• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Ruang Terbuka Hijau dalam Mengatasi Pulau Bahang Kota

4.5 Kondisi Sosial Ekonomi

5.1.5 Peran Ruang Terbuka Hijau dalam Mengatasi Pulau Bahang Kota

Luas total kawasan perkotaan di area penelitian yaitu 29.512 ha. Di kawasan perkotaan ini memiliki ruang terbuka hijau 42%. Hal ini sudah memenuhi syarat minimal ruang terbuka hijau. Distribusi ruang terbuka hijau belum merata di semua kawasan perkotaan. Ruang terbuka hijau di Wilayah I baru mencapai 29 %. Ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung meskipun telah memenuhi syarat perundang- undangan, tetapi karena distribusinya tidak merata dan jenis ruang terbuka hijau berupa pohon (hutan kota) sangat kurang, maka tidak efektif dalam menurunkan efek pulau bahang. Ruang terbuka hijau berupa taman kota dan taman pulau jalan, tidak efektif dalam mengabsorbsi CO2, menurunkan suhu udara, serta tidak efektif dalam meningkatan kelembaban udara.

Ruang terbuka hijau di wilayah Kabupaten Bandung mempunyai berbagai jenis dan kondisi yang bervariasi. Jenis ruang terbuka hijau berupa hutan kota, persawahan, kebun campur, dan hutan. Jenis ruang terbuka hijau berupa hutan terletak di area yang relatif jauh dari pusat kegiatan (perdagangan, industri dan jasa). Ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung disajikan pada Tabel 10.

62

Tabel 10 Kondisi fisik ruang terbuka hijau di Kabupaten Bandung

No Lokasi Jenis RTH

Jenis Tumbuhan Diame-

ter (cm)

Tinggi (m)

ILD Bentuk

Hutan Kota Kondisi

Tumbuhan

1. PT Unilon Hutan Kota Mahoni 26-113 11-15 0,778 Jalur Sehat,

2. Kopo Sayati Hutan Kota Kamboja, palem - 2,5-3 - Jalur

(Jarang) -

3. Kawah Putih Hutan Eucalyptus 11-42 13-18 0,419 Mengelom-

pok Sehat 4. Kec. Pasir Jambu Kebun campuran

Sawo walanda, waru, sengon 2-12 4-12 0,076 Mengelom- pok dan tersebar Sehat 5. Perumahan Griya Prima Asri

Hutan Kota Angsana, jambu biji, jambu air, krey payung, karet kerbau, mahkota dewa 7-35 2-8 0,891 Jalur, tersebar Sehat 6. Pemda Bandung (Soreang)

Hutan Kota Bungur, mahoni, angsana, asam kranji, asam kawak, kersen, ketapang, krey payung, palem raja, glodogan tiang, beringin, akasia 10-31 6-17 0,644 Mengelom- pok, tersebar Sehat 7. Depan Hotel Antik (Banjaran)

Sawah Padi, pisang, kelapa - 3-10 0,000 - Sehat

Keterangan : ILD = indeks luas daun

Ruang terbuka hijau berupa hutan kota berbentuk jalur terdapat di kawasan industri dengan jenis tumbuhan mahoni dewasa yang ditanam di jalur kanan kiri jalan. Penggunaan jenis tumbuhan mahoni ditujukan untuk dapat menciptakan kenyamanan (iklim mikro) bagi para pekerja. Hal ini berbeda dengan jenis tumbuhan yang dikembangkan di kompleks pertokoan Kopo Sayati, yang lebih menekankan pada fungsi keindahan yaitu penanaman dengan jenis kamboja dan palem. Di Kopo Sayati, komplek pertokoan sudah padat serta bahu jalan juga digunakan untuk pejalan kaki sehingga tumbuhan sudah tidak ada tempat lagi. Tumbuhan di area ini sangat kurang. Kebun campuran merupakan ruang terbuka hijau yang dikembangkan oleh masyarakat di sekitar rumah, terutama untuk daerah yang agak jauh dari pusat kota. Fungsi tumbuhan yang dikembangkan, selain berperan dalam ameliorasi iklim juga diharapkan dapat memberikan manfaat ekonomi, tanaman yang dikembangkan pada kebun campur biasanya berupa tumbuhan pangan dan buah-buahan.

Ruang terbuka hijau di kompleks perumahan, terutama berupa hutan kota tipe pemukiman yang bertujuan untuk menciptakan kenyamanan bagi penghuninya. Jenis tumbuhan yang dikembangkan mempunyai fungsi kombinasi antara keindahan dan kenyamanan. Untuk lahan publik seperti di Kompleks Kantor Pemda, jenis ruang

terbuka hijau yang dikembangkan berupa hutan kota yang mempunyai fungsi dalam menciptakan iklim mikro dan juga diharapkan dapat berfungsi sebagai fasilitas sosial untuk rekreasi (outdoor recreation).

Pemerintah Kabupaten Bandung telah mengembangkan ruang terbuka hijau berupa taman-taman kota. Taman kota ini dapat berupa jalur hijau yang mengikuti jalan, kompleks perkantoran, area pusat kota seperti tercantum pada Tabel 11.

Tabel 11 Taman-taman kota yang terdapat di Kabupaten Bandung

No. Kecamatan Kelurahan/Desa Lokasi Luas (m2)

1. Soreang Desa Soreang Green Strip Soreang 6.056,00

Desa Pamekaran

Taman Kota Komplek

Pemda 5.000,00

Desa Pamekaran

Taman Alun - alun

Soreang 5.625,00

2 Ciwidey Ds. Ciwidey Taman Kota Ciwidey 11.136,00

3 Katapang Ds. Cingcin

Taman Segitiga Warung

lobak II 349,00

4 Cangkuang Ds. Ciluncat

Taman Segitiga Warung

lobak I 132,00 5 Baleendah Kel. Baleendah

Taman Kota Baleendah 4.602,00

Taman Tugu Juang

Baleendah 312,00

Green Strip Baleendah 600,00

6 Banjaran Desa Banjaran

Taman Alun - Alun

Banjaran 5.000,00

TOTAL 38.812,00

5.1.5.2. Peran Ruang Terbuka Hijau dalam Perbaikan Iklim Mikro

Iklim Mikro Berbagai Jenis Ruang Terbuka Hijau

Peran ruang terbuka hijau dalam menurunkan suhu udara dapat diketahui dengan membandingkan suhu udara pada berbagai jenis penutupan lahan sehingga dapat diketahui perbedaan suhu udara di area bervegetasi dengan area yang didominasi oleh lahan terbangun. Suhu udara pada berbagai jenis penutupan lahan disajikan pada Gambar 15. Berdasarkan Gambar 15, diketahui bahwa suhu udara tertinggi terdapat di Jalan Raya Kopo-Sayati yaitu sebesar 30,6 °C. Jalan Raya Kopo- Sayati didominasi oleh lahan terbangun. Suhu udara berikutnya yaitu di area pertokoan (29,5 °C), selanjutnya area industri (29,2 °C), permukiman (28,2 °C), sawah (27,7 °C), kebun campur (26,8 °C), hutan kota Pemda Kabupaten Bandung (23,3 °C), dan suhu udara terendah terukur di area hutan (19,1 °C). Berdasarkan hasil pengukuran suhu udara ini terlihat bahwa ruang terbuka hijau sangat berperan dalam menurunkan suhu udara karena tajuk tumbuhan pada ruang terbuka hijau berperan mengintersepsi radiasi surya sehingga radiasi yang sampai permukaan menurun.

64

Berkurangnya radiasi yang sampai permukaan, menyebabkan pemanasan permukaan dan pemanasan lapisan udara di atasnya juga menurun (Trewartha & Horn 1980).

Gambar 15 Suhu udara di beberapa jenis penutupan lahan di Kabupaten Bandung.

Peran ruang terbuka hijau dalam mengameliorasi (memperbaiki) iklim, selain melalui penurunan suhu udara, juga perannya dalam meningkatkan kelembaban udara. Berdasarkan pengukuran kelembaban udara secara serentak di beberapa jenis penutupan lahan, diketahui bahwa kelembaban udara dari yang terendah sampai yang tertinggi secara berurutan adalah sebagai berikut : yaitu di sawah (50%), jalan raya Kopo-Sayati (62%), pertokoan (64%), industri (64%), permukiman (68%), kebun campur (70%), hutan kota Pemda Kabupaten Bandung (82%), dan tertinggi di hutan Ciwidey (89%). Hasil pengukuran kelembaban udara disajikan pada Gambar 16.

Tumbuhan dapat mengurangi radiasi yang lolos sampai permukaan tanah melalui intersepsi radiasi oleh tajuk. Selain itu tumbuhan juga mempunyai nilai albedo antara 0,15 – 0,18 sehingga radiasi surya yang datang akan mengalami refleksi (pemantulan) sebesar 15–18%. Pemanasan udara dipengaruhi oleh pemanfaatan radiasi neto. Radiasi neto pada area tertutup vegetasi akan banyak digunakan untuk penguapan tanah (evaporasi) maupun penguapan tumbuhan (transpirasi), serta fotosintesis sehingga energi yang digunakan untuk memanaskan udara rendah. Kondisi ini mengakibatkan suhu udara di area bervegetasi lebih rendah dibandingkan area dengan jenis penutupan lahan lainnya. Hal ini didukung oleh penelitian Blennow (1998) yang menyatakan bahwa area berhutan dengan kerapatan tinggi, suhu udaranya lebih rendah dibandingkan area tanpa tumbuhan dengan perbedaan suhu udara mencapai 10 ºC.

15 20 25 30

Hutan Hutan Kota Jl. Kopo Sayati Permukiman

Suhu Rata-Rata (°C) Lokasi Suhu Udara Rata-Rata (ºC)

40 50 60 70 80 90 100

Hutan Hutan Kota Jl. Kopo Sayati Permukiman

Kelembaban Rata-Rata

(%)

Lokasi

Gambar 16 Kelembaban udara di beberapa jenis penutupan lahan.

Berdasarkan penelitian Weng dan Yang (2004), diketahui bahwa suhu udara rata-rata di berbagai jenis penutupan lahan berturut-turut dari jenis lahan terbangun, tanah gundul (tanah terbuka), pertanian hortikultura dan hutan adalah 27,07 °C; 26,06 °C; 25,52 °C; dan 23,82 °C. Dari berbagai jenis penutupan lahan, hutan mempunyai peran yang signifikan dalam menurunkan suhu udara. Sebaliknya, dari hasil penelitian Weng dan Yang (2004) juga menyatakan bahwa lahan terbangun menciptakan suhu udara yang tinggi.

Berdasarkan analisis kondisi ruang terbuka hijau serta perannya dalam meningkatkan kualitas lingkungan khususnya iklim mikro (suhu dan kelembaban udara), maka penanganan efek pulau bahang akan lebih efisien dan efektif dengan cara melakukan pembangunan hutan kota terutama di area-area dengan konsentrasi CO2 serta suhu udara tinggi. Adapun bentuk dan struktur hutan kota dapat disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada. Lahan sempit di kiri kanan jalan dapat dibangun hutan kota berbentuk jalur, sedangkan area dengan lahan yang kurang luas tetapi banyak tersebar di beberapa tempat, dapat dibangun hutan kota berbentuk menyebar dengan strata dua maupun strata banyak. Apabila lahan yang tersedia luas, maka dapat dibangun hutan kota dengan bentuk mengelompok dan berstrata banyak.

Rekittke (2009) menyatakan bahwa tumbuhan berupa pohon lebih efektif dalam menangani permasalahan urban heat island di perkotaan, oleh karena itu menyarankan pembangunan perkotaan berbasis kota hijau dapat diarahkan menjadi kota hutan (urban jungle) khususnya untuk kota-kota yang berbatasan dengan kawasan Kelembaban Udara Rata- Rata (%) Kelembaban Udara Rata- Rata (%)

66

konservasi. Rekittke (2009) juga mempunyai pemikiran kota kebun (garden city) menuju kota di dalam kebun (city in the garden) dimana tumbuhan berupa pohon menyebar di area perkotaan dan di sekeliling perkotaan agar iklim mikro perkotaan lebih baik.

Berdasarkan penelitian ini maka dapat disimpulkan bahwa ruang terbuka hijau berupa pohon-pohonan lebih efektif mengatasi efek pulau bahang dan dapat menurunkan suhu udara serta meningkatkan kelembaban udara. Meskipun persentase ruang terbuka hijau di perkotaan sudah cukup tinggi, tetapi apabila terdiri dari lapangan rumput, semak dan kebun, taman kota, taman pulau jalan, tidak akan efektif dalam menangani pulau bahang kota, dan tidak efektif dalam menurunkan suhu udara.

Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis iklim mikro di beberapa jenis penutupan lahan serta di beberapa bentuk dan strata hutan kota, serta didukung oleh penelitian Weng dan Yang (2004), Rekittke (2009) serta Blennow (1998), dapat disimpulkan bahwa ruang terbuka hijau berupa pohon-pohonan lebih efektif dalam menangani efek pulau bahang dan dapat memperbaiki kondisi iklim mikro.

Iklim Mikro pada Beberapa Bentuk dan Struktur Hutan Kota

Iklim mikro (suhu udara dan kelembaban udara) juga diukur pada beberapa bentuk dan struktur hutan kota. Hasil pengukuran iklim mikro disajikan pada Tabel 12. Suhu udara di dalam hutan kota pada hutan kota berbentuk jalur, menyebar maupun bergerombol, terukur lebih rendah dibandingkan dengan suhu udara di luar hutan kota. Sedangkan kelembaban udara di dalam hutan kota pada hutan kota berbentuk jalur, menyebar maupun bergerombol, terukur lebih tinggi dibandingkan dengan di luar hutan kota. Hal ini menunjukkan bahwa hutan kota mempunyai fungsi memperbaiki kondisi iklim mikro khususnya dalam penurunan suhu udara dan peningkatan kelembaban udara.

Tabel 12 Suhu dan kelembaban udara di beberapa bentuk dan struktur hutan kota

Struktur Hutan Kota

Suhu Udara (°C) Kelembaban Udara (%)

Di Dalam Di Luar Di Dalam Di Luar

Bentuk Hutan Kota :

Jalur 29,9 30,1 65 64

Menyebar 24,3 24.9 80 79

Bergerombol 23,6 24,3 82 80

Struktur Hutan Kota :

Strata Dua 28,2 29,2 68 67

Suhu udara terendah dari ketiga bentuk hutan kota, adalah yang terukur di hutan kota berbentuk bergerombol, disusul bentuk menyebar, dan suhu udara tertinggi terdapat di hutan kota berbentuk jalur. Hal ini sesuai dengan penelitian Irwan (2005) yang menunjukkan bahwa hutan kota bergerombol menciptakan suhu udara yang lebih rendah dibandingkan bentuk jalur dan menyebar. Berbeda dengan suhu udara, kelembaban udara terendah terukur pada hutan kota berbentuk jalur, disusul hutan kota berbentuk menyebar dan kelembaban udara tertinggi terukur pada hutan kota berbentuk bergerombol. Suhu udara hutan kota berstrata banyak lebih rendah dibandingkan dengan hutan kota berstrata dua. Sebaliknya, kelembaban udara di hutan kota berstrata banyak lebih tinggi dibandingkan hutan kota berstrata dua.

Kaitan antara Indeks Luas Daun dengan Suhu Udara

Tingkat kerindangan tumbuhan ditunjukkan dengan nilai Indeks Luas Daun (ILD). Kerindangan tumbuhan sangat menentukan suhu udara di sekitarnya. Semakin rindang, maka semakin banyak radiasi yang diintersepsi sehingga radiasi yang sampai permukaan tanah semakin rendah. Berkurangnya radiasi yang sampai permukaan tanah, menyebabkan pemanasan permukaan dan pemanasan lapisan udara di atasnya juga menurunn sehingga suhu udara di sekitar pohon menjadi rendah. Beberapa contoh hasil pemotretan ILD dengan menggunakan alat hemivericleview disajikan pada Gambar 17, 18 dan Gambar 19. Indeks luas daun 0,076; 0,419; 0,644; 0,778 dan 0,891 menghasilkan kondisi iklim mikro khususnya suhu udara berturut-turut 29,9 ºC; 28,2 ºC; 24,3 ºC; 23,6 ºC; dan 23,6 ºC. Semakin rapat dan rindang, menyebabkan semakin rendah suhu udara di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Hardin dan Jensen (2007) mengenai kaitan antara ILD dengan suhu permukaan perkotaan. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa suhu udara di area tanpa tumbuhan (ILD mendekati 0) adalah 39,2 ºC. Sedangkan pada ILD lebih besar yaitu 0,45; suhu udara menurun menjadi 32,1 ºC. Hardin dan Jensen (2007) menyimpulkan bahwa peningkatan ILD akan meningkatkan intersepsi radiasi, pertukaran CO2 dan menurunkan suhu udara. Oleh karena itu pulau bahang kota dapat diatasi dengan membangun ruang terbuka hijau khususnya hutan kota dengan kerindangan tinggi (ILD tinggi) agar efektif dalam menurunkan suhu udara.

68

(a) Hutan Kawah Putih Ciwidey (b) Hutan kota di area industri

Gambar 17 Kerindangan tajuk di Hutan Kawah Putih dan Hutan Kota Pemda Kabupaten Bandung.

(a) Kebun campur (b) Hutan kota di permukiman

Gambar 18 Kerindangan tajuk tumbuhan kebun campur dan hutan kota permukiman.

(a) Hutan Kota Pemda (b) Hutan Kota Pemda

Peran Hutan Kota dalam Perbaikan Iklim

Luas hutan kota di Kabupaten Bandung belum memenuhi peraturan perundangan khususnya Peraturan Pemerintah No.63 Tahun 2002 tentang hutan kota, yang mengharuskan luas hutan kota di wilayah perkotaan sekurang-kurangnya 10% dari luas kota. Luas hutan kota di Kabupaten Bandung yaitu seluas 17.000 ha (9 %). Selain belum memenuhi persyaratan minimal, distribusi hutan kota di Kabupaten Bandung juga belum merata. Luas dan persentase hutan kota di Wilayah I yaitu 297 ha (4,5%), Wilayah II seluas 1202 ha (8,7%), dan Wilayah III belum mempunyai hutan kota. Pemerintah daerah masih lebih fokus pada pembangunan taman kota. Bahkan sejak tahun 2007 taman kotapun belum mengalami penambahan. Taman kota di Kabupaten Bandung saat ini terdapat di Kecamatan Soreang, Ciwidey, Katapang, Cangkuang, Baleendah, dan Banjaran. Total luas taman kota adalah 38.812 m2.

Penanganan efek pulau bahang akan lebih efektif apabila dilakukan dengan pembangunan hutan kota meskipun perlu juga dilakukan pembangunan taman-taman kota agar nilai estetika kota meningkat. Hutan kota sebaiknya dibangun terutama di area perkotaan dengan emisi CO2 tinggi dan suhu udara tinggi. Menurut Bernatzky (1978), satu hektar areal yang ditanami pohon, semak dan rumput dengan luas daun kurang lebih 5 hektar, dapat menyerap 900 kg CO2 dari udara dan melepaskan 600 O2 dalam waktu 2 jam. Penelitian Weng dan Yang (2004), lebih spesifik membandingkan peran taman kota dan hutan kota dalam meningkatkan kualitas lingkungan. Berdasarkan penelitian Weng dan Yang (2004), diketahui bahwa pembangunan taman-taman kota kurang efektif dalam menangani efek buruk termal dari pembangunan perkotaan dibandingkan dengan hutan kota.

Pemilihan Jenis Tumbuhan

Pemilihan jenis tumbuhan khususnya untuk pembangunan hutan kota harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada yaitu kondisi tanah dan iklim Kabupaten Bandung. Selain itu, pemilihan jenis juga harus mempertimbangkan tujuan pembangunan hutan kota. Agar CO2 ambien dapat diabsorbsi oleh tumbuhan, maka perlu dilakukan pemilihan jenis tumbuhan dengan daya rosot gas CO2 tinggi. Daya rosot CO2 beberapa jenis tumbuhan yang dapat dikembangkan di Kabupaten Bandung disajikan pada Lampiran 26.

70

Selain daya rosot CO2, yang harus menjadi pertimbangan apabila akan membangun hutan kota berbentuk jalur di kanan kiri jalan raya, maka harus dipilih jenis tumbuhan yang perakarannya tidak merusak aspal jalan, cabang dan dahannya kuat, dan bukan jenis tumbuhan yang menggugurkan daun pada musim kemarau.

Jenis tumbuhan hutan kota untuk jalan tol, dapat dipilih jenis-jenis tumbuhan yang tahan terhadap polutan CO, NOx, partikulat, Pb, dan SOx. Hutan kota di jalan tol selain berfungsi untuk mengabsorbsi polutan udara, juga merupakan peredam kebisingan dan untuk menambah keindahan. Agar hutan kota dapat meredam kebisingan, maka penataan tumbuhan sebaiknya berstrata banyak dari strata paling bawah berupa rumput, kemudian tumbuhan semak (dapat berupa bunga-bungaan), dan pohon.

Pemilihan jenis hutan kota berbentuk menyebar dan mengelompok lebih fleksibel. Pemilihan jenis tumbuhan, selain berdasarkan kondisi tanah dan iklim juga sebaiknya merupakan jenis lokal yang sudah mulai langka. Thomashik (2011) menyatakan bahwa pembangunan berbasis green growth, harus mempertimbangkan konservasi kenakekaragaman hayati serta jasa lingkungan. Hutan kota yang dibangun dengan jenis tumbuhan lokal yang sudah mulai langka, dapat meningkatkan jasa lingkungan sekaligus dapat mengkonservasi tumbuhan langka.

Elander et al. (2005) menyatakan bahwa salah satu komponen dari green policy adalah konservasi keanekaragaman hayati. Pembangunan perkotaan yang berkelanjutan harus mempertimbangkan keanekaragaman hayati terutama keanekearagaman hayati yang terancam punah. Pemilihan jenis dalam pengembangan ruang terbuka hijau termasuk hutan kota selain berdasar pada kondisi lingkungan (tanah dan iklim), juga harus mempertimbangkan jenis lokal terutama jenis lokal yang sudah langka.

Penentuan Lokasi Ruang Hutan Kota

Brack (2002) menyatakan bahwa hutan kota (ruang terbuka hijau) berfungsi untuk mengurangi polusi udara, mengurangi polusi suara, meningkatkan kualitas udara, menurunkan suhu udara, estetika, mengontrol silau dan refleksi radiasi, sebagai tempat rekreasi, untuk relaksasi dan peningkatan kesehatan, sebagai habitat satwa, mengurangi konsumsi energi (listrik), dan meningkatkan nilai properti.

Fungsi ruang terbuka hijau khususnya hutan kota akan efektif apabila pembangunan hutan kota tersebut disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Agar absorbsi polutan udara khususnya CO2 maksimal maka sebaiknya dibangun di hadap angin, dan terletak diantara sumber emisi polutan dengan permukiman agar aliran udara yang membawa CO2 tertahan oleh hutan kota yang berfungsi sebagai windbreak sehingga setelah melalui area hutan kota, kecepatan angin dan konsentrasi CO2 sudah menurun. Windbreak hutan kota ini sangat bermanfaat untuk melindungi penduduk yang tinggal di area permukiman dari pencemar udara yang dapat mengganggu kesehatan.

Hasil analisis data kecepatan angin dari tahun 1999 sampai dengan 2008, dapat digambarkan dengan windrose (mawar angin) yang disajikan pada Gambar 20.

Berdasarkan hasil analisis kecepatan dan arah angin dalam bentuk windrose tersebut, dapat disimpulkan bahwa arah angin di Kabupaten Bandung lebih banyak berasal dari arah barat 43,8%, kemudian dari arah timur 34,5%. Angin yang berasal dari timur laut hanya 8,4%, itupun dengan kecepatan rendah (maksimum 5,0 km/jam). Sedangkan angin yang berasal dari barat laut hanya 2,4%, juga dengan kecepatan rendah (maksimum 5,0 km/jam).

Agar manfaat hutan kota dapat maksimal maka sebaiknya hutan kota yang berfungsi sebagai windbreak sebaiknya dibangun dengan desain sebagai berikut :

NE NW W E SW SE S Keterangan : : 0 – 2,5 km/jam : > 2,5 – 5 km/jam : > 5 km/jam

Gambar 20 Windrose Kabupaten Bandung. N

72

1) Hutan kota dibangun membujur dari arah selatan ke utara dan terletak di sebelah timur dan barat sumber polutan.

2) Hutan kota dibangun melintang dari barat ke timur dengan letak di sebelah selatan sumber polutan.

Berdasarkan kondisi aliran udara di Kabupaten Bandung, dari kedua desain tersebut, maka desain 1 harus lebih menjadi prioritas karena angin dominan di Kabupaten Bandung berasal dari arah barat dan timur. Desain 1 maupun desain 2 sebaiknya dibangun di Kecamatan Margaasih, Margahayu, Dayeuhkolot, Cileunyi, Rancaekek, Bojongsoang, Baleendah, Katapang, Banjaran, dan Majalaya.

5.2. Model Kota Hijau

Purnomo (2005) menyatakan bahwa untuk mempermudah pengorganisasian model, maka model dibagi menjadi beberapa sub model. Berdasarkan pengoganisasian model, model kota hijau di Kabupaten Bandung dibagi menjadi tiga sub model yaitu sub model sumber pencemar CO2, sub model suhu udara dan sub model penutupan lahan. Model terdiri dari variabel jumlah kendaraan yang dibagi lagi menjadi dua kelompok yaitu jumlah kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat. Selain itu juga terdiri dari variabel jumlah unit industri, variabel jumlah penduduk dan variabel luas penutupan lahan. Luas penutupan lahan terdiri dari ruang terbuka hijau, lahan terbangun dan lahan terbuka.