• Tidak ada hasil yang ditemukan

Oleh:

Arumi Savitri Fatimaningrum, S. Psi., M.A.

Pendahuluan

Stimulasi atau rangsangan diperlukan pada masa perkembangan anak agar potensi yang dimilikinya dapat berkembang. Hal ini sangatlah penting, sehingga perlu mendapat perhatian khusus (Soetjiningsih, 2001). Stimulasi adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru lahir (bahkan sebaiknya dimulai sejak janin berusia enam bulan di dalam kandungan), dilakukan setiap hari oleh ibu atau pengasuh, dengan cara bermain, penuh kasih sayang, dan dalam suasana gembira.

Berdasarkan teori Brofenbrenner mengenai sistem ekologi dalam daur perkembangan manusia, dapat dilihat apabila mikrosistem merupakan struktur sistem yang paling dekat dengan individu, dalam hal ini adalah anak, serta berhubungan langsung dalam proses tumbuh dan kembang sepanjang hidupnya. Mikrosistem terdiri atas sekolah, lingkungan, dan keluarga. Untuk menyiapkan anak menjadi pribadi yang ideal diperlukan peran pendidikan sekolah sebesar 20%, pendidikan lingkungan sebesar 20%, dan pendidikan keluarga sebesar 60%. Dengan demikian dapat kita lihat besarnya peran keluarga dalam proses pendidikannya sepanjang hayat.

Pengertian Keluarga

Keluarga dalam bahasa Sansekerta berasal dari kata "kulawarga"; "ras" dan "warga" yang berarti "anggota". Merupakan sebuah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Disajikan dalam Kegiatan PPM Pusdi PAUD-Insula UNY di Kelurahan Klitren, Yogyakarta 22 Agustus 2014

Menurut Salvicion dan Celis (1998), di dalam keluarga terdapat dua atau lebih pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

Nuclear vs Extended Family

Nuclear family atau keluarga inti adalah susunan keluarga yang terdiri

atas suami-istri atau ayah-ibu beserta anak-anaknya, baik yang merupakan anak kandung, tiri, maupun adopsi.

Extended family atau keluarga besar adalah susunan keluarga yang

sudah diperluas dalam lingkup yang lebih besar, seperti kakek, nenek, paman, bibi, dan sebagainya.

Fungsi Keluarga

Menurut M.I. Soelaeman, fungsi keluarga adalah:

1. Fungsi edukasi: berkaitan dengan pendidikan anak, khususnya dalam pembinaan anggota keluarga.

2. Fungsi sosialisasi: membantu dan mendidik anak agar menjadi pribadi yang mantap, serta mempersiapkan menjadi anggota masyarakat yang baik.

3. Fungsi proteksi/perlindungan: dapat dilihat dari bagaimana keluarga melindungi anak sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman, meliputi fungsi edukasi dan sosialisasi.

4. Fungsi afeksi/perasaan: berkaitan dengan iklim emosional keluarga, kehangatan yang terpancar dari seluruh gerakan, ucapan, mimik, serta perbuatan orangtua.

5. Fungsi religius: keluarga berkewajiban memperkenalkan dan mengajak semua anggota keluarga ke dalam kehidupan beragama.

6. Fungsi ekonomis: keluarga merupakan suatu kesatuan ekonomis, fungsi keluarga adalah pencarian nafkah, perencanaannya, pembelanjaan, dan pemanfaatannya.

7. Fungsi rekreasi: tidak semata-mata bermakna keluarga sering pergi bertamasya atau berpesta, tetapi lebih kepada suasana dalam keluarga yang

damai, jauh dari ketegangan batin, segar, santai, dan memberikan perasaan terlepas dari ketegangan.

8. Fungsi biologis: terkait dengan kebutuhan fisik, seperti makan, minum, istirahat, kesehatan, kebugaran, dan juga seksual.

Peran Keluarga dalam Perkembangan Anak

Dacey (dalam Utami Munandar, 1999) menjelaskan beberapa faktor lingkungan keluarga yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah:

a. Faktor genetis dan pola asuh yang mempengaruhi kebiasaan anak.

b. Aturan perilaku, orangtua sebaiknya tidak banyak menentukan aturan perilaku dalam keluarga. Orangtua hanya perlu menentukan dan meneladankan/mencontohkan nilai-nilai yang dianut oleh keluarga, serta mendorong anak-anak untuk berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai tersebut.

c. Sikap orangtua yang humoris dan suka bercanda dalam kehidupan sehari-hari memberikan warna dalam kehidupan anak.

d. Pengakuan dan penguatan terhadap tanda-tanda kemampuan, bakat, atau potensi khusus pada masa yang tepat, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan anak.

e. Gaya hidup orangtua, kebanyakan anak memiliki minat yang sama dengan orangtuanya.

f. Trauma, anak yang banyak mengalami trauma dapat menimbulkan gangguan maupun belajar dari pengalamannya tersebut.

Beberapa peran orangtua dalam perkembangan anak meliputi memelihara kesehatan fisik dan mental, meletakkan dasar kepribadian pada anak, membimbing dan memotivasi, memberikan fasilitas, menciptakan suasana yang aman, nyaman, dan kondusif (Gina Anggun Prabawani, 2011). Selanjutnya Gina Anggun Prabawani (2011) juga menjelaskan temuannya mengenai stimulasi yang diberikan orangtua meliputi upaya untuk mengikutkan anak pada saat berinteraksi sosial dengan orang lain, menunjukan rasa mencintai dan bangga pada kemampuan anak, memberi kebebasan pada anak untuk bermain di luar, serta membantu anak untuk mengembangkan kemampuan komunikasi.

Menurut Shochib, ada delapan hal yang perlu dilakukan orangtua dalam membimbing anaknya, yaitu:

1. Perilaku yang patut dicontoh, artinya, setiap perilakunya tidak sekedar bersifat mekanik, tetapi harus didasarkan pada kesadaran bahwa perilakunya akan ditiru dan diidentifikasi oleh anak-anaknya. Oleh karena itu aktualisasi perilakunya harus senantiasa didasarkan pada ketaatan terhadap nilai-nilai keluarga.

2. Kesadaran diri harus ditularkan pada anak-anaknya dengan mendorong mereka agar mampu melakukan introspeksi melalui komunikasi dialogis, baik secara verbal maupun nonverbal tentang perilaku yang taat akan nilai-nilai keluarga. Karena dengan komunikasi yang dialogis akan menjembatani kesenjangan dan tujuan di antara orangtua dan anak-anaknya.

3. Komunikasi dialogis yang terjadi antara orangtua dan anak-anaknya, terutama yang berhubungan dengan upaya membantu mereka untuk memecahkan permasalan, berkenaan dengan nilai-nilai keluarga. Dengan kata lain, orangtua mampu melakukan kontrol terhadap perilaku-perilaku anaknya agar tetap memiliki dan meningkatkan nilai-nilai keluarga sebagai dasar berperilaku.

4. Upaya untuk menyuburkan ketaatan anak-anak terhadap nilai-nilai keluarga data diaktualisasikan dalam menata lingkungan fisik yang disebut momen fisik. Hal ini akan mendukung terciptanya iklim yang mengundang anak berdialog terhadap nilai-nilai keluarga yang dituju. Misalnya adanya hiasan dinding, mushola, lemari, atau rak-rak buku yang berisi buku agama yang mencerminkan nafas agama; ruangan yang bersih, teratur, dan barang-barang yang tertata rapi mencerminkan nafas keteraturan dan kebersihan; pengaturan tempat belajar dan suasana yang sunyi mencerminkan nafas kenyamanan dan ketenangan anak dalam belajar, pemilihan tempat tinggal dapat mengaktifkan dan membiasakan anak-anak dengan nilai-nilai keluarga yang diinginkan keluarga.

5. Penataan lingkungan fisik yang melibatkan anak-anak dan dekat dengan minatnya akan menjadikan anak semakin kokoh dalam memiliki nilai-nilai keluarga dan semakin termotivasi untuk meningkatkannya. Hal tersebut akan terjadi jika orangtua terus mengupayakan anak-anak untuk semakin dekat, akrab, dan intim dengan nilai-nilai keluarga.

6. Penataan lingkungan sosial dapat menghadirkan situasi kebersamaan antara anak-anak dengan orangtua. Situasi kebersamaan merupakan sarat utama bagi terciptanya penghayatan dan pertemuan makna antara orangtua dan anak-anak. Pertemuan makna ini merupakan tujuan utama dari penataan lingkungan sosial yang mengarah pada penataan lingkungan pendidikan. 7. Penataan lingkungan pendidikan akan semakin bermakna bagi anak jika

mampu menghadirkan iklim yang mendorong kejiwaannya untuk mempelajari nilai-nilai keluarga.

8. Penataan suasana psikologis semakin kokoh jika nilai-nilai keluarga secara transparan dijabarkan dan diterjemahkan menjadi tatanan sosial serta budaya dalam kehidupan keluarga. Inilah yang dinamakan penataan sosio-budaya dalam keluarga.

Dari kedelapan pola pembinaan terhadap anak di atas sangat diperlukan sebagai panduan dalam membuat perubahan dan pertumbuhan anak, memelihara harga diri anak, dan dalam menjaga hubungan erat antara orangtua dengan anak.

Faktor penentu sikap orangtua dan dampaknya terhadap perkembangan anak

Beberapa faktor penentu bagaimana sikap orangtua secara langsung yang mempengaruhi perkembangan anaknya adalah:

1) Kebebasan, orangtua yang percaya untuk memberikan kebebasan kepada anak cenderung mempunyai anak kreatif. Tidak otoriter, tidak membatasi kegiatan anak dan mereka tidak cemas mengenai anak mereka.

2) Respek, biasanya anak yang cerdas dan kreatif mempunyai orangtua yang menghormati mereka sebagai individu, percaya akan kemampuan mereka, dan menghargai keunikan anak. Anak-anak ini secara alamiah mengembangkan kepercayaan diri untuk berani melakukan sesuatu yang orisinal.

3) Kedekatan emosi yang sedang, kreativitas anak dapat dihambat dengan uasana emosi yang mencerminkan rasa permusuhan,penolakan, atau rasa erpisah. Tetapi keterikatan emosi yang berlebih juga tidak menunjang pengembangan kreativitas anak. Anak perlu merasa bahwa ia diterima dan disayangi tetapi seyogyanya tidak menjadi terlalu tergantung kepada orangtua.

4) Prestasi, bukan angka, orangtua menghargai prestasi anak; mereka mendorong anak untuk berusaha sebaik-baiknya dan menghasilkan karyakarya yang baik. Bagi mereka mencapai angka tertinggi kurang penting dibandingkan imajinasi dan kejujuran.

5) Orangtua aktif dan mandiri, sikap orangtua terhadap diri sendiri amat penting, karena orangtua menjadi model utama bagi anak. Orangtua merasa aman dan yakin tentang diri sendiri, tidak mempedulikan status sosial, dan tidak terlalu terpengaruh oleh tuntutan sosial.

6) Menghargai kreativitas, anak yang kreatif memperoleh banyak dorongan dari orangtua untuk melakukan hal-hal yang kreatif. Charles Dickens, penulis buku cerita anak yang ternama, sering mengunjungi teater ketika ia masih anak; ayahnya sering bercerita kepadanya, dan pengasuhnya sering menceritakan cerita yang seram sebelum tidur.

Sikap orangtua yang menunjang pengembangan potensi anak

Dari berbagai penelitian diperoleh hasil bahwa sikap orangtua yang memupuk potensi anak adalah:

1) Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk mengungkapkannya 2) Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan berkhayal 3) Membolehkan anak untuk mengambil keputusan sendiri

4) Mendorong anak untuk banyak bertanya

5) Menyakinkan anak bahwa orangtua menghargai apa yang ingin dicoba dilakukan dan dihasilkan

6) Menunjang dan mendorong kegiatan anak 7) Menikmati keberadaannya bersama anak

8) Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak. 9) Mendorong kemandirian anak dalam bekerja

Dokumen terkait