• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembenahan mendesak di bidang ekonomi adalah landasan yuridis sistem ekonomi nasional sebagaimana tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945.Agar perekonomian nasional dapat dikelola dengan baik maka diperlukan suatu pedoman jelas, misalnya dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berlandaskan konstitusi.Sebab hingga saat ini masih ditemukan multi penafsiran atas 33 UUD 1945 tersebut. Sebagai contoh BUMN sebagai salah satu pelaku usaha yang didirikan oleh negara berdasarkan 33 UUD 1945 memiliki fungsi dan peran strategis dalam pembangunan ekonomi nasional karena BUMN telah

memasuki hampir ke semua sektor ekonomi yang ada.52

Sejak operasionalisasi BUMN menghadapi banyak persoalan dan tantangan besar, misalnya sebagian besar BUMN menderita kerugian yang cukup signifikan karena dikelola secara tidak efisien dan produktivitas yang rendah sehingga aneka bentuk perusahaan negara ini tidak memiliki kemampuan untuk berkompetisi dalam persaingan bisnis baik di pasar domestik maupun internasional. Beberapa faktor yang menyebabkan pengelolaan sebagian besar BUMN tidak efisien sehingga mengalami kerugian dan menjadi beban keuangan

52

Pandji Anoraga, BUMN Swasta dan Koperasi, Tiga Pelaku Ekonomi (Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlm. 90.

negara adalah kaburnya status hukum dan struktur organisasi BUMN, tidak jelas apakah BUMN merupakan suatu pelaku ekonomi yang memiliki otonomi penuh ataukah hanya sebagai pelaksana atau bagian dari struktur organisasi suatu

departemen; mayoritas BUMN tidak memiliki budaya perusahaan (corporate

culture), visi dan misi perusahaan; kurangnya jiwa enterpreneur dan profesionalisme SDM yang mengelola BUMN, sehingga kinerja dan produktivitas sangat rendah; dan BUMN tidak dikelola dengan prinsip-prinsip manajemen

bisnis yang baik (good corporate governance) sebagai akibat dari campur tangan

pemerintah yang terlalu besar atau dominan dalam operasional perusahaan.53

Keterlibatan negara dalam aktivitas ekonomi berkaitan penting dengan politik ekonomi suatu negara, sebagai konsekuensi dari perkembangan ajaran welfare state. Kemudian muncul pertanyaan: Apakah politik ekonomi menghendaki atau mengharuskan keterlibatan negara dalam bentuk perusahaan negara (BUMN). Apabila jawabannya: ya, pertanyaan selanjutnya: apakah keterlibatan negara itu secara keseluruhan atau terbatas. Bila keterlibatan negara terbatas, maka perlu dirumuskan di mana batas-batasnya, apa saja yang boleh

dimasuki, apa saja yang tidak boleh dimasukinya.54

Dari latar belakang inilah yang kemudian melahirkan persoalan peranan negara atau pemerintah di bidang perekonomian yang sudah sejak lama menimbulkan perdebatan ideologis antara empat aliran utama mazhab ekonomi

53

Marwah M. Diah, Restrukturisasi BUMN di Indonesia (Jakarta: Literata Lintas Media,2003), hlm. 11.

dunia yaitu laissez faire, sosialisme, liberalisme modern, dan konservatisme

modern.55

Beberapa ahli ekonomi berpandangan bahwa laissez faire sama dengan

kapitalisme. Padahal kapitalisme itu sendiri bukanlah ideologi politik, melainkan suatu sistem ekonomi yang didominasi pihak swasta terutama dalam hal cara-cara berproduksi, pendistribusian hasil-hasil produksi, serta pertukaran barang dan

jasa.Di antara sistem ekonomi yang ada, para penganut paham laissez faire

meyakini bahwa kapitalisme adalah sistem ekonomi yang paling baik. Sistem ekonomi kapitalis akan berjalan dengan sendirinya apabila pemerintah hanya mengurusi penyediaan kondisi pasar bagi persaingan ekonomi yang bebas; menjaga hukum dan ketertiban; menjamin legalitas kontrak-kontrak bisnis;

melindungi dan menjaga hak milik pribadi (private property); dan

mempertahankan negara dari serangan musuh. Negara harus membiarkan berlangsungnya persaingan bebas antar sesama pengusaha di lingkungan swasta, sehingga berbagai keputusan dengan sendirinya akan diciptakan oleh pasar dan diatur secara alamiah oleh hukum ekonomi, dan lebih jauh pemerintah tidak perlu

membantu mereka yang berhasil ataupun yang gagal dalam menjalankan usaha.56

1. Peran negara dalam pengurusan Badan Usaha Milik Negara go public

Adapun peran negara sebagai pemegang saham dalam BUMN go public

dapat terdiri atas:

BUMN merupakan suatu unit bisnis yang mempunyai hubungan dengan negara dalam konteks kepemilikannya.Berdasarkan Pasal 1 Angka 1 UU BUMN

55

Austin Ranney, Governing: An Introduction to Political Science (7th Edition) (London: Prentice Hall International, Inc., 1996), hlm. 79.

adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Pengertian BUMN tersebut mengandung beberapa unsur yang merupakan satu kesatuan makna, yaitu: pertama, berbentuk badan usaha; kedua, kepemilikan negara pada badan usaha tersebut bersifat langsung; dan keempat, modal negara tersebut merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.

Setelah BUMN go public, terjadi perubahan kepemilikan saham oleh

pemerintah, yang mengakibatkan kontrol pemerintah terhadap kinerja BUMN sepenuhnya diubah dari praktek yang berlaku sebelumnya yaitu pengontrolan secara langsung melalui berbagai izin, petunjuk dan berbagai formalitas atauran

atau yang sering dikenal dengan control by process berubah menjadi kontrol yang

berdasarkan hasil atau control by result. Artinya, pemerintah selaku pemegang

saham pada BUMN yang go public nantinya hanya akan menentukan target-target

kualitatif yang harus dicapai oleh manajemen. Misalnya, Return On Equity

tertentu, berdasarkan kinerja yang dicapai oleh perusahaan yang terbaik sesuai

dengan bidang usaha masing-masing BUMN.57

Berkurangnya kontrol pemerintah secara langsung, maka peran pemerintah

dalam mengelola dan mengurus BUMN go public adalah dengan memberlakukan

mekanisme lain yang efektif untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuatan yang dimiliki oleh manajemen BUMN. Untuk itu pemerintah memiliki peran sebagai regulator, yaitu dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan, seperti salah

57

Indra Bastian, Privatisasi Di Indonesia : Teori Dan Implementasi (Jakarta: Penerbit Empat Salemba, 2002), hlm. 23.

satunya mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Nomor: 23/M-BUMN/1998 tanggal 7 Juli 1998 yang mewajibkan trasparansi di kalangan manajemen BUMN. Keputusan Menteri tersebut berisi kewajiban disclosure (penyingkapan/keterbukaan) bagi pejabat BUMN anggota direksi, komisaris, dan pejabat setingkat di bawah direksi pada perusahaan perseroan/persero, wajib melaporkan kepada Menteri Negara Pendayagunaan BUMN/ Kepala Badan Pengelola BUMN tentang kegiatan yang dilakukannya atau dilakukan keluarganya yang dapat menimbulkan benturan kepentingan dengan persero tempat bersangkutan bekerja sebagaimana yang diatur dalam Pasal 84 UU BUMN. Transaksi bisnis antara BUMN dengan perusahaan lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, dimiliki oleh pejabat yang bersangkutan

atau keluarganya harus di-disclose kepada menteri. 58

Fungsi pemerintah sebagai regulator harus diperhatikan apabila pemerintah hendak melakukan privatisasi terhadap BUMN.Oleh sebab itu, hal penting yang perlu dimuat dalam pengaturan privatisasi adalah klausul

“Kewenangan/Authority”. Menentukan kewenangan dalam mengambil segala

tindakan yang penting untuk pengalihan kepemilikan dan/atau pengawasan, konversi terhadap saham perusahaan, restrukturisasi keuangan, kewenangan untuk melakukan proses hukum dalam rangka memisahkan asset dari pertanggungjawaban yang lalu dan kemungkinan dalam menuntut secara hukum (potential litigation); pengontrakan staf, auditor, ahli taksir, konsultan atau banker investasi, menetapkan syarat-syarat penjualan, memperkirakan alternatif

biayauntuk karyawan atau pelanggan, kewenangan untuk menyetujui debet/asset

dengan mekanisme tukar-menukar privatisasi keuangan.59

Iklim usaha yang kompetitif dapat diantisipasi dengan mengurangi peran pemerintah yang cenderung monopolistik agar pelayanan publik yang dapat

diberikan dapat lebih efisien dan kompetitif. 60

2. Peran negara dalam membuat deregulasi Badan Usaha Milik Negara go public

Apabila BUMN mengalami privatisasi ataupun berubah status menjadi Perseroan Terbuka dan kepemilikan pemerintah kurang dari 50%, maka mulailah berubah menjadi perusahaan swasta, namun pengendaliannya masih tetap dapat dilakukan oleh pemerintah, asalkan

saham seri A (prefered stock) masih tetap menjadi milik pemerintah

Yang perlu diperhatikan dalam proses privatisasi BUMN adalah mengurangi intervensi pemerintah dalam pengurusan BUMN dan meningkatkan peran direksi dalam penyelenggaraan BUMN. Karena intervensi dan regulasi hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pada saat mekanisme pasar tidak berjalan

dengan sempurna (market failure), tetapi di saat mekanisme pasar berjalan dengan

sempurna, intervensi dan regulasi dari pemerintah justru menjadi sesuatu yang menghambat dan berdampak negatif. Selain itu, dalam praktiknya, privatisasi BUMN masih diwarnai sejumlah kepentingan politik dan intervensi pemerintah.Untuk mengurangi intervensi pemerintah dan meminimalkan

kepentingan politik tersebut dapat dilakukan melalui deregulasi.61

59

Bismar Nasution, Privatisasi : Menjual Atau Menyehatkan

Deregulasi adalah kebijakan pemerintah untuk kegiatan bisnis tertentu yang memungkinkan

press.com(diakses tanggal 13 Maret 2015).

60

Riant Nugroho dan Randy R. Wrihatnolo, Op.Cit., hlm. 80.

61

Monopoli Mematikan Potensi BUMN,

perusahaan untuk beroperasi secara lebih bebas sehingga meninkatkan

persaingan.62

Tujuan utama dari deregulasi adalah untuk mendorong kinerja ekonomi nasional agar mencapai tingkat efisiensi yang tinggi.Namun, kebijakan tersebut juga dapat dilihat sebagai upaya reorientasi terhadap besarnya campur tangan pemerintah di bidang ekonomi. Dengan dilaksanakannya deregulasi, terjadi perubahan pelaku utama di bidang ekonomi, dari dominasi BUMN kepada perusahaan/pihak swasta sehingga mekanisme ekonomi yang digunakan juga akan

berubah, dari titik berat pada government control mechanism kepada market

mechanism. 63

Salah satu BUMN yang melakukan deregulasi adalah PT. Krakatau Steel, yang dimana sejak dilaksanakannya deregulasi atas PT. Krakatau Steel, pasar di dalam negri meningkat ke arah yang lebih sehat dan meningkatkan efesiensi industri baja. Misalnya volume baja lembaran canai dingin yang bisa ditekan, karena sebagian berhasil dipasok dari hasil produksi pabrik di Cilegon, yang berkapasitas rata-rata 500.000 metrik ton per tahun. Namun, bukan berarti proteksi negara terhadap produk baja PT. Krakatau Steel juga pupus. Malah sebaliknya, dari kebijaksanaan menurunkan tarif berbagai bea masuk, pemerintah,

malah menaikan bea masuk baja dari 5% menjadi 10-15%.64

Menurut David C. Korten dalam The Post-Corporate World; Life After

Capitalism (1999) dan Joseph E. Stiglitz dalam Globalization and Its Discontents

62

Deregulasi

63

Ekonomi politik kebijakan deregulasi industri dan perdagangan baja di Indonesia,

64

Praktek Kartel Memang Ada,

(2002), pasar yang berhasil, mensyaratkan adanya keseimbangan peran antara

pemerintah dan pasar.65

3. Peran negara dalam mengawasi Badan Usaha Milik Negara Go Public

Tercapainya keseimbangan itu mensyaratkan adanya kejelasan mengenai apa yang harus dilakukan oleh masing-masing dan bagaimana cara melakukannya. Meskipun deregulasi ini memberikan dampak positif bagi BUMN, peran pemerintah dalam mengurus BUMN tetap diperlukan untuk memastikan bahwa kepentingan publik juga terperhatikan dan mencegah penyimpangan yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu.

Jika pemerintah sudah mengambil langkah kebijakan melakukan

privatisasi terhadap BUMN, maka secara teknis keterlibatan negara di BUMN go

public juga sudah berkurang. Peran negara dalam mengawasi BUMN hanya melalui kebijakan yang diambil dari putusan RUPS, peraturan yang ada serta etika usaha yang dibuat.Serta konkret pemerintah harus memisahkan fungsi-fungsi lembaga negara dan fungsi bidang usaha yang kadang-kadang memang masih

tumpang tindih dan selanjutnya pengelolaanya diserahkan kepada swasta.66

Menurut Pasal 91 UU BUMN bahwa selain organ BUMN (dalam hal ini direksi, komisaris, dan pemegang saham), pihak lain mana pun dilarang campur tangan dalam pengurusan BUMN. Hal ini dimaksudkan agar direksi dapat melaksanakan tugas secara mandiri.Termasuk dalam pengertian campur tangan adalah tindakan atau arahan yang secara langsung memberi pengaruh terhadap tindakan pengurusan BUMN atau pengambilan keputusan oleh direksi.Negara

65

Peran Negara dalam Ekonomi Islam,

66

Gunoto Saparie, Privatisasi Dan Reformasi BUMN,

dalam kapasitasnya sebagai pemegang saham pun tidak mempunyai kekuasaan absolut.Direksi bisa menolak dan mengajukan gugatan ke pengadilan untuk membatalkan RUPS yang dianggap bertentangan dengan UU dan/atau anggaran dasar.

Namun, bukan berarti negara tidak mempunyai kewenangan dalam

pengurusan, pengawasan dan pengelolaan BUMN yang go public, karenadalam

privatisasi dikenal adanya golden share yaitu saham yang memiliki kekuatan

terbatas dan khususnya tentang kepemilikan masa depan, dalam pengendaliannya terhadap perusahaan yang diprivatisasi sekalipun oleh pemerintah kepemilikan

saham tersebut cukup kecil.Golden share mengandung hak veto yang secara

substansi, eksistensinya diakui sebagaimana yang diatur dalam Pasal 46 ayat 4 huruf a UUPT bahwa dalam anggaran dasar dapat ditetapkan satu klasifikasi saham atau lebih dengan hak suara khusus, bersyarat, terbatas, atau tanpa hak suara.Hak veto yang dimaksud adalah hak suara khusus. Biasanya, hak ini

dimiliki negara atas saham BUMN yang go public, misalnya hak suara untuk

menentukan anggota direksi dan anggota komisaris, melakukan merger, akuisisi, konsolidasi, atau likuidasi. Hak veto yang dimiliki pemerintah inilah yang menjadi dasar pemerintah terlibat dalam pengawasan BUMN.

Berkaitan dengan hak veto, saham terdiri dari minimal dua klasifikasi yaitu, (i) setiap saham dalam klasifikasi yang sama memberikan pemegangnya hak yang sama (Pasal 46 ayat 1 UUPT), (ii) apabila semua pemegang saham memiliki hak veto (karena klasifikasinya sama), maka hakikat diterbitkannya hak

veto menjadi tidak bermanfaat (kemanfaatan hak veto justru ada karena tidak dimiliki semua pemegang saham).

Perlu dipahami bahwa hak veto memiliki peranan penting dalam pemilihan Dewan Direksi dan Komisaris dalam BUMN, tetapi apabila persentase saham yang dimiliki negara atas suatu BUMN dibawah 50% maka hak veto itu sulit untuk dapat dilaksanakan sehingga pemilihan dewan komisaris dan dewan direksi

ditentukan dengan simple majority. Jadi, apabila persentase saham negara dalam

suatu BUMN go public dibawah 50% maka saham golden share tersebut menjadi

tidak berarti karena haknya hanya untuk mencalonkan satu orang direksi dan komisaris, yang pada akhirnya pemilihan Dewan Direksi dan Dewan Komisaris

akan diputuskan oleh RUPS dengan simple majority. 67

67

Menyoal Kepemilikan Saham Temasek pada Perusahaan Telekomunikasi di Indonesia, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol16390/menyoal-kepemilikan-saham-temasek-pada-perusahaan-telekomunikasi-di-indonesia(diakses tanggal 13 Maret 2015).

Dokumen terkait