• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Negara dalam Pengaturan Isu Lingkungan Hidup

Dalam dokumen makmur keliat et al tanggung jawab negara (Halaman 134-139)

Dalam perkembangan politik internasional, isu lingkungan hidup selalu dianggap sebagai masalah low politics yang minor dan hanya menjadi perhatian ahli dibidangnya. Berdasarkan beberapa literatur, perhatian terhadap masalah lingkungan dalam politik global mulai meningkat secara signifikan sejak awal tahun 1970an dan 1980an.111

Kemunculan masalah lingkungan kemudian mulai menarik perhatian publik dan media sehingga meningkatkan status isu-isu lingkungan dalam politik dunia. Peningkatan perhatian ini merupakan respon dari masalah eksploitasi lapisan bumi yang menyebabkan kelangkaan beberapa sumber daya alam.

Diantara seluruh aktor yang terlibat dalam usaha pengaturan dampak lingkungan, termasuk organisasi non-pemerintah (NGO) dan organisasi internasional, negara masih menjadi aktor yang paling penting dalam politik lingkungan. Negara masih relevan sebagai aktor yang penting dalam masalah lingkungan karena terlibat langsung dalam negosiasi dan tawar-menawar pembentukan rezim atau peraturan internasional, masih menjadi penentu isu atau agenda di tingkat global, dan dapat berperan sebagai pendukung pelaksanaan solusi masalah lingkungan bagi satu sama lain, misalnya melalui peran sebagai donor dan mempengaruhi kebijakan di negara lain.112 Dengan kemampuannya

sebagai satu-satunya pemegang kedaulatan, negara masih merupakan

111 Lihat Jack M. Hollander, The Real Environmental Crisis – Why Poverty, Not Affluence, Is the Environment’s Number One Enemy, (California, USA: University of California Press, 2003); Theo de Bruijn dan Vicki Norberg-Bohn (ed.), Industrial Transformation – Environmental Policy Innovation in the United States and Europe, (USA: MIT Press, 2005); dan Ulrich Brand, Christoph Gorg, et.all, Conflicts in Environmental Regulation and the Internationalisation of the State – Contested Terrains, (New York, USA: Routledge, 2008).

112 Hal ini ditekankan oleh Jack M. Hollander dalam The Real Environmental Crisis – Why Poverty, Not Affluence, Is the Environment’s Number One Enemy, (California, USA: University of California Press, 2003); Gareth Porter dan Janet Welsh Brown dalam Global Environmental Politics, (Colorado, USA: Westview Press, Inc., 1991); dan Anthony Giddens dalam The Politics of Climate Change (Second Edition), (Cambridge, UK: Polity Press, 2011).

satu-satunya penentu dalam penyelesaian masalah lingkungan.

Perbedaan kepentingan negara dalam bidang lingkungan dipengaruhi oleh perbedaan kondisi dalam negeri, seperti misalnya kepentingan dan komitmen kelompok birokratis dan masyarakat, kekuatan konstituensi lingkungan, keberadaan ancaman lingkungan terhadap kondisi geografis, ekonomi, politik atau teknologi, dan ideologi yang digunakan oleh pemimpin yang sedang berkuasa. Kepemilikan cadangan sumber daya alam yang besar, seperti misalnya sumber daya energi, biasanya akan memberikan tekanan yang cukup besar bagi pemerintah untuk mengembangkan sumber daya tersebut. Tekanan ini biasanya datang dari pihak swasta dan birokratik untuk kepentingan ekonomi. Namun di sisi lain, sektor ekonomi penting ini dapat digunakan untuk mendukung tujuan pencapaian lingkungan yang lebih berkelanjutan atau sustainable.113 Posisi tersebut bergantung

pada pembentukan sistem yang merupakan peran utama dari negara. Keterkaitan kuat antara politik lingkungan dan hubungan ekonomi dapat terjadi karena masalah lingkungan dipengaruhi oleh perkembangan di bidang ekonomi. Dalam perkembangannya, paradigma politik lingkungan mengikuti paradigma ekonomi. Dari paradigma ekonomi neo-klasik hingga pembangunan berkelanjutan

(sustainable development), lingkungan dijadikan salah satu faktor yang dianggap semakin penting untuk dimasukkan dalam pertimbangan ekonomi.114 Oleh karena itu, tidak benar bahwa pengaturan lingkungan

hidup dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, kebijakan perlindungan lingkungan hidup dapat membantu pertumbuhan ekonomi. Dalam mengembangkan dua aspek kebijakan ini, negara tidak harus memilih untuk mengorbankan yang satu demi yang lainnya. Yang dibutuhkan adalah prioritas yang jelas dan koordinasi antara pihak- pihak yang penting dalam setiap sektor agar kebijakan keduanya dapat saling mendukung.

113 Ulrich Brand, Christoph Gorg, et.all, Conflicts in Environmental Regulation and the Internationalisation of the State – Contested Terrains, (New York, USA: Routledge, 2008), hal. 38.

Salah satu cara untuk mengembangkan sektor industri yang mempromosikan kelestarian lingkungan hidup sebagai mesin per- tumbuhan ekonomi adalah dengan mengubah kebijakan energi dan mempromosikan teknologi yang mendukung efisiensi penggunaan energi, seperti misalnya lampu hemat listrik dan sebagainya. Sektor energi menjadi bagian yang penting dalam kebijakan pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan karena berhubungan langsung dengan aktivitas ekonomi dan kerusakan lingkungan. Dari kaca mata sains atau ilmu pengetahuan, penggunaan bahan bakar fosil seperti batu bara dan minyak, memberikan kontribusi yang cukup besar dalam masalah lingkungan. Bahan bakar fosil ini masih menjadi sumber energi dominan, namun tidak ramah lingkungan. Pembakaran bahan bakar fosil ini memproduksi gas rumah kaca yang menyebabkan polusi udara dan memperburuk pemanasan global. Tidak saja merusak lingkungan, bahan bakar fosil ini juga keberadaannya terbatas sehingga penggunaan yang berlebihan dapat mengancam keberlanjutan ekonomi. Masalah penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi ini juga berhubungan dengan masalah availability dan affordability (ketersediaan dan keterjangkauan). Perkembangan harga bahan bakar minyak, terutama dalam peristiwa krisis tahun 1973-1974, menunjukkan bahwa ketersediaan dan keterjangkauan minyak menjadi salah satu faktor yang menentukan penggunaan sumber daya energi, yang ternyata ditentukan oleh faktor kompetisi ekonomi.115 Oleh karena itu, sangat

mungkin bagi negara untuk mengubah orientasi kebijakan ekonomi dan lingkungan hidup melalui kebijakan energi.

Strategi yang paling memungkinkan yang dapat dilakukan negara adalah mempromosikan penggunaan dan kompetisi pengembangan energi terbarukan. Salah satu sumber energi yang dapat dipromosikan oleh negara, khususnya untuk Indonesia, adalah gas alam. Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai cadangan gas alam cukup besaar dan penggunaannya relatif lebih ramah lingkungan. Namun

115 Jack M. Hollander, The Real Environmental Crisis – Why Poverty, Not Affluence, Is the Environment’s Number One Enemy, (California, USA: University of California Press, 2003), hal. 124.

kegiatan eksplorasi, ekstraksi dan distribusi gas alam membutuhkan infrastruktur yang rumit dan tidak murah, seperti misalnya pemasangan pipa untuk pendistribusian jarak jauh.116 Negara-negara berkembang,

termasuk Indonesia, masih membutuhkan bantuan dan investasi yang cukup besar untuk dapat memanfaatkan gas alam sebagai salah satu sumber energi utama.

Pengembangan energi terbarukan (renewable energy) lainnya dapat dilakukan dengan mengembangkan energi matahari atau solar energy, yang sudah umum diterapkan. Energi matahari ini menjadi paling ba- nyak dikembangkan karena ramah lingkungan, didapatkan secara gratis dan tersedia selamanya, atau setidaknya selama matahari masih ada. Istilah solar energy dan energi terbarukan mencakup bermacam proses mengubah energi matahari menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan dalam proses produksi, termasuk menjadi energi listrik dan menjadi bahan bakar.117 Biasanya proses ini dilakukan dengan mengumpulkan

energi matahari langsung ketika sedang bersinar dengan menggunakan alat khusus yang biasanya diletakkan di atap bangunan, atau secara tidak langsung seperti dari angin, air terjun atau pembakaran biomassa.

Sumber energi alternatif lainnya adalah tenaga nuklir. Dari segi ketersediaan, energi nuklir mempunyai prospek yang lebih tinggi daripada bahan bakar fosil. Namun teknologi nuklir masih belum diterima secara sosial dan secara teknologi masih belum aman untuk dikembangkan. Salah satu masalah yang paling penting dalam pengembangan teknologi nuklir sebagai sumber energi adalah penyebaran zat radioaktif yang banyak dikhawatirkan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan manusia.

Sumber-sumber energi alternatif tersebut dapat menjadi jalan keluar yang efektif dari masalah lingkungan hidup tanpa mengorbankan aspek ekonomi. Namun sayangnya, pengembangan teknologi untuk mendapatkan sumber-sumber energi tersebut masih menghadapi tantangan besar yang berupa kebutuhan biaya yang sangat mahal. Biaya yang tinggi inilah yang memberikan bahan bakar fosil superioritas

116 Ibid., hal. 139. 117 Ibid., hal. 143-145.

dan dominasi sebagai sumber energi utama yang diterima secara luas dalam pasar. Negara dapat memerankan fungsi yang strategis dalam mendukung pertumbuhan sektor energi terbarukan ini dengan melalukan intervensi untuk menjamin kompetisi sumber energi yang lebih beragam.

Kesuksesan penerapan strategi kebijakan untuk memitigasi masalah lingkungan pada akhirnya bergantung pada pemerintah dan negara. Usaha negara bergantung pada usaha untuk mendapatkan dukungan politik dari masyarakatnya, terutama dalam konteks kebebasan dan hak demokratis. Sebagai aktor utama, terdapat beberapa peran yang seharusnya dilaksanakan pemerintah. Peran-peran tersebut di antaranya adalah memperkenalkan kebijakan jangka panjang untuk menentukan orientasi dan perencanaan kebijakan sekaligus mendukung transisi pemikiran perusahaan swasta, kelompok sosial dan masyarakat untuk mempunyai orientasi jangka panjang.

Peran yang juga penting untuk dijalankan pemerintah adalah mempromosikan konvergensi politik dan ekonomi sebagai penggerak utama dalam mendukung kebijakan energi, terutama untuk menjamin keberagaman sumber energi dan mempersiapkan restrukturisasi ekonomi.118 Negara harus dapat melakukan intervensi dalam pasar

untuk menginstitusionalisasikan prinsip-prinsip yang dapat menjamin pasar untuk bekerja sejalan dengan kebijakan lingkungan, dan bukan saling menentang. Pemerintah harus membentuk smart state

dengan menentukan tujuan pasar dalam rangka mempromosikan keadilan sosial dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan yang ramah lingkungan untuk meningkatkan kualitas masyarakat. Negara harus dapat membentuk institusi dan insentif yang relevan, sehingga kegiatan ekonomi dalam pasar dapat mendukung kompetisi dan pengembangan inovasi teknologi yang lebih ramah lingkungan.

118 Anthony Giddens, The Politics of Climate Change (Second Edition), (Cambridge, UK: Polity Press, 2011), hal. 94-95.

Tantangan-Tantangan bagi Indonesia dalam Menjalankan

Dalam dokumen makmur keliat et al tanggung jawab negara (Halaman 134-139)