi bagian dari kalimat pertama yang dikemukakan oleh bapak pendidikan di Indonesia Ki Hadjar Dewantara dalam slogan

pendidikan “Tut Wuri Handayani” di mana, guru mempunyai tugas untuk memberikan teladan dan contoh ketika berada di depan bagi anak didiknya. Salah satu tugas inilah yang menjadi penting sebab ketika menjadi teladan atau model, setiap sikap dan tutur kata dari sang guru akan ditiru oleh anak didiknya. Dan berikut merupakan hasil pembahasan mengenai peran guru sebagai model yang terbagi dalam empat sub topik pembahasan.

a. Pentingnya Menjadi Role Model bagi Anak

Berdasarkan hasil analisis yang ada, menyatakan bahwa partisispan sangat setuju dengan pernyataan bahwa menjadi role model bagi anak sangatlah penting. Hal ini disebabkan karena anak adalah peniru ulung yang dapat meniru setiap tingkah laku dan tutur kata dari orang yang lebih dewasa darinya. Begitu pula bagi AUD yang sangat cepat mengikuti apa yang dilakukan guru.

Seorang guru dituntut untuk menjaga dan memberikan contoh yang baik melalui sikap dan perilakunya sehari-hari. Ketika seorang guru memberikan contoh yang baik, anak didinya juga pasti akan menjadi baik dan sebaliknya. Sebagai contoh. jika mereka dituntun dengan tindakan-tindakan yang keras dan kasar, mereka pun tentunya akan menjadi pribadi yang keras dan kasar. Sebaliknya mereka akan menjadi pribadi yang lembut jika mereka diperlakukan degan lembut. Oleh karena itu guru harus mampu melakukan yang terbaik yang dapat diikuti dan diteladani oleh anak bagi perkembangan moralitas mereka.

Pestalozzi (dalam Maryatum & Haryati, 2010) menyatakan bahwa anak belajar dari pengamatan, kemudian dari pengamatannya mengambil pengertian yang akan digunakannya dalam membangun hidup. Untuk itu, guru dituntut untuk memberikan contoh nilai-nilai yang baik pada anak sehingga anak dapat melihat dan mengamati secara baik yang kemudian dapat berguna bagi perkembangan kehidupan selanjutnya. Terkhususnya dalam proses perkembangan moral mereka. Di sini, guru harus mampu memilah dalam berkomunikasi, bertindak dan berpenampilan yang memberi efek positif bagi anak serta menghindari hal-hal

yang berakibat negatif bagi perkembangan mereka. Kewaspadaan guru dalam melakukan segala sesuatu memberikan warna tersendiri bagi anak didik.

b. Bentuk-Bentuk Keteladanan bagi Pembentukan Moral Anak

Setiap bentuk-bentuk keteladanan yang diberikan oleh guru diharapkan mampu memberikan nilai-nilai yang baik bagi anak guna perkembangan kehidupan selanjutnya terkhususnya dalam perkembangan moral. Hal ini juga berkaitan dengan Shaleh (2012) yang menyatakan banyak metode untuk membentuk dan menanamkan karakter dan moralitas anak, namun metode keteladananlah yang paling kuat karena keteladanan memberikan gambaran secara nyata bagaimana seseorang harus bertindak. Keteladanan berarti kesediaan setiap orang untuk menjadi contoh dan miniature yang sesungguhnya dari sebuah perilaku dan keteladanan haruslah bermula dari diri sendiri.

Keteladanan yang diberikan diharapkan mampu memberika pengalaman hidup pada anak untuk berkembang dengan baik pada tahapan selanjutnya dalam kehidupan. Pembentukan moral anak berkaitan erat dengan proses pengalamannya hidup seorang individu (Shaleh, 2012). Kecepatan anak dalam hal meniru dan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang dewasa menjadi modal dan memberi peluang bagi guru untuk menanamkan konsep serta sikap yang membangun moral anak. Seorang anak tidak bisa diperlakukan semena-mena atau dianggap sebagai objek yang lemah sehingga guru dapat bertindak semaunya.

Sebagai tokoh yang digugu dan ditiru oleh anak, guru harus telaten dan waspada dalam memberi contoh keteladanan yang mengarahkan anak menjadi individu yang beretika atau bermoral baik demi terciptanya kehidupan yang bermoral dan berkharakter. Berhasil atau tidaknya anak dalam menerapkan bentuk-bentuk keteladanan yang diajarkan guru sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk keluarga, lingkungan lain ataupun pribadi anak itu sendiri. Hal yang paling esensial adalah guru berusaha melakukan tugasnya yaitu memberikan contoh perilaku positif dalam membangun moral mereka.

c. Relasi dengan Berbagai Komponen di Sekolah

Berbicara mengenai menjaga relasi yang baik dengan sesama merupakan sesuatu yang sangat kompleks. Berbagai hal perlu dilakukan agar kehidupan bersama dapat terjalin. Dalam hubunganya dengan pembentukan moral anak, kehidupan di sekolah sebagai lingkungan kedua setelah keluarga perlu dijaga dan dilestarikan. Apa yang dialami anak di dalam lingkungan sekolah menjadi faktor yang kuat dalam mempengaruhi perkembangan moral anak. Hal ini berkaitan erat dengan pendapat Berkowitz (dalam Damon, 2002) yang menyatakan bahwa sekolah hadir sebagai lingkungan kedua yang turut mempengaruhi konsep diri, ketrampilan social, nilai, kematangan penalaran moral, perilaku prososial, pengetahuan tentang moralitas dan sebagainya.

Setiap contoh yang telah dipaparkan merupakan hal-hal sederhana yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya memberi salam berbicara dengan ramah, sopan dan sebagainya. Ekspresi ketika berbicara dan bertindak pun perlu untuk diperhatikan. Cara menegur, menyapa, dan menyampaikan sesuatu harus bisa diimbangi dengan ekspresi yang dapat diterima orang lain. Membangkitkan simpati orang untuk bisa dekat dan mau berbagi dengan kita harus ditanamkan dalam diri. Hal ini juga di pertegas oleh Darmadi (2009) yang menyatakan bahwa metode bercakap-cakap merupakan langkah unutk menumbuhkan nilai moral pada anak sebab dalam bercakap-cakap anak dapat mempelajari bagaimana cara memberi salam kepada orang lain, mengucapkan salam, bersikap sopan dengan berbicara baik dan sebagainya.

Untuk itu, sebagai individu yang baru dibentuk moralitasya, anak perlu disuguhkan dengan perlakuan-perlakuan yang mampu membawanya menjadi pribadi yang fleksibel serta memiliki daya tarik positif terhadap orang lain lewat cara bicara serta bersikap yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan serta penghargaan terhadap orang lain. Jika setiap hari dia menyaksikan hal yang sama dilakukan oleh gurunya, saat itu pula ia akan merekam semua dan mengikuti apa yang diteladankan. Di sinilah momen yang paling tepat bagi guru untuk

membimbing anak tentang bagaimana membangun kehidupan bersama dengan orang-orang di sekitarnya.

d. Sikap yang Dilakukan Jika Anak Tidak Meneladani Tindakan Guru

Dalam proses pembentukan moral anak, setiap bentuk-bentuk keteladanan yang diberikan oleh guru tentunya tidaklah mudah untuk langsung ditiru oleh anak. Ada anak yang dapat meniru apa yang dicontohkan namun ada juga yang sebaliknya. Salah satu yang dilakukan oleh guru yaitu dengan pemberian pembiasaan pada anak tentulah sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan moral anak. Menurut Ramli (2003) metode pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk melatih anak agar memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang umumnya berhubungan dengan pengembangan kepribadian anak seperti emosi, disiplin, budi pekerti, kemandirian, penyesuaian diri, hidup bermasyarakat dan sebagainya. Berdasarkan hal tersebut maka pembiasaan merupakan salah satu metode yang tepat yang digunakan dalam rangak pembentukan moral anak usia dini. Jika anak telah menjadi familiar dengan apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan, secara langsung mereka pasti akan tersentuh untk melakukan hal yang sama

Nasehat, teguran dan instruksi dengan kata-kata positif juga penting bagi anak. Anak membutuhkan tuntunan melalui kata-kata yang positif untuk menjadi pegangan baginya dalam berperilaku. Nasihat serta teguran akan sangat membantu bagi perkembangan anak. Kedua hal tersebut dilakukan untuk mengarahkan, mengubah serta membentuk moral anak melalui perubahan pola pikir, berbicara serta perilaku. Teguran dan nasehat pun merupakan suatu senjata yang kuat di mana ketika anak tidak mengikuti apa yang diteladankan, mereka belajar dari masukan atau input yang bermanfaat melalui kata-kata. Selain itu, nasehat serta teguran yang baik merupakan cara yang paling ampuh untuk menjaga relasi anak dengan guru tetap terjalin baik.

4.3.2.2. Peran Guru sebagai Motivator

a. Bentuk Motivasi Jika Anak Melakukan Sesuai Pembentukan Moral

Peran sebagai motivator penting artinya dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Menurut Sadirman (2006) guru harus mampu memberikan rangsangan, dorongan serta reinforcement (penguatan) untuk mengembangkan potensi siswa, menumbuhkan aktivitas da daya cipta sehingga akan terjadi dinamika dalam proses belajar. Pemberian motivasi yang bersifat membangun dan memberi penguatan tentunya akan diberikan kepada anak yang melakukan sesuai dengan nilai-nilai moral. Begitupula sebaliknya. Memberikan pujian dan reward seperti acungan jempol, bintang, stiker, dan permen dan sebagainya sangatlah penting bagi anak-anak sebab mereka belajar mengetahui mana yang baik dan tidak sebagai akibat dari perbuatan mereka.

Sadirman (2006) menyatakan bahwa pemberian reward merupakan bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik. Penghargaan itu akan memberi motivasi kepada anak untuk meningkatkan dan memperkuat perilaku yang sesuai dengan aturan dan norma-norma, serta memperkuat anak untuk menghindarkan dirinya dari tindakan yang tidak diinginkan oleh masyarakat. Namun perlulah diketahui bahwa memberikan motivasi dan semangat pada anak terkhususnya ketika mereka mampu melakukan hal-hal yang sesuai dengan pembentukan moral haruslah sesuai dan pada porsi yang tepat. Oleh karena itu, dibutuhkan peran seorang guru sebagai motivator yang bukan saja mampu memberikan semangat dan dorongan pada anak namun juga memahami anak dengan sebaik mugkin.

b. Bentuk Motivasi Jika Anak Melakukan Tidak Sesuai Pembentukan Moral Proses pembentukan moral, terdapat juga anak-anak yang tidak melakukan sesuai dengan apa yang diharapkan. Dukungan yang diberikan dari seorang guru tentunya sangat bermanfaat bagi anak. Dalam pemberikan penguatan tentunya tidak hanya yang bersifat positif namun ada juga yang bersifat negatif. Penguatan yang bersifat negative bertujuan untuk menekan atau mengurangi bahkan menghilangkan perilaku-perilaku yang kurang baik dari anak. Memberikan nasehat, tokoh-tokoh yang digemari anak dan menggunakan cerita-cerita dan hukuman berupa penalti

sebagai bentuk dari motivasi jika anak melakukan tidak sesuai dengan pembentuk moral dilakukan agar anak-anak menyadari akibat apa yang didapatkan dari sebuah perbuatan yang salah.

Guru harus mampu memahami prinsip-prinsip pemberian hukuman yang notabenen tidak menjudge atau menyakiti anak. Namun menurut Sadirman (2006) pemberian hukuman sebenarnya merupakan bentuk dari motivaasi kepada anak jika diberikan secara tepat dan bijak. Namun perlu diketahui bahwa proses pembentukan moral tentunya memerlukan waktu yang tidak singkat. Proses demi proses yang dilalui oleh anak sebenarnya menjadi tugas dari seorang guru untuk memberikan pengalaman belajar bagi anak terkhususnya dalam berbuat baik. guru diberi kesempatan untuk memilih bentuk-bentuk motivasi apa yang harus digunakan kepada anak terkhusus ketika mereka melakukan hal yang tidak sesuai dan diharapkan bentuk motivasi yang digunakan dapat memberikan efek jera atau membuat anak menyadari akibat dari perbuatan salah yang dilakukannya.

c. Bentuk Motivasi yang Efektif

Proses pembentukan moral anak tentunya merupakan proses yang menjadi bagian dari tugas seorang guru. Guru dituntut untuk menjadi motivator atau memberikan semangat pada anak agar proses tersebut berjalan dengan baik. Setiap bentuk motivasi yang diberikan oleh guru tentunya ada sebagin yang menjadi bentuk motivasi paling efektif yang sering digunakan oleh para guru. berdasarkan hasil analisis, pujian, pemberian reward dan penerimaan pujian dari teman sebaya merupakan bentuk-bentuk motivasi yang laing efektif digunakan dalam rangka membentuk moral anak. Dengan mendapat pujian, reward dan pujian dari teman sebaya anak akan termotivasi untuk melakukan hal-hal yang baik.

Metode penguatan atau reinforcement dari teman sebaya. Suparno dalam Gunawan (2000) menjelaskan bahwa interaksi sosial, terlebih interaksi dengan teman- teman sebaya, mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan pemikiran anak. Penguatan dari teman sebaya selain yang diperoleh dari guru ini diharapkan mampu memotivasi anak. Disamping memberikan semangat kepada anak untuk tetap melakukan nila-nilai moral yang baik, juga merupakan motivasi kepada teman yang

lain untuk melakukan sesuai yang diharapkan, sebab teman sebaya mempunyai peranan yang penting dalam memgembangkan tingkah laku anak. Oleh sebab itu, dengan melihat bentuk-bentuk motiasi yang efektif tadi, diharapkan guru dapat menumbuhkan motivasi-motivasi pada diri anak sehingga mereka dapat bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang baik dan memiliki akhlak yang mulia.

4.3.2.3. Peran Guru sebagai Pembimbing

a. Tindakan Guru untuk Mengenalkan Anak pada Tuhan

Ketika anak mengenal penciptannya dengan sempurna dan semakin dekat dengan penciptanya dalam menjalani kehidupan, apa pun yang dilakukan akan tertuntun dan selalu dalam rel yang benar. Ketika anak mampu menjalin serta menjaga hubungan yang erat dengan Sang Pencipta, ia akan dapat menjalin hubungan baik dengan sesamanya dan berperilaku dengan benar. Firman Tuhan akan menjadi pedoman bagi anak dalam berpikir, berbicara serta bertingkah laku.

Menggunakan kegiatan ibadah bersama, berdoa, mendengarkan cerita dan bernyanyi merupakan metode yang digunakan dalam mengenalkan anak pada Tuhan. Menurut Rianto dalam dalam Zuriah (2008), pengenalan akan Tuhan dapat dilakukan dengan melakuakn kegiatan yang berhubungan dengan akhlak kepada Tuhan salah satunya dengan melakukan ibadah dan doa. Sementara itu, Darmadi (2009) menyatakan bahwa metode bercerita merupakan bagian dari langkah guru mengenalkan anak kepada Tuhan. Pesan-pesan moral yang didapatkan dari metode bercerita diharapkan mampu membawa anak untuk lebih mengenal akan penciptanya. Langkah-langkah atau metode yang digunaka ini diharapkan dapat mengajarkan anak untuk lebih mengenal akan Tuhan sebagai pencipta dan sebagai maha pemberi kehidupan.

b. Menuntun Anak Menghargai Dirinya

Menuntun anak untuk menghargai dirinya sendiri merupakan salah satu hal yang erlu dilakukan guru dalam proses pembentukan moral anak. Berbagi motivasi, dorongan serta pujian dilakukan guru. Adanya kegiatan show and talend serta pujian yang diberikan oleh guru dan juga teman yang lain juga dapat membawa anak bisa

menghargai dirinya sendiri. Penelitian Prasetyaningsih (2009) menyebutkan bahwa guru menggunakan bentuk pujian dan motivasi kepada anak untuk menumbuhkan rasa percaya diri anak. Anak pada dasarnya mengharapkan input, masukan serta dorongan agar ia dapat mengembangkan dirinya. Ketika mereka merasa terpuruk dengan diri mereka, guru harus mampu mengangkat mereka. Ketika mereka merasa tidak mampu, guru harus bisa merangsang mereka dengan kata-kata yang membangun agar mereka tidak larut dengan kondisi mereka.

Anak perlu dibekali dengan prinsip bahwa ia memiliki sesuatu yang telah dianugerahkan Tuhan yang tentunya sama dengan orang lain. Anak perlu dirangsang dengan ungkapan bahwa ia adalah makluk yang memiliki arti, nilai serta kemampuan yang patut untuk dikembangkan untuk menjadi individu yang mandiri, bertanggung jawab serta memiliki prinsip yang kuat dalam menghadapi masa depannya. Anak perlu dibekali dengan kata serta tindakan yang akan membangkitkan semangat bahwa ia juga individu yang berpotensi. Hal-hal tersebut tentunya akan membuat anak menghargai dirinya sendiri sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mulia.

c. Menuntun Anak Bersikap terhadap Keluarga, Orang Lain, Teman, Masyarakat serta Alam Sekitar (Hewan dan Tumbuhan)

Seperti yang dikatakan dalam latar belakang bahwa pembentukan moral anak perlu dilakukan sejak dini sangatlah tepat mengingat fenomena kehidupan yang selalu berubah sesuai dengan tuntunan zaman. Anak bisa saja tidak akan menghargai orang tua dan menganggap orang tua hanyalah individu yang biasa. Anak bisa saja tidak menaruh rasa hormat dan penghargaan pada orang lain atau saudaranya sendiri karena tidak ada kesadaran yang benar-benar lahir dari hatinya. Anak bisa saja tidak menganggap temannya sebagai individu yang harus diajak berbagi karena pemahaman yang rendah akan pentingnya seorang sahabat. Anak pun tidak akan peduli terhadap lingkungan sekitarnya termasuk tumbuhan dan hewan karena tidak ada rasa kepedulian yang tertanam dalam dirinya.

Ketika kondisi ini dianggap sebagai masalah, di sinilah peranan guru diharapkan dan dibutuhkan. Guru harus jeli dalam menggunakan berbagai strategi yang tepat untuk menuntun anak. Awalnya anak perlu dituntun untuk memahami dan

menghargai siapa dirinya. Ketika ia mampu mengenal dirinya, bersyukur atas apa yang dimilikinya, tidak merasa minder, malu ataupun rendah diri, anak pun dapat menerapkan sikap-sikap tersebut kepada orang lain. Ketika pendekatan lewat pembicaraan tidak mempan, maka melibatkan anak secara langsung akan lebih bermanfaat. Seperti istilah yang mengatakan “Tell me and I forget, show me and I

remember and involve me and I understand.” Ketika anak secara langsung

mengambil bagian dalam mempraktekkan sesuatu, hal tersebut akat terus berbekas dalam benaknya dan akan selalu dilakukan dalam kehidupannya.

Sebagai contoh, ketika anak membuat masalah ia perlu dinasehati dan ditegur. Namun, cara lain adalah meminta dia untuk menyelesaikan masalah tersebut baik melalui tuntunan guru atau menyelesaikannya sendiri. Ketika anak misalnya bertengkar dengan temannya dan ia dengan besar hati mau menghampiri temannya dan meminta maaf, hal tersebut akan membawa suatu makna yang besar dalam proses pembentukan moralnya. Jika anak mau merawat, menyiram tanaman, atau memberi makan hewan sendiri, ia telah mempraktekan suatu sikap kepedulian yang tinggi terhadap alam sekitarnya. Menurut Darmadi (2009) guru dapat menggunakan metode bermain, bercerita, bercakap-cakap dan pemberian tugas sebagai langkah untuk membentuk moral anak.

Meskipun menuntun anak untuk menghargai dan menghormati individu lain serta alam sekitar membutuhkan proses yang panjang, tetapi keberhasilan proses tersebut akan melahirkan individu-individu yang bermoral serta berakhlak mulia. Tentunya banyak pengaruh yang akan mempengaruhi anak seiring pertumbuhannya. Namun, suatu kebiasaan yang baik yang tertanam sejak kecil dalam diri anak pastinya akan terus dipegang terus-menerus dan menjadi pedoman bagi anak dalam bersikap. Oleh karena itu, mengarahkan, menasehati, menyampaikan pesan-pesan moral, melakukan kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada perkembangan moral serta melibatkan anak dalam mempraktekan perilaku-perilaku positif akan sangat membantu dalam membentuk pribadi anak yang mau menghargai dan menghormati orang lain serta alam sekitar.

d. Cara Menuntun atau Mengubah Sikap Anak yang Negatif

Mendekati, berbicara dengan anak dan meminta anak berdoa bisa membawa dampak positif bagi anak ketika ia melakukan kesalahan. Dengan mendekatinya dan mengajak bicara secara perlahan, ada ikatan emosional yang tinggi yang bisa dirasakan oleh anak sehingga ia merasa nyaman untuk mengakui kesalannya. Anak dapat dengan bebas mengungkapkan apa yang memotivasinya sehingga melakukan hal negatif. Hal tersebut tentunya akan membangkitkan jiwa anak yang mau dengan lapang mengakui perbuatannya.

Selain itu, teguran, peringatan serta nasehat juga sangat penting dan harus terus-menerus dilakukan. Ketika anak melakukan kesalahan, guru tidak boleh membiarkan sehingga hal tersebut bertumbuh menjadi kebiasaan. Teguran ataupun peringatan kepada anak dapat memberi efek jera untuk tidak mengulangi perbuatan negatif. Porsi anak dalam hal bimbingan tentunya tidak bisa disamakan dengan porsi orang dewasa. Anak membutuhkan teguran, nasehat serta bimbingan yang lunak bukan dengan cara yang keras. Sementara itu, memberi kesempatan untuk menyelesaikan persoalannya sendiri juga merupakan salah satu hal yang perlu dilakukan. Dalam kondisi ini, anak dilatih untuk mandiri, bertanggung jawab dan percaya diri, berani mengakui kesalahannya serta berjiwa besar dalam menyelesaikan persoalan. Ketika anak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri, maka ia telah belajar untuk menyelesaikan persoalan yang lebih besar dan kompleks seiring perkembangan usiannya. Anak dilatih untuk tidak bergantung pada orang lain tetapi belajar serta berani mengambil langkah untuk menyelesaikan. Hal ini pun berdampak positif kepada anak di mana ia tidak akan mengulangi hal yang sama.

Dari gambaran di atas dapat disimpulkan bahwa guru sebagai pembimbing harus mampu menentukan sikap serta mengambil langkah yang akurat dalam mengatasi anak yang suka melakukan hal negatif. Namun, pengambilan sikap harus benar-benar memberi dampak positif bagi perkembangan mental serta moral anak tanpa merugikan anak itu sendiri. Anak pasti berubah asalkan langkah yang dilakukan memiliki efek yang positif baginya.

4.3.3. Hambatan dalam Pembentukan Moral

Setiap hambatan yang dialami oleh guru menjadi bagian dari proses yang dialami dalam usahanya membentuk moral anak. Salah satu kendala yang dihadapi adalah dari kepribadian anak itu sendiri. Terkadang anak memiliki keunikan-keunikan tersendiri yang perlu mendapat perhatian khusus dari guru. Keunikan-keunikan sifat bawaan anak menjadi bagian tersendiri yang harus dihadapi. Hartman dalam Prasetyaningsih (2009) menyatakan bahwa setiap anak lahir dengan rangkaian sifat-sifat kepribadian yang unik. Tentunya sikap-sikap yang ada pada anak sejak lahir baik itu yang baik maupun yang tidak perlu menjadi perhatian bagi setiap orang yang menjadi bagain dari proses perkembangan mereka. Sifat baik pada anak tentunya perlu untuk dipertahankan namun sikap yang kurang baik harusnya menjadi bagian dari tugas orang dewasa dalama hal ini guru untuk mengurangi bahkan

Dokumen terkait