• Tidak ada hasil yang ditemukan

REKOMENDASI KRITIS TERHADAP PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMILU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "REKOMENDASI KRITIS TERHADAP PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA PEMILU"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

POLITIK ANGGARAN LOGISTIK PEMILU :

REKOMENDASI KRITIS

TERHADAP PROSES

PENGADAAN BARANG DAN JASA

PEMILU

(2)
(3)

POLITIK ANGGARAN LOGISTIK PEMILU :

REKOMENDASI KRITIS

TERHADAP PROSES

PENGADAAN BARANG DAN JASA

PEMILU

PENULIS TIM IBC ARIF NUR ALAM SRI NILAWATI LAODE SALAM

STAF PENDUKUNG

(4)
(5)

KATA PENGANTAR ... 00

EXECUTIVE SUMMARY ... 00

BAB I ARTI PENTING PENGADAAN BARANG DAN JASA (PBJ) : LOGISTIK PEMILU ... 00

I. Arti Penting Logistik Pemilu... 00

II. Proses Pengadaan Logistik Pemilu 2009 ... 00

III. Kerangka Regulasi Pengadaan Barang dan Jasa ... 00

IV. Pengelolaan Anggaran Pemilu 2009 ... 00

V. Rekomendasi Ke Depan ... 00

BAB II REKOMENDASI ... 00

I. Pengantar Rekomendasi II. Rekomendasi A. Memperkuat Perencanaan Kebutuhan dan Anggaran (RKA) Logistik Pemilu ... 00

i. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) KPU berdasarkan pada perencanaan kebutuhan yang matang... 00

ii. Memaksimalkan penerapan instrumen verifikasi barang dan audit asset sebagai pertimbangan menentukan rencana kebutuhan pengadaan logistik ... 00

iii. Membuka ruang keterlibatan tim reviewer eksternal dalam pembahasan anggaran ... 00

B. Peran Inspektorat Diperkuat dan Dimaksimalkan i. Inspektorat terlibat secara aktif dalam proses perencanaan dan penganggaran. ... 00

ii. Posisi inspektorat sejajar atau diluar (otonom) dari Sekretariat KPU ... 00

iii. Laporan inspektorat yang ditujukan pada ketua KPU selaku pimpinan lembaga terbuka untuk publik ... 00

(6)

C. Adanya Mekanisme Penentuan Harga Perkiraan Sendiri - HPS ... 00 i. Penyusunan mekanisme penentuan Harga Perkiraan Sendiri

jelas dan transparan ... 00 ii. Penyusunan Daftar Vendor ... 00 D. Pengumuman, Penjelasan dan Pengambilan Dokumen Lelang ... 00

i. Tahap pengumuman, penjelasan dan pengambilan dokumen

lelang digabungkan ... 00 ii. Mekanisme pengumuman, penjelasan dan pengambilan dokumen

lelang dilakukan secara adil, jelas, transparan dan bersaing ... 00 iii. Diumumkan ditempat yang bisa diakomodir semua lapisan ... 00

(7)

ExEcUTIvE SUMMARy

Rekomendasi Kebijakan tentang Proses Penga-daan Barang dan Jasa (PBJ) bertujuan untuk memberikan masukan bagi para pengambil ke-bijakan terkait dengan proses pengadaan barang dan jasa logistik pemilu. Buku ini dibuat berda-sarkan studi kasus penyimpangan dalam proses pengadaan logistik pada Pemilu 2004 dan 2009. Diharapkan kehadiran buku ini dapat mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan, tam-pilan kinerja penyelenggara pemilu ditingkat pusat ataupun daerah yang berdampak pada kualitas tidaknya proses dan hasil pemilu. Masukan-masukan dari para ahli dan praktisi dibidang pengadaan dan pencegahan korupsi turut memperkaya rekomendasi ini. Diskusi in-tens dilakukan secara berkala dalam beberapa pertemuan formal dan informal dengan para ahli dan praktisi berikut ini: Khairiansyah (Auditor), Eko Tjiptadi (KPK), Surachmin (Auditor), Rudi Harahap (BPKP), Ida Fauziah (DPR), serta ja-ringan pemantau pemilu yang tergabung dalam Independen Monitoring Organhization (IMO) yang antara lain; Indonesian Corruption Watch (ICW) , Komite Independen Pemantauan Pe-milu (KIIP) Indonesia Transparency Internatio-nal Indoensian (TII), Indonesian Parlementery Center (IPC), The Initiative Insititute, Sindikasi Pemilu Demokrasi (SPD) dan kawan – kawan pers pemilu.

Buku tentang Rekomendasi ini memuat 4 ba-gian, yaitu: (I) Arti Penting Pengadaan Barang dan Jasa; (II) Rekomendasi; (III) Penutup; (IV) Lampiran: Peraturan Perundang-Undangan ter-kait dengan Pengadaan Barang dan Jasa, Peng-elolaan Keuangan Negara dan Aset-aset Negara serta beberapa peraturan terkait lainnya. Terkait dengan Proses Pengadaan Barang dan Jasa, buku ini merekomendasikan empat point utama, yaitu :

A. Memperkuat Perencanaan Kebutuhan dan Anggaran (RKA) Logistik Pemilu

B. Peran Inspektorat Diperkuat dan Dimaksi-malkan

C. Adanya Mekanisme Penentuan Harga Perki-raan Sendiri - HPS

D. Pengumuman, Penjelasan dan Pengambilan Dokumen Lelang

(8)
(9)

BAB SATU

ARTI PENTING PENGADAAN BARANG DAN JASA

(PBJ) : LOGISTIK PEMILU

Bab Ini Membahas Tentang ...

l Arti Penting Logistik Pemilu

l Proses Pengadaan Logistik Pemilu 2009 l Kerangka Regulasi Pengadaan Barang dan Jasa l Pengelolaan Anggaran Pemilu 2009

(10)

I. Mengapa Logistik Pemilu ?

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan instru-men demokrasi yang diselenggarakan secara langsung untuk menghasilkan anggota parlemen, presiden dan wakil presiden. Meningkatnya ke-percayaan publik terhadap hasil pemilu sangat dipengaruhi oleh penyelenggaraan pemilu yang dilaksanakan secara demokratis dan memenuhi prinsip langsung, umum, bebas, rahasia dan ju-jur serta adil (Luber dan Jurdil).

Untuk menghasilkan penyelenggara pemilu yang kredibel dan berintegritas, juga sangat dipengaruhi oleh penyelenggara pemilu yang independen, mandiri, profesional, bersih dan berkualitas. tidak hanya menyorot proses rek-rutmen Komisi Penyelenggara Pemilu (KPU), keterlambatan pembentukan KPU, serta aturan perundang-undangan yang mengatur peserta, pemilih, dan pengawas pemilu. Tak kalah

pent-ingnya adalah pengelolaan anggaran dan pen-gadaan logistik penyelenggaraan pemilu yang transparan dan akuntabel, mengingat besarnya anggaran penyelengaraan pemilu bersumber dari rakyat.

Mengapa logistik Pemilu? Pengadaan logistik

pemilu sangat berbeda situasi dan dinamika yang melingkupinya dengan pengadaan (PBJ) di kementerian, dan atau lembaga lainnya, khusus-nya terkait dengan ketepatan waktu, jumlah, kualitas, dan sasaran. PBJ pemilu sangat sulit untuk dilakukan secara bertahap atau di tunda pengadaannya, begitu pula penerima manfaat se-luruh masyarakat pemilih, bukan hanya bersifat lokalistik. Tidak seperti PBJ pemilu, pengadaan di Kementrian atau lembaga lain tidak berkaitan dengan proses bagaimana memproduk kepe-mimpinan bangsa.

Pada titik inilah letak urgensi PBJ logistik

pe-Bagan I

Dimensi Logistik Pemilu

Mengelola Anggaransecara transparan

dan akuntabel Logistik Pemilu Dimensi Politik Dimensi Keuangan Negara Mencegah peluang terjadinya pemborosan dan

kerugian anggaran negara Menggunakan anggaran

Pemilu secara efektif dan efisien

Kualitas penyelenggaraan

Pemilu

(11)

milu. Dimana logisitik pemilu merupakan in-strumen proses pemilu yang digunakan dalam rangka memaksimalkan kualitas pemilu. Secara prinsip, logistik pemilu dapat dilihat dari 2 (dua) dimensi; Pertama, dimensi keuangan

neg-ara - Bagaimana mengelola anggneg-aran secneg-ara

transparan dan mencegah peluang pemborosan dan kerugian anggaran negara. UU 17/2003 tentang Keuangan Negara mendukung agar penggunaan anggaran logistik pemilu dilakukan secara efektif dan efisien. Sedangkan proses pen-gadaan barang dan jasa pemilu harus dilakukan secara transparan, adil, sehat, dan akuntable, se-bagaimana diatur dalam Keppres 80/2003 ten-tang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Kedua, dimensi politik - Sejauhmana

pe-milu berjalan lancar tanpa terhambat oleh per-masalahan logistik. Logistik pemilu diarahkan untuk memaksimalkan pemilu dengan meny-oroti setiap tahapan proses pelelangan, pelaksa-naan pekerjaan, dan distribusi logistik pemilu. Pengadaan logistik yang profesional dan sesuai aturan akan menghasilkan produk logistik yang tepat kualitas, tepat waktu, tepat jumlah dan te-pat sasaran.

II. Proses Pengadaan Logistik

Pemilu 2009

Logistik pemilu dikategorikan dalam 2 (dua) je-nis yaitu perlengkapan pemungutan suara dan peralatan pendukung lainnya. Jenis perleng-kapan pemungutan suara seperti yang diatur dalam pasal 142 ayat 1 UU 10 tahun 2008 terdiri dari kotak suara, surat suara, tinta, bilik

pemun-gutan suara, segel, alat untuk memberi tanda pilihan dan TPS. Sedangkan untuk peralatan pendukung lainnya diatur dalam peraturan KPU nomor 24 tahun 2008. Pelaksanaan pen-gadaan dan distribusi logistik pemilu dilakukan oleh Sekretariat Jenderal KPU terkecuali untuk Kotak Suara, Bilik Suara, alat untuk memberi tanda pilihan dan TPS yang dilimpahkan ke KPU Propinsi dan KPPS bersangkutan1. Secara umum

proses pengadaan logistik pemilu dapat digam-barkan dalam Bagan II.

III. Kerangka Regulasi Pengadaan

Barang dan Jasa (PBJ)

Kerangka regulasi pengadaan barang dan jasa tidak lepas dari beberapa peraturan perundang-undangan yang saling berkaitan, termasuk UU no 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, PP No. 06 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara, dan Keppres No. 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerin-tah. Proses pengadaan barang dan jasa secara khusus diatur dalam Keppres No 80 Tahun 2003, dan merupakan bagian dari siklus penge-lolaan aset-aset negara.

Pengaturan dalam UU No 17 Tahun 2003 ten-tang pengelolaan aset negara tidak hanya me-nyentuh proses pengadaan seperti halnya Kep-pres No 80 Tahun 2003, tetapi seluruh proses kepemilikan aset negara, termasuk dari tahap awal perencanaan pengadaan (kebutuhan & anggaran) sampai pada tahap akhir yaitu tahap pembinaan, pengawasan, dan pengendalian. UU No 17 Tahun 2003 penting untuk dijadikan acuan dalam proses PBJ logistik pemilu karena demi mendapatkan produk logistik pemilu yang sesuai dengan kebutuhan, diperlukan perencaan yang matang dan akuntabel. Sebaliknya, seusai

1) Pasal 141 ayat 2 dan pasal 142 ayat 5 dan 6 UU

(12)

pemilu, dibutuhkan pelaksanaan pengawasan dan pengendalian item-item logistik pemilu yang efektif.

IV. Pengelolaan Anggaran

Pemilu 2009

Kasus korupsi di tubuh KPU pada pemilu tahun 2004 merupakan konsekwensi dari pengelolaan anggaran yang tidak transparan dan akunta-bel. Ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi KPU dalam penyelenggaraan pemilu 2009. Dampak dari pengelolaan anggaran pemilu yang buruk bukan hanya berpengaruh pada derajat kualitas pemilu, tetapi juga kinerja KPU.

Proses pengadaan barang dan jasa logistik pe-milu seharusnya transparan dan akuntabel, ses-uai dengan maksud dan tujuan peraturan yang berlaku. Hal ini dapat meminimalisir terjadinya inefisiensi dan peluang kebocoran anggaran. Sekaligus mengurangi sorotan tajam publik terhadap kinerja KPU seperti yang terjadi pad saat ini. Berikut beberapa permasalahan dalam proses pengadaan logistik pemilu 2009:

Pertama, KPU tidak melakukan inventarisasi,

verifikasi dan audit aset pengadaan barang yang telah diadakan pada pelaksanaan pemilu se-belumnya dan pilkada di daerah sebagai basis dasar penyusunan anggaran pemilu legislatif dan presiden 2009. Begitu pula inventarisasi

Bagan II

Tahapan Proses Pengadaan Logistik Pemilu/Pilkada

Keterangan : l Pelelangan

a. Perencanaan Pengadaan b. Pemaketan Pekerjaan

c. Membuat Rencana Jadual Pengadaan d. Membentuk Panitia

e. Menyeleksi Peserta Lelang dan Kontrak l Pelaksanaan Pekerjaan a. Pembelian b. Pengolahan c. Pembuatan d. Pencetakkan l Distribusi a. Pengepakkan b. Pengiriman / Pengangkutan c. Serah terima barang

Sumber : Indonesia Budget Center (IBC), 2009 Logistik Pemilu/ Pilkada PRODUKSI MONEY - AUDIT DISTRIBUSI PELELANGAN

(13)

dan validitas data pemilih sebagai basis pen-gadaan logistik pemilu.

Kedua, Proses verifikasi dan investigasi peru-sahaan pada tahap prakualifikasi tidak dilaku-kan secara transparan. Tidak adanya pengli-batan unsur masyarakat dalam kedua proses tersebut. Hasil verifikasi tertutup, termasuk tentang kualifikasi dan rekam jejak perusahaan yang mengikuti tender.

Ketiga, tidak berjalan atau berfungsinya sistem

pengawasan dan pengendalian intern pengadaan barang dan jasa, khusunya dari segi peran inspe-ktorat jenderal KPU. Tidak saja dari segi proses tetapi juga pengadaan yang rentan korupsi

me-liputi proses pelelangan; pemaketan pekerjaan, jadual pengadaan, pembentukan panitia, dan seleksi peserta; Proses Pelaksanaan pekerjaan meliputi; pembelian, pengolahan, pembuatan, pencetakan, produksi. Dan distribusi meliputi pengepakan, pengiriman , pengangkutan, target lokasi dan ketetapan distribusi.

Dan Keempat, penentuan kebutuhan dan anggaran belum berdasarkan kebutuhan PBJ pemilu. Penetapan standar kebutuhan dan stan-dar harga ditentukan pada proses pengadaan. Sehingga belum sepenuhnya menjadi acuan ketika direncanakan dan dimuat dalam penyu-sunan rencana kerja dan anggaran (RKA) KPU. Kebutuhan pemilu dominan direncanakan dan

Sumber : Indonesia Budget Center (IBC), 2009 Perencanaan kebutuhan & penganggaran Pengadaan Penggunaan Pemanfaatan Pengamanan & pemeliharaan Penilaian Penghapusan Pemindah-tanganan Penata-usahaan Pembinaan, pengawasan & pengendalian

Siklus pengelolaan

barang milik negara/

daerah

Bagan III

(14)

ditentukan secara terpusat (top down). Semen-tara usulan/masukan dari KPU daerah (botton

up) kurang diperhatikan bahkan diabaikan.

Be-gitu pula dengan keseluruhan anggaran tahapan pemilu, dimana penyusunan dan penetapan rencana kerja dan anggaran (RKA) pemilu ma-sih dilakukan sangat incrementalis yakni hanya sekedar menambahkan presentase tertentu dari alokasi anggaran pemilu 2004 tanpa memper-hitungkan secara cermat dan teliti rincian keg-iatan/subkegiatan pertahapan pemilu baik di-level pusat maupun di di-level daerah. Akibatnya, besaran pagu anggaran untuk KPUD dihitung secara merata meski tiap daerah berbeda letak geografisnya, besaran jumlah pemilihnya serta kesiapan personil KPUD.

Dari permasalahan diatas maka penting melaku-kan serangkaian aktivitas untuk mengevaluasi secara mendasar dan melakukan kajian kompre-hensif tentang pengadaan barang dan jasa pe-milu. Pada akhirnya menjadi rekomendasi pent-ing untuk penyelenggaraan pemilu ke depan dan penyelenggaraan pilkada yang akan berlangsung di hampir seluruh daerah di Indonesia. Sebagai upaya peningkatan kualitas proses pengadaan barang dan jasa pemilu yang transparan dan akuntabel dan peningkatan kualitas pemilu dapat menjadi lebih demokratis baik dari segi proses maupun hasil pemilu.

V. Rekomendasi Ke Depan

Berdasarkan gambaran di atas, jelas terlihat bahwa masih terdapat inefisiensi dalam pengelo-laan anggaran negara untuk pemilu 2009. Untuk itu, bercermin dari pelaksaan pemilu 2004 dan 2009, Indonesia Budget Center (IBC) memberi-kan rekomendasi yang meliputi 4 (empat) taha-pan dalam proses pengadaan barang dan jasa, antara lain: (1) tahap Perencanaan dan Pengang-garan, (2) tahap Penentuan Harga Perkiraan Sendiri, (3) tahap Pengumuman, Penjelasan dan Pengambilan Dokumen Lelang, (4) Penyerahan Barang dan Jasa. Rekomendasi ini ditujukan untuk memperkuat dan memastikan penera-pan aturan perundang-undangan yang terkait, terutama penerapan pengaturan yang dijelas-kan dalam Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dan PP No 06 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

(15)

BAB DUA

REKOMENDASI

Bab Ini Membahas Tentang ...

l Pengantar Rekomendasi l Rekomendasi:

A. Memperkuat Perencanaan Kebutuhan dan Anggaran (RKA) Logistik Pemilu 1. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) KPU berdasarkan pada

perencanaan kebutuhan yang matang.

2. Memaksimalkan penerapan instrumen verifikasi barang dan audit asset se-bagai pertimbangan menentukan rencana kebutuhan pengadaan logistik. 3. Membuka ruang keterlibatan tim reviewer eksternal dalam pembahasan

anggaran.

B. Peran Inspektorat Diperkuat dan Dimaksimalkan

1. Inspektorat terlibat secara aktif dalam proses perencanaan dan pengang-garan.

2. Posisi inspektorat sejajar atau diluar (otonom) dari Sekretariat KPU. 3. Laporan inspektorat yang ditujukan pada ketua KPU selaku pimpinan

lem-baga terbuka untuk publik.

C. Adanya Mekanisme Penentuan Harga Perkiraan Sendiri - HPS

1. Menyusun mekanisme penentuan Harga Perkiraan Sendiri jelas dan transparan.

2. Menyusun Daftar Vendor.

D. Pengumuman, Penjelasan dan Pengambilan Dokumen Lelang

1. Tahap pengumuman, tahap penjelasan, dan tahap pengambilan dokumen lelang digabungkan.

2. Mekanisme pengumuman, penjelasan, dan pengambilan dokumen lelang dilakukan secara adil, jelas dan transparan.

(16)

I. Pengantar

Proses Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) yang selama ini mengacu pada 15 tahapan lelang (Bagan IV) dalam Keppres No 80 Tahun 2003, dalam prakteknya masih memberikan ruang un-tuk terjadinya praktek penyimpangan meskipun secara ideal Keppres No 80 Tahun 2003 ber-dasarkan pada prinsip efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskrimi-natif dan akuntabel.

Proses pengadaan barang/jasa pemilu 2009 ma-sih belum memenuhi ketentuan tentang prose-dur pengadaan. Tender sejumlah logistik masih

dilaksanakan secara tertutup dan mempersem-pit keterlibatan masyarakat untuk turut melaku-kan pemantauan. Jika pun ada informasi yang tersedia, namun kualitas informasi yang dise-diakan sangat terbatas dan jangka waktunya su-dah kadaluarsa sehingga kritikan dan masukan masyarakat tidak dapat mempengaruhi keputu-san yang ditetapkan KPU. Akibatnya, ditemukan sejumlah rekanan KPU yang memenangkan ten-der diindikasikan bermasalah. Ada yang tidak memenuhi standar kualifikasi, ada yang meny-alahi prosedur kontrak karena mensubkontrak pekerjaan dan adapula rekanan yang tidak in-dependen karena memiliki afiliasi dengan partai politik dan calon legislatif.

Bagan IV

15 Tahapan PBJ dalam Keppres No 80 Tahun 2003

15 Tahapan

Pengadaan Barang & Jasa

Pemerintah

Pembentukan panitia pelelangan Perencanaan pengadaan Prakualifikasi perusahaan Penyusunan dokumen lelang Pengumuman lelang Pengambilan dokumen lelang Harga prakiraan sendiri Penjelasan (Aanwijzing) Penyerahan dan pembukaan dokumen penawaran Evaluasi penawaran Pengumuman harga penawaran Sanggahan peserta Pengumuman pemenang Tandatangan kontrak Penyerahan barang

(17)

Ketidakberesan juga terjadi dalam proses produk-si dan distribuproduk-si logistik pemilu. Menjelang hari pemungutan suara anggota legislatif (9 April 2009), salah satu jenis logistik yakni surat suara yang dicetak oleh sejumlah rekanan KPU terjadi kerusakan dan cacat hingga jutaan lembar yang tersebar hampir merata di berbagai daerah. Akibatnya, dengan alasan keterbatasan waktu, KPUD sulit melakukan penggantian surat suara secara cepat ke percetakan sehingga ada KPUD yang harus menanggung resiko hukum dengan mengambil sisa surat suara cacat untuk

digu-Bagan V

3 (tiga) Tahapan

Rekomendasi PBJ

Perencanaan dan

Penganggaran Penentuan Harga Perkiraan Sendiri Pengumuman, Penjelasan dan Pengambilan Dokumen Lelang REKOMENDASI

nakan pemilih dalam menconteng. Begitupun dengan distribusi logistik, kurang sigapnya KPU menyebabkan terlambatnya pengiriman logistik diwilayah yang sulit terjangkau sehingga ber-dampak pada proses pemungutan suara tidak serentak dilaksanakan.

Sehubungan dengan itu, berdasarkan pada evalu-asi penyelenggaraan pemilu 2004 dan 2009, In-donesia Budget Center (IBC) memfokuskan reko-mendasi pada 4 tahapan dari 15 belas tahapan proses Pengadaan Barang dan Jasa (Bagan V).

(18)

Sebagaimana diatur dalam aturan penyelengga-raan pemilu 2009, KPU dalam pemilu legislatif dan pemilu presiden, KPU bertanggungjawab sepenuhnya dalam penyusunan anggaran (UU No 22 Tahun 2007 Pasal 8 ayat 1 huruf a dan pasal 8 ayat 2 huruf a). Sedangkan untuk pe-nyusunan anggaran pemilihan kepala daerah, tanggungjawab sepenuhnya berada pada KPU Propinsi dan KPU Kabupaten/Kota (UU No 22 Tahun 2007 pasal 9 ayat 3 huruf a dan pasal 10 ayat 3 huruf a).

Sejalan dengan kebutuhan refor-masi keuangan negara diinsti-tusi pemerintahan, penekanan penyusunan perencanaan dan penganggaran yang berbasis kin-erja menjadi keharusan untuk diterapkan oleh seluruh kemen-trian/lembaga. Anggaran disu-sun secara terpadu, konsisten dan memiliki relevansi satu sama lain serta berkelanjutan

(sus-tainable). Karena penganggaran

adalah media untuk mewujudkan target-target kinerja yang diren-canakan maka selayaknya segala kebutuhan dan anggaran dilaku-kan melalui proses pengukuran

dan penilaian indikator efektitas dan keefisienan yang tepat.

KPU sebagai salah satu lembaga negara wajib menyusun anggaran pemilu secara terencana mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara. Tanpa perencanaan, sulit rasanya KPU dapat menyelenggarakan pemilu dengan baik. Sebaliknya, dengan perencanaan yang matang, KPU menjadi lebih fokus dan dapat meminimal-isir timbulnya inefisiensi dan inefektifitas.

Kondisi Saat Ini

Upaya perbaikan kualitas perencanaan dan pen-ganggaran pemilu memiliki makna strategis. Be-tapa tidak, dalam penyelenggaraan pesta rakyat dalam pemilu/pilkada dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tercatat dalam pemilu 2009, nilai uang negara (APBN) yang dikeluarkan mencapai Rp 20,2 triliun. Anggaran ini meningkat hampir 3 kali lipat dibandingkan biaya pemilu 2004 lalu. Namun sayangnya, kinerja KPU dipandang kurang memuaskan oleh banyak pihak.

Mengelola dana pemilu secara professional dan akuntabel menjadi sebuah keharusan. Hal ini ti-dak hanya ditujukan untuk mencegah timbulnya korupsi yang sangat rentan terjadi, mengingat besarnya anggaran pemilu. Selain itu, untuk

me-II. Rekomendasi

A. Memperkuat Perencanaan Kebutuhan dan Anggaran (RKA)

Logistik Pemilu

Rekomendasi 1 Penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) KPU berdasarkan perenca-naan kebutuhan yang matang

Rekomendasi 2 Memaksimalkan penerapan instrument verifikasi barang dan audit aset se-bagai pertimbangan menentukan rencana kebutuhan pengadaan logistik. Rekomendasi 3 Membuka ruang keterlibatan tim reviewer eksternal dalam pembahasan

ang-garan.

Pasal 3 ayat 1:

“….pengelolaan keuangan negara wajib dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan”

UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(19)

mastikan agar penggunaan anggaran tersebut benar-benar dapat mendukung berlangsungnya pemilu secara tepat waktu sesuai dengan taha-pan-tahapan yang telah direncanakan. Kegaga-lan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengelola anggaran dapat berdampak pada gagalnya peny-elenggaraan tahapan pemilu secara keseluruhan dan menurunkan kualitas pemilu itu sendiri. Dalam hal penetapan pagu, sejak awal perhitun-gan biayanya tidak realistis dan cenderung ter-jadi penggelembungan (markup). Penggelem-bungan terjadi karena 2 hal, yakni kebutuhan dan dana. Dengan metode perhitungan dan penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan standar harga dan nilai yang wajar sulit rasanya meyakini bahwa biaya yang ditetapkan untuk membeli sebuah barang/jasa mencerminkan harga yang sesungguhnya.

Bercermin pada penyelenggaran Pemilu 2004 dan 2009, KPU harus memperbaiki model perencanaan penganggarannya dan lebih cer-mat merumuskan rencana kerja dan anggaran (RKA), sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seiring dengan refor-masi anggaran, perencanaan anggaran juga harus memperhitungkan relevansi dan konsis-tensi program dengan visi, misi KPU, serta men-sinkronisasikan pelaksanaannya dengan siklus APBN/D agar jadual tahapan pemilu yang telah ditentukan sebelumnya terlaksana tepat waktu dan tidak terhambat oleh deadline waktu pelak-sanaan anggaran.

Hal penting lainya adalah bagaimana upaya KPU menyusun rencana kebutuhan se-efisien dan se-efektif mungkin dengan melakukan verifikasi dan audit aset secara berkala di jajaran KPU dan KPUD. Tentu dengan tujuan untuk mendorong

upaya penghematan dalam pengeluaran biaya pembelian barang dan penambahan aset pe-milu.

Rekomendasi 1

Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) KPU Berdasarkan Perencanaan Kebutuhan yang Matang

Usulan belanja pemilu masih saja cenderung

di-markup, dibesarkan atau ditinggikan melebihi

kebutuhan dan biaya yang wajar. Mestinya hal tersebut daapt dicegah bilamana KPU sejak awal memaksimalkan penyusunan rencana kerja dan anggarannya (RKA). Sejalan dengan semangat reformasi keuangan negara yang menghendaki adanya penilaian yang komprehensif ketika me-nyusunan sebuah kegiatan/proyek pemilu maka KPU hendaknya menerapkan dengan baik prin-sip-prinsip penyusunan anggaran.

Perencanaan kebutuhan pengadaan sesung-guhnya bukanlah merupakan suatu kegiatan yang berdiri sendiri, akan tetapi merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dalam sistem perencanaan penganggaran khususnya menge-nai pengelolaan barang milik negara. Olehnya itu, usulan kebutuhan yang dimasukkan dalam rencana kerja dan anggaran (RKA) wajib dilaku-kan secara cermat dan memperhitungdilaku-kan harga yang wajar. Dengan begitu, maka pemborosan pembiayaan pengadaan dapat diperkecil dari perencanaannya. Selain itu, perlunya memper-timbangkan ketersediaan barang sebelumnya untuk menghindari munculnya usulan kebutu-han yang berulang. Tidak cermatnya perhitun-gan, besar kemungkinan RKA tidak menggam-barkan kondisi sesungguhnya.

Kebutuhan dan anggaran tahapan pemilu

disu-”Kegagalan dalam membuat rencana berarti meren-canakan sebuah kegagalan”

Alan Lakein – Ahli Manajemen

(20)

sun dan ditetapkan melalui per-hitungan yang realistis sesuai dengan output dan hasil yang di-tentukan. Begitu pula dengan ren-cana jadual pengadaan, sedapat mungkin disesuaikan dengan proses pencairan dan pelaksa-naan anggaran agar resiko-resiko yang akan timbul, dapat diketa-hui sejak dini, sehingga langkah antisipatif dapat dipersiapkan dengan matang. Hal demikian dapat meminimalisir potensi inefisiensi dan pemborosan dalam implementasinya.

Secara umum, langkah-langkah penyusunan rencana kebutuhan pengadaan yang efisien dan efektif sebagai berikut:

1. Melakukan identifikasi dan perhitungan jumlah barang inventaris/aset di KPU 2. Menyiapkan laporan daftar inventarisasi

untuk memastikan kekurangan barang in-ventaris

3. Membuat daftar kebutuhan pengadaan sesuai dengan standar kebutuhan

4. Membuat estimasi harga satuan biaya satu-an kegiatsatu-an:

l Membuat daftar rincian kebutuhan perkegiatan

l Penelusuran harga pasaran

Aturan Terkait

Dalam menyusun rencana kerja dan anggaran (RKA), Komisi Pemilihan Umum wajib mengg-gunakan cara-cara yang terukur, konsisten dan sesuai dengan sasaran dan indikator yang diten-tukan. Hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 4 PP Nomor 21 tahun 2004 tentang penyusunan

RKA-KL bahwa “(RKA-KL) disusun dengan

menggunakan pendekatan Kerangka Penge-luaran Jangka Menengah, penganggaran ter-padu dan penganggaran berbasis kinerja.” Hal

yang sama juga diatur dalam Pasal 14 Ayat 4 Keppres 42 tahun 2002 tentang pedoman pelak-sanaan APBN bahwa “Penetapan standarisasi

perlu dilakukan secara berkala oleh Menteri/ pimpinan lembaga untuk standarisasi harga satuan pokok kegiatan departemen/lembaga yang bersangkutan.”

Ditegaskan lebih lanjut, perlunya standarisasi baik kebutuhan, barang, dan harga sebelum do-kumen RKA-KL ditetapkan. Pasal 9 Ayat 1 dan Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 mengenai pengelolaan barang milik neg-ara (BMN) menyatakan bahwa “Perencanaan

kebutuhan (pengadaan dan pemeliharaan) ba-rang milik negara/daerah disusun dalam RKA kementerian negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah setelah memperhatikan ket-ersediaan BMN yang ada.” Perencanaan

kebu-tuhan BMN berpedoman pada standar barang, standar kebutuhan (sarana prasarana) dan stan-dar harga.

Rekomendasi 2

Memaksimalkan Penerapan Instrumen Verifikasi Barang dan Audit Aset Sebagai Pertimbangan Menentukan Rencana Kebutuhan Pengadaan Logistik

KPU perlu melaksanakan proses verifikasi dan audit aset sebagai pertimbangan dalam penen-tuan kebutuhan pengadaan barang/jasa pemilu. Dimana selama penyelenggaraan Pemilu 2009, instrumen tersebut belum diterapkan KPU. Padahal pelaksanaan verifikasi dan audit aset merupakan instrumen penting dalam

penga-Pasal 12 Ayat 1

“APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara…”

UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(21)

wasan, pengendalian dan evaluasi kinerja KPU terhadap pengelolaan barang negara yang di-kuasainya. Beberapa aturan perundang-undan-gan pun menegaskan bahwa lembaga pemerin-tah wajib mengelola barang milik negara dengan baik dan melakukan inventarisasi aset.

Baik verifikasi maupun audit aset, sesungguh-nya memiliki tujuan sebagai pencegahan dan penindakan atas hilangnya aset negara. Seba- liknya, hasil verifikasi juga dapat memaksimal-kan pemanfataan aset-aset yang sebelumnya ada serta menjamin akurasi rencana pengadaan. Pada beberapa kasus yang terjadi di KPU dae-rah, hilangnya sebahagian besar barang modal produk pemilu 2004, memberikan gamba-ran bahwa akibat kelalaian KPU yang tidak melakukan inventarisasi/verifikasi aset, negara dibebankan oleh pembelian logistik baru yang menelan biaya tidak sedikit. Sejumlah logis-tik seperti kotak suara, bilik suara, kertas surat suara dan peralatan teknologi informasi tidak dikelola dengan baik. Kondisinya banyak yang rusak, hilang dan tidak ketahui keberadaannya. Sangat disayangkan, sebab mestinya barang-ba-rang tersebut dapat dimanfaatkan untuk Pemilu 2009.

Belajar dari kondisi pemborosan seperti ini, sangat penting bagi KPU untuk segera mener-apkan instrumen verifikasi barang dan audit aset untuk menghindari terjadinya pemborosan dan inefisiensi. Hal ini juga dapat mendukung penyusunan rencana kebutuhan dan anggaran agar lebih akurat dan efisien. Proses perenca-naan yang didukung oleh data yang akurat dapat mendukung proses pengadaan yang lebih efisien dan efektif.

Aturan Terkait

Sebagai bagian dari tugas pokok dan fungsinya (TUPOKSI), KPU memiliki kewajiban untuk me-nyelenggarakan verifikasi aset. Hal ini diatur dalam Pasal 8 Ayat 4 huruf e, Pasal 9 Ayat 4 huruf f dan Pasal 10 Ayat 4 huruf f UU Nomor 22 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu bahwa

“Komisioner memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta men-gelola barang inventaris KPU/D berdasarkan peraturan perun-dang-undangan.”

Untuk teknis pelaksanaan verifikasi/inventari-sasi, KPU dibantu oleh Sekretariat Jenderal mengelola barang inventaris KPU”, seperti ditegaskan dalam Pasal 67 Ayat 3 huruf c, Pasal 68 Ayat 3 huruf c dan Pasal 69 Ayat 3 huruf c UU Nomor 22 tahun 2007 yang menyatakan bahwa

”Kewajiban Sekretariat KPU mengelola barang inventaris KPU”.

Dalam peraturan lainnya dise-butkan bahwa

”Menteri/Pimpi-nan lembaga berwe”Menteri/Pimpi-nang men-gamankan dan memelihara BMN yang berada dalam penguasaannya, melakukan pencatatan dan inventarisasi barang, menyusun dan me-nyampaikan Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunaan (LBPT) yang berada dalam penguasaannya kepada pengelola barang”. Pasal 6 Ayat

Pasal 44

“Pengguna dan kuasa penggu-na barang memiliki kewajiban mengelola dan menatausa-hakan BMN/D yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.”

UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendahaan Negara

Pasal 3 Ayat 1

“bahwa barang negara dilak-sanakan berdasarkan asas ... transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.”

PP nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara

(22)

2 huruf f, l dan m Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara.

Selain kewajiban melakukan pencatatan, aturan ini juga memberi pengelola barang kewenangan

”untuk melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan penggunaan, pemanfaatan, dan pemindahtanganan barang milik negara/ daerah....” Pasal 76 Ayat 1. Proses penyelidikan

dilakukan dengan menyusun catatan dan mer-ekam fakta-fakta sesuai tujuan investigasi.

Rekomendasi 3

Membuka Ruang Keterlibatan Tim Reviewer Eksternal dalam Pembahasan Anggaran

Masyarakat perlu terlibat secara massif dalam penyelengaraan pemilu. Keterlibatannya ti-dak hanya dibutuhkan dalam ruangan Tempat Pemungutan Suara (TPS) saat akan memilih, namun lebih dari itu secara substansi adalah masyarakat harus dilibatkan dalam proses pen-gambilan keputusan di KPU. Meski diberikan kewenangan oleh undang-undang sebagai lem-baga yang mandiri dan lepas dari intervensi pi-hak lain, namun dalam urusan merencanakan dan memutuskan kebutuhan pemilu perlu me-nyaring masukan masyarakat atau kalangan profesional. Apalagi prosesnya untuk membi-carakan rencana penganggaran anggaran yang merupakan hak publik untuk mengetahui setiap rupiah aliran dana rakyat tersebut untuk kepent-ingan pemilu.

Lemahnya dukungan internal KPU dan keter-batasan dalam merencanakan kebutuhan dan anggaran pemilu yang transparan dan akunta-bel, seharusnya KPU membuka ruang bagi

ket-erlibatan tim reviewer yang berasal dari unsur masyarakat dan kalangan profesional (akade-misi, LSM, lembaga terkait) untuk ikut bersama tim perencana KPU membahas anggaran dan kebutuhan pemilu. Masukan dan pandangan reviewer merupakan bagian dari proses uji pub-lik terhadap proses penganggaran pemilu yang transparan, efektif dan efisien.

Untuk proses review tersebut, proses pemba-hasan dapat diarahkan untuk mencermati dan menelaah RKA yang akan diajukan KPU, realis-tis atau tidak. Apakah kegiatan diajukan dapat dilaksanakan sesuai jadual dan target yang akan dicapai? Apakah kebutuhan pengadaan dengan anggaran yang diajukan sesuai dengan standar yang ditetapkan dan sesuai dengan harga yang wajar? Adanya masukan dari reviewer dapat membantu dan memudahkan bagi KPU untuk memutuskan rencana kerja dan anggarannya sebelum KPU mengajukan RKA untuk dibahas bersama Bappenas, Menkeu, dan DPR. Selain itu, keterlibatan reviewer dalam pembahasan anggaran dapat membantu KPU mendeteksi dan mencegah timbulnya perencanaan markup dalam proses penyediaan logistik pemilu.

Aturan Terkait

Dorongan partisipasi masyarakat dalam proses penyelenggaraan pemilu merupakan suatu ke-harusan untuk menciptakan akuntabilitas pen-gelolaan anggaran. Keterlibatan tim reviewer pada pembahasan RKA pemilu bukanlah ses-uatu yang tidak bisa dilaksanakan. Transparansi tatakelola keuangan negara sudah sejalan den-gan ketentuan Pasal 3 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 bahwa ”keuangan Negara dikelola secara ... transparan dan bertanggung jawab...”

“Kami akui lalai

(melakukan) audit aset sehingga

ban-yak kotak dan bilik suara yang hilang. Tapi, sampai saat ini KPU sedang mencoba

mengin-ventarisasi aset-aset sisa Pemilu 2004. Namun

me-mang belum bisa dirampungkan”

Wakil Kepala Biro Logistik KPU Boradi (Koran Jakarta, 12

(23)

Model Penyusunan Anggaran Logistik Pemilu/Pilkada

RENSTRA KPU/D Penyusunan RKA Logistik Pemilu/Pilkada Inspektorat melakukan Audit AUDIT ASET Standar Barang Standar Kebutuhan Standar Harga Minimal 3 Hari

sebelum Pleno Masukan/

Pertimbangan Draft RKA Acuan Pembahasan dan Penetapan Bersama Pemerintah dan DPR/D PLENO Pembahasan & Persetujuan Draft RKA Tim Penyusun:

Biro Perencanaan, Biro Logistik, Biro Umum, Biro

Keuangan

Peserta:

Komisioner, Setjen, Tim penyusun dan

Inspektorat KPU

Sumber : Indonesia Budget Center (IBC)

Reviewer Eksternal:

(BPKP, LKPP, Akademisi, Masyarakat Pemantau) Selanjutnya diatur dalam PP nomor 6 tahun

2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Neg-ara, Pasal 3 Ayat 1 bahwa barang negara dilak-sanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.

(24)

Tahapan Kegiatan Aktor Waktu Ket Perencanaan

anggaran Pelaksanaan Audit Aset Inspektorat , Biro Logistik dan Biro Umum 1 bulan sebelum jadual penyusunan RKA Aset Pemilu/Pilkada Biro logistik dan biro umum sifatnya membantu Inspektorat

Pembuatan Standar Kebutuhan, Standar Ba-rang dan Standar Harga logistik

Komisioner dan tim penyu-sun:

Biro Perencanaan, Biro Logistik, Biro Umum, Biro Keuangan dan Inspektorat

1 bulan sebelum

penyusu-nan RKA Komisioner sifatnya menetapkan Fungsi inspektorat memberikan masu-kan/supervise pada tim penyusun. -Informasi pasar dan informasi penyedia barang harus diketahui tim penyusun. Penyusunan rencana

kebutuhan dan anggaran (RKA)

Biro Perencanaan, Biro Logistik, Biro Umum, Biro Keuangan dan

Sebelum jadual pelaksa-naan tahapan pemilu/ pilkada

Hasil audit aset, ketetapan standar kebutuhan, standar barang dan standar harga dijadikan acuan dasar dalam penyusunan RKA.

Pembahasan

tingkat KPU/D Penyampaian draf RKA kepada reviewer eksternal Komisioner/Setjen Minimal 3 hari sebelum jadual pleno Draft RKA yang akan diakan dalam rapat pleno KPU menyampaikan dan memberikan akses RKA kepada masyarakat Rapat Pleno KPU/D Komisioner, Setjen, Tim

penyusun RKA, Inspektorat Sesuai jadual dan agenda pleno Fungsi inspektorat memberikan masu-kan dan supervise. Masukan dari reviewer

eksternal BPKP, LKPP, Akademisi, Masyarakat Pemantau Sebelum penetapan pleno Aspek efisiensi dan efektifitas logisitik Aspek kepatuhan terhadap aturan. Persetujuan dan

peneta-pan draft RKA Komisioner Sesuai jadual dan agenda pleno Komisioner menyampaikan hasil masukan dari reviewer eksternal kepada publik.

KPU memberikan akses dokumen RKA kepada masyarakat. Pembahasan bersama Pemerintah dan DPR/D Penyampaian RKA

Pemilu/Pilkada KPU/D, Menkeu, Bappenas, DPR/D, Kepala Daerah. Sesuai jadual penyusunan dan penetapan APBN/D KPU menyampaikan dan membuka akses masyarakat terhadap RKA Pembahasan dan

Pene-tapan KPU menyampaikan dan membuka akses masyarakat terhadap RKA

(25)

Inspektorat merupakan instrumen lembaga yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pengawasan internal terhadap semua unsur di lingkungan KPU. Peran serta tanggung jawab Inspektorat diatur oleh beberapa aturan pemer-intah, terutama PP No. 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.

Kondisi saat ini

Selama ini, Inspektorat kurang dapat memaksi-malkan peran mereka sebagai unsur pengawasan dalam tubuh KPU. Kurangnya dukungan lem-baga KPU terhadap tugas dan tanggung jawab Inspektorat seakan mereduksi perannya sebagai instrumen pengawasan menjadi lebih sebagai penggembira. Meski punya cap pengawas tetapi diibaratkan matanya ditutup. Hal ini menjadi-kan satuan pengawas internal berjalan pincang dan tidak efektif. Kerja-kerja unit organisasi di KPU menjadi sulit terkontrol.

Kinerja inspektorat dalam pemilu 2009 berja-lan ditempat dan bahkan tidak berfungsi seb-agaimana mestinya. Berbagai kasus mengenai pengadaan barang dan jasa pemilu baik dilevel KPU maupun di level KPUD banyak ditemukan oleh masyarakat menunjukan kegiatan supervisi

B. Peran Inspektorat Diperkuat Dan Dimaksimalkan

Rekomendasi 1 Inspektorat terlibat secara aktif dalam proses perencanaan dan pengang-garan.

Rekomendasi 2 Posisi Inspektorat Jenderal sejajar atau diluar (otonom) dari Sekretariat KPU.

Rekomendasi 3 Laporan Inspektorat yang ditujukan pada Ketua KPU terbuka untuk publik.

Rapat Anggota/Pleno KPU Ketua KPU

Sekretaris Jenderal Wakil Sekjen

PAKAR/ AHLI

Sumber: Indonesia Budget Center, 2009 Biro Keuangan Biro Hukum Biro Umum Biro SDM Biro Tekhnis dan Hupmas Biro Logistik Jabatan-Jabatan Fungsional AUDITOR inspektorat

(26)

oleh inspektorat tidak berjalan atau bahkan ti-dak dilakukan sama sekali. Sejumlah pengadaan pun tidak melalui uji inspektorat.

Inspektorat pun seharusnya dapat secara aktif mengawasi kegiatan inventariasi dan audit aset, yang selama ini tidak berjalan dengan baik. Na-mun, dengan keterbatasan personil Inspektorat yang hanya memiliki 5 auditor, sulit diyakini bahwa kegiatan pengawasan dan pengendalian dapat dilakukan dengan efektif.

Lemahnya kelembagaan Inspektorat juga dise-babkan oleh posisi inspektorat yang di bawah Sekretariat Jenderal. Hal ini berbeda dengan posisi pengawas internal di sejumlah kemen-trian, dimana mereka memiliki derajat yang sama dengan Sekretariat Jendera dan Direktur Jenderal.

Selain itu, meski posisi Inspektorat KPU berada di atas Kepala Biro, namun dalam kepangkatan sama-sama Eselon II. Posisi ini tidak memberi ruang untuk menyelenggarakan pengawasan fungsional yang independen, obyektif, dan pro-fesional, sesuai dengan ketentuan peraturan pe-rundang-undangan yang berlaku.

Rekomendasi 1

Inspektorat Terlibat Secara Aktif dalam Proses Perencanaan dan Proses Penyusunan Anggaran

Proses perencanaan dan penyusunan anggaran di KPU masih tertutup, sehingga dibutuhkan pengendalian internal yang kuat untuk menga-wasi dan memastikan proses tersebut berjalan efektif, efisien, dan sesuai dengan koridor pe-rundang-undangan. Sebagai instrumen early warning system, Inspektorat dapat berperan

un-tuk mendeteksi potensi-potensi penyimpangan. Proses Pemilu memiliki deadline, sehingga menjadi sulit jika penyimpangan baru ditemu-kan ketika menjelang akhir proses. Tidak bisa diputarbalikkan. Sehingga, menjadi sangat pent-ing bagi Inspektorat untuk secara aktif meman-tau proses perencanaan dan penganggaran demi mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses pencapaian tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara, dalam hal ini penyeleng-garaan pemilu yang baik.

Ini merupakan bagian dari pelaksanaan pen-gendalian pencegahan (preventive control) dan pengendalian deteksi (detective control). Pence-gahan dalam arti mencegah terjadinya suatu ke-salahan atau penyimpangan. Deteksi dalam arti mendeteksi suatu kesalahan atau penyimpangan yang terjadi agar memungkinkan dilakukannya tindakan koreksi (deteksi dini). Lebih baik men-deteksi suatu kesalahan dari awal2 atau pada akarnya, dari pada mendeteksi ketika proses pbj sudah terjadi.

Aturan terkait

Keterlibatan Inspektorat dalam proses peren-canaan dan penyusunan anggaran diatur oleh beberapa ketentuan peraturan perundang-un-dangan, terutama Pasal 49 dari PP No. 60 Ta-hun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, yang menyatakan bahwa

“Inspe-ktorat Jenderal ... melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan dalam rangka peny-elenggaraan tugas dan fungsi kementrian neg-ara / lembaga yang didanai dengan Anggneg-aran Pendapatan dan Belanja Negara”

Secara tegas, aturan ini mewajibkan Inspektorat untuk melaksanakan tugas sebagai pengawas

in-“Kelemahan mendasar itjen/itprov/kab/kota [inspektorat jenderal] adalah fokus kegiatan pemeriksaan lembaga ini yang lebih banyak mengurusi masalah keuangan, sementara masalah kebijakan lain yang seharusnya lebih diperhatikan menjadi terabaikan. Kegagalan program - program departemen ... tidak bisa dilepaskan dari ketidakfokusan lembaga ini melakukan evaluasi atas kinerja program departemen.”

Ibeth – Pengamat Kebijakan Publik

(27)

tern terhadap seluruh kegiatan KPU, termasuk didalamnya mengawas proses perencanaan dan penganggaran.

Pasal 48 juga menyatakan peran Inspektorat sebagai pengawas intern pemerintah untuk melakukan tugas melalui “... a. audit; b. reviu; c. evaluasi; d. pemantauan...”

Rekomendasi 2

Posisi Inspektorat Jenderal Sejajar dengan Sekretariat KPU

Inspektorat KPU bertanggung jawab kepada Sekretariat Jenderal. Konsekuensinya, kedudu-kan Inspektorat berada di bawah Sekjen. Posisi ini tidak sebanding dengan tanggung jawab In-spektorat yang melaksanakan pengawasan di lingkungan Sekretariat Jenderal KPU, Sekre-tariat KPU Provinsi, dan SekreSekre-tariat KPU, sesuai dengan aturan KPU 06/2008.

Tugas dan tanggung jawab inspektorat sebagai instrumen lembaga untuk melaksanakan pen-gendalian pencegahan, deteksi, koreksi, pengen-dalian pengarahan (pengenpengen-dalian saat kegiatan berlangsung agar pelaksanaan kegiatan sesuai aturan) sangat besar. Sehingga, Inspektorat

Jenderal sebaiknya terdiri dari orang-orang yang berpengala-man dalam melakukan penga-wasan dan pengendalian kinerja. Sebaiknya jangan hanya berasal dari unsur auditor atau pengawas keuangan.

Selain kapasitas, Inspektorat Jenderal harus terdiri dari orang-orang dengan level eselon yang sejajar dengan yang sekjen atau dirjen.

Posisi Inspektorat juga tidak bisa sejajar dengan pimpinan lembaga yang diawasi. Hal ini penting untuk menjaga indepen-densi yang sangat diperlukan agar dapat melaksanakan tugas dengan obyektifitas yang sangat tinggi. Sehingga, posisi Inspe-ktorat tidak bisa sejajar dengan pimpinan lembaga yang diawasi. Hal ini hampir sama dengan

me-kanisme yang ada di Departemen Keuangan.

Bagan VI

Perbandingan Posisi Inspektorat di KPU dan Depkeu

Parameter Per-KPU 06/2008 Depkeu

Pertanggung-jawaban Inspektorat Kepada Sekretariat Jenderal (konsekue-nsi kedudukannya yang berada di bawah sekjen). Kedudukan di atas biro-biro lain dalam sekjen.

Inspektorat Jenderal di bawah Menteri Keuan-gan, setara dengan Direktorat Jenderal dan Sekretaris Jenderal.

Susunan

Organisasi Inspektorat terdiri atas:a. Auditor Wilayah I; b. Auditor Wilayah II; c. Auditor Wilayah III; d. Auditor Wilayah IV; e. Auditor Wilayah V; f. Auditor Wilayah VI;

g. Kepala Sub Bagian TU Inspektorat. (pembagian berdasarkan wilayah) (pasal 166)

Terdiri dari:

a. Sekretariat Inspektorat Jenderal; b. Inspektorat I; c. Inspektorat II ; d. Inspektorat III; e. Inspektorat IV; f. Inspektorat V; g. Inspektorat VI; h. Inspektorat VII;

i. Inspektorat Bidang Investigasi

Dalam melaksanakan tu-gas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158, Aturan KPU 06/2008, Inspektorat meny-elenggarakan fungsi: a. penyusunan rencana dan

program pengawasan serta petunjuk teknis pelaksanaan pemeriksaan;

b. pelaksanaan pemeriksaan terhadap kepegawaian, keuangan dan perlengka-pan, kegiatan operasional Pemilu; dan

c. pelaksanaan pengujian, penilaian pemeriksaan atas kebenaran laporan.

(28)

Rekomendasi 3

Laporan Inspektorat yang Ditujukan pada Ketua KPU Selaku Pimpinan Lembaga Terbuka untuk Publik

Secara berkala, Inspektorat Jenderal menyusun laporan hasil pengawasan kepada pimpinan lem-baga. Laporan hasil pengawasan & pengendalian ini menjadi sangat penting dalam memberikan gambaran tentang keberhasilan, tantangan, dan juga gambaran mengenai kemungkinan adanya praktik-praktik yang menyimpang dari aturan yang berlaku. Laporan ini sebaiknya bersifat ter-buka dan transparan bagi masyarakat umum. Selain menjamin akuntabilitas dan transparansi KPU, keterbukaan laporan seperti ini dapat me-ningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pe-nyelenggaraan pemilu yang efektif.

Selain itu, tidak ada aturan yang menjabarkan bentuk tindaklanjut pimpinan lembaga terhadap laporan inspe-ktorat. Keterbukaan laporan Ins-pektorat Jenderal bagi khalayak umum diharapkan dapat mendo-rong adanya tindak lanjut nyata terhadap laporan Inspektorat, sehingga tidak hanya tergan-tung pada insentif dan kemauan pimpinan.

Aturan Terkait

Sesuai dengan aturan dalam UU Keterbukaan Informasi Publik, informasi publik untuk kepent-ingan masyarakat wajib dibuka untuk masyarakat umum. Lapo-ran hasil pengawasan dan pen-gendalian Inspektorat Jenderal merupakan informasi penting

bagi masyarakat agar dapat terlibat secara aktif dalam mengawasi dan memastikan KPU meny-elenggarakan pemilu dengan transparan, efektif, efisien, serta akuntable, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain itu, informasi terkait dengan laporan In-spektorat Jenderal bukan termasuk informasi yang dikecualikan dalam UU Keterbukaan In-formasi Publik, karena tidak menyangkut hal-hal berikut:

l Menghambat proses penegakan hukum l Mengganggu kepentingan perlindungan hak

atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat

l Dapat membahayakan pertahanan dan ke-amanan negara

l Mengungkapkan kekayaan alam Indonesia l Merugikan ketahanan ekonomi nasional l Merugikan kepentingan hubungan luar

neg-eri

l Mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi maupun kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang

l Mengungkapkan rahasia pribadi

l Memorandum atau surat-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik yang menurut sifatnya dirahasiakan

Keterbukaan Informasi Publik: c. meningkatkan peran aktif

masyarakat dalam pengam-bilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;

d. mewujudkan penyelengga-raan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;

Pasal 3,

UU Keterbukaan Informasi Publik

(29)

Sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Pres-iden No. 80 Tahun 2003, Panitia Pengadaan Ba-rang dan Jasa wajib menyusun harga perkiraan sendiri (HPS) yang “dikalkulasikan secara ke-ahlian dan berdasarkan data yang dapat diper-tanggungjawabkan” (Pasal 13). Nilai HPS sangat penting untuk dijadikan tolak ukur bagi harga penawaran ketika proses pengadaan berlangsung. Untuk memastikan agar nilai HPS masih dalam batas kewajaran dan seakurat mungkin merep-resentasikan harga pasar, harus ada standar atau mekanisme jelas dalam menentukan HPS.

Kondisi saat ini

KPU tidak memiliki standar ataupun mekanisme yang jelas dan komprehensif dalam menentukan HPS. Tidak adanya standarisasi menyebabkan masing-masing biro terkait dapat menentukan nilai HPS dengan cara masing-masing. Pertang-gungjawaban atas kewajaran nilai pun disesuai-kan dengan versi masing-masing. Hal ini mem-buka peluang untuk melakukan mark up dan penyimpangan-penyimpangan lainnya.

Nilai HPS untuk pengadaan barang logistik pun jauh dari harga pasaran.

Rekomendasi 1

Menyusun Mekanisme Penentuan HPS Jelas dan Transparan

Penyusunan HPS dilakukan oleh panitia pen-gadaan barang dan jasa dan bisa juga

melibat-kan Konsultan yang ahli dalam bidang tersebut agar penghitungan tersebut dilakukan secara ke-ahlian. Pada proses penyusunan HPS, data-data yang dijadikan basis dari penghitungan harus akuntabel dan dapat dipertanggungjawabkan (Pasal 13, Ayat (1) Keppres 80, tahun 2003). Berdasarkan peta persoalan yang tergambarkan sebelumnya, beberapa pointers seperti di bawah ini harus dicermati dan dijawab agar penentuan HPS lebih akuntabel:

1. Penjelasan atas masalah atau kebutuhan

2. Harus ada penilaian dari expert luar terkait dengan permasalahan atau kebutuhan

3. Harus ada cost breakdown (materi atau suplai pendukung, dll) 4. Minimal ada 3 penilaian atas spesifikasi yang berbeda 5. Alasan yang jelas atas spesifikasi yang telah dipilih:

l Spesifikasi yang dipilih harus bisa menyelesaikan permasalahan yang ada

l Spesifikasi yang dipilih harus bisa memenuhi kebutuhan

l Harus mudah dioperasikan. Jika agak sulit, harus dimasukkan cost untuk training dan sebagainya (contoh: perusahaan yang bisa menyediakan jasa training / dapat melakukan pendampin-gan terkait denpendampin-gan penggunaan bisa menjadi salah satu faktor pemilihan jasa kontraktor tersebut)

l Kelebihan dan kekurangan produk (contoh: diberikan garansi atau service yang bagus)

l Konsultasi dengan expert dibidang itu, agar dapat mengantisipasi masalah2 yang mungkin akan muncul

Jawaban atas pointers seperti di atas ini harus terbuka dan tidak bersifat rahasia (Pasal 13, ayat (4), Keppres 80, tahun 2003.

C. Adanya Mekanisme Penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)

dan Daftar Vendor

Rekomendasi 1 Menyusun mekanisme penentuan HPS jelas dan transparan. Rekomendasi 2 Menyusun Daftar Vendor

(30)

Aturan terkait

Sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003, proses penyusu-nan Harga Perkiraan Sendiri atau HPS harus dilakukan secara keahlian, bertanggung jawab, terbuka, dan tidak bersifat rahasia:

Pasal 13:

(1) Pengguna barang/jasa wajib memiliki harga perkiraan sendiri (HPS) yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan

(2) HPS disusun oleh panitia/pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang/jasa (3) HPS digunakan sebagai alat untuk

meni-lai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya dan untuk menetapkan besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu rendah... (4) Nilai total HPS terbuka dan tidak bersifat

rahasia

Rekomendasi 2

Menyusun Daftar Vendor

Perlu disusun sebuah Daftar Vendor untuk men-gumpulkan data-data vendor terkait. Daftar ini sewaktu-waktu dapat digunakan sebagai refer-ensi apabila diperlukan produk atau jasa. Adan- ya Daftar ini efektif dan efisien karna mempers-ingkat waktu ketika akan melakukan pengadaan lagi. Selain itu, riwayat vendor dapat dimonitor, baik track record maupun kinerja sebelumnya. Ini juga akan memudahkan panitia pengadaan untuk tahu vendor-vendor yang berkecimpung dibidang tertentu.

Dalam Daftar ini, setiap vendor harus menyer-takan AD/RT perusahaan, sistem dan SOP, al-amat, produk dan jasa yang dihasilkan, lokasi, pengalaman, foto, nama, nomor identitas, dan NPWP pemilik, NPWP perusahaan.

Bagi vendor yang pernah bekerjasama dengan KPU dan menunjukkan kinerja yang baik, dapat diberikan sertifikat dari KPU dan dimasukkan dalam daftar preferensi vendor. Ini akan men-jadi motivasi bagi perusahaan tersebut untuk melakukan pekerjaannya dengan baik, benar, dan profesional. Performa akan lebih baik. Fungsi utama HPS dalam pengadaan: Menetapkan besarnya Jaminan Penawaran bagi Penyedia Barang/ Jasa (antara 1-3% HPS) Acuan untuk meni-lai kewajaran harga

(Harga Penawaran < 80% HPS) Acuan untuk menilai

kemungki-nan terjadi harga timpang dari harga penawaran penye-dia barang/jawa untuk pelelangan dengan kontrak harga satuan Rusdian Rasih Hendrato, S.H. (Universitas Sebelas Maret)

(31)

Kondisi Saat Ini

Pengumuman lelang yang semu (fiktif), tidak lengkap dan jangka waktu pengumuman ter-lalu singkat, merupakan permasalahan yang sering muncul dalam tahapan pengumuman le-lang. Tidak jauh berbeda dengan dokumen dan penjelasan lelang yang tidak lengkap, terutama menyangkut dokumen lelang yang diserahkan tidak sama untuk setiap vendor, informasi dan deskripsi kegiatan yang terbatas, sampai dengan lokasi pengambilan dan pendistribusian doku-men yang sulit dicari.

Selain itu, dalam penggandaan dokumen sering terjadi tarik- menarik antara panitia lelang den-gan rekanan, karena pihak panitia menyerah-kan sepenuhnya kepada semua remenyerah-kanan untuk menggandakannya sendiri, mulai membeli do-kumen, hingga melakukan fotokopi dokumen lelang seperti yang terjadi diwilayah Jawa Barat dan Lampung.

Hal ini terjadi sekalipun Pasal 14 Ayat 2 Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pengumuman Lelang secara tegas mengatakan bahwa setiap tahapan proses pemilihan penyedia barang/jasa, pengu-muman barang/jasa, panitia pejabat pengadaan dilarang membebani atau memungut biaya apa-pun kepada penyedia barang/jasa, kecuali biaya penggandaan dokumen.

Rekomendasi 1

Tahap Pengumuman, Tahap Penjelasan, dan Tahap Pengambilan Dokumen Lelang Digabungkan

l Dokumen adalah semua bentuk material ar-sip yang memuat pemikiran seseorang dalam berbagai bentuk instrumen. (ACFE)

l Dokumen, yakni setiap rekaman data atau in-formasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gam-bar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, ang-ka, atau perforasi yangmemiliki makna. (UU No. 20 Tahun 2001).

l Dokumen Pengadaan adalah dokumen yang disiapkan oleh panitia/pejabat pengadaan sebagai pedoman dalam proses pembuatan dan penyampaian penawaran oleh calon pe-nyedia barang/jasa serta pedoman evaluasi penawaran oleh panitia/pejabat pengadaan (Keppres No 80 Tahun 2003).

Berdasarkan Keppres No 80 Tahun 2003 ten-tang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ, taha-pan Pengumuman, Penjelasan dan Pengambi-lan Dokumen LePengambi-lang merupakan tiga tahapan yang terpisah. Tetapi bila merujuk pada prinsip

efisiensi dan efektifitas dari proses PBJ sebena-D. Pengumuman, Penjelasan, Dan Pengambilan Dokuman Lelang

Dilakukan Secara Efektif dan Transparan

Rekomendasi 1 Tahap pengumuman, tahap penjelasan, dan tahap pengambilan dokumen lelang digabungkan.

Rekomendasi 2 Mekanisme pengumuman, penjelasan, dan pengambilan dokumen lelang dilakukan secara adil, jelas dan transparan.

Rekomendasi 3 Diumumkan di tempat yang mudah untuk diakomodir semua lapisan.

“Saya menyay-angkan kita tidak punya standar harga... yang sangat erat (kaitan-nya) dengan HPS untuk pengendalian berdasarkan basis data yang jelas.”

Khairiansyah – Auditor

(32)

rnya 3 (tiga) tahapan tersebut dapat disatukan. Artinya, ketiga-tiganya dapat dilaksanakan dalam waktu yang bersamaan. Kata kunci dari ketiga-tiga tahapan tersebut adalah informasi dan akses komunikasi yang akurat dan seim-bang. Penggabungan ketiga tiga tahapan PBJ tersebut didasarkan pada praktek-praktek PBJ selama ini yang cenderung tertutup dan eksklu-sif khususnya bagi perusahaan (vendor) yang dekat dengan panitia. Hubungan ketiga-tiga tahapan digambarkan sebagai berikut:

Rekomendasi 2

Mekanisme Pengumuman, Penjelasan, dan Pengambilan Dokumen Lelang Dilakukan Secara Adil, Transparan, Jelas, dan Bersaing

Mekanisme Pengumuman, Penjelasan, dan Pen-gambilan Dokumen Lelang harus mengacu pada Keppres No. 80 tahun 2003. Empat prinsip beri-kut ini mendukung penerapan ketentuan dalam Keppres No. 80 tahun 2003.

a. Prinsip Bersaing, berarti pengadaan

barang/jasa harus terbuka bagi penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di antara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat/kriteria ter-tentu berdasarkan keter-tentuan dan prosedur yang jelas dan transparan

b. Prinsip Transparansi, berarti semua

ketentuan dan informasi mengenai pengadaan barang/jasa, termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon penyedia barang/jasa, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia barang/jasa yang berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya

c. Prinsip Adil/tidak diskriminatif, berarti

memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon penyedia barang/jasa dan ti-dak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan cara dan atau alasan apapun

d. Prinsip Jelas, bearti dokumen pengadaan

barang dan jasa memuat semua informasi dan ketentuan baranga dan jasa yang akan dilelangkan secara lengkap dan terpadu termasuk pagu anggarannya.

Information &

Communication Flow

Pengumuman lelang Pengambilan dokumen lelang Penjelasan lelang “Untuk prakualifi-kasi perusahaan yang (perlu) dibuat adalah vendor list (daftar vendor) dan semua perusahaan harus memiliki dokumen (yang diperlukan). Kalau kita lihat kemarin itu seperti gerom-bolan karena (KPU)

tidak memiliki vendor list.”

Khairiansyah – Auditor

(33)

Substansi dengan PrakualifikasiPelelangan Umum dengan PascakualifikasiPelelangan Umum Pelelangan Terbatas Penayangan Pengumuman Pengambilan Dokumen Pemasukan Dokumen Penjelasan

l Dalam waktu 7 hari kerja l Melalui Papan Pengumuman

resmi untuk penerangan l Melalui internet

l Media cetak, televisi dan radio (1 kali di awal pengumuman) l Dimulai sejak tanggal

pengumu-man sampai dengan satu hari sebelum batas akhir pemasukan dokumen prakualifikasi; l Dalam waktu 3 (tiga) hari kerja

setelah berakhirnya penayangan pengumuman prakualifikasi; l Sekurang-kurangnya selama 7

(tujuh) hari kerja setelah penjela-san

l Dilaksanakan paling cepat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pengumuman

l Dalam waktu 7 hari kerja l Melalui papan pengumuman resmi

untuk penerangan l Melalui internet

l Media cetak, televisi dan radio (1 kali di awal pengumuman) l Dilakukan satu hari setelah

pengumuman sampai dengan satu hari sebelum batas akhir pemasu-kan dokumen penawaran; l Dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja

setelah penjelasan

l Dilaksanakan paling cepat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pengumuman;

l Dalam waktu 7 hari kerja

l Melalui papan pengumuman resmi untuk penerangan

l Melalui internet

l Media cetak, televisi dan radio (1 kali di awal pengumuman)

l sampai dengan satu hari sebelum batas akhir pemasukan dokumen penawaran;

l Dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah penjelasan

l Dilaksanakan paling cepat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal pengumuman;

Mekanisme Pengumuman, Pengambilan dan Penyerahan Dokumen Lelang

Berdasarkan Keppres No 80 Tahun 2003

“Pelanggaran prosedur (termasuk) pengumuman terhadap peserta lelang yang lolos atau tidak lolos tahapan-tahapan lelang hanya melalui pesan singkat/SMS. Padahal, pengumuman seperti itu seharusnya disampaikan melalui surat resmi dan dipasang di papan pengumuman. Selain (itu)... jadwal tahapan yang tidak sesuai keten-tuan, tidak adanya bobot penilaian yang rinci mengenai tenaga ahli, dan tidak ada batasan jumlah dan spesifikasinya.”

Viktor Haryanto, PT Daya Cipta Dian Sarana (PT DCDS)

(34)

Rekomendasi 3

Diumumkan Ditempat yang Bisa Diakomodir Semua Lapisan Masyarakat

Berdasarkan pada Keppres No 80 Tahun 2003, pengumuman lelang dilakukan melalui : 1. Surat kabar

2. Papan pengumuman resmi untuk peneran-gan umum

3. Website

Untuk lebih mengakomodir kepentingan semua pihak, maka sebaiknya pengumaman lelang melalui surat khabar yang bisa dengan mudah diakses oleh masyarakat luas dengan harga ter-jangkau. Hal ini sesuai dengan Pasal 17 Ayat 2 Keppres No 80 Tahun 2003 yang mengatur agar seluruh lapisan masyarakat dan dunia luar yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat ikut serta secara aktif dalam proses pelelangan. Yang tak kalah pentingnya adalah penentuan media cetak sebagai sarana penyampaian pengumu-man lelang sebaiknya media yang independen dan tidak memihak pada kepentingan penguasa atau sekelompok orang tertentu.

Aturan Terkait

Pasal 17 (Keppres No 80 Tahun 2003)

Ayat (2)

Pelelangan umum adalah metoda pemilihan

penyedia barang/jasa yang dilakukan secara terbuka dengan pengumuman secara luas me-lalui media massa dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum sehingga ma-syarakat luas dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya.

Pasal 17’ (Perpres 95 Tahun 2007)

Ayat (2)

Pengumuman pemilihan penyedia barang/ jasa harus dapat memberikan informasi se-cara luas kepada masyarakat dunia usaha baik pengusaha daerah setempat maupun pengusaha daerah lainnya.

Pengumuman pemilihan penyedia barang/ jasa tersebut, selain dilakukan melalui surat kabar sebagaimana dimaksud pada ayat ini, diupayakan pula melalui website pengadaan nasional.

Ayat (3)

Pengumuman pemilihan penyedia barang/ jasa dengan metode pelelangan terbatas, se-lain diumumkan secara luas melalui surat kabar sebagaimana dimaksud pada ayat ini, diupayakan pula melalui website pengadaan nasional.

(35)

BAB TIGA

PENUTUP

Bab Ini Membahas Tentang ...

l Pengantar l Rekomendasi

(36)

I. PENGANTAR

Pengadaan logistik pemilu tidaklah sekedar dilihat sebagai proses lelang atau tender semata, tetapi lebih daripada itu, pengadaan logistik pe-milu memiliki arti penting dari Dimensi Politik dan Dimensi Keuangan Negara.

a. Dimensi Politik : Kualitas Penyeleng-garaan Pemilu

i. Pengadaan logistik pemilu yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat kualitas, dan tepat sasaran

ii. Bagaimana pemilu tidak dihambat oleh masalah logistik pemilu (misalnya soal

distribusi logistik yang tepat waktu)

iii. Bagaimana logistik pemilu tidak mengu-rangi suara pemilih (misalnya kualitas

surat suara, tinta rendah)

iv. Bagaimana logistik pemilu tidak membu-ka peluang timbulnya double vote

(misal-nya kualitas tinta yang mudah luntur

b. Dimensi Teknis Keuangan Negara : Po-tensi Kerugian Negara

i. Sesuai Prinsip Tatakelola Keuangan Neg-ara (Pasal 3 UU 17/2003)

l Menggunakan anggaran logistik pe-milu secara efektif dan efisien (sesuai kebutuhan)

l Mengelola anggaran secara transparan dan akuntabel

l Mencegah peluang terjadinya pembo-rosan dan kerugian anggaran negara ii. Sesuai Prinsip Tatakelola Pengadaan

Ba-rang dan Jasa (Keppres 80/2003 yang direvisi 7 kali)

l Mengelola pengadaan logistik pemilu secara efektif dan efisien, ter

l Melakukan proses pengadaan logistik pemilu secara transparan, adil, sehat dan tidak diskriminatif serta akunta-bel.

Selain dari pengadaan, yang tak kalah penting-nya adalah proses pengelolaan logistik pemilu yang selama ini cenderung diabaikan walau-pun sudah ditegaskan dalam UU 22 tahun 2007 pada pasal 8 ayat 4 huruf 2, pasal 9 ayat 4 huruf f dan pasal 10 ayat 4 huruf f bahwa salah satu kewajiban KPU, KPU Propinsi dan KPU Kabu-paten/Kota dalam Pemilu Legislatif, Piplres serta Pilkada adalah :

”memelihara arsip dan dokumen Pemilu serta mengelola barang inventaris Komisi Pemilihan Umum berdasarkan peraturan perundang-un-dangan”

Dalam lingkup teknis pengelolaan barang inven-taris tersebut dilaksanakan oleh sekreinven-taris KPU yang berfungsi dalam mendukung kerja-kerja KPU untuk menyusun kebutuhannya tiap ta-hun. Tugas-tugas ini diatur dalam pasal 67 ayat 3 huruf c, pasal 68 ayat 3 huruf c dan pasal 69 ayat 3 huruf c Undang-undang 22 tahun 2007 bahwa Sekretaris Jenderal KPU/Sekretaris KPU Propinsi/Sekretaris KPU kabupaten/kota berke-wajiban mengelola barang inventaris yang di-miliki.

Padahal Pengelolaan barang inventaris menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari manajemen kelembangaan Komisi Pemilihan Umum yang mandiri, tetap dan berkesinambungan. Inven-tarisasi logistik merupakan kegiatan untuk mem-peroleh data atas seluruh logistik yang dimiliki atau dikuasai atau diurus oleh organisasi, baik yang diperoleh dari usaha pembuatan sendiri, pembelian, pertukaran, hadiah, maupun hibah,

Gambar

Tabel II
Tabel III
Tabel IV
Tabel VI

Referensi

Dokumen terkait

peringkat-peringkat sepeda motor berdasar pada kriteria- kriteria yang diinginkan konsumen, dengan ketepatan ini diharapkan dapat sangat membantu konsumen dalam proses

Semakin bagus atau positif informasi, pengetahuan dan pengalaman selama mengikuti sekolah lapang, maka akan sangat tinggi tingkat kepercayaan terhadap program tersebut,

Setelah melaksanakan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan berbagai waktu aplikasi ekstrak rebung bambu berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan

pendidikan kesehatan pada klien maka kebutuhan oksigenasi klien sudah teratasi. sebagian ditandai dengan : sesak sedikit berkurang, bunyi nafas

The goal of this approach was to demonstrate the ease of integration of different social media sources using linked data technologies and to provide a unified and simpler access

Two good reasons to floss every day (if you don´t believe me, smell the floss) - Bad breath usually increases when the mouth is dry. Chewing sugarless gum for 4-5 minutes at a time

 Contoh dar i biometr ik antara lain adalah sidik jar i, raut wajah, retina mata, tanda tangan dan suara yang mempunyai cir i yang khas dar i setiap manusia, dan tidak ada

Tabel 4.27 Parameter statistik untuk menentukan jenis distribusi ....