• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PERAN MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA

D. Peran Mediasi dalam Menyelesaikan Sengketa Perdata

56

Sengketa perdata adalah sengketa-sengketa mengenai masalah yang terjadi diantara para pihak atau lebih sering disebut sebagai sengketa privat karena hukum perdata adalah hukum privat. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa perdata melalui upaya mediasi lebih menguntungkan bagi para pihak dari pada penyelesaian sengketa perdata melalui putusan pengadilan. Melalui mediasi, para pihak yang bersengketa dapat menentukan sendiri jalan dan solusi yang akan

55

Ibid, h. 313.

56

mereka pilih sebagai kesepakatan untuk mengakhiri sengketa mereka. Melalui mediasi para pihak yang bersengketa dapat menemukan win-win solution yang akan menguntungkan kedua belah pihak yang bersengketa.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan hakim mediator di Pengadilan Negeri Medan yaitu Bapak E.T. Pasaribu pada tanggal 7 Juli 2010 lokasi PN Medan Ruangan Bapak E.T. Pasaribu, dapat diketahui peran mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para pihak yang bersengketa. Hakim Mediator, Bapak E.T. Pasaribu menyatakan bahwa ia sebagai mediator telah mengupayakan penyelesaian sengketa melalui mediasi, namun umumnya para pihak yang bersengketa enggan menyelesaikan sengketa mereka. Hal ini terbukti dari tidak tercapainya kesepakatan antara para pihak mengenai sengketa yang terjadi diantara mereka.

Menurut D.S. Dewi yang merupakan salah satu hakim mediator di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, kunci keberhasilan mediasi dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut :57

a.Prinsipal (para pihak) 1. Itikad baik dari :

b.Penasihat Hukum 2. Keahlian Mediator

3. Kordinasi administrasi PP/Mediator/Majelis 4. Kebijakan Pimpinan

57

5. Sarana dan Prasarana

Mediasi memiliki peranan dalam menyelesaikan sengketa perdata. Melalui mediasi sengketa perdata dapat diselesaikan dengan lebih menguntungkan. Menurut M. Yahya Harahap, penyelesain sengketa perdata melalui perdamaian (Mediasi adalah salah satu cara untuk menuju perdamaian) mengandung berbagai keuntungan, diantaranya:

1. Penyelesaian bersifat informal

Melalui mediasi sengketa perdata diselesaikan melalui pendekatan nurani, bukan berdasarkan hukum. Kedua belah pihak melepaskan diri dari kekakuan hukum (legal term) kepada pendekatan yang bercorak nurani dan moral. Menjauhkan pendekatan doktrin dan asas pembuktian kearah persamaan persepsi yang saling menguntungkan.58

2. Yang menyelesaikan Sengketa adalah para pihak sendiri

Penyelesaian tidak diserahkan kepada kemauan dan kehendak hakim, hakim mediator hanya berperan sebagai pihak ketiga yang menjadi perantara bagi kedua belah pihak yang bersengketa untuk berdamai, namun keputusan kesepakatan ada ditangan para pihak yang bersengketa tersebut. Sengketa diselesaikan oleh para pihak sesuai dengan kemauan mereka sendiri, karena merekalah yang lebih tahu hal yang sebenarnya dan sesungguhnya atas sengketa yang terjadi diantara mereka.59

58

M. Yahya Harahap, Hukum acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 236.

59

3. Jangka waktu penyelesaian pendek

Pada umumnya penyelesaian sengketa perdata melalui mediasi memakan waktu yang lebih singkat dari pada menyelesaikan sengketa perdata di Pengadilan melalui putusan Hakim Pengadilan. Biasanya mediasi hanya berjangka waktu satu atau dua minggu, atau paling lama satu bulan.60

4. Biaya ringan

Asal ada itikad baik dari masing-masing para pihak maka mediasi dapat segera menghasilkan kesepakatan sebagai penyelesaian atas sengketa yang terjadi.

Biaya yang dikeluarkan pada saat menyelesaikan sengketa perdata melaui mediasi lebih ringan/murah dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan bila sengketa perdata harus diselesaikan melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (incracht van gewijsde).

5. Aturan pembuktian tidak perlu

Mediasi merupakan upaya penyelesaian sengketa perdata yang bertujuan untuk mewujudkan perdamaian diantara para pihak, tidak ada pertarungan sengit dalam menyelesaikan sengketa perdata melalui mediasi, sehingga tidak ada perdebatan yang menjatuhkan pihak lawan dengan system dan prinsip pembuktian yang formil dan menjemukan seperti dipengadilan. Perdebatan memang ada namun tidak sesengit ketika sengketa tersebut diselesaikan melalui pengadilan.61

60 Ibid. 61

6. Proses penyelesaian bersifat konfidensial

Penyelesaian melalui perdamaian benar-benar bersifat rahasia atau konfidensial, yaitu : 62

a. Penyelesaian tertutup untuk umum

b. Yang tahu hanya mediator, konsiliator atau advisor maupun ahli yang bertindak membantu penyelesaian.

Dengan demikian, tetap terjaga nama baik para pihak dalam pergaulan masyarakat. Tidak demikian halnya dengan penyelesaian melalui pengadilan.

7. Hubungan para pihak bersifat kooperatif

Mediasi menggunakan hati nurani para pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya, oleh karena itulah kerja sama yang baik dapat terjalin guna menemukan solusi dan kesepakatan untuk menyelesaikan sengketa tersebut. Persaudaraan dan kerja sama adalah cirri dari perdamaian sehingga dapat menjauhkan pihak-pihak yang bersengketa dari dendam dan permusuhan.63

8. Komunikasi dan fokus penyelesaian

Dalam penyelesaian perdamaian terwujud komunikasi aktif antara para pihak. Dalam komunikasi itu, terpancar keinginan memperbaiki perselisihan dan kesalahan masa lalu menuju hubungan yang lebih baik

62 Ibid. 63

untuk masa depan. Melalui komunikasi itu, apa yang mereka selesaikan bukan masa lalu tetapi untuk mas yang akan datang.64

9. Hasil yang dituju sama menang

Hasil yang dicari dan dituju para pihak dalam penyelesaian perdamaian, dapat dikatakan sangat luhur, yaitu :65

a. Sama-sama menang yang disebut konsep win-win solution,dengan menjauhkan diri dari sifat egoistic dan serakah, mau menang sendiri,

b. Dengan demikian, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang.

10.Bebas emosi dan dendam

Penyelesaian sengketa perdata melalui mediasi yang tujuannya dalah perdamaian, meredam sikap emosional tinggi dan bergejolak, kea rah suasana bebas emosi selama berlangsung penyelesaian maupun setelah penyelesaian dicapai. Tidak diikuti dendam dan kebencian, tetapirasa kekeluargaan dan persaudaraan.66

Van Apeldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk mengatur tata tertib masyarakat secara damai dan adil.67

64 Ibid. 65 Ibid, h. 238. 66 Ibid. 67

Van Apeldoorn dalam Syahruddin Husein, Pengantar Ilmu Hukum, (Medan: Kelompok studi Hukum dan Masyrakat Fakultas Hukum USU, 1988), h. 50.

Berdasarkan pendapat Van Apeldoorn tersebut maka dapat diketahui bahwa mediasi memiliki peranan dalam menyelesaikan sengketa perdata, peranan mediasi tersebut adalah untuk

menyelesaikan sengketa perdata secara damai sehingga dapat ditemukannya win- win solution yang tidak akan merugikan bagi masing-masing pihak yang bersengketa. Dengan penyelesaian sengketa perdata secara damai melalui mediasi maka tercapailah tujuan hukum sebagaimana yang dimaksudkan oleh pernyataan Van Apeldoorn.

Selain pendapat van Apeldoorn, melalui hukum acara perdata juga dapat dilihat bahwa mediasi berperan dalam mewujudkan perdamaian guna mencapai tujuan hukum. Dengan diaturnya mediasi dalam pasal 154 Rbg/130 HIR maka jelaslah dapat diketahui bahwa hukum acara perdata menghendaki perdamaian. Bukan hanya dalam hukum acara perdata, dalam hukum Islam, dikenal adanya istilah yaitu mendamaikan para pihak yang bersengketa. Hukum Islam menghendaki adanya jalan damai dalam menyelesaikan sengketa. Maka dari pada itu, mediasi merupakan salah satu upaya yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya. Sebuah firman Allah menyatakan “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.”68

Berdasarkan firman Allah tersebut dapatlah disimpulkan bahwa hukum Islam menghendaki penyelesain sengketa secara damai. Hal ini tentu sejalan dengan tujuan hukum yang dikemukakan oleh Van Apeldoorn dan Hukum acara perdata sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 154 R.Bg/130 HIR. Dan dengan jalan damai masalah atau sengketa diharapkan dapat lebih menghasilkan

68

keputusan yang menguntungkan para pihak(win-win solution), karena putusan dengan jalan perdamaian oleh para pihak yang bersengketa biasanya lebih objektif, karena didalamnya kedua belah pihak bertemu dengan itikad baik untuk mencari jalan keluar atas masalah-masalahnya.

Peranan mediasi dalam menyelesaikan sengketa perdata sudah jelas begitu penting. Secara bagan seperti berikut dapat digambarkan bagaimana mediasi berperan dalam menyelesaikan sengketa perdata.

SENGKETA PERDATA

MEDIASI (Sebagai alternatif penyelesaian sengketa)

KESEPAKATAN (Win-win Solution)

TUJUAN HUKUM (berdasarkan tujuan Hukum Islam, Hukum Acara Perdata dan teori Van Apeldoorn)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ditinjau dari segi kodratnya, manusia pada dasarnya memiliki sifat yang kurang puas. Dimana sifat yang kurang puas tersebut manusia selalu berusaha untuk memenuhinya, apabila telah terpenuhi kemudian timbul kebutuhan lain yang ingin dipenuhi sehingga menimbulkan ketidakpuasan atas dirinya sendiri dan bahkan menimbulkan kerugian pada pihak lain.

Dalam perkembangaan selanjutnya, masyarakat yang sangat kompleks itu selalu berusaha agar kebutuhannya cepat selesai, termasuk juga dalam proses berperkara di pengadilan. Bersamaan dengan itu dalam Hukum Acara Perdata yang terdapat suatu asas yang terdapat dan tercantum dalam penjelasan Undang- Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Bagian umum, butir 8 yang berbunyi : “Peradilan dilakukan sederhana, cepat dan biaya ringan tetap harus dipegang teguh yang tercermin dalam dalam undang-undang tentang hukum acara pidana dan hukum acara perdata yang termuatp peraturan-peraturan tentang pemeriksaan dan pembuktian yang jauh lebih sederhana“1

Seandainya banyak perkara yang tertumpuk di Pengadilan, maka akan memakan waktu yang lama dan akhirnya dari lamanya waktu tersebut

. Asas tersebut penting bagi mereka yang berperkara, hakim dan aparat penegak hukum lainnya mengingat untuk menjaga agar supaya perkara yang telah masuk ke Pengadilan Negeri tidak banyak yang tertumpuk serta tidak berlarut-larut penyelesaiannya.

1

mengakibatkan biaya tidak sedikit. Di samping itu juga tidak tercapainya putusan yang obyektif karena dengan berlarutnya putusan itu para pihak yang dinyatakan menang dalam perkara tidak dapat menikmati kemenangannya karena telah meninggal lebih dahulu sebelum putusan turun.

Manusia memiliki berbagai kebutuhan di dalam hidupnya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut, di dalam berhubungan manusia lain diperlukan keteraturan. Keadilan dan kepastian hukum merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam masyarakat. Untuk itu, masyarakat membuat aturan hukum untuk dipatuhi dan akan ditegakkan bila terjadi pelanggaran. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, konflik-konflik hukum yang terjadi di masyarakat menjadi semakin meningkat sehingga menghambat jalannya proses penegakan.

Salah satu cara yang dilakukan untuk mengatasi penumpukan perkara adalah melalui mediasi. Mediasi pada prinsipnya merupakan salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution). Dikatakan sebagai alternatif penyelesaian sengketa karena mediasi merupakan satu alternatif penyelesaian sengketa di samping pengadilan. Panjangnya proses peradilan, mulai dari tingkat pengadilan pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali (PK) membuat penyelesaian membutuhkan waktu yang lama. Padahal, mayarakat mencari proses penyelesaian yang mudah dan cepat. Dalam kenyataannya, sampai saat ini belum ada yang mampu mendesain sistem peradilan yang efektif dan efisien.

Banyak aspek yang harus dipertimbangan agar tidak saling berbenturan. Adanya kewalahan dalam menangani perkara-perkara kasasi dan PK yang setiap

tahunnya semakin menumpuk, membuat Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan Peraturan MA (PERMA) yakni PERMA No.01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Perkara di Pengadilan. Dengan keluarnya PERMA No.01 Tahun 2008 mengenai Mediasi ini diharapkan mampu mengurangi penumpukan perkara di pengadilan dengan cara mengintegrasikan mediasi ke dalam proses beracara di pengadilan. Jadi, perkara-perkara yang sederhana, tidak perlu diselesaikan berlarut-larut.

Dan juga Orang yang (merasa) dirugikan oleh orang lain dan ingin mendapatkan kembali haknya, dapat mengupayakan melalui prosedur yang berlaku, baik melalui litigasi (pengadilan) maupun alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution/ADR) dan tidak boleh main hakim sendiri (eigenrichting).

Di pengadilan, penyelesaian perkara dimulai dengan mengajukan gugatan ke pengadilan yang berwenang. Penyelesaian sengketa hukum melalui pengadilan ini dilakukan dengan tiga tahap. Tahap permulaan dengan mengajukan gugatan sampai dengan jawaban. Tahap penentuan dimulai dari pembuktian sampai dengan putusan, dan tahap pelaksanaan adalah pelaksanaan putusan. Setiap tahap tersebut memerlukan waktu relatif lama, mahal dan prosedur yang cukup rumit.

Dalam perkembangannya, tuntutan akan kecepatan, kerahasiaan, efisiensi dan efektifitas serta demi menjaga kelangsungan hubungan antara pihak yang bersengketa, selama ini belum dapat direspon secara optimal oleh lembaga litigasi (pengadilan), sehingga mendapat banyak kritikan. Dalam operasionalnya, pengadilan dinilai lamban, mahal, memboroskan energi, waktu, uang serta tidak

didapatnya win-win solution yang diharapkan oleh kedua belah pihak. Karena itu, penyelesaian sengketa alternatif mendapat sambutan positif. Alternatif dimaksud adalah mediasi sebelum perkara diajukan ke pengadilan dimulai.

Indonesia , dalam hal lembaga mediasi, dulunya lebih maju dari negara lain. Hukum Acara Perdata yaitu HIR (Het Herziene Reglement) pasal 130 dan R.Bg. (Rechtsreglement Buitengewesten) pasal 154, misalnya, telah mengatur lembaga perdamaian, dimana hakim yang mengadili wajib mendamaikan lebih dahulu pihak yang berperkara, sebelum perkaranya diperiksa secara ajudikasi. Selain itu, dikeluarkan pula SEMA No. 1 Tahun 2002 Tentang Pemberdayaan Lembaga Perdamaian sebagai peraturan pendukung pelaksanaan mediasi itu sendiri.

Sementara tentang mediasi atau alternatif penyelesaian sengketa (APS) di luar pengadilan, diatur dalam pasal 6 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Penyelesaian Sengketa. Lembaga-lembaga APS bisa dijumpai secara luas dalam berbagai bidang seperti undang- undang bidang Lingkungan Hidup, Pertumbuhan, Perlindungan Konsumen dan lain sebagainya. Mahkamah Agung (MA) RI juga telah mengeluarkan PERMA No. 2 Tahun 2003 Yo PERMA No.01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang mewajibkan pihak yang bersengketa perdata, lebih dulu menempuh proses mediasi. Yaitu melalui perundingan antara pihak yang bersengketa dengan bantuan pihak ketiga yang netral dan tidak memiliki kewenangan memutus (mediator). Berkaitan dengan hal itu, MA mewajibkan penggunaan jasa mediasi sebagai upaya memaksimalkan perdamaian sebagaimana diatur dalam pasal 130 HIR dan pasal

154 Rbg. Lembaga sejenis mediasi untuk menyelesaikan perkara di luar pengadilan sudah diatur dalam Pasal 130 HIR/154 RBg. Pasal ini menyatakan bahwa, “Jika pada hari yang ditentukan itu, kedua belah pihak datang menghadiri, maka Pengadilan Negeri dengan pertolongan Hakim Ketua mencoba untuk mendamaikan mereka.”2

Padahal jika proses mediasi atau perdamaian tercapai, maka secara langsung dapat dibuatkan akta perdamaian yang harus dipatuhi, berkekuatan dan dijalankan sebagai keputusan biasa. Menurut M. Yahya Harahap, upaya mendamaikan bersifat imperatif. Hal ini dapat ditarik dari kesimpulan Pasal 131

Pada ayat diatas sangat jelas keharusan Hakim Ketua Pengadilan Negeri untuk mengupayakan perdamaian terhadap perkara perdata yang diperiksanya. Dalam kaitannya ini hakim harus dapat memberikan pengertian, menanamkan kesadaran dan keyakinan kepada para pihak yang berperkara, bahwa penyelesaian perkara dengan perdamaian merupakan suatu cara penyelesaian yang lebih baik dan lebih bijaksana daripada diselesaikan dengan putusan Pengadilan, baik dipandang dari segi waktu, biaya dan tenaga yang digunakan.

Namun terkadang dalam kenyataannya penerapan mediasi dalam beracara perdata tersebut tidak terlaksana sesuai dengan apa yang diharapkan para pencari keadilan dalam menyelesaikan perkara mereka, sehingga banyak anggapan yang timbul dari masyarakat bahwa proses mediasi bukan lagi menjadi suatu cara tepat dalam menyelesaikan sengketa.

2

ayat (1) HIR bahwa bila hakim tidak dapat mendamaikan para pihak, maka hal itu harus dicantumkan dalam berita acara sidang. Kelalaian tidak mencantumkan hal tersebut mengakibatkan pemeriksaan perkara menjadi cacat formil dan pemeriksaannya batal demi hukum. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa proses perdamaian sangat penting dan wajib dilakukan.

Mediasi itu sendiri pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk membantu lembaga pengadilan dalam rangka mengurangi beban penumpukan perkara serta agar adanya keasadaran akan pentingnya sistem hukum di Indonesia untuk menyediakan akses seluas mungkin kepada para pihak yang berpekara atau bersengketa untuk mendapatkan rasa keadilan. Mediasi itu sendiri prosesnya lebih singkat dan lebih cepat penyelesaiannya serta tidak memerlukan biaya yang besar. Salah satu asas dalam Hukum Acara Perdata, Peradilan Dilaksanakan Dengan sederhana, Cepat dan Biaya Ringan.

Berdasarkan uraian di atas, maka di dalam perkara perdata upaya perdamaian yang dikenal dengan mediasi secara langsung merupakan suatu kewajiban yang memang harus dilakukan dalam proses persidangan. Hal ini dimaksudkan bahwa mediasi mampu untuk dijadikan konsep dalam mempermudah bagi para pihak yang berperkara demi memperoleh kesepakatan bersama dan memberikan suatu keadilan yang bersumber dari perilaku aktif para pihak itu sendiri beserta hal-hal yang dikehendaki dalam proses mediasi tersebut. Pemakaian lembaga mediasi pengadilan lebih menguntungkan karena cepat, oleh karenanya, mekanisme mediasi dalam proses penyelesaian sengketa di Pengadilan

juga mendorong upaya damai sebagai solusi yang utama oleh para pihak yang bertikai.

Masyarakat yang berkepentingan akan menyelesaikan sengketa yang sederhana dan efisien, baik dari segi waktu maupun biaya. Pemantapan dan pengetahuan akan pentingnya mediasi menganjurkan bagi para pencari keadilan untuk dapat bertindak dalam memperoleh kebenaran sejati tanpa mengalami kerugian baik materiil maupun non materiil.

Pelaksanaan mediasi diharapkan dapat menciptakan penerapan azas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan secara sungguh-sungguh dilaksanakan, khususnya di Pengadilan Negeri Medan. Dewasa ini sering terdengar adanya keluhan dari masyarakat karena berbelit-belitnya prosedur dalam proses pemeriksaan perkara, khususnya pada perkara perdata. Selain itu keluhan juga timbul karena lamanya jangka waktu pemeriksaan perkara, maupun tingginya biaya perkara yang harus mereka keluarkan. Keadaan seperti tersebut diatas sering mengakibatkan masyarakat enggan berhubungan dengan peradilan

Dengan segala permasalahan yang ada dan telah mempertimbangkan banyak hal serta aspek yang melingkupinya, upaya damai dalam rangka penerapan azas sederhana, cepat dan biaya ringan ke dalam prosedur mediasi yang telah berlangsung menjadi suatu hal yang perlu dilakukan perbaikan, maka melalui fungsinya sebagai lembaga yang memiliki kekuasaan dan kewenangan dalam membuat peraturan, Mahkamah Agung telah memberlakukan PERMA No. 01 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi yang diintensifkan ke dalam prosedur berperkara di Pengadilan Negeri.

Berdasarkan uraian atas permasalahan pada latar belakang dan beberapa alasan tersebut diatas, maka mendorong penulis untuk mengadakan penelitian, dalam penulisan hukum ini penulis memberikan suatu pengetahuan akan suatu hal yang patut diangkat menjadi sebuah penelitian dengan judul “ PERAN DAN PELAKSANAAN MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI MEDAN “.

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan latar belakang masalah yang penulis kemukakan diatas, maka permasalahan-permasalahan yang hendak dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Apa Peran Mediasi Dalam Menyelesaikan Sengketa Perdata ?

2. Bagaimana Pelaksanaan Mediasi dalam Menyelesaikan Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Medan Pada Tahun 2008-2010 ?

3. Apakah Mediasi Mempunyai Efektivitas dalam Menyelesaikan Sengketa Perdata di Pengadilan Negeri Medan ?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah teruraikan sebelumnya, maka penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan Mediasi dalam praktek pemeriksaan perkara perdata yang diterapkan di Pengadilan Negeri Medan , dengan diberlakukannya PERMA No.01 Tahun 2008, melihat apakah pelaksanaan perdamaian terhadap perkara perdata melalui mediasi sejak tahun 2008- 2010 telah berhasil .

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat serta peran Mediasi dalam menyelesaikan perkara perdata di Pengadilan Negeri Medan . 3. Untuk mengetahui secara menyeluruh bagaimanakah Efektivitas dari

penyelesaian perkara perdata melalui Mediasi di Pengadilan Negeri Medan .

Selain untuk mencapai tujuan, penulisan ini juga diharapkan dapat bermanfaat secara umum yaitu bagi perkembangan kemajuan hukum di Indonesia. Secara khusus, penulisan skripsi ini diharapkanakan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Secara teoritis

Hasil penelitian yang kemudian dituangkan dalam skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan Hukum di Indonesia secara umum. Diharapkan dalam penulisan skripsi ini dapat memberikan gambaran yang nyata mengenai pelaksanaan Mediasi dalam pemeriksaan perkara perdata mengenai prosentase perkara gugatan yang telah masuk dan telah diputuskan di Pengadilan Negeri Medan dan menjelaskan berapa perkara yang telah selesai melalui jalan mediasi atau perdamaian.

2. Secara Praktis

Penelitian yang tertuang dalam penulisan skripsi ini diharapkan bermanfaat bagi praktisi hukum di Indonesia terutama bagi advocat, dan para Hakim, sehingga penegakkan hukum dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Diharapkan dalam penulisan skripsi ini dapat memberikan pemasukan pada

masyarakat akan arti pentingnya pelaksanaan medasi dalam menyelesaikan sengketa perdata sesuai dengan PERMA No.01 Tahun 2008 , sehingga masyarakat sadar akan keberadaan dari hukum yang dilaksanakan di Indonesia. D. Keaslian Penulisan

Pada dasarnya penulis membuat tulisan ini dengan melihat pada sendi- sendi perkembangan hukum saat ini dan mengaitkannya dengan dasar-dasar hukum yang bersumber dari berbagai literatur. Penulisan karya ilmiah ini ditulis dengan menggunakan literatur-literatur dan bahan bacaan dari berbagai macam referensi yang diperoleh penulis dari perpustakaan maupun toko buku dan beberapa diantaranya diperoleh dari internet serta berita-berita yang tersiar melalui media masa. Penulis dapat menjamin keaslian penulisan karya ilmiah ini, penulis telah memastikan bahwa di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara tidak ada judul karya ilmiah yang dalam hal ini dimaksudkan untuk skripsi yang sama dengan apa yang ditulis oleh penulis. Keaslian tulisan ini adalah murni dari hasil karya penulis tanpa menjiplak karya tulis milik orang lain.

Sebelum dilakukan penulisan, penulis telah membaca dan mengecek semua bahan dan data mengenai skripsi yang ada di lingkungan Fakultas Hukum USU Medan, sehingga penulis meyakini bahwa penulisan ini merupakan tulisan asli dari penulis.

E. Tinjauan Pustaka

1. Mediasi Merupakan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Masyarakat awam sering menyebut mediasi sebagai perdamaian, namun sesungguhnya mediasi memiliki makna lebih dalam dari pada sekedar

Dokumen terkait