• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.2 Efek Hipertensi Arteri Pulmonal pada Jantung

2.2.4 Fibrosis Otot Jantung pada Hipertensi Arteri Pulmonal

2.2.4.2 Peran Inflamasi dalam Pembentukan Fibrosis Otot Jantung

Reaksi Inflamasi terbukti terjadi pada jantung yang mengalami overload

(Nicoletti dkk., 1996 ). Dalam proses inflamasi ini makrofag dan sel T mengeluarkan sitokin–sitokin yang dapat beraksi pada sel otot jantung. Metabolisme dan proliferasi fibroblast serta miosit seperti pada perubahan matriks ekstraseluler merupakan target dari molekul-molekul ini. Namun sitokin ini juga memperkuat atau menghambat respons inflamasi melalui feedback

melalui agen kemoatraktif maupun agen anti inflamasi. Sitokin-sitokin tersebut antara lain TGF-βs, PDGFs, Tumor Necrosing Factors (TNFs), Interferones

(IFNs), Interleukins (ILs) .(Nicoletti dan Michel, 1999)

2.2.4.2.1 Peran TGF-βs dalam Pembentukan Fibrosis Otot Jantung

Transforming growth factor β merupakan suatu agen profibrotik juga mediator imunomodulasi (Nicoletti dan Michel, 1999; Blanchette dkk., 1997; Zhao dkk., 2008 ). Transforming growth factor β terdiri dari 5 molekul yakni TGF-β1 sampai TGF-β5 membentuk dimer 25 kilodalton (kDa). Molekul-molekul ini dilepaskan dalam bentuk inaktif laten. Pada matriks ekstraseluler ia berikatan dengan dekorin. Ia harus dipecah untuk menjadi bentuk yang aktif (Nicoletti dan Michel, 1999). TGF-β juga meregulasi sendiri ekspresi converting enzyme-nya yakni furin (Blanchette dkk., 1997).

Transforming growth factor β dapat disintesis oleh otot polos, makrofag, limfosit B dan T. Pada neonatus dan orang dewasa TGF-βs disintesis di kardiomiosit dan memiliki aksi autokrin dan parakrin (Nicoletti dan Michel,

1999). Pada kasus hipertrofi otot jantung karena stenosis aorta, terbukti juga bahwa TGF-βs juga dipengaruhi kadar peningkatanya oleh fibroblast.

Transforming growth factor-β dapat menghambat respons proliferatif koloni yang dipengaruhi faktor stimulus sel hematopoitik. Namun TGF-βs juga mempunyai efek inhibisi terhadap proliferasi sel B dan T dan menurunkan immunoglobulin M dan G oleh limfosit B yang teraktivasi. Efek hambatan pada sel T adalah pada autokrin maupun parakrin. Transforming growth factor β

menghambat respons proliferatif dan diferensiasi sel imunokompeten (Nicoletti dan Michel, 1999; Zhao dkk., 2008 ). Beberapa studi menunjukkan bahwa TGF-βs memiliki efek proinflamasi dan kemoatraktif terutama terhadap monosit.

Transforming growth factor β dapat menginduksi produksi IL-1, PDGFs, FGFs, dan TNFs melalui monosit.Transforming growth factor β juga dapat menginduksi matriks ekstraseluler dan menurunkan aktifitas enzim protease, menstimulasi ekspresi fibronektin dan kolagen (Ignotzand dan Massague, 1986; Nicoletti dan Michel, 1999). Transforming growth factor β juga menginduksi sintesis inhibitor jaringan terhadap metaloprotease prokolagenase (Nicoletti dan Michel, 1999; Edwards dkk., 1987). Transforming growth factor β merupakan isoform paling penting dalam proses pembentukan fibrosis (Border dan Noble, 1994).

Gambar 5. Efek Selular TGF-Β Pada Fibrosis Otot Jantung. Transforming growth factor β dapat menstimulasi hipertrofi kardiomiosit, memproduksi mediator fibrogenik, aktivasi dan proliferasi fibroblast, serta mengaktifkan makrofag dan limfosit.

Sumber : Kong P, Christia P, G N, dan Frangogiannis, 2014. The Pathogenesis of Cardiac Fibrosis. Cell. Mol. Life Sci, 71, 549–74.

2.2.4.2.2 Peran PDGFs dalam Pembentukan Fibrosis Otot Jantung

Platelet derived grow factors merupakan protein sebesar 30 kDa yang pertama dimurnikan dari platelet α-granules. Platelet derived grow factors

tersusun dari 2 subunit, A dan B, membentuk homodimer atau heterodimer : AA, BB atau AB. Ia disintesis oleh fibroblast, sel endotelial, otot polos pembuluh darah, dan makrofag. Fungsi utamanya yakni untuk menstimulasi proliferasi sel dan migrasi. Efek dari faktor pertumbuhan ini masih sedikit dipelajari. Platelet derived grow factor-BB merubah profil limfokin yang dihasilkan oleh sel T yang teraktivasi . Platelet derived grow factor-BB dapat menginduksi fibroblast dan mitosis miosit dan PDGF-AA merupakan mitogen poten terhadap fibroblast jantung. (Nicoletti dan Michel, 1999).

2.2.4.2.3 Peran IFN dan TNFs dalam Pembentukan Fibrosis Otot Jantung

Interferon merupakan sitokin pleiotropic yang memiliki aktivitas sebagai anti virus dan anti tumor, menghambat proliferasi sel, stimulasi ekspresi antigen membran (reseptor untuk immunoglobulin, Major Histocompatibility Complex

(MHC)), dan menstimulasi fungsi sitotoksik dari makrofag dan limfosit. Interferon terdiri dari 4 anggota yakni tipe I diwakili oleh IFN-α, -β,-ω, dan tipe II oleh IFN-γ. Interferon -β diproduksi oleh fibroblast, sedang IFN- α dan IFN -ω oleh limfosit. Interferon - α juga disintesis oleh monosit (Nicoletti dan Michel, 1999). Interferon -γ juga berfungsi untuk menurunkan sintesis matriks ekstraseluler dan meningkatkan sintesis metalloproteinase pada fibroblast manusia (Clark dkk., 1989; Sciavolinol dkk., 1994; Nicoletti dan Michel, 1999).

Tumor Necrosing Factors (TNFs) terdiri dari 2 yakni TNF-α dan TNF-β (limfotoksin). Tumor Necrosing Factor-α diproduksi oleh sel radang, fibroblast, sel otot polos dan sel endotelial. Faktor ini disebut faktor proinflamasi dan dapat menginduksi beberapa mediator seperti IL-1, IL-6, MCP-1, PDGF, TGF–β, dan

Nitric Oxide Synthase (NOS). Pada fibroblast, TNFs dapat menginduksi kolagenase dan menurunkan produksi kolagen dan fibronektin. Tumor Necrosing Factors dapat menginduksi produksi Nitric Oxide (NO) dan ekspresi MHC klas I yang pada akhirnya akan menurunkan permeabilitas endotel (Nicoletti dan Michel, 1999).

Pada kondisi gagal jantung TNFs terkspresi sebagai respons terhadap overload hemodinamik. Tumor Necrosing Factors dapat memicu respons pertumbuhan hipertrofi pada miosit jantung (Yokoyama dkk., 1997). Tumor

Necrosing Factors juga dapat menginduksi infiltrasi sel imun ke miokardium selama hipertensi dikarenakan TNFs merupakan stimulator sistem imun yang poten (Nicoletti dan Michel, 1999). Tumor Necrosing Factors juga menginduksi apoptosis kardiomiosit. Hal ini diduga sebagai sebab anti TNF antibodi meningkatkan pemulihan miokard setelah iskemia dan reperfusi (Gurevitch dkk., 1997).

2.2.4.2.4 Peran ILs dalam Pembentukan Fibrosis Otot Jantung

Interleukin -1 merupakan sitokin yang memiliki ciri khusus yakni disimpan di dalam sel. Sel inflamasi dan fibroblast memiliki kapasitas untuk memproduksi IL-I. Beberapa faktor yang dapat menstimulasi produksi IL-1 yakni IFNs, TNFs, IL-2, komponen komplemen, MHC klas I dan IL-1 itu sendiri. Interleukin -1 dapat mengatur respons imun spesifik dan dapat menginduksi atau menghambat replikasi sel. Pada beberapa proses fibrosis, IL-1 diproduksi secara berlebihan (Nicoletti dan Michel, 1999).

Interleukin -6 merupakan glikoprotein sebesar 26 kDa yang disekresi oleh sel yang teraktivasi seperti makrofag, limfosit T dan B, natural killer cell (NK cell), fibroblast, sel endotelial, dan otot polos pembuluh darah. Pelepasan IL-6 dipengaruhi oleh sitokin lain seperti IL-1 atau TNFs. Interleukin -6 dapat beraksi pada sel yang berbeda. Contohnya yakni IL-6 meningkatkan sintesis imunoglobulin dari sel B teraktivasi. Interleukin -6 dapat mengaktivasi fibroblast dan menginduksi hipertrofi otot polos pembuluh darah (Nicoletti dan Michel, 1999). Interleukin -6 juga menstimulasi sintesis PDGF pada otot polos pembuluh darah. Pada makrofag, sintesis IL-6 dihambat oleh TGF-βs, IL-4 dan IL-10. Kadar

IL-6 meningkat selama infeksi, infark miokard dan pembedahan. Peningkatan kadar TNF dan IL-6 telah terbukti berhubungan dengan gagal jantung (MacGowan dkk., 1997; Nicoletti dan Michel, 1999).

2.2.4.2.5 Peran Makrofag dalam Pembentukan Fibrosis Otot Jantung

Pada proses fibrosis otot jantung terjadi infiltrasi sel-sel radang yang spesifik terhadap antigen. Makrofag yang merupakan antigen presenting cells (APC) mengekspresi molekul MHC klas II pada area perivaskuler. Molekul ini terekspresi apabila sebuah antigen diproses. Peptida di dalam antigen dipilih dan komplek MHC klas II dipresentasikan di permukaan APC. Kompleks ini kemudian dikenali oleh sel T. Setelah pengenalan, sel T akan berplofireasi dan memproduksi sitokin, dan mempunyai potensi untuk terjadi fibrogenesis (Nicoletti dan Michel, 1999).

Gambar 6. Hubungan Antara Fibrosis, Inflamasi , Dinding Pembuluh Darah, dan Hipertrofi Otot

Dokumen terkait