• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selain kedua peran guru sebelumnya dalam bagian ini akan dibahas peran yang ketiga yaitu guru sebagai pembimbing. Peran ini dititikberatkan pada bagaimana upaya guru untuk mengajarkan dan menuntun anak untuk berperilaku baik dalam hubungannya secara vertikal maupun horizontal. Mengingat guru sebagai tokoh yang

paling dekat dengan anak dalam lingkungan pendidikan, tentu saja guru harus berperan aktif dalam membimbing, mengarahkan serta menerapkan tindakan-tindakan yang patut anak lakukan dalam kehidupannya khususnya dalam memantapkan perkembangan moralitasnya. Anak dilatih, dididik dan dibimbing untuk menjadi individu yang siap menghadapi masa depannya dengan label individu yang bermoral, berakal budi serta berakhlak mulia. Oleh karena itu, berikut ini akan dibahas bentuk-bentuk pembimbingan yang dilakukan guru terutama berhubungan dengan pembentukan moral anak.

a. Tindakan Guru untuk Mengenalkan Anak pada Tuhan

Mengenalkan anak pada Tuhan merupakan hal yang paling penting yang patut dilakukan guru. Anak perlu diarahkan untuk mengenal lebih dekat siapa Sang Pencipta sehingga hidupnya benar-benar berkembang dalam tuntunanNya. Pada poin ini, semua partisipan memberi jawaban yang sama yaitu melalui kegiatan berdoa, ibadah bersama dan pemberian firman Tuhan. Kegiatan rutin yang selalu dilakukan yaitu berdoa pagi di kanopi sekolah, adanya pembelajaran rohani setiap hari Sabtu juga menjadi bagian dari kegiatan yang bertujuan mengenalkan anak pada Tuhan. Melalui kegiatan-kegiatan tersebut, anak diharapkan lebih dekat dengan Tuhan, mengasihi, menyanyangi, menghargai dan saling menolong dengan teman. Selain itu, anak mampu bersyukur karena tuntunan Tuhan serta terus menerapkan apa yang diinginkan Tuhan dalam hidupnya. Berikut adalah jawaban representaif dari para partisipan

“Yang saya lakukan jadi setiap kita mau memulai kegiatan kita berdoa dulu. Terus kita juga memberikan firman Tuhan atau cerita Firman Tuhan dari itu kita akan membawa anak-anak itu ya dia bisa mengenal akan Tuhan, mengenal kasih Tuhan.” (P1, 11 April 2016)

“Kalau pagi itu setiap hari itu kami kaitan kegiatan dengan pembelajaran untuk mengenal Tuhan. Jadi ada doa bersama sebelum masuk ke sentra, doa Bapa Kami di Kanopi. Kemudian ada pelajaran Rohani di hari Sabtu.” (P2, 13 April 2016)

“Dalam membimbingnya, selalu dikaitkan dengan kegiatan sehari-hari misalnya kita kaitkan dengan cerita Firman Tuhan, misalnya belajar

bersyukur kalau sudah selesai melaksanakan tugas. Tujuannya agar ya tadi bisa mengenal Tuhan lewat cerita dan bagaimana bisa menerapkan dalam kehidupan anak-anak apa yang di ingginkan Tuhan itu.” (P3, 21 April 2016)

Adanya kegiatan-kegiatan yang dirancang oleh partisipan di dalam kelas yang berkaitan dengan pengenalan akan Tuhan. Kegiatan-kegiatan tersebut dibuat dan dikaitkan dengan kegiatan setiap hari di sekolah. Mengaitkan tema dengan ajaran agama juga dilakukan oleh guru dalam mengenalkan anak kepada Tuhan. Partisipan juga mengaitkan nilai-nilai moral yang ada dengan cerita Alkitab. Karakter-karakter atau tokoh-tokoh yang ada dalam Alkitab juga sering kali dipakai oleh partisipan dalam pembentukan moral anak. Lagu-lagu rohani juga digunakan untuk mengenalkan anak pada Tuhan sebab lagu rohani dianggap menarik untuk dilakukan. Hal ini ditambahkan oleh partisipan P2 dan P3 dengan kutipan sebagai berikut

Biasanya di awal kegiatan itu kami mengaitkan sedikit tema dengan ajaran agama terkhusunya ajaran Kristen. Adanya cerita-cerita kami kaitkan dengan ajaran Tuhan misalnya cerita-cerita alkitab. Sehingga karaker-karakter atau tokoh-tokoh Alkitab itu kan ada, jadi dapat kita berikan dan beritahukan pada anak.” (P2, 13 April 2016)

“Tentunya kami gunakan lagu-lagu rohani yang lebih menarik bagi anak. Bagi saya itu tindakan mengenalkan anak pada Tuhan.” (P3, 21 April 2016)

Selain itu partisipan tambahan juga menggungkapkan bahwa ada beberapa program dan kegiatan rutin yang selalu dilakukan oleh para guru. Dengan adanya kegiatan berdoa bersama di kanopi dan juga adanya kegiatan mendengar cerita di dalam kelas setiap hari serta menyanyikan lagu-lagu rohani sebelum masuk kelas merupakan langkah guru dalam membimbing anak mengenal Tuhan. Selain itu, sebelum masuk ke kelas, bisanya pada beberapa hari tertentu yang sudah ditetapkan, guru bisanya menyetel lagu-lagu rohani sebeluma anak-anak berkumpul dikanopi. Kemudian dengan adanya program sekolah di mana setiap hari Sabtu diadakan berdoa bersama dan adanya lomba-lomba misalnya menghafal ayat alkitab yang diselenggarkan oleh sekolah dalam hari-hari keagamaan juga merupakan

bentuk-bentuk kegiatan yang dapat mengenalkan anak pada Tuhan. Hal ini dinyatakan P0 dalam kutipan pernyataan berikut

“Bimbingan yang dilakukan guru itu setiap hari mendengar cerita firman Tuhan, lalu untuk TK A dan TK B itu setiap sabtu diadakan ibadah kemudian, mendorong untuk anak-anak datang ke sekolah minggu di gereja masing-masing kemudian ada kegiatan-kegiatan seperti pada saat memperingati hari paskah, natal begitu misalnya, kita adakan lomba menghafal ayat, lomba menyanyi lagu-lagu rohani, oiya di kelas atau di kanopi juga biasanya ada 3-4 lagu rohani yang di nyanyikan sebelum masuk lagu dengan tema tertentu yaa. Kemudian setiap hari, selasa, jumat dan sabtu kita stel lagu rohani di sekolah.” (P0, 29 April 2016)

Data yang dikumpulkan dari observasi atau pengamatan, peneliti menemukan bahwa semua partisipan menggunakan bentuk-bentuk kegiatan yang berkaitan dengan spiritual atau rohani. Hal ini ditunjukan dengan adanya kegiatan berdoa yang dilakukan setiap hari sebelum dan sesudah melakukan kegiatan. Selain itu ada juga kegiatan yang dilakukan setiap hari Sabtu di mana anak-anak bersama-sama melakukan ibadah bersama. Menggunakan lagu-lagu rohani saat berdoa di kanopi juga digunakan oleh para partisipan dalam mengenalkan anak akan Tuhan. Sementara itu, cerita-cerita alkitab yang sederhana digunakan setiap hari sebelum guru masuk dalam pembelajaran sesuai tema. Cerita-cerita yang ada disesuaikan dengan tema yang sedang dipelajari.

Berdasarkan hasil dokumentasi dalam RKH (Rencana Kegiatan Harian) dan RKM (Renacana Kegiatan Mingguan) terdapat rencana-rencana kegiatan yang dijalankan dalam setiap harinya. Kegiatan berdoa dilakukan 3 kali dalam satu hari yang terbagi dalam berdoa pagi di kanopi, berdoa sebelum makan dan berdoa sebelum pulang. Selain itu, cerita alkitab selalu didahulukan sebelum masuk dalam pembahasan tentang tema. Terdapat juga beberapa lagu yang sudah disiapkan didalam RKM dan RKH yang disesuaikan dengan tema yang ada (lampiran 6). Sementara itu, program semester yang disusun oleh guru juga menjadi acuan bagi guru untuk mengadakan bentuk-bentuk kegiatan yang dapat mengenalkan anak

kepada Tuhan sebagai bagian dari pembentukan moral (lampiran 6). Hal ini menjadi bukti bahwa guru memang melakukan pembimbingan kepada anak-anak untuk mengenalkan mereka kepada Tuhan dalam kegiatan-kegiatan yang menyenangkan dan terprogram sebagai bentuk tugasnya dalam membimbing pembentukan moral anak.

Kutipan-kutipan dan data di atas memberi gambaran mengenai betapa pentingnya doa serta firman Tuhan bagi perkembangan anak. Untuk memahami siapa sang pencipta dan apa kehendakNya, doa serta mempelajari firman Tuhan merupakan senjata yang ampuh dan langkah yang tepat. Sebagai manusia, kita tidak terlepas dari sentuhan Sang Pencipta yang terus berkarya dalam hidup kita untuk menjadikan kita menjadi pribadi-pribadi yang kuat dan berakhlak. Dalam hubungannya dengan anak, doa serta firman Tuhan sedapat mungkin berakar dan menjadi pedoman hidup. Melalui doa, lagu-lagu rohani dan firman Tuhan, anak dapat membangun relasinya secara pribadi dengan Tuhan. Mereka akan secara langsung mengenal serta memahami maksud serta tujuan Tuhan dalam menjalani hidup.

b. Menuntun Anak Menghargai Dirinya

Selain membimbing anak mengenal Tuhan, anak juga perlu dibimbing untuk menghargai dirinya sendiri. Hal tersebut dilakukan agar anak tidak merasa disepelehkan, minder atau merasa rendah diri dalam segala situasi. Anak akan menganggap dirinya berarti dan kehadirannya adalah anugerah terindah dari yang Maha Kuasa.

Berhubungan dengan kondisi ini, beberapa hal diungkapkan oleh partisipan mengenai cara mereka menuntun anak mengahargai dirinya. Hampir semua partisipan melakukan hal ini dengan memberi motivasi, pujian ataupun dorongan dengan menggunakan kata-kata positif. Tujuan pemberian dukungan tersebut adalah untuk membangun rasa percaya diri anak sehingga anak tidak merasa minder dengan keadannya. Anak dapat menjadi pribadi yang belajar untuk bertanggung jawab, mandiri, bersemangat serta disiplin. Selain itu, ketika anak sudah mampu menghargai

dirinya dengan baik, ia pun akan mampu menghargai orang lain dengan porsi yang sama. Ungkapan-ungkapan tersebut dapat dilihat pada kutipan partisipan berikut:

“Saya akan membawa dia untuk mengatakan bahwa kamu itu bisa, kamu itu pandai, kamu itu anak Tuhan dan kamu pintar, kamu bisa jadi kamu tidak usah takut dengan apa yang sudah kamu lakukan. Alasannya supaya anak itu tidak minder kepada teman, guru dan lebih percaya pada dirinya. (P1, 11 April 2016)

“Terus memberikan kata-kata positif pada anak tersebut. Jadi misalnya kita ajak anak-anak lain untuk ikut memberi suport atau dukungan pada anak tersebut. Dengan menghargai dirinya, anak belajar untuk bertanggung jawab, mandiri, disiplin, dan bersemangat.” (P2, 13 April 2016)

Selain memberikan semangat, pujian maupun dorongan, partisipan 3 juga menyatakan bahwa dia menggunakan kegiatan show and talend di mana setiap kali anak-anak mengakhiri sebuah tugas yang diberikan kegiatan ini digunakan untuk memberikan kesempatan pada anak menunjukan kepada guru maupun teman-teman yang lain hasil karya yang telah dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan sebuah kepercayaan diri pada anak selain itu anak-anak yang lain juga belajar bagaimana memberikan penilaian kepada hasl dari kerja temannya, mereka belajar menghargai hasil karya orang lain. Setiap tugas yang telah dikerjakan oleh anak ada timbal balik yang dilakukan oleh guru di mana guru memberikan penilaian-penilaian misalnya memberi gambar binang atau smile yang bermakna bahwa guru menghargai apa yang telah dilakukan oleh anak dan anakpun belajar menghargai apa yang telah dia kerjakan. Hal tersebut diungkapkan dalam pernyataan berikut

“Terkadang melakukan misalnya kalau hasil karyanya sudah jadi ada kegiatan show and talend begitu. Anak-anak menunjukan hasilnya kepada teman-temannya. Kemudian minta anak-anak yang lain memberi aplouse supaya mereka bisa percaya diri. Selain itu menghargai dengan memberi bintang pada anak dilembar tugasnnya kalau dia berhasil mengerjakan sendiri tugas, begitu” (P3, 21 April 2016)

Pernyataan tersebut juga ditambahkan oleh partisipan tambahan di mana beliau menyatakan bahwa cara guru membimbing anak untuk dapat menghargai dirinya sendiri yaitu dengan tidak memberikan kata-kata negatif misalnya tidak mencelah anak yang bertujuan untuk memotivasi anak dan menumbuhkan rasa kebanggan pada diri anak. Hal-hal tersebut terkutip dalam kutipan berikut

“Untuk menumbuhkan itu yang pertama yang saya lihat adalah guru tidak mencelah dan menggunakan kalimat-kalimat pujian. Kemudian ada sesi di kegiatan sebelum penutup di mana anak mempresentasikan hasil karya yang telah di buat. Biasanya di kelas-kelas guru melakukan itu. Maka otomatis menumbuhkan kebanggaan dirinya dan dilatih untuk menghargai diri sendiri.” (P0, 29 April 2016)

Menuntun anak menghargai dirinya sendiri tentunya berdampak positif terhadap anak itu sendiri. Banyak anak yang merasa malu, minder bahkan takut untuk melakukan sesuatu di hadapan teman dan gurunya karena banyak faktor yang tentu saja mempengaruhi. Faktor lingkungan, keluarga bahkan diri pribadi sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian anak yang membuat mereka merasa rendah diri dan tidak mampu seperti yang lain. Hal inilah yang membuat rasa penghargaan terhadap diri sendiri berkurang.

Menurut hasil observasi, guru memberikan bentuk pembimbingan kepada anak untuk menghargai dirinya sendiri dengan memberikan metode pemberian tugas kepada anak. Dengan ini banyak nilai-nilai moral atau karakter yang bisa diambil dari kegiatan tersebut. Adanya madding di setiap kelas memberikan kesempatan pada anak untuk melihat hasil karya yang dilakukan oleh anak-anak sehingga rasa bangga dan menghargai dirinya tebentuk. Selain itu, peneliti menemukan bahwa ketika memberikan tugas kepada anak, guru juga sering menggunakan kalimat-kalimat positif misalnya guru memberikan semangat berupa sepengal kalimat “bu guru

senang loh kalau pekerjaannya selesai” atau kalimat-kalimat lain yang bernada positif sehingga anak dapat bertanggung jawab menyelesaikan tugas yang diberikan. Hal ini memnang dilakukan oleh semua partisipan. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa ada kegiatan yang dilakukan oleh semua partisipan di mana anak

diberi kesempatan mempresentasikan hasil kerja yang mereka buat sebagai bentuk dari hasil karyanya di akhir sebelum kegiatan inti berakhir. Semua ini dilakukan dan sesuai dengan pernyataan P3 dan P0 yang menyatakan bahwa ada kegiatan show and talend yang dilakukan guru.

Sementara itu, data yang dilihat dalam dokumentasi (lampiran 6) juga membuktikan bahwa ada kegiatan mengulas kembali kegiatan yang dilakukan oleh anak setelah mengerjakan tugas. Kegiatan tersebut selain untuk menggingatkan kembali apa yang dipelajari anak, anak juga diberi kesempatan untuk mempresentasikan apa yang telah dibuatnya pada hari tersebut. Kemudian terdapat juga kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pemberian tugas dan unjuk kerja kepada anak dan bertujuan untuk membentuk karakter moral anak yang disusun oleh guru sebagai bagian dari tujuan pembelajaran setiap harinya.

c. Menuntun Anak Bersikap terhadap Keluarga, Orang Lain, Teman, Masyarakat serta Alam Sekitar (Hewan dan Tumbuhan)

Kehidupan anak tentunya tidak terlepas dari keluarga serta orang lain. Seorang anak tentu saja bertumbuh bersama orang tuanya, saudaranya, keluarga yang lain, bahkan orang lain disekitarnya. Dalam kehidupan sehari-hari, penting bagi anak untuk memperhatikan cara berpikir, berkata serta berperilaku. Hal ini dikarenakan, seorang anak akan dinilai seberapa tingginya kualitas moral yang dimilikinya dilihat dari cara hidup serta kebersamaannya dengan orang-orang disekitarnya. Untuk itulah, peran guru sangat diharapkan dalam membentuk moral anak khususnya ketika berada di dunia sekolah.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di TK Kristen 03 Eben Haezer, Salatiga, terdapat berbagai upaya yang dilakukan oleh para guru khususnya dalam membentuk moral anak. Hal tersebut dilakukan untuk mendidik anak tentang bagaimana menghargai orang tua, saudara, teman bahkan orang lain di sekitar anak. Upaya-upaya tersebut terlihat dari peran para guru lewat berbagai tindakan.

Dalam rangka menanamkan bagaimana bersikap kepada orang tua seperti ayah, ibu, kakek, nenek serta orang yang lebih tua lainnya, guru menuntun anak dengan cara mengingatkan mereka tentang bagaimana menghargai atau menghormati orang tua. Hal ini dilakukan dengan cara mencium tangan orang tua, dan tidak lupa memberi atau mengucapkan salam. Kemudian dengan memasukan kegiatan-kegiatan yang menarik saat tema keluarga misalnya menulis (menggambar) surat untuk keluarga. Hal ini bertujuan agar anak-anak dapat bersikap baik kepada orang tua atau keluarganya. Hal ini diungkapkan oleh partisipan P1 dan P2 dalam kutipan sebagai berikut

“Mengingatkan agar anak menghargai dan menghormati orang tua, misalnya jangan lupa mencium tangan orang tua, bukan cuman ayah dan ibu, tapi semua orang yang lebih tua darinya dan tidak lupa mengucapkan salam serta menggunakan tema-tema keluarga untuk membimbing mereka.” (P1, 11 April 2016)

“Menghargai tidak, dengan tidak jemu-jemu menggingatkan, anak-anak di rumah itu harus menghargai orang tua, yang mananya orang tua itu bukan hanya ayah dan ibu tapi ada kakak, ada mbah yang membantu ibu, ada kakek, nenek, bibi, paman itu adalah orang tua. Dan itu biasanya lebih kegiatan-kegiatan saat tema keluarga misalnya ada tema alat komunikasi jadi kami membuat kegiatan anak menulis surat kepada siapa saja anggota keluarganya.” (P2, 13 April 2016)

Selain itu, memberi pesan-pesan moral kepada anak atau cerita-cerita yang .mengandung unsur moral, memberi penguatan atau pengarahan kepada anak sebelum mereka pulang, Melakukan kegiata-kegiatan yang mengandung nilai moral misalnya puisi-puisi pendek atau sajak. Semuanya dimasukan kedalam kegiatan-kegiatan harian yang dilakukan di sekolah setiap harinya. Hal-hal tersebut di atas dilakukan dengan tujuan untuk menumbuhkan rasa simpati dan empati anak, membuat anak untuk menghargai serta memiliki rasa toleransi, mengembangkan jiwa menyayangi serta membantu anak berperilaku baik bagi orang yang lebih tua. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh partisipan P3 dalam kutipan pernyataan sebagai berikut

“Mengajak anak untuk selalu menyalami orang tua ketika diantar atau dijemput dan itu bisa melalui cerita, kita cerita di kelas pasti ada cerita lebih di masukan dalam kegiatan-kegiatan yaa, jadi misalnya ada

pesan-pesan sebelum anak-anak pulang. Kemudian biasanya dengan sajak atau puisi-puisi pendek yang punya makna yaa tentang misalnya keluarga, nah itu biasannya kami masuk lewat itu, agar anak bisa untuk menghargai orang tuanya” (P3, 21 April 2016)

Sementara itu, untuk menuntun anak bersikap pada saudara (kakak atau adik) dilakukan dengan beberapa cara. P1 mengharuskan anak agar bisa berbagi dan sopan ketika memanggil kakak atau adik. P2, P3, menyatakan bahwa menuntun anak dengan melakukan pendekatan bercerita dan berdiskusi atau bercakap-cakap mengenai kebiasaan mereka dirumah ketika bersama saudara. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan rasa kasih sayang dan menanamkan kepada mereka bahwa manusia adalah makluk yang tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain.

“Dengan kakak adiknya misalnya dia harus mau berbagi. Kemudian bagaimana dia memanggil bukang langsung menyebut nama tapi dengan sebutan kakak atau adik atau mas atau mbak sehingga lebih sopan.” (P1, 11 April 2016)

“Saya kaitkan dengan tema atau dengan metode bercerita atau misalnya memberikan kesempatan pada anak untuk menceritakan keadaanya di rumah, jadi mereka bisa menceritakan atau bercakap-cakap tentang kondisi mereka di rumah, yang biasa saya lakukan, karena semua harus masuk pada kegiatan anak setiap hari itu.” (P2, 13 April 2016)

“Demikian juga kepada adik atau kakanya ya, dengan bercerita, kemudian adakan diskusi dengan anak supaya dia bisa bercerita juga apa saja yang dilakukan dirumah ketika dengan saudaranya.” (P3, 21 April 2016)

Menurut partisipan tambahan (P0) para partisipan dalam membimbing anak untuk bersikap terhadap keluarga hasilnya tentu tidak dapat terlihat langsung oleh guru karena berkaitan dengan keadaan anak dirumah sehingga dengan adanya buku konsultasi, sehingga guru dapat berkomunikasi dengan para orang tua bagaimana perilaku anak di rumah kemudian guru juga menuntunya lewat tema-tema tertentu yang berkaitan dengan keluarga yang diitergrasikan ke dalam kegiatan-kegiatan di dalam kelas misalnya bercerita, puisi-puisi singkat. Berikut merupkan pernyataan representative dari P0

“Ada buku konsultasi yang kita bagikan ke anak-anak agar guru ketahui bagaimana anak di rumah. Kemudian lewat tema-tema keluarga. Biasanya diintergrasikan dalam kegiatan-kegiatan ya misalnya ada dengan tema-tema tertentu. Kemudian ya dengan bercerita, puisi-puisi singkat.” (P0, 29 April 2016)

Berdasarkan hasil pengamatan menggunakan panduan observasi yang ada, partisipan membuktikan bahwa sebelum masuk ke gerbang sekolah partisipan memberi kesempatan pada anak untuk berpamitan kepada orang tua. Hal ini jelas menunjukan bahwa bentuk pembimbingan yang dilakukan oleh guru langsung dan secara praktis dilakukan, begitu juga ketika anak-anak pulang. Selain itu, peneliti juga menemukan bahwa ada kegiatan mendengar pesan sebelum pulang yang diberikan oleh partisipan sebeluma ank-anak meninggalkan kelas. Hal ini berkaitan dengan perilaku anak ketika dirumah. Terdapat beberapa bentuk kegiatan seperti bersyair, berpuisi yang dilakukan oleh guru meskipun kegiatan-kegiatan tersebut tidak berkaitan dengan tema keluarga atau diri sendiri tetapi berdasarkan kegiatan yang peneliti lihat, hal ini menjadi begitu menyenangkan bagi anak dan sekaligus memberikan dampak positif bagi anak dalam pembentukan moral mereka.

Anak juga diajarkan untuk menghargai teman sebayanya sebagai wujud bersosialisasi. Mereka tidak bisa terlepas dari kehidupan bersama teman karena temanlah yang memahami dunia mereka ketika belajar ataupun bermain bersama. Hal yang diajarkan guru di TK Kristen 03 Eben Haezer, Salatiga untuk membentuk mereka bersikap pada teman adalah mendamaikan mereka ketika bertengkar dan melatih mereka mencari jalan keluar penyelesaian masalah dengan memberi mereka kesempatan menyelesaikan masalahnya. Hal ini dikatakan oleh P1. Sementara itu P2 menyatakan bahwa menggunakan kegiatan dengan metode estafet, menghargai teman, tolong menolong, gotong royon yang bertujuan agar anak-anak belajar melayani orang lain terlebih dahulu dalam konsep yang lebih nyata. Sedangkan kegiatan-kegiatan seperti bercerita, diskusi kelompok yang di dalamnya terdapat unsur moral adalah cara lain yang digunakan oleh P3. Berikut pernyataan representative dari partisipan-partisipan tersebut.

“Mempertemukan anak yang berantem ini. Nah kita akan mencari tahu mengapa sehingga mereka berkelahi, meminta maaf kepada temannya beri kesempatan dulu pada anak untuk menyelesaikannya.” (P1, 11 April 2016)

“Kegiatan dengan model estafet mengandung banyak nilai kerja sama, sabar, sayang kepada teman dengan cara membantu, menghargai teman, tolong menolong, gotong royong. Anak-anak belajar melayani orang

Dokumen terkait