• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Inspektorat Diperkuat dan Dimaksimalkan

BAB II REKOMENDASI

B. Peran Inspektorat Diperkuat dan Dimaksimalkan

C. Adanya Mekanisme Penentuan Harga Perki-raan Sendiri - HPS

D. Pengumuman, Penjelasan dan Pengambilan Dokumen Lelang

BAB SATU

ARTI PENTING PENGADAAN BARANG DAN JASA

(PBJ) : LOGISTIK PEMILU

Bab Ini Membahas Tentang ...

l Arti Penting Logistik Pemilu

l Proses Pengadaan Logistik Pemilu 2009 l Kerangka Regulasi Pengadaan Barang dan Jasa l Pengelolaan Anggaran Pemilu 2009

I. Mengapa Logistik Pemilu ?

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan instru-men demokrasi yang diselenggarakan secara langsung untuk menghasilkan anggota parlemen, presiden dan wakil presiden. Meningkatnya ke-percayaan publik terhadap hasil pemilu sangat dipengaruhi oleh penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan secara demokratis dan memenuhi prinsip langsung, umum, bebas, rahasia dan ju-jur serta adil (Luber dan Jurdil).

Untuk menghasilkan penyelenggara pemilu yang kredibel dan berintegritas, juga sangat dipengaruhi oleh penyelenggara pemilu yang independen, mandiri, profesional, bersih dan berkualitas. tidak hanya menyorot proses rek-rutmen Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU), keterlambatan pembentukan KPU, serta aturan perundang-undangan yang mengatur peserta, pemilih, dan pengawas pemilu. Tak kalah

pent-ingnya adalah pengelolaan anggaran dan pen-gadaan logistik penyelenggaraan pemilu yang transparan dan akuntabel, mengingat besarnya anggaran penyelengaraan pemilu bersumber dari rakyat.

Mengapa logistik Pemilu? Pengadaan logistik

pemilu sangat berbeda situasi dan dinamika yang melingkupinya dengan pengadaan (PBJ) di kementerian, dan atau lembaga lainnya, khusus-nya terkait dengan ketepatan waktu, jumlah, kualitas, dan sasaran. PBJ pemilu sangat sulit untuk dilakukan secara bertahap atau di tunda pengadaannya, begitu pula penerima manfaat se-luruh masyarakat pemilih, bukan hanya bersifat lokalistik. Tidak seperti PBJ pemilu, pengadaan di Kementrian atau lembaga lain tidak berkaitan dengan proses bagaimana memproduk kepe-mimpinan bangsa.

Pada titik inilah letak urgensi PBJ logistik

pe-Bagan I

Dimensi Logistik Pemilu

Mengelola Anggaransecara transparan

dan akuntabel Logistik Pemilu Dimensi Politik Dimensi Keuangan Negara Mencegah peluang terjadinya pemborosan dan

kerugian anggaran negara Menggunakan anggaran

Pemilu secara efektif dan efisien

Kualitas penyelenggaraan

Pemilu

milu. Dimana logisitik pemilu merupakan in-strumen proses pemilu yang digunakan dalam rangka memaksimalkan kualitas pemilu. Secara prinsip, logistik pemilu dapat dilihat dari 2 (dua) dimensi; Pertama, dimensi keuangan

neg-ara - Bagaimana mengelola anggneg-aran secneg-ara

transparan dan mencegah peluang pemborosan dan kerugian anggaran negara. UU 17/2003 tentang Keuangan Negara mendukung agar penggunaan anggaran logistik pemilu dilakukan secara efektif dan efisien. Sedangkan proses pen-gadaan barang dan jasa pemilu harus dilakukan secara transparan, adil, sehat, dan akuntable, se-bagaimana diatur dalam Keppres 80/2003 ten-tang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Kedua, dimensi politik - Sejauhmana

pe-milu berjalan lancar tanpa terhambat oleh per-masalahan logistik. Logistik pemilu diarahkan untuk memaksimalkan pemilu dengan meny-oroti setiap tahapan proses pelelangan, pelaksa-naan pekerjaan, dan distribusi logistik pemilu. Pengadaan logistik yang profesional dan sesuai aturan akan menghasilkan produk logistik yang tepat kualitas, tepat waktu, tepat jumlah dan te-pat sasaran.

II. Proses Pengadaan Logistik

Pemilu 2009

Logistik pemilu dikategorikan dalam 2 (dua) je-nis yaitu perlengkapan pemungutan suara dan peralatan pendukung lainnya. Jenis perleng-kapan pemungutan suara seperti yang diatur dalam pasal 142 ayat 1 UU 10 tahun 2008 terdiri dari kotak suara, surat suara, tinta, bilik

pemun-gutan suara, segel, alat untuk memberi tanda pilihan dan TPS. Sedangkan untuk peralatan pendukung lainnya diatur dalam peraturan KPU nomor 24 tahun 2008. Pelaksanaan pen-gadaan dan distribusi logistik pemilu dilakukan oleh Sekretariat Jenderal KPU terkecuali untuk Kotak Suara, Bilik Suara, alat untuk memberi tanda pilihan dan TPS yang dilimpahkan ke KPU Propinsi dan KPPS bersangkutan1. Secara umum proses pengadaan logistik pemilu dapat digam-barkan dalam Bagan II.

III. Kerangka Regulasi Pengadaan

Barang dan Jasa (PBJ)

Kerangka regulasi pengadaan barang dan jasa tidak lepas dari beberapa peraturan perundang-undangan yang saling berkaitan, termasuk UU no 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, PP No. 06 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara, dan Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerin-tah. Proses pengadaan barang dan jasa secara khusus diatur dalam Keppres No 80 Tahun 2003, dan merupakan bagian dari siklus penge-lolaan aset-aset negara.

Pengaturan dalam UU No 17 Tahun 2003 ten-tang pengelolaan aset negara tidak hanya me-nyentuh proses pengadaan seperti halnya Kep-pres No 80 Tahun 2003, tetapi seluruh proses kepemilikan aset negara, termasuk dari tahap awal perencanaan pengadaan (kebutuhan & anggaran) sampai pada tahap akhir yaitu tahap pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. UU No 17 Tahun 2003 penting untuk dijadikan acuan dalam proses PBJ logistik pemilu karena demi mendapatkan produk logistik pemilu yang sesuai dengan kebutuhan, diperlukan perencaan yang matang dan akuntabel. Sebaliknya, seusai

1) Pasal 141 ayat 2 dan pasal 142 ayat 5 dan 6 UU 10 tahun 2008

pemilu, dibutuhkan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian item-item logistik pemilu yang efektif.

IV. Pengelolaan Anggaran

Pemilu 2009

Kasus korupsi di tubuh KPU pada pemilu tahun 2004 merupakan konsekwensi dari pengelolaan anggaran yang tidak transparan dan akunta-bel. Ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi KPU dalam penyelenggaraan pemilu 2009. Dampak dari pengelolaan anggaran pemilu yang buruk bukan hanya berpengaruh pada derajat kualitas pemilu, tetapi juga kinerja KPU.

Proses pengadaan barang dan jasa logistik pe-milu seharusnya transparan dan akuntabel, ses-uai dengan maksud dan tujuan peraturan yang berlaku. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya inefisiensi dan peluang kebocoran anggaran. Sekaligus mengurangi sorotan tajam publik terhadap kinerja KPU seperti yang terjadi pad saat ini. Berikut beberapa permasalahan dalam proses pengadaan logistik pemilu 2009:

Pertama, KPU tidak melakukan inventarisasi,

verifikasi dan audit aset pengadaan barang yang telah diadakan pada pelaksanaan pemilu se-belumnya dan pilkada di daerah sebagai basis dasar penyusunan anggaran pemilu legislatif dan presiden 2009. Begitu pula inventarisasi

Bagan II

Tahapan Proses Pengadaan Logistik Pemilu/Pilkada

Keterangan : l Pelelangan

a. Perencanaan Pengadaan b. Pemaketan Pekerjaan

c. Membuat Rencana Jadual Pengadaan d. Membentuk Panitia

e. Menyeleksi Peserta Lelang dan Kontrak l Pelaksanaan Pekerjaan a. Pembelian b. Pengolahan c. Pembuatan d. Pencetakkan l Distribusi a. Pengepakkan b. Pengiriman / Pengangkutan c. Serah terima barang

Sumber : Indonesia Budget Center (IBC), 2009 Logistik Pemilu/ Pilkada PRODUKSI MONEY - AUDIT DISTRIBUSI PELELANGAN

dan validitas data pemilih sebagai basis pen-gadaan logistik pemilu.

Kedua, Proses verifikasi dan investigasi peru-sahaan pada tahap prakualifikasi tidak dilaku-kan secara transparan. Tidak adanya pengli-batan unsur masyarakat dalam kedua proses tersebut. Hasil verifikasi tertutup, termasuk tentang kualifikasi dan rekam jejak perusahaan yang mengikuti tender.

Ketiga, tidak berjalan atau berfungsinya sistem

pengawasan dan pengendalian intern pengadaan barang dan jasa, khusunya dari segi peran inspe-ktorat jenderal KPU. Tidak saja dari segi proses tetapi juga pengadaan yang rentan korupsi

me-liputi proses pelelangan; pemaketan pekerjaan, jadual pengadaan, pembentukan panitia, dan seleksi peserta; Proses Pelaksanaan pekerjaan meliputi; pembelian, pengolahan, pembuatan, pencetakan, produksi. Dan distribusi meliputi pengepakan, pengiriman , pengangkutan, target lokasi dan ketetapan distribusi.

Dan Keempat, penentuan kebutuhan dan anggaran belum berdasarkan kebutuhan PBJ pemilu. Penetapan standar kebutuhan dan stan-dar harga ditentukan pada proses pengadaan. Sehingga belum sepenuhnya menjadi acuan ketika direncanakan dan dimuat dalam penyu-sunan rencana kerja dan anggaran (RKA) KPU. Kebutuhan pemilu dominan direncanakan dan

Sumber : Indonesia Budget Center (IBC), 2009 Perencanaan kebutuhan & penganggaran Pengadaan Penggunaan Pemanfaatan Pengamanan & pemeliharaan Penilaian Penghapusan Pemindah-tanganan Penata-usahaan Pembinaan, pengawasan & pengendalian

Siklus pengelolaan

barang milik negara/

daerah

Bagan III

ditentukan secara terpusat (top down). Semen-tara usulan/masukan dari KPU daerah (botton

up) kurang diperhatikan bahkan diabaikan.

Be-gitu pula dengan keseluruhan anggaran tahapan pemilu, dimana penyusunan dan penetapan rencana kerja dan anggaran (RKA) pemilu ma-sih dilakukan sangat incrementalis yakni hanya sekedar menambahkan presentase tertentu dari alokasi anggaran pemilu 2004 tanpa memper-hitungkan secara cermat dan teliti rincian keg-iatan/subkegiatan pertahapan pemilu baik di-level pusat maupun di di-level daerah. Akibatnya, besaran pagu anggaran untuk KPUD dihitung secara merata meski tiap daerah berbeda letak geografisnya, besaran jumlah pemilihnya serta kesiapan personil KPUD.

Dari permasalahan diatas maka penting melaku-kan serangkaian aktivitas untuk mengevaluasi secara mendasar dan melakukan kajian kompre-hensif tentang pengadaan barang dan jasa pe-milu. Pada akhirnya menjadi rekomendasi pent-ing untuk penyelenggaraan pemilu ke depan dan penyelenggaraan pilkada yang akan berlangsung di hampir seluruh daerah di Indonesia. Sebagai upaya peningkatan kualitas proses pengadaan barang dan jasa pemilu yang transparan dan akuntabel dan peningkatan kualitas pemilu dapat menjadi lebih demokratis baik dari segi proses maupun hasil pemilu.

V. Rekomendasi Ke Depan

Berdasarkan gambaran di atas, jelas terlihat bahwa masih terdapat inefisiensi dalam pengelo-laan anggaran negara untuk pemilu 2009. Untuk itu, bercermin dari pelaksaan pemilu 2004 dan 2009, Indonesia Budget Center (IBC) memberi-kan rekomendasi yang meliputi 4 (empat) taha-pan dalam proses pengadaan barang dan jasa, antara lain: (1) tahap Perencanaan dan Pengang-garan, (2) tahap Penentuan Harga Perkiraan Sendiri, (3) tahap Pengumuman, Penjelasan dan Pengambilan Dokumen Lelang, (4) Penyerahan Barang dan Jasa. Rekomendasi ini ditujukan untuk memperkuat dan memastikan penera-pan aturan perundang-undangan yang terkait, terutama penerapan pengaturan yang dijelas-kan dalam Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dan PP No 06 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

BAB DUA

REKOMENDASI

Bab Ini Membahas Tentang ...

l Pengantar Rekomendasi l Rekomendasi:

A. Memperkuat Perencanaan Kebutuhan dan Anggaran (RKA) Logistik Pemilu 1. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) KPU berdasarkan pada

perencanaan kebutuhan yang matang.

2. Memaksimalkan penerapan instrumen verifikasi barang dan audit asset se-bagai pertimbangan menentukan rencana kebutuhan pengadaan logistik. 3. Membuka ruang keterlibatan tim reviewer eksternal dalam pembahasan

anggaran.

B. Peran Inspektorat Diperkuat dan Dimaksimalkan

1. Inspektorat terlibat secara aktif dalam proses perencanaan dan pengang-garan.

2. Posisi inspektorat sejajar atau diluar (otonom) dari Sekretariat KPU. 3. Laporan inspektorat yang ditujukan pada ketua KPU selaku pimpinan

lem-baga terbuka untuk publik.

C. Adanya Mekanisme Penentuan Harga Perkiraan Sendiri - HPS

1. Menyusun mekanisme penentuan Harga Perkiraan Sendiri jelas dan transparan.

2. Menyusun Daftar Vendor.

D. Pengumuman, Penjelasan dan Pengambilan Dokumen Lelang

1. Tahap pengumuman, tahap penjelasan, dan tahap pengambilan dokumen lelang digabungkan.

2. Mekanisme pengumuman, penjelasan, dan pengambilan dokumen lelang dilakukan secara adil, jelas dan transparan.

I. Pengantar

Proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) yang selama ini mengacu pada 15 tahapan lelang (Bagan IV) dalam Keppres No 80 Tahun 2003, dalam prakteknya masih memberikan ruang un-tuk terjadinya praktek penyimpangan meskipun secara ideal Keppres No 80 Tahun 2003 ber-dasarkan pada prinsip efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskrimi-natif dan akuntabel.

Proses pengadaan barang/jasa pemilu 2009 ma-sih belum memenuhi ketentuan tentang prose-dur pengadaan. Tender sejumlah logistik masih

dilaksanakan secara tertutup dan mempersem-pit keterlibatan masyarakat untuk turut melaku-kan pemantauan. Jika pun ada informasi yang tersedia, namun kualitas informasi yang dise-diakan sangat terbatas dan jangka waktunya su-dah kadaluarsa sehingga kritikan dan masukan masyarakat tidak dapat mempengaruhi keputu-san yang ditetapkan KPU. Akibatnya, ditemukan sejumlah rekanan KPU yang memenangkan ten-der diindikasikan bermasalah. Ada yang tidak memenuhi standar kualifikasi, ada yang meny-alahi prosedur kontrak karena mensubkontrak pekerjaan dan adapula rekanan yang tidak in-dependen karena memiliki afiliasi dengan partai politik dan calon legislatif.

Bagan IV

15 Tahapan PBJ dalam Keppres No 80 Tahun 2003

15 Tahapan

Pengadaan Barang & Jasa

Pemerintah

Pembentukan panitia pelelangan Perencanaan pengadaan Prakualifikasi perusahaan Penyusunan dokumen lelang Pengumuman lelang Pengambilan dokumen lelang Harga prakiraan sendiri Penjelasan (Aanwijzing) Penyerahan dan pembukaan dokumen penawaran Evaluasi penawaran Pengumuman harga penawaran Sanggahan peserta Pengumuman pemenang Tandatangan kontrak Penyerahan barang

Ketidakberesan juga terjadi dalam proses produk-si dan distribuproduk-si logistik pemilu. Menjelang hari pemungutan suara anggota legislatif (9 April 2009), salah satu jenis logistik yakni surat suara yang dicetak oleh sejumlah rekanan KPU terjadi kerusakan dan cacat hingga jutaan lembar yang tersebar hampir merata di berbagai daerah. Akibatnya, dengan alasan keterbatasan waktu, KPUD sulit melakukan penggantian surat suara secara cepat ke percetakan sehingga ada KPUD yang harus menanggung resiko hukum dengan mengambil sisa surat suara cacat untuk

digu-Bagan V

3 (tiga) Tahapan

Rekomendasi PBJ

Perencanaan dan

Penganggaran Penentuan Harga Perkiraan Sendiri Pengumuman, Penjelasan dan Pengambilan Dokumen Lelang REKOMENDASI

nakan pemilih dalam menconteng. Begitupun dengan distribusi logistik, kurang sigapnya KPU menyebabkan terlambatnya pengiriman logistik diwilayah yang sulit terjangkau sehingga ber-dampak pada proses pemungutan suara tidak serentak dilaksanakan.

Sehubungan dengan itu, berdasarkan pada evalu-asi penyelenggaraan pemilu 2004 dan 2009, In-donesia Budget Center (IBC) memfokuskan reko-mendasi pada 4 tahapan dari 15 belas tahapan proses Pengadaan Barang dan Jasa (Bagan V).

Sebagaimana diatur dalam aturan penyelengga-raan pemilu 2009, KPU dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden, KPU bertanggungjawab sepenuhnya dalam penyusunan anggaran (UU No 22 Tahun 2007 Pasal 8 ayat 1 huruf a dan pasal 8 ayat 2 huruf a). Sedangkan untuk pe-nyusunan anggaran pemilihan kepala daerah, tanggungjawab sepenuhnya berada pada KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota (UU No 22 Tahun 2007 pasal 9 ayat 3 huruf a dan pasal 10 ayat 3 huruf a).

Sejalan dengan kebutuhan refor-masi keuangan negara diinsti-tusi pemerintahan, penekanan penyusunan perencanaan dan penganggaran yang berbasis kin-erja menjadi keharusan untuk diterapkan oleh seluruh kemen-trian/lembaga. Anggaran disu-sun secara terpadu, konsisten dan memiliki relevansi satu sama lain serta berkelanjutan

(sus-tainable). Karena penganggaran

adalah media untuk mewujudkan target-target kinerja yang diren-canakan maka selayaknya segala kebutuhan dan anggaran dilaku-kan melalui proses pengukuran

dan penilaian indikator efektitas dan keefisienan yang tepat.

KPU sebagai salah satu lembaga negara wajib menyusun anggaran pemilu secara terencana mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara. Tanpa perencanaan, sulit rasanya KPU dapat menyelenggarakan pemilu dengan baik. Sebaliknya, dengan perencanaan yang matang, KPU menjadi lebih fokus dan dapat meminimal-isir timbulnya inefisiensi dan inefektifitas.

Kondisi Saat Ini

Upaya perbaikan kualitas perencanaan dan pen-ganggaran pemilu memiliki makna strategis. Be-tapa tidak, dalam penyelenggaraan pesta rakyat dalam pemilu/pilkada dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tercatat dalam pemilu 2009, nilai uang negara (APBN) yang dikeluarkan mencapai Rp 20,2 triliun. Anggaran ini meningkat hampir 3 kali lipat dibandingkan biaya pemilu 2004 lalu. Namun sayangnya, kinerja KPU dipandang kurang memuaskan oleh banyak pihak.

Mengelola dana pemilu secara professional dan akuntabel menjadi sebuah keharusan. Hal ini ti-dak hanya ditujukan untuk mencegah timbulnya korupsi yang sangat rentan terjadi, mengingat besarnya anggaran pemilu. Selain itu, untuk

me-II. Rekomendasi

A. Memperkuat Perencanaan Kebutuhan dan Anggaran (RKA)

Logistik Pemilu

Rekomendasi 1 Penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) KPU berdasarkan perenca-naan kebutuhan yang matang

Rekomendasi 2 Memaksimalkan penerapan instrument verifikasi barang dan audit aset se-bagai pertimbangan menentukan rencana kebutuhan pengadaan logistik. Rekomendasi 3 Membuka ruang keterlibatan tim reviewer eksternal dalam pembahasan

ang-garan.

Pasal 3 ayat 1:

“….pengelolaan keuangan negara wajib dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan”

UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

mastikan agar penggunaan anggaran tersebut benar-benar dapat mendukung berlangsungnya pemilu secara tepat waktu sesuai dengan taha-pan-tahapan yang telah direncanakan. Kegaga-lan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengelola anggaran dapat berdampak pada gagalnya peny-elenggaraan tahapan pemilu secara keseluruhan dan menurunkan kualitas pemilu itu sendiri. Dalam hal penetapan pagu, sejak awal perhitun-gan biayanya tidak realistis dan cenderung ter-jadi penggelembungan (markup). Penggelem-bungan terjadi karena 2 hal, yakni kebutuhan dan dana. Dengan metode perhitungan dan penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan standar harga dan nilai yang wajar sulit rasanya meyakini bahwa biaya yang ditetapkan untuk membeli sebuah barang/jasa mencerminkan harga yang sesungguhnya.

Bercermin pada penyelenggaran Pemilu 2004 dan 2009, KPU harus memperbaiki model perencanaan penganggarannya dan lebih cer-mat merumuskan rencana kerja dan anggaran (RKA), sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seiring dengan refor-masi anggaran, perencanaan anggaran juga harus memperhitungkan relevansi dan konsis-tensi program dengan visi, misi KPU, serta men-sinkronisasikan pelaksanaannya dengan siklus APBN/D agar jadual tahapan pemilu yang telah ditentukan sebelumnya terlaksana tepat waktu dan tidak terhambat oleh deadline waktu pelak-sanaan anggaran.

Hal penting lainya adalah bagaimana upaya KPU menyusun rencana kebutuhan se-efisien dan se-efektif mungkin dengan melakukan verifikasi dan audit aset secara berkala di jajaran KPU dan KPUD. Tentu dengan tujuan untuk mendorong

upaya penghematan dalam pengeluaran biaya pembelian barang dan penambahan aset pe-milu.

Rekomendasi 1

Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) KPU Berdasarkan Perencanaan Kebutuhan yang Matang

Usulan belanja pemilu masih saja cenderung

di-markup, dibesarkan atau ditinggikan melebihi

kebutuhan dan biaya yang wajar. Mestinya hal tersebut daapt dicegah bilamana KPU sejak awal memaksimalkan penyusunan rencana kerja dan anggarannya (RKA). Sejalan dengan semangat reformasi keuangan negara yang menghendaki adanya penilaian yang komprehensif ketika me-nyusunan sebuah kegiatan/proyek pemilu maka KPU hendaknya menerapkan dengan baik prin-sip-prinsip penyusunan anggaran.

Perencanaan kebutuhan pengadaan sesung-guhnya bukanlah merupakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam sistem perencanaan penganggaran khususnya menge-nai pengelolaan barang milik negara. Olehnya itu, usulan kebutuhan yang dimasukkan dalam rencana kerja dan anggaran (RKA) wajib dilaku-kan secara cermat dan memperhitungdilaku-kan harga yang wajar. Dengan begitu, maka pemborosan pembiayaan pengadaan dapat diperkecil dari perencanaannya. Selain itu, perlunya memper-timbangkan ketersediaan barang sebelumnya untuk menghindari munculnya usulan kebutu-han yang berulang. Tidak cermatnya perhitun-gan, besar kemungkinan RKA tidak menggam-barkan kondisi sesungguhnya.

Kebutuhan dan anggaran tahapan pemilu

disu-”Kegagalan dalam membuat rencana berarti meren-canakan sebuah kegagalan”

Alan Lakein – Ahli Manajemen

sun dan ditetapkan melalui per-hitungan yang realistis sesuai dengan output dan hasil yang di-tentukan. Begitu pula dengan ren-cana jadual pengadaan, sedapat mungkin disesuaikan dengan proses pencairan dan pelaksa-naan anggaran agar resiko-resiko yang akan timbul, dapat diketa-hui sejak dini, sehingga langkah antisipatif dapat dipersiapkan dengan matang. Hal demikian dapat meminimalisir potensi inefisiensi dan pemborosan dalam implementasinya.

Secara umum, langkah-langkah penyusunan rencana kebutuhan pengadaan yang efisien dan efektif sebagai berikut:

1. Melakukan identifikasi dan perhitungan jumlah barang inventaris/aset di KPU 2. Menyiapkan laporan daftar inventarisasi

untuk memastikan kekurangan barang in-ventaris

3. Membuat daftar kebutuhan pengadaan sesuai dengan standar kebutuhan

4. Membuat estimasi harga satuan biaya satu-an kegiatsatu-an:

l Membuat daftar rincian kebutuhan perkegiatan

l Penelusuran harga pasaran

Aturan Terkait

Dalam menyusun rencana kerja dan anggaran (RKA), Komisi Pemilihan Umum wajib mengg-gunakan cara-cara yang terukur, konsisten dan sesuai dengan sasaran dan indikator yang diten-tukan. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 4 PP Nomor 21 tahun 2004 tentang penyusunan

RKA-KL bahwa “(RKA-KL) disusun dengan

menggunakan pendekatan Kerangka Penge-luaran Jangka Menengah, penganggaran ter-padu dan penganggaran berbasis kinerja.” Hal

yang sama juga diatur dalam Pasal 14 Ayat 4 Keppres 42 tahun 2002 tentang pedoman pelak-sanaan APBN bahwa “Penetapan standarisasi

perlu dilakukan secara berkala oleh Menteri/ pimpinan lembaga untuk standarisasi harga satuan pokok kegiatan departemen/lembaga yang bersangkutan.”

Ditegaskan lebih lanjut, perlunya standarisasi baik kebutuhan, barang, dan harga sebelum do-kumen RKA-KL ditetapkan. Pasal 9 Ayat 1 dan Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 mengenai pengelolaan barang milik neg-ara (BMN) menyatakan bahwa “Perencanaan

kebutuhan (pengadaan dan pemeliharaan) ba-rang milik negara/daerah disusun dalam RKA kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah setelah memperhatikan ket-ersediaan BMN yang ada.” Perencanaan

kebu-tuhan BMN berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan (sarana prasarana) dan stan-dar harga.

Rekomendasi 2

Memaksimalkan Penerapan Instrumen Verifikasi Barang dan Audit Aset Sebagai Pertimbangan Menentukan Rencana Kebutuhan Pengadaan Logistik

KPU perlu melaksanakan proses verifikasi dan audit aset sebagai pertimbangan dalam penen-tuan kebutuhan pengadaan barang/jasa pemilu. Dimana selama penyelenggaraan Pemilu 2009, instrumen tersebut belum diterapkan KPU. Padahal pelaksanaan verifikasi dan audit aset merupakan instrumen penting dalam

penga-Pasal 12 Ayat 1

“APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara…”

UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

wasan, pengendalian dan evaluasi kinerja KPU terhadap pengelolaan barang negara yang di-kuasainya. Beberapa aturan perundang-undan-gan pun menegaskan bahwa lembaga pemerin-tah wajib mengelola barang milik negara dengan

Dokumen terkait