BAB II : PERAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN HUKUMAN
B. Peran Hakim Pengawas dan Pengamat di Dalam
Jatuhnya vonis terhadap terdakwa tindak pidana narkotika berlanjut kepada pengawasan dan pengamatan oleh hakim di lembaga permasyarakatan ataupun di lembaga rehabilitasi. Di dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1997, ada ketentuan yang mengaturnya, antara lain :
32
Pasal 52
1. Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan yang berhubungan dengan narkotika
2. Pembinaan sebagaimana yang di maksud dalam ayat (1) meliputi upaya : a. Memenuhi ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanaan kesehatan
dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan
b. Memcegah dan memberantas segala bentuk penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
c. Mencegah pelibatan anak di bah umur dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
d. Mendorong dan meninjang kegiatan penelitian dan/atau pengembangan teknologi di bidang narkotika guna kepentingan pelayanan kesehatan; dan e. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi pecandu narkotika baik
yang diselenggarakan oleh Pemerintah maupun masyarakat. Pasal 55
1. Pemerintah melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang berhubungan dengan narkotika
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tata tertib pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan peraturan pemerintah
Sebagai lembaga hukum yang baru, maka keberadaan hakim pengawas dan pengamat memerlukan perhatian dan pemikiran mengenai penerapannya, manfaatnya, pengaturannya dalam KUHAP, peraturan pelaksanaan lebih lanjut serta bentuk dari peraturan pelaksanaan tersebut.
Dalam Pasal 54 dan 55 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Penjelasannya dirumuskan tentang hakim pengawas dan pengamat sebagai berikut :
Pasal 54 menyebutkan sebagai berikut :
(1) Pelaksanaan putusan Pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh Jaksa.
(2) Pelaksanaan putusan Pengadilan dalam perkara Perdata dilakukan oleh Panitera dan Juru Sita dipimpin oleh Ketua Pengadilan.
(3) Dalam pelaksanaan putusan Pengadilan diusahakan supaya perikemanusiaan dan perikeadilan tetap terpelihara.
Selanjutnya dinyatakan dalam Pasal 34, bahwa pelaksanaan putusan diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan Pasal 55 ayat (2) mengenai “pengawasan” terhadap pelaksanaan putusan pengadilan yang menyatakan, ketua pengadilan wajib mengawasi pelaksaaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Kedua pasal besar beserta penjelasannya menunjukkan pengaturan tentang pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana, yang harus diusahakan supaya terpelihara perikemanusiaan dan perikeadilan dan dapat diatur lebih lanjut dengan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya tersedia suatu ayat khusus yaitu tentang pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana, yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri.
Apabila eksekusi masih dilaksanakan oleh jaksa, pengawasan eksekusi, yang dahulu diletakkan dalam garis vertikal dimana Jaksa Agung sebagai pengawas tertinggi, sesudah Undang-undang Pokok Kehakiman tersebut dialihkan pada garis horizontal, dimana Ketua Pengadilan dan Mahkamah Agung sebagai pengawas tertinggi.
Dalam KUHAP tentang eksekusi diatur dalam pasal 270 sampai dengan Pasal 276, sedangkan pengawasan dan pengamatan eksekusi tersebut diatur dalam Bab XX Pasal 277 sampai dengan Pasal 283, yang dengan demikian merupakan penerapan dari Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman Pasal 54 dan Pasal 55
Pelaksanaan pengawasan dan pengamatan yang dilakukan oleh hakim pengawas dan pengamat sebagaimana diatur dalam KUHAP adalah sebagai berikut :
Pasal 277 KUHAP menyebutkan :
(1) Pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan pidana perampasan kemerdekaan.
(2) Hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang disebut hakim pengawas dan pengamat, ditunjuk oleh ketua pengadilan untuk paling lama dua tahun.
Pasal 278 KUHAP menyebutkan :
Jaksa mengirimkan tembusan berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang ditandatangani olehnya, kepala lembaga pemasyarakatan dan terpidana, kepada pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama dan panitera mencatat dalam register pengawas dan pengamatan.
Pasal 279 KUHAP menyebutkan :
Register pengawasan dan pengamatan sebagaimana tersebut pada pasal 278 wajib dikerjakan, ditutup dan ditandatangani oleh panitera pada setiap hari kerja dan untuk diketahui ditandatangani juga oleh hakim sebagaimana dimaksud dalam pasal 277.
Pasal 280 KUHAP menyebutkan :
(1) Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengawasan guna memperoleh kepastian bahwa putusan pengadilan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
(2) Hakim pengawas dan pengamat mengadakan pengamatan untuk bahan penelitian demi ketetapan yang bermanfaat bagi pemidanaan, yang diperoleh bagi perilaku narapidana atau pembinaan lembaga pemasyarakatan serta pengaruh timbal balik terhadap narapidana selama menjalani pidananya.
(3) Pengamatan seabgaimana dimaksud dalam ayat (2) tetap dilaksanakan setelah terpidana selesai menjalani pidananya.
(4) Pengawasan dan pengamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 277 berlaku pula bagi pemidanaan bersyarat.
Pasal 281 KUHAP menyebutkan :
Atas permintaan hakim pengawas dan pengamat kepada lembaga pemasyarakatan menyampaikan informasi secara berkala atau sewaktu-waktu tentang perilaku narapidana tertentu yang ada dalam pengamatan hakim tersebut.
Pasal 282 KUHAP menyebutkan :
Jika dipandang perlu demi pendayagunaan pengamatan, hakim pengawas dan pengamat dapat membicarakan dengan kepala lembaga pemasyarakatan tentang cara pembinaan narapidana tertentu.
Pasal 283 KUHAP menyebutkan :
Hasil pengawasan dan pengamatan dilaporkan oleh hakim pengawas dan pengamat kepada ketua pengadilan secara berkala.
Dalam perkembangannya perubahan Undang-undang Dasar 1945 telah membawa perubahan penting terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman, sehingga Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Ketentuan Kehakiman telah dirubah dengan undang-undang Nomor 35 tahun 1999 dimana perlu dilakukan penyesuaian dengan perubahan yang dilakukan pada Undang-undang Dasar 1945. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka disusun Undang-undang tentang Kekuasaan Kehakiman.
Pelaksanaan Putusan Pengadilan selanjutnya diatur pula dalam Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pada Bab V Pasal 54, dimana disebutkan sebagai berikut :
(1) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara pidana dilakukan oleh jaksa.
(2) Pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan
(3) Putusan pengadilan dilaksanakan dengan memperhatikan nilai kemanusiaan dan keadilan.
Kriteria bagi Hakim Pengadilan Negeri untuk dapat ditunjuk menjadi hakim pengawas dan pengamat tidak didasarkan pada peraturan tetapi didasarkan pada kebijakan dari ketua pengadilan negeri. Pengaturan tentang pemilihan dan pengangkatan hakim pengawas dan pengamatan juga diatur sangat terbatas dalam KUHAP. Dasar pertimbangan yang umum diterapkan oleh ketua pengadilan negeri untuk menentukan kelayakan seorang hakim untuk ditunjuk menjadi hakim pengawas dan pengamat, yaitu dipilih dari para hakim sendiri, memiliki jiwa kepemimpinan, tertarik pada masalah-masalah sosialisasi, berjiwa besar dan dapat melakukan koordinasi dengan instansi lain, memiliki wawasan dalam bidang hukum, memahami pelaksanaan pidana dan memahami masalah pemasyarakatan.
Pada umumnya para hakim akan diberi kesempatan secara bergilir untuk menjadi hakim pengawas dan pengamat, agar para hakim memiliki pengalaman dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Peraturan perundang-undangan yang menjadi pedoman bagi para hakim pengawas dan pengamat dalam melaksanakan tugas pengawasan dan pengamatan yaitu sebagaimana yang diatur dalam Bab XX pasal 277 sampai dengan Pasal 283 KUHAP, dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 7 tahun 1985 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat, dan petunjuk-petunjuk dari Pengadilan Tinggi.
Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, khususnya yang menyangkut Bab XX Pasal 277 sampai dengan Pasal 283, Mahkamah Agung belum pernah mengeluarkan petunjuk tentang pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat, yang memiliki sifat berkaitan erat dengan tugas teknis hakim. Padahal ketentuan soal hakim pengawas dan pengamat itu merupakan hal baru dalam perundang-undangan nasional kita, yang oleh karenanya masih memerlukan pentunjuk-petunjuk lebih lanjut.
Sehubungan dengan itu Mahkamah Agung telah berusaha mengumpulkan data-data tentang pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat, baik dari mereka yang sejak berlakunya Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 telah melakukan tugas sebagai hakim pengawas dan pengamat di pengadilan-pengadilan negeri di Indonesia, maupun dari Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departeman Kehakiman (vide suratnya tanggal 9 Mei 1984 No. : EI.UM.04.11.268 yang ditujukan pada Ketua Muda Mahkamah Agung RI Bidang Hukum Pidana Umum).
Berdasarkan data-data yang telah terkumpul tersebut Mahkamah Agung dengan ini memberikan petunjuk pelaksanaan tugas hakim pengawas dan pengamat sebagai berikut :
Perincian Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat
a. Mengingat inti pengertian “pengawasan” adalah ditujukan pada jaksa dan petugas lembaga pemasyarakatan, maka perincian tugas pengawasan dan pengamatan adalah sebagai berikut :
(1) Memeriksa dan menandatangani register pengawasan dan pengamatan yang berada di Kepaniteraan Pengadilan Negeri.
(2) Mengadakan checking on the spot paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali ke lembaga pemasyarakatan untuk memeriksa kebenaran berita acara pelaksanaan putusan pengadilan yang ditandatangani oleh jaksa, kepala lembaga pemasyarakatan dan terpidana.
(3) Mengadakan observasi terhadap keadaan, suasana dan kegiatan-kegiatan yang berlangsung di dalam lingkungan tembok-tembok lembaga, khususnya untuk menilai apakah keadaan lembaga pemasyarakatant ersebut sudah memenuhi pengertian bahwa “pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan merendahkan martabat manusia”, serta mengamati dengan mata kepala sendiri perilaku narapidana sehubungan dengan pidana yang dijatuhkan kepadanya.
(4) Mengadakan wawancara dengan para petugas pemasyarakatan (terutama para wali-pembina narapidana-narapidana yang bersangkutan) mengenai perilaku serta hasil-hasil pembinaan narapidana, baik kemajuan-kemajuan yang diperoleh maupun kemunduran-kemunduran yang terjadi.
(5) Mengadakan wawancara langsung dengan para narapidana mengenai hal ikhwal perlakuan terhadap dirinya, hubungan-hubungan kemanusiaan antara sesama mereka sendiri maupun dengan para petugas lembaga permasyarakatan.
(6) Menghubungi Kepala Lembaga Pemasyarakatan dan Ketua Dewan Pembina Pemasyarakatan (DPP), dan jika dipandang perlu juga menghubungi koordinator pemasyarakatan pada Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dalam rangka tukar menukar saran dan pendapat dalam pemecahan suatu masalah serta berkonsultasi (dalam suasana koordinatif) mengenai tata perlakuan terhadap para narapidana yang bersifat teknis, baik tata perlakuan di dalam tembok-tembok lembaga maupun di luarnya. Dalam hal melaksanakan tugas pengawasan itu hendaknya hakim pengawas dan pengamat menitikberatkan pengawasannya antara lain pada apakah jaksa telah menyerahkan terpidana kepada lembaga pemasyarakatan tepat pada waktunya, apakah masa pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan benar-benar dilaksanakan secara nyata dalam praktek oleh kepala lembaga pemasyarakatan
dan apakah pembinaan terhadap narapidana benar-benar manusiawi sesuai prinsip-prinsip pemasyarakatan, yaitu antara apakah narapidana memperoleh hak-haknya sepanjang persyaratan-persyaratan prosedural sesuai sistem pemasyarakatan telah terpenuhi (misalnya pemberian asimilasi, remisi, cuti, lepas bersyarat/integrasi, dan lain-lain)
b. Mengingat inti pengertian “pengamatan” adalah ditujukan pada masalah pengadilan sendiri sebagai bahan penelitian bagi pemidanaan yang akan datang, maka perincian tugas pengamatan adalah sebagai berikut :
(1) Mengumpulkan data-data tentang perilaku narapidana, yang dikategorikan berdasarkan jenis tindak pidananya (misalnya pembunuhan, perkosaan dan sebagainya). Data mengenai perilaku narapidana ini dapat berpedoman pada faktor-faktor (antara lain) : tipe dari perilaku tindak pidana (misalnya untuk pertamakali melakukan tindak pidana, residivis dan sebagainya), keadaan rumah tangganya (baik-baik, bobrok dan sebagainya), perhatian keluarga terhadap dirinya (besar sekali, kurang dan sebagainya), keadaan lingkungannya (tuna susila dan sebagainya), catatan pekerjaan (penganggur dan sebagainya), catatan kepribadiannya (tenang, egosentris dan sebagainya), jumlah teman-teman dekatnya (satu, dua, tiga orang atau lebih), keadaan psikisnya dan lain-lain.
(2) Mengadakan evaluasi mengenai hubungan antara perilaku narapidana tersebut dengan pidana yang dijatuhkan, apakah lamanya pidana yang dijatuhkan terhadap narapidana dengan perilaku tertentu sudah tepat (dalam arti cukup untuk melakukan pembinaan terhadap dirinya sehingga pada waktu dilepaskan nanti, narapidana tersebut sudah dapat menjadi anggota masyarakat yang baik dan taat pada hukum. Data yang telah terkumpul dari tugas-tugas yang telah terperinci tersebut di atas hendaknya dilaporkan secara tertulis oleh hakim pengawas dan pengamat kepada ketua pengadilan Negeri paling sedikit 3 (tiga) bulan sekali dengan tembusan keapda Kepala Lembaga Pemasyarakatan, Kepala Kejaksaan Negeri, Ketua Pengadilan Tinggi, Ketua Mahkamah Agung RI, Mengeri Kehakiman RI, dan Jaksa Agung RI). Selanjutnya Ketua Pengadilan Negeri meneruskan laporan tersebut pada hakim-hakim yang telah memutus perkara narapidana yang bersangkutan agar dapat mereka ketahui hal-hal yang berkaitan dengan putusan mereka. Mengenai saran-saran hakim pengawas dan pengamat yang termat dalam laporan itu, hendaknya ketua pengadilan negeri ikut memintakan perhatian untuk dilaksanakan oleh yang bersangkutan, dan apabila dianggap perlu meneruskannya kepada atasan masing-masing.33
33
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 1985 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan Pengamat.
C. Mekanisme Kerja Hakim Pengawas dan Pengamat Terhadap Pembinaan