• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2. Peran Media Massa dalam Mengkonstruksi Realitas

Teori konstruksi sosial atas realitas dikemukakan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckman (1998), yang menyatakan realitas terbentuk secara sosial melalui komunikasi. Berger dan Luckman menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. Realitas tidak di bentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan, tetapi terbentuk secara sosial melalui komunikasi. Individu menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif melalui tindakan dan interaksinya. Dengan pemahaman ini realitas berwujud ganda/plural.Setiap orang mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas, berdasarkan pengalaman, preferensi, pendidikan dan lingkungan sosial, yang dimiliki masing-masing individu.

Manusia akan mengkonstruksikan segala sesuatu yang tidak tersedia untuk dirinya dari alam. Hasil konstruksi ini dapat mempengaruhi dan membentuk pikiran serta tindakan dalam interaksi sosial.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Konstruktivisme, merupakan suatu doktrin dimana persepsi, ingatan, dan struktur mental kompleks lainnya disusun secara aktif oleh pikiran (Colman, 2001, Dictionary of Psychology). Jadi persepsi, ingatan, dan struktur mental kompleks tersebut dikonstruksi secara aktif, bukan realitas obyektif yang tersedia di hadapan kita sehingga kita memperolehnya secara alami begitu saja. Gagasan mengenai konstruktivisme pertama dimunculkan psikolog Inggris Sir Frederic Charles Bartlett (1932) untuk menjelaskan fenomena temuannya tentang ingatan manusia. Kemudian berkembang di tangan psikolog seperti Richard Ulrich (konstruksi terkait persepsi), Richard Gregory (konstruksi pikiran sebagai penyebab ilusi visual), dan Jean Piaget (konstruksi mental dalam diri anak-anak), (Colman, 2001).

Konstruktivisme sosial sendiri, pertama kali dipopulerkan Peter Ludwig Berger dan Thomas Luckmann melalui buku The Sosial Construction of Reality, terbit tahun 1966. Inti gagasan konstruksi sosial realitas Berger dan Luckmann adalah, realitas dikonstruksi secara sosial. Realitas di sini diwujudkan antara lain sebagai kejadian hidup sehari-hari. Menggambarkan kenyataan hidup sehari-hari, Berger menulis:

Kenyataan hidup sehari-hari diterima begitu saja sebagai kenyataan. dan tidak memerlukan verifikasi tambahan selain kenyataannya yang sederhana. Kenyataan ini memang sudah ada di sana, sebagai faktisitas2 yang memaksa

dan sudah jelas dengan sendirinya… Meskipun saya dapat menyangsikan kenyataannya, saya merasa wajib untuk menangguhkan

kesangsian seperti itu selama saya bereksistensi secara rutin dalam kehidupan sehari-hari. Penangguhan kesangsian itu begitu kuat sehingga untuk mencabutnya… saya harus melakukan suatu peralihan yang sangat besar.” (Berger dan Luckmann, 1966 : 34).

2

Kenyataan bahwa manusia diluar kemauannya terdampar di dunia dengan kondisi dan situasi tertentu, mengandaikan kebebasan eksistensial manusia untuk mewujudkan kemampuan dan menentukan diri.

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Bagi Berger, realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, realitas dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas. Setiap orang yang mempunyai pengalaman, preferensi, pendidikan tertentu, dan lingkungan pergaulan atau sosial itu dengan konstruksinya masing-masing. Selain plural, konstruksi sosial itu juga bersifat dinamis. Sebagai hasil dari konstruksi sosial maka realitas tesebut merupakan realitas subjektif dan realitas objektif sekaligus. Dalam realitas subjektif, realitas tersebut menyangkut makna, interpretasi, dan hasil relasi antara individu dengan objek. Setiap individu mempunyai latar belakang sejarah, pengetahuan, dan lingkungan yang berbeda-beda yang bisa jadi menghasilkan penafsiran yang berbeda pula ketika melihat dan berhadapan dengan objek. Sebaliknya, realitas itu juga mempunyai dimensi objektif – sesuatu yang dialami, bersifat eksternal, berada di luar atau dalam istilah Berger tidak dapat kita tiadakan dengan angan-angan. Hal itu misalnya dapat dilihat dari rumusan intitusi, aturan-aturan yang ada dan sebagainya. Dalam perspektif konstruksi sosial, kedua realitas tersebut saling berdialektika. Seseorang akan mencurahkan ketika bersinggungan dengan kenyataan (eksternalisasi), sebaliknya, ia juga akan dipengaruhi oleh kenyataan objektif yang ada (internalisasi).

Proses dialektis tersebut mempunyai tiga tahapan-Berger menyebutnya sebagai momen, yang terdiri dari tiga tahap peristiwa. Pertama, eksternalisasi; kedua, objektivasi; ketiga, internalisasi. Dialektis menganggap masyarakat tidak lain adalah produk manusia, namun secara terus menerus mempunyai aksi kembali terhadap penghasilannya. Sebaliknya, manusia adalah hasil atau produk dari masyarakat. Seseorang baru menjadi seorang pribadi yang beridentitas sejauh ia tetap tinggal di dalam masyarakatnya

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

…Ketika seseorang mewawancarai narasumber, di sana terjadi interaksi antara wartawan dengan narasumber. Realitas yang terbentuk dari wawancara tersebut adalah produk interaksi antara keduanya. Realitas hasil wawancara bukan hasil operan antara apa yang dikatakan oleh narasumber dan ditulis sedemikian rupa ke dalam berita. Di sana juga ada proses eksternalisasi: pertanyaan yang diajukan dan juga sudut penggambaran yang dibuat oleh pewawancara yang membatasi pandangan narasumber. Belum termasuk bagaimana hubungan dan kedekatan antara wartawan dengan narasumber. Proses dialektis di antara keduanya yang menghasilkan wawancara yang kita baca di surat kabar atau kita lihat di televisi (Eriyanto, 2002 : 18 – 19).

Secara institusi, proses konstruksi terhadap realitas dalam komunikasi massa dapat dijelaskan dalam gambar berikut.

Grafik (Gambar) 2.2. Proses Konstruksi Terhadap Realitas dalam Komunikasi Massa. Sumber: (Hamad, 2007 : 184) WACANA SEBAGAI HASIL KONSTRUKSI PUBLIK PROSES KONSTRUKSI REALITAS OLEH MEDIA Hasil: makna, opini, Faktor Eksternal Faktor Internal

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

Dalam gambar diatas, proses konstruksi isi media dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal media tersebut. Faktor-faktor internal tersebut adalah politik redaksional tertentu, kepentingan politik para pengelola media termasuk relasinya dengan kepentingan politik tertentu. Sedangkan faktor eksternal bisa berupa tekanan pasar pembaca, sistem politik yang sedang berlaku dan kekuatan-kekuatan lainnya. Hasil dari proses konstruksi itulah yang kemudian tampak dalam produk media massa yang dinikmati publik yang menghasilkan makna, opini, citra dan motif.

Dalam pandangan konstruksionis, media dipandang sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya. Di sini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas….Berita yang kita baca bukan hanya menggambarkan realitas, bukan hanya menunjukan pendapat sumber berita, tetapi juga konstruksi dari media itu sendiri. Lewat berbagai instrumen yang dimilikinya, media ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan (Eriyanto, 2002 : 23).

Isi media, misalnya menurut Brian McNair (1994:39:58) dapat lebih ditentukan oleh :

Kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik (the political-economy approach). Pengelola media sebagai pihak yang aktif dalam proses produksi berita (organizational approach).

Gabungan berbagai faktor, baik internal media atau pun ekternal media (culturalis media)

Sedangkan Pamela J. Shoemanker dan Stephen D. Reese dalam buku Mediating the Message : Theories of Influences on Mass Media Content (1996) memandang bahwa telah terjadi pertarungan dalam memaknai realitas dalam isi media. Pertarungan itu disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

1) Latar belakang awak media (wartawan, editor, kamerawan, dan lainya).

Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :

2) Rutinitas media (media routine), yaitu mekanisme dan proses penentuan berita. Misalnya, berita hasil investigasi langsung akan berbeda dengan berita yang dibeli dari kantor berita.

3) Struktur organisasi, bahwa media adalah kumpulan berbagai job description. Misalnya, bagian marketing dapat mempengaruhi agar diproduksi isi media yang dijual kepasar.

4) Kekuatan ekstra media, yaitu lingkungan di luar media (sosial, budaya, politik, hukum, kebutuhan khalayak, agama, dan lainnya).

5) Ideologi (misalnya ideologi negara)

Dokumen terkait