• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Lembaga Kemasyarakatan Desa

Dalam dokumen Modul Tata Kelola Keuangan Desa (Halaman 49-86)

BAB V

KETERLIBATAN MASYARAKAT

DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Implementasi UU Desa memberikan ruang dan peluang yang sangat besar kepada desa untuk me- ngatur dan mengurus rumah tangganya sendiri atas dasar prakarsa lokal desa. Kemampuan keuangan desa sebagai modal untuk menjalankan roda kehidupan di desa diharapkan semakin meningkat secara bertahap. Ketika kewenangan desa bertambah besar maka kapasitas keuangan (fiskal) yang dimiliki juga harus sebanding dan tanggung jawab bagi pemerintah desa semakin besar. Perubahan kebijakan yang seperti itu sangat memungkinkan bagi desa untuk bisa mengembangkan dirinya, terutama dalam mengatur dan mengurus masyarakatnya agar lebih sejahtera.

Perubahan kedudukan desa dari “penerima perintah atau obyek” menjadi “pelaku utama atau subyek” pemerintahan dan pembangunan tidak serta-merta menjadikan desa mengubah paradigmanya. Hal ini bisa dipahami karena desa sudah puluhan tahun diposisikan sebagai subsistem pemerintahan kabupat-en/kota. Desa seolah hanya merupakan kepanjangan tangan dari kecamatan dan kabupaten. Padahal secara nyata sejak terbitnya UU 22/1999 dan UU 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, kedudukan desa sudah harus berubah. Desa merupakan satu kesatuan wilayah hukum tersendiri dalam NKRI. Sebagai wilayah yang memiliki kedaulatan hukum, maka kebijakan lokal desa yang dirumuskan ber-sama masyarakat niscaya menjadi produk hukum desa yang sah. Dalam pelaksanaannya juga tidak selalu harus menunggu “dawuh” atasan. Karena itu, peran aktif masyarakat dalam mengawal setiap tahapan proses perumusan kebijakan desa menjadi syarat penting membangun eksistensi desa yang lebih mandiri dan berdaulat. Desa tidak terus menerus harus menunggu “perintah” dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan serta pemberdayaan masyarakat. Tetapi, harus berusaha keras menumbuhkembangkan inovasi dan kreativitas lokal desa.

Dalam demokrasi desa tidak dibutuhkan lagi sistem perwakilan, masyarakat bisa secara langsung ber- hadapan dengan para pemegang pemerintahan di desa. Partisipasi masyarakat merupakan sebuah wa-hana paling strategis untuk menjadi alat dalam menumbuhkan rasa saling percaya antara pemerintahan desa dengan masyarakat yang dipimpinnya.

Problem besarnya adalah apakah desa sudah benar-benar siap mengembalikan nilai-nilai demokrasi lo-kal desa atas dasar modal sosial yang telah dimiliki selama ini? Kenyataannya adalah desa sudah cukup lama “terbelenggu” dalam sistem “sentralistik” yang instruksional. Sehingga desa seakan-akan lupa pada jati dirinya sebagai sebuah pemerintahan yang memiliki kewenangannya sendiri.

Tekad untuk memosisikan masyarakat desa menjadi bagian dari pelaku utama penyelenggaraan pe-merintahan dan pembangunan di desa harus dimiliki bersama antara aparatur desa dan masyarakat- nya. Meskipun berat, tetapi komitmen tersebut harus menjadi dasar setiap pihak yang ada di desa dan dengan dukungan dari pemerintahan lebih atas. Apapun usaha baik desa jika yang lebih atas tetap memosisikan desa sebagai “bawahan” dan “dinomorduakan”, tidak akan membuahkan hasil baik. Komitmen meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan desa harus terus terkawal meskipun ter- kadang ada kendala instruksi dari atas. Kekuatan masyarakat dalam berpartisipasi wajib terus didorong agar tetap memiliki kepedulian terhadap desa. Masyarakat harus paham terhadap hak-haknya dalam setiap tahapan proses pengambilan kebijakan pengelolaan keuangan desa. Dengan demikian, ma- syarakat akan lebih mudah menangkap peluang, peran, dan langkah-langkah untuk berpartisipasi yang lebih berkualitas.

Sebagaimana telah dijelaskan di bab sebelumnya, pengelolaan keuangan desa yang baik harus mem-perhatikan beberapa asas pengelolaan keuangan, diantaranya adalah transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas atau disingkat TPA. Asas ini tidak hanya sekadar “tulisan”, tetapi juga harus diterapkan dalam setiap proses pengelolaan keuangan desa. Masyarakat harus memahami bahwa asas TPA terse-but tidak hanya diterapkan pada saat perencanaan pembangunan atau musrenbangdes saja, tetapi sampai pada pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan desa.

Untuk memberikan jaminan peluang masyarakat atas penerapan asas TPA, diperlukan kepastian infor-masi ruang-ruang publik dan persyaratan yang harus dimiliki oleh masyarakat. Dengan demikian, pe- nerapan TPA tidak sebatas wacana tetapi benar-benar dirasakan langsung oleh masyarakat melalui pe- ningkatan pelayanan publik oleh pemerintahan desa. Semakin besar manfaat yang dirasakan langsung oleh masyarakat, maka kepercayaan atau trust antara pemerintahan desa dengan masyarakatnya menjadi semakin kuat. Lebih jelasnya penerapan TPA antara peluang dan prasyarat keterlibatan mas-yarakat, sebagai berikut :

Transparansi

Peluang : masyarakat mendapatkan informasi atas rencana tahapan dan proses pengelolaan keuan-gan desa, mulai dari penyusunan RAPB Desa, Pelaksanaan APB Desa, Penatausahaan keuankeuan-gan desa, laporan kemajuan pendapatan dan pengeluaran keuangan desa yang diumumkan secara berkala oleh pemerintah desa melalui Bendahara Desa kepada warga desa serta ringkasan pertanggungjawaban realisasi APB Desa.

Prasyarat : tim pengelola keuangan desa harus memiliki kemampuan mengelola informasi keuangan desa menjadi informasi publik yang mudah diakses dan dipahami masyarakat desa. Sedangkan ma- syarakat desa harus memiliki kapasitas pengetahuan dan ketrampilan membaca kebijakan keuangan desa.

Partisipasi

Peluang : masyarakat desa dapat menjadi bagian dari keanggotaan tim penyusun RAPB Desa, sebagai anggota pelaksana kegiatan, tim monitoring dan pengawasan, tim pemeliharaan, dan dapat memban-tu dalam penyusunan RAB serta menyelaraskan laporan kemajuan penyerapan dana kegiatan pada Buku Kas Pembantu Kegiatan dan Buku Kas Umum di desa.

Prasyarat : tim pengelola keuangan desa memiliki komitmen dan mau bekerjasama dengan masyarakat untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan desa. Bagi masyarakat harus memiliki pengeta-huan dan kemampuan teknis dalam setiap tahapan siklus pengelolaan keuangan desa.

Akuntabilitas

Peluang : masyarakat dapat melakukan pengawasan secara partisipatif baik aktif maupun pasif dalam setiap tahapan pengelolaan keuangan desa. Momen pelaporan dan pertanggungjawaban Kepala Desa merupakan ruang paling strategis yang harus dijadikan forum publik di desa.

Prasyarat : tim pengelola keuangan desa memiliki kesadaran bahwa uang desa adalah uang rakyat yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat secara langsung. Sehingga tim harus memiliki ke-mampuan teknis mengelola keuangan desa sesuai tahapan dengan baik. Sementara masyarakat desa dituntut memiliki pengetahuan melakukan pengawalan secara kolektif dan kritis serta memahami tata cara penyampaian pengaduan manakala terjadi penyimpangan dengan tetap menjaga kondisi yang aman di desa.

Kondisi aman, tenteram dan nyaman akan tetap terjaga apabila mampu mengedepankan nilai-nilai ke-bersamaan yang diwujudkan dalam prinsip-prinsip TPA untuk memutuskan kebijakan di desa. Karena- nya, seluruh pihak yang ada di desa, baik unsur pemerintah, BPD, Lembaga Desa dan masyarakat harus memiliki cita-cita bersama membangun desa lebih baik. Semangat kebersamaan itulah yang nantinya diharapkan dapat mengembalikan jati diri desa yang salah satunya diwujudkan melalui forum rembug desa atau musyawarah desa.

MODUL KEUANGAN DESA BAB V KETERLIBATAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ditegaskan bahwa “Desa yang memiliki

hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Ta-hun 1945 perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehing- ga dapat menciptakan landasan yang kukuh dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.”

Untuk mewujudkan cita-cita di atas, salah satu syaratnya dengan meningkatkan kinerja kelembagaan di tingkat desa, memperkuat kebersamaan, serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan ma- syarakat, Pemerintah Desa dan BPD. Badan Permusyawaratan Desa memiliki tugas penting untuk memfasilitasi penyelenggaraan musyawarah desa. Dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa disebut-kan bahwa “Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah forum musyawarah antara

Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk memusyawarahkan dan menyepakati hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa”.

Hal-hal yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud meliputi : penataan Desa, perencanaan Desa, pengelolaan keuangan desa, kerja sama Desa, rencana investasi yang masuk ke Desa, pembentukan BUM Desa, penambahan dan pelepasan aset Desa, dan, kejadian luar biasa. Pelaksanaan musyawarah desa paling sedikit dilaksanakan 1 kali dalam satu tahun dan atau sesuai kebutuhan desa.

Musyawarah Desa atau Hasil Musyawarah Desa dalam bentuk kesepakatan yang dituangkan dalam berita acara keputusan hasil musyawarah dijadikan dasar oleh Badan Permusyawaratan Desa dan Pe-merintah Desa dalam menetapkan kebijakan PePe-merintahan Desa. Karena itu, seluruh anggota BPD dituntut memiliki kemampuan, baik pengetahuan maupun ketrampilan dalam mengelola penyeleng-garaan musyawarah desa yang demokratis.

Tanggung jawab BPD tidak sekedar panitia pelaksana, tetapi dituntut untuk menjaga dan melindungi hak-hak masyarakat yang akan menjadi “masukan” pembahasan musyawarah desa. Selain itu, BPD se-bagai perwakilan dari masyarakat wajib menjaga kualitas pelaksanaan musyawarah dengan cara mem-berikan pembekalan pengetahuan masyarakat. Modal pengetahuan masyarakat sangat dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan yang selalu mencerminkan keberpihakan terhadap masyarakat. Menjadikan aspirasi dan keterlibatan masyarakat pada setiap proses pengambilan keputusan di desa melalui Musyawarah Desa hakikatnya mengembalikan “kedaulatan rakyat”. Dengan demikian, rakyat desa akan mempunyai peran yang lebih strategis sebagai bagian dari pelaku utama yang aktif dan kri-tis. Rakyat tidak boleh lagi hanya sebagai “penonton” dan penerima manfaat yang pasif, tetapi harus mampu menumbuhkan prakarsa dan gerakan partisipasi dalam membangun desanya.

Hal mendasar yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan musyawarah desa adalah :

• Memahami hak dan kewajiban;

• Memahami dan mematuhi tata tertib musyawarah desa yang telah disepakati bersama; • Memahami tahapan pelaksanaan musyawarah desa;

• Mempersiapkan materi yang akan dibahas;

• Kepanitian dan agenda pembahasan musyawarah desa; • Ketersediaan pendanaan;

• Memperhatikan keadilan peserta musyawarah yang akan diundang, dan • Mengawal dan mensosialisasikan hasil keputusan musyawarah desa.

Guna memberikan hasil yang optimal dalam setiap kali musyawarah desa, maka peran aktif seluruh un-sur kelembagaan masyarakat desa menjadi sangat penting. Kehadiran kelembagaan masyarakat desa dapat memainkan peran dan fungsinya sesuai beban kerja yang dimiliki. Pembentukan lembaga ini tidak boleh hanya sebatas menjadi alat kekuasaan Kepala Desa dan atau BPD, tetapi harus mampu mendorong keberdayaan masyarakat desa secara menyeluruh.

Di Desa dibentuk lembaga kemasyarakatan Desa, seperti rukun tetangga, rukun warga, pembinaan kesejahteraan keluarga, karang taruna, dan lembaga pemberdayaan masyarakat atau yang disebut dengan nama lain. Lembaga kemasyarakatan Desa bertugas membantu Pemerintah Desa dan merupa-kan mitra dalam memberdayamerupa-kan masyarakat Desa.

Lembaga kemasyarakatan Desa berfungsi sebagai wadah partisipasi masyarakat Desa dalam pemban-gunan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan pemberdayaan yang mengarah terwujudnya demokratisasi dan transparansi di tingkat masyarakat serta menciptakan akses agar masyarakat lebih berperan aktif dalam kegiatan pembangunan.

Keahlian para pengurus lembaga kemasyarakatan desa dalam mengelola dinamika organisasi/lemba-ganya senantiasa dapat mendorong berkembangnya swadaya dan gotong royong masyarakat desa. Proses pembelajaran kedewasaan masyarakat berdemokrasi di desa hendaknya dijadikan kerangka kerja utama para pengurus yang telah mendapatkan mandat. Amanah rakyat pada hakikatnya sebuah kepercayaan yang harus dibarengi dengan tanggung jawab kerja yang sebanding.

Meskipun keberadaan lembaga kemasyarakatan desa sebagai mitra kerja pemerintah desa, akan tetapi tetap harus menjaga kemandirian dan kebebasan dalam bekerja. Tidak bisa dibenarkan adanya alasan bahwa sebagai mitra pemerintah desa maka “hidup mati“ membela Kepala Desa dan Perangkat Desa tetapi mengabaikan hak-hak rakyat desa. Justru sebaliknya, pembentukan lembaga tersebut diharap-kan mempercepat saluran partisipasi masyarakat dari bawah ke atas.

Dalam proses pembentukan lembaga kemasyarakatan desa, hendaknya selalu mengedepankan prin-sip-prinsip keterbukaan dan keterlibatan masyarakat secara aktif. Kebutuhan membentuk sebuah lem-baga tetap mengutamakan kebutuhan lokal desa bukan titipan atau perintah dari pemerintah lebih atas. Banyak ditemukan pembentukan lembaga kemasyarakatan desa yang dipaksakan dari atas, hanya menambah beban desa. Sehingga banyak sekali lembaga kemasyarakatan desa tinggal sebuah nama. Yang sangat penting diperhatikan juga, bahwa dalam memilih atau menetapkan pengurus, harus terja-di pemerataan terja-diantara unsur masyarakat. Penumpukkan tugas pengurus kepada segelintir orang tidak akan membawa hasil positif dalam perjalannya. Kebiasaan buruk desa yang selalu memberikan ke-percayaan dan membebankan pada orang-orang yang dianggap “bisa dan mau” sudah salah kaprah. Apalagi tidak pernah mencoba memberikan kesempatan pada yang lain, justru semakin berdampak buruk pada perjalanan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa.

C | Peran Lembaga Kemasyarakatan Desa

Yusuf Murtiono

Isu desa dan tata kelola keuangan desa mejadi fokus kajian Yusuf. Ia aktif di Forum Masyarakat Sipil (Formasi) Kebumen. Aktivitas Yusuf dalam beberapa tahun terakhir santara lain sebagai Tim Konsultan Pro-Poor Planning, Budgeting and

Monitorting Assestment di Wakatobi, Kupang, dan Gorontalo; Tim Tehnical Assistensi Building Better Budget for Women and the Poor di Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah,

Gorontalo (2011-2013), Direktur program piloting pembentukan Tim Koordinasi Percepatan penanggulangan Kemiskinan dan Sistem Informasi Desa (SID) Kabupaten Kebumen. Yusuf juga sering menjadi narasumber maupun fasilitator berbagai pelati-han untuk implementasi UU Desa.

Yusuf dapat dihubungi melalui : yusufmurtiono@yahoo.com

Tentang Penulis

Dalam dokumen Modul Tata Kelola Keuangan Desa (Halaman 49-86)

Dokumen terkait