• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAUM INTELEKTUAL: KAJIAN MENGENA

4. Peran Kaum Intelektual dalam Kehidupan Sosial Budaya

Peran kaum intelektual dalam kehidupan sosial-budaya tidak dapat dinafikan sebagai pembentuk wacana dan pelaksana wacana untuk menjadi acuan bagi masyarakat dalam memahami kehidupan. Hal tersebut dapat lihat dengan hasil reproduksi penelitian, buku, kritik sosial dan karya sosial. Semuanya dilakukan oleh kaum intelektual sebagai cara melawan penindasan yang dilakukan oleh penguasa dan menjadi tanggung jawab sosial dan akademik. Sebagai kaum intelektual tentunya peran seperti ini mengandaikan berjalannya kesadaran dan pengetahuan untuk memahami dan mengartikulasikan pandangannya mengenai persoalan yang terjadi dalam kehidupan sosial.

Menurut Miller (1999), sebagaimana yang dikutip Latif, menyebutkan dua perespektif mengenai peran dari kaum intelektual, pertama yakni memandang bahwa pemikiran-pemikiran intelektual ditentukan terutama oleh relasi mereka dengan struktur kekuasaan atau ekonomi. Kedua, pemikiran-pemikiran intelektual dalam kerangka relasi dengan pengetahuan.60 Prespektif pertama sangat dipengaruhi oleh

60

48

pemikiran Marx, sedangkan pemikiran kedua dipengaruhi oleh Weber tentang sosiologi agama.

Peran kaum intelektual disaat memproduksi pengetahuan juga tidak terlepas dari dasar keberadaannya melalui peran sosial dan peran akademik. Peran sosial adalah untuk menyampaikan pandanganya kepada publik dalam hal masalah-masalah sosial yang dialami masyarakat, sedangkan peran akademik ialah peran yang dijalankan kaum intelektual untuk menambah pengetahuan melalui riset, menulis, dan berkarya secara akademik.

Sejalan dengan ini menurut Gutting (2011), peran kaum intelektual ialah memberikan informasi pada masyarakat tentang hal-hal yang harus mereka pahami, mulai dari hakekat dan pola kerja masyarakat, apa yang terjadi di masa lalu kita, bagaimana cara berpikir analitis dan reflektif. Menurutnya melalui kaum intelektual masyarakat luas bisa memperluas wawasan berpikir mereka, dan memiliki pilihan serta pertimbangan yang memadai untuk membuat keputusan-keputusan penting. Kaum intelektual berperan sebagai hati nurani sekaligus penunjuk arah kemana masyarakat akan bergerak.61 Kaum intelektual merupakan kompas, yang dengan

kepemilikan modal yang dimilikinya dapat mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat dalam suatu bangsa. Untuk dapat mempengaruhi dan menanta kehidupan sosial dapat dilihat melalui pandangan serta kemampuan berpikir yang dimilikinya

61

Reza A.A Wattimena. http://rumahfilsafat.com/2011/12/17/kaum-intelektual-dan- kepemimpinan/. Di akses tanggal 01 oktober 2012 .

49

untuk dapat diungkapkan ke publik, sebagai dasar dalam mendorong struktur kehidupan masyarakat yang manusiawi.

Kaum intelektual yang memiliki kekuasaan melalui ide-ide atau pengetahuan dalam sebuah masyarakat untuk membongkar struktur kekuasaan yang selalu mendominasi atau menindas masyarakat yang lemah merupakan pertarungan modal yang tersalurkan melalui arena, baik di masyarakat itu sendiri maupun di dalam dunia akademik, hingga pada akhirnya dapat membentuk habitus kaum intelektual. Habitus sendiri merupakan (re)produksi dari sejarah. Di mana habitus kaum intelektual terjalin dengan kekuasaan ide-ide dan realitas yang ia tempati. Sebagaimana yang dijelaskan Bourdieu melalui wawancara langsung bersama Mahar di Collège de France:

saya pikir optimisme saya adalah bahwa ada beberapa kekuasaan ide-ide yang kecil. Sebelumnya saya memegang pendirian yang mengatakan jangan percaya itu, jangan percaya pada kekuasaan ide-ide. Tetapi sekarang saya katakan bahwa dalam kondisi struktural dan politis tertentu, ada kekuasaan bagi ide-ide. Jadi kita harus menggunakannya, jika tidak struktur kekuasaan akan sangat menggerikan...62

Kekuasaan ide-ide menjadi landasan bagi kaum intelektual untuk bebas dalam melakukan perlawanan terhadap kekuasaan, selama kekuasaan digunakan untuk

62

Wawancara Cheleen Mahar dengan Pierre Bourdieu di Collège de France. Cheleen Mahar adalah

lektor pada depertemen Antropologi Sosial di Massey University. Minat utama penelitiannya adalah kelas sosial dan berbagai perubahan di dalam komunitas pedalaman New Zealand . Lihat Richard

Harker, et al. Habitus X Modal + Ranah = Praktik. pengantar paling komperhensif kepada pemikiran

50

kepentingan tertentu. Itu artinya, habitus dibentuk melalui pertautan antara pengetahuan dan kenyataan. Oleh karena itu menurut Soedjatmoko bahwa:

“Intelektual di negara-negara di mana ada pertentangan-pertentangan dan prasangka-prasangka suku dan golongan, merasakan pengalaman ironis, bahwa ide-ide politisnya makin di hargai di luar lingkungan sukunya sendiri, sejauh ia tidak melibatkan diri dalam kekuasaan politis ... harga diri seorang intelektual ini merupakan kepercayaannya, bahwa ide-ide memang

mempunyai kaki yang dapat bergerak”.63

Dalam kehidupan sosial, peran intelektual menjadi gambaran penting untuk melancarkan kritik dengan cara pandangannya di saat ia menelaah persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sehingga dari situ sebagai kaum intelektual mereka dapat menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Menurut Julien Benda:

Di samping golongan manusia ini yang oleh pujangga dilukiskan sebagai

curvae in terram animae et coelestium inanes (jiwa-jiwa yang merunduk ke tanah, dan dikosongkan dari segalah yang bersifat surgawi), sampai paroh abad yang terakhir ini dapat dilihat adanya golongan manusia lain, yang pada hakikatnya lain dari yang lain, dan sampai pada titik tertentu merupakan penghambat bagi golongan pertama tadi; yang benda maksudkan ialah kelas manusia yang akan saya namakan sebagai kaum cendekiawan atau intelektual, dan dengan nama itu saya maksudkan semua orang yang kegiatannya pada intinya bukanlah mengejar tujuan-tujuan praktis, tetapi yang mencari kegembiraannya dalam mengelolah seni atau ilmu atau renungan metafisik- pendeknya dalam memiliki satu harta yang bukan duniawi, dan yang berkata dengan cara masing-masing “Kerajaanku tidak di dunia ini”.64

Intelektual memiliki peran sebagai orang yang selalu berbuat untuk kepentingan masyarakat dan bukan selalu berdiam diri ketika terjadi pertikaian di

63

Soedjatmoko dalam (editor) Dick hartoko. Golongan Cendekiawan, mereka yang berumah di angin

sebuah bunga rampai.Jakarta: PT Gramedia. 1980, hlm 43.

64

51

dalam kelompok masyarakat. Berbeda dengan Benda, Gramsci65 sebagai seorang

Marxis lebih cenderung menjelaskan dan mengkategorisasikan pembentukan

intelektual sangat sederhana. Sebab arti “intelektual” sebagai sebuah kategori sosial

tunggal yang bebas dari kelas adalah mitos. Semua manusia punya potensi menjadi intelektual sesuai dengan kecerdasan yang dimiliki, dan dalam cara menggunakannya. Tetapi tidak semua orang adalah intelektual dalam fungsi sosial. Kaum intelektual dalam makna fungsional terbagi menjadi dua kelompok. Pada kelompok pertama

terdapat kaum intelektual profesional “tradisional”, misalnya kaum pujangga, ilmuan,

dan sebagainya, yang mempunyai posisi dalam celah masyarakat dengan memiliki aura antar kelas tertentu. Tetapi berasal dari hubungan kelas masa silam dan sekarang serta melingkupi sebuah lapisan untuk pembentukan berbagai kelas historis. Yang

kedua terdapat kaum intelektual “organik”, dengan elemen pemikir dan

pengorganisasiannya dari sebuah kelas sosial fundamental tertentu. Kaum intelektual organik secara mudah dibedakan oleh profesi mereka, yang mungkin menjadi watak pekerjaan dari kelas mereka, dari pada dengan fungsi mereka dalam mengarahkan gagasan dan aspirasi dari kelas di mana mereka didalamnya secara organik.

65

Antonio Gramsci. Sejarah dan Budaya. (terj), Ira Puspitorii et al. Surabaya:Pustaka Promethe. 2000,

52

Dokumen terkait