BAB V PENUTUP
B. Saran
Adapun saran dari penulis tentang Metode Alokasi Surplus underwriting
Dana Tabarru’ pada Asuransi Kerugian Syariah Adalah :
1. Agar masyarakat lebih memahami hak dan kewajibannya sebagai peserta
asuransi, bukan hanya membayar premi dan mendapatkan ganti rugi atas
klaim yang terjadi, tetapi juga mengerti dan mengetahui nisbah bagi hasil
antara kedua belah pihak.
2. Menurut saya jika permodalan perusahaan sudah kuat alokasi ke peserta
ditambahkan misalnya dari 30% menjadi 40% karena bagaimanapun dana
83
tersebut.
3. Untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai metode alokasi
surplus dana tabarru’ dan cara kerja asuransi syariah yang diterapkan di Unit Syariah PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967, perusahaan sebaiknya
mempublikasikan dimedia masa misalnya dengan mengadakan talk show di
televisi atau seminar di kampus-kampus, disini media memiliki peran penting
sebagai penyampaian informasi dan sarana edukasi yang membekali
pemahaman masyarakat karena masyarakat harus dibekali pengetahuan yang
cukup tentang pengelolaan dana tabarru’ terutama masyarakat muslim yang tertarik dengan asuransi kerugian syariah.
4. Bagi pihak lain diharapkan dapat memberikan pemahaman dan informasi
mengenai keadaan keuangan perusahaan kepada para investor serta
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Ali, Hasan. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tintauan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta : Kencana, 2004.
Amrin, Abdullah. Asuransi Syariah,keberadaan dan kelebihannya ditengah asuransi konvensional. Jakarta: PT Gramedia. 2006
Darmawi, Hermawan. Manajemen Asuransi. Jakarta: Bumi Aksara. 2004.
Dewi, Gemala. SH.,LL.M. Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2006.
Fatwa DSN-MUI No. 21/DSN/-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Pada Asuransi Syariah.
Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah, Jakarta : MUI, 2006
Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah, Jakarta : MUI, 2006.
Ghoni, Abdul dan Arianty, Erny. Akuntansi Asuransi Syariah, Antara Teori dan Praktek, Jakarta: Insco Consulting, 2007.
Harahap, Safri Sofyan. Akuntansi Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1997.
http://bataviase.co.id/node/330210
http://hendrakholid.net/blog/2009/04/05/asuransi-syariah-2
Ikatan Akuntan Indonesia, PSAK 108 Tentang Transaksi Asuransi Syariah.
Iqbal, Muhammad. Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik.Jakarta: Gema Insani. 2005.
Janwari, Yadi. Asuransi Syariah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2005.
85
Laporan Tahunan 2009 Annual Report, PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967
Mufti, Aries dan Sula, Muhammad Syakir. Amanah Bagi Bangsa: Konsep Sistem Ekonomi Syariah, MES
Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta ; cet.1, 2007.
Peraturan Mentri Keuangan nomor 18/PMK.010/2010, Tentang DasarPenyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah,
Salim, Abbas. Asuransi dan Manajemen Risiko, Ed. 2. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2005.
Socisno, Djojosoedarso. Prinsip-Prinsip Manajemen Risiko dan Asuransi, Jakarta : Salemba Empat, 2003
Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga Keuangn Syariah ,Jakarta: Kencana, 2009.
Sudarsono.Bank dan Lembaga keuangan syariah, Yogyakarta : Ekonisia, 2007.
Sula, Muhammad Syakir. Asuransi Syariah (life and general) Konsep dan System Operasional. Jakarta : MUI, 2006.
Suma, Amin. Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional Teori, System dan Pemasaran. Ciputat : Kolom Publishing, 2006.
Sevila, Consuela G. Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: UI-Press, 1993
Undang-Undang No. 2 tahun 1992, tentang perasuransian,
Wawancara pribadi dengan Saiful Hadi. Jakarta 1 Juni 2011
www.bumida.co.id
Yusuf, Muhammad Fadzli.Takaful Sistem Asuransi Islam,Kuala Lumpur: Tinggi Press SDN.BHD, 1996.
DAFTAR PERTANYAAN
ANALISIS METODE ALOKASI SURPLUS DANA TABARRU PADA ASURANSI KERUGIAN SYARIAH
(StudiPada Unit Syariah PT. AsuransiUmumBumiputeraMuda 1967)
1. Bagaimana metode perhitungan yang digunakan dalam alokasi surplus dana
tabarru’?
2. Bagaimana PT Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 mengalokasikan
surplus dana tabarru’? Atas dasar apa PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 menetapkan alokasinya?
3. Mengapa insentif pengelola mendapatkan surplus dana tabarru’ lebih besar dan cadangan dana tabarru’ lebih kecil?
4. Kapankah peserta asuransi kerugian mendapatkan surplus dana tabarru’? 5. Bagaimana praktik yang dilakukan dalam alokasi surplus dana tabarru’? 6. Bagaimana perusahaan mengelola dana tabarru’ yang terhimpun dari dana
peserta?
7. Bagaimana mekanisme pendistribusian surplus dana tabarru’ kepada peserta asuransi kerugian?
8. Apakah perusahaan mendapat keuntungan apabila terjadi defisit underwriting?
9. Bagaimana alokasi surplus dana tabarru’ dapat memberikan sumbangan pada
87
Nama : Drs. Saiful Hadi
Jabatan : Kepala Bagian Keuangan dan SDM Unit Syariah PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967
TempatWawancara : Unit Syariah PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 Jl. Wolter Mongonsidi No. 63 Kebayoran Baru Jakarta 12180 TanggalWawancara : 1 Juni 2011
1. Bagaimana metode perhitungan yang digunakan dalam alokasi surplus dana
tabarru’? Jawab :
Perhitungan surplus/defsit dana tabarru’ mengacu kepada PSAK 108 dimana hanya kontribusi bagian peserta (tabarru’) yang dihitung surplusnya, selanjutnya atas surplus yang terbentuk kemudian dialokasikan untuk dibagi kepada peserta, pengelola dan sebagai cadangan dana tabarru’ yang komposisinya ditetapkan dengan persetujuan DPS yaitus ebesar 30% untuk peserta, 67.5% untuk pengelola dan 2.5% untuk cadangan.
2. Bagaimana PT Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 mengalokasikan
surplus dana tabarru’ ? Atas dasar apa PT. Asuransi Umum Bumiputera Muda 1967 menetapkan alokasinya?
Jawab :
Secara hukum penetapan alokasi surplus tabarru’ mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan No.18 dan Fatwa DSN-MUI No.53 namun dalam penetapan prosentasenya untuk masing-masing penerima ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan Perusahaan yang telahdi setujui oleh DPS dan calon peserta pada saat menandatangani pernyataan akad.
3. Mengapa insentif pengelola mendapatkan surplus dana tabarru’ lebih besar dan cadangan dana tabarru’ lebih kecil?
Jawab :
Perkembangan asuransi syariah di Indonesia tidak berangkat darientitas perusahaan tapi dari unit syariah yang didukung dengan permodalan yang sangat minim, sehingga untuk mengimbangi biaya operasional yang cukup tingg serta memperkuat permodalan syariah ditahap-tahap awal wajar komposisi bagian pengelola lebih besar dari alokasi cadangan, hal ini kedepannya juga untuk percepatan peningkatan retensi risiko yang dapat dikelola, karena jika permodalan tidak berkembang dengan baik maka
kapasitas pengelolaan risiko juga terbatas, sehingga banyak bisnis yang tidak dapat dikelola sendiri dan sangat tergantung dari dukungan reasuradur baik dalam dan luar negeri.
4. Kapankah peserta Asuransi kerugian mendapatkan surplus dana tabarru’? Jawab :
Pada dasarnya tidak secara otomatis setiap peserta asuransi syariah mendapatkan bagian alokasi surplus tabarru’, namun kita memberikan insentif atas surplus dana tabarru’ yang dibagikan kepada peserta pada setiap akhir periodea suransi.
5. Bagaimana praktik yang dilakukan dalam alokasi surplus dana tabarru’? Jawab :
Dalam prakteknya atas terjadinya surplus pengelolaan dana tabarru’ dialokasikan pembagiannya menjadi 3 (tiga), yaitu untuk pengelola, untuk peserta dan untuk alokasi cadangan defisit tabarru’.
6. Bagaimana perusahaan mengelola dana tabarru’ yang terhimpun dari dana peserta?
Jawab :
Dana tabarru’ yang terhimpun dikelola dalam bentuk investasi diantaranya deposito, reksadana, saham dan Sukuk yang hasilnya dikembalikan kepada kumpulan dana tabarru’ setelah setelah sebagian dibayarkan kepada pengelola sebagai biaya pengelolaan.
7. Bagaimana mekanisme pendistribusian surplus dana tabarru’ kepada peserta asuransi kerugian?
Jawab :
Pendistribusian insentif surplus tabarru’ kepada peserta dibayarkan langsung kepada setiap peserta, setelah mendapat pemberitahuan dari pengelola mengenai besarnya insentif yang akan diterima secara tertulis.
8. Apakah perusahaan mendapat keuntungan apabila terjadi defisit underwriting? Jawab :
Ketika terjadi defisit underwriting dana tabarru’, maka yang terjadi adalah pengelola harus menyisihkans ebagian modalnya untuk menutupi defisit yang terjadi berupa dana talangan (qardh), jadi ketika terjadi defisit underwriting
89
bukan berarti perusahaan otomatis menjadi rugi tergantung berapa besar
defisit yang terjadi dan berapa besar beban-beban operasional yang dikeluarkan serta hasil investasi bagian pengelola yang didapatkan.
9. Bagaimana alokasi surplus dana tabarru’ dapat memberikan sumbangan pada
profit perusahaan? Jawab :
Profit perusahaan diperoleh dari Pendapatan pengelola yaitu : Penerimaan ujrah, penerimaan alokasi surplus tabarru’, hasil investasi dana pengelola serta bagi hasil investasi pengelolaan dana tabarru’. Selanjutnya dikurangi beban-beban yang harus dibayar yaitu : Beban pemasaran, beban umum, beban administrasi, komisi, ujrah reasuransi, beban lain-lain. Selisih yang terjadi akan diperoleh Profit Pengelola.
Besarnya Profit yang paling diharapkan terutama dari bagaimana risiko dapat dikelola dengan baik dan perlu didukung seorang underwriter yang prudent
serta keahlian dalam pengelolaan investasi insya Allah akan menghasilkan profit yang optimal, sedang masalah biaya operasional merupakan beban yang harus dikeluarkan dan sudah dihitung diawal tahun.
((dalam jutaan rupiah) No. URAIAN Tahun 2010 Tahun 2009 (1) (2) (4) (5) 1 PENDAPATAN UNDERWRITING 2 Kontribusi Bruto
3 a. Kontribusi Penutupan Langsung 19,990,448,882.07 11,992,562,195.18
4 b. Kontribusi Penutupan Tidak Langsung/inward 700,453,240.32 25,541,768.01
5 c. Ujrah 8,844,140,418.09 4,918,504,591.78
6 Jumlah Kontribusi Bruto (3+4-5) 11,846,761,704.29 7,099,599,371.41
7 Premi Reasuransi
8 Kontribusi Reasuransi (Tabarru RA) 2,714,604,325.99 1,883,312,378.11
9 Jumlah Premi Reasuransi (8-9) 2,714,604,325.99 1,883,312,378.11
10 Kontribusi Neto (6-10) 9,132,157,378.30 5,216,286,993.30
11 Penurunan (Kenaikan) CAKYBMP *)
12 a. CAKYBMP tahun/triwulan lalu 2,065,803,824.00 2,571,195,327.96
13 b. CAKYBMP tahun/triwulan berjalan 4,192,443,232.50 2,065,803,823.81
14 Penurunan (Kenaikan) CAKYBMP (13-14) -2,126,639,408.50 505,391,504.15
15 Jumlah Pendapatan Premi Neto (11+15) 7,005,517,969.80 5,721,678,497.45
16 Pendapatan Underwriting Lain Neto 0.00 0.00
17 PENDAPATAN UNDERWRITING (16+17) 7,005,517,969.80 5,721,678,497.45 18 BEBAN UNDERWRITING 19 Beban Klaim 20 a. Klaim Bruto 4,525,487,333.39 4,084,217,503.02 21 b. Klaim Reasuransi 456,085,682.82 224,757,512.60
22 c. Kenaikan (Penurunan) Cadangan Klaim
23 c.1. Cadangan Klaim Netto tahun/triwulan berjalan 749,713,793.00 644,171,759.65 24 c.2. Cadangan Klaim Netto tahun/triwulan lalu 644,171,760.00 254,974,950.91
25 Jumlah Beban Klaim (21-22+24-25) 4,174,943,683.58 4,248,656,799.16
26 Beban Underwriting Lain Neto 9,754,018.53 0.00
27 BEBAN UNDERWRITING (26+27) 4,184,697,702.11 4,248,656,799.16
28 SURPLUS DEFISIT UNDERWRITING (18-28) 2,820,820,267.70 1,473,021,698.30
29 PENDAPATAN INVESTASI
30 Hasil Investasi Dana Peserta 53,668,561.16 76,072,169.39
31 Beban pengelolaan portofolio investasi 26,834,280.58 38,036,084.70
32 HASIL INVESTASI NETTO 26,834,280.58 38,036,084.70
33 SURPLUS (DEFISIT) UNDERWRITING DANA PESERTA 2,847,654,548.28 1,511,057,782.99
CABANG ASURANSI KERUGIAN SYARIAH
PERHITUNGAN PERUBAHAN DANA PESERTA (TABARRU) Untuk Periode Yang Berakhir
Per 31 Desember 2010 dan 2009
No. URAIAN Tahun 2010 Tahun 2009
(1) (2) (4) (5) 1 SALDO AWAL 1,078,527,110.00 1,115,956,487.00
2 SURPLUS PERIODE BERJALAN
3 ALOKASI SURPLUS 2,847,654,548.28 1,511,057,782.99 4 a. Cadangan Tabarru (2,5%) 71,191,363.71 37,776,444.57 5 b. Insentif Peserta 854,296,364.48 453,317,334.90 6 c. Insentif Pengelola (67,5%) 1,922,166,820.09 1,019,964,003.52 7
SALDO AKHIR DANA PESERTA
(18-28) 1,149,718,473.71 1,153,732,931.57
SALINAN
NOMOR 18 /PMK.010/2010
TENTANG
PENERAPAN PRINSIP DASAR PENYELENGGARAAN
USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN,
Menimbang :a. bahwa usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip
syariah yang penyelenggaraan usahanya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2008, harus senantiasa memenuhi prinsip syariah Islam, termasuk fatwa-fatwa yang ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia;
b. bahwa dalam rangka memenuhi prinsip-prinsip syariah
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu kepastian hukum dalam penyelenggaraan usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap usaha asuransi dan usaha reasuransi dengan prinsip syariah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah;
Mengingat :1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3467);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3506) sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 81 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 212, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4954);
3. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENERAPAN
PRINSIP DASAR PENYELENGGARAAN USAHA ASURANSI DAN USAHA REASURANSI DENGAN PRINSIP SYARIAH.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan:
1. Asuransi berdasarkan prinsip syariah adalah usaha saling tolong menolong (ta’awuni) dan melindungi (takafuli) di antara para
peserta melalui pembentukan kumpulan dana (Dana Tabarru ’)
yang dikelola sesuai prinsip syariah untuk menghadapi risiko tertentu.
2. Perusahaan adalah Perusahaan Asuransi atau Perusahaan
Reasuransi yang menyelenggarakan seluruh atau sebagian usahanya berdasarkan prinsip syariah.
3. Peserta adalah orang atau badan yang menjadi peserta program
asuransi dengan prinsip syariah, atau Perusahaan Asuransi yang menjadi peserta program reasuransi dengan prinsip syariah.
4. Dana Tabarru ’ adalah kumpulan dana yang berasal dari
kontribusi para Peserta, yang mekanisme penggunaannya sesuai
dengan Akad Tabarru’ yang disepakati.
5. Dana Investasi Peserta adalah dana investasi yang berasal dari kontribusi Peserta atas produk asuransi jiwa yang mengandung unsur investasi, yang dikelola Perusahaan sesuai dengan Akad yang telah disepakati.
7. Akad Tabarru ’ adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana
dari satu Peserta kepada Dana Tabarru ’ untuk tujuan tolong
menolong di antara para Peserta, yang tidak bersifat dan bukan untuk tujuan komersial.
8. Akad Tijarah adalah Akad antara Peserta secara kolektif atau
secara individu dan Perusahaan dengan tujuan komersial.
9. Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan
kuasa kepada Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola
Dana Tabarru ’ dan/atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau
wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa ujrah (fee).
10.Akad Mudharabah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa
kepada Perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi
Dana Tabarru ’ dan/atau Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau
wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa bagi hasil
(nisbah) yang besarnya telah disepakati sebelumnya.
11.Akad Mudharabah Musytarakah adalah Akad Tijarah yang
memberikan kuasa kepada Perusahaan sebagai mudharib untuk
mengelola investasi Dana Tabarru ’ dan/atau Dana Investasi
Peserta, yang digabungkan dengan kekayaan Perusahaan, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan berupa
bagi hasil (nisbah) yang besarnya ditentukan berdasarkan
komposisi kekayaan yang digabungkan dan telah disepakati sebelumnya.
12.Surplus Underwriting adalah selisih lebih total kontribusi Peserta
ke dalam Dana Tabarru’ setelah dikurangi pembayaran
santunan/klaim, kontribusi reasuransi dan cadangan teknis, dalam satu periode tertentu.
13.Qardh adalah pinjaman dana dari Perusahaan kepada Dana
Tabarru ’ untuk menanggulangi ketidakcukupan kekayaan Dana
Tabarru’ untuk membayar santunan/klaim kepada Peserta.
14.Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
BAB II PRINSIP DASAR
Pasal 2
Perusahaan yang menyelenggarakan usaha asuransi atau usaha reasuransi dengan prinsip syariah wajib menerapkan prinsip dasar sebagai berikut:
a. adanya kesepakatan tolong menolong (ta’awun) dan saling
menanggung (takaful) di antara para Peserta;
b. adanya kontribusi Peserta ke dalam Dana Tabarru’;
c. Perusahaan bertindak sebagai pengelola Dana Tabarru’;
d. dipenuhinya prinsip keadilan (‘adl), dapat dipercaya (amanah),
keseimbangan (tawazun), kemaslahatan (maslahah), dan
keuniversalan (syumul); dan
e. tidak mengandung hal-hal yang diharamkan, seperti
ketidakpastian/ketidakjelasan (gharar), perjudian (maysir), bunga (riba), penganiayaan (zhulm), suap (risywah), maksiat, dan objek haram.
BAB III
PEMISAHAN KEKAYAAN DAN KEWAJIBAN
Pasal 3
(1) Perusahaan wajib memisahkan kekayaan dan kewajiban Dana
Tabarru’ dari kekayaan dan kewajiban Perusahaan.
(2) Perusahaan asuransi jiwa yang memasarkan produk asuransi
dengan prinsip syariah yang mengandung unsur investasi wajib memisahkan kekayaan dan kewajiban Dana Investasi Peserta dari kekayaan dan kewajiban Perusahaan maupun dari kekayaan dan
kewajiban Dana Tabarru’.
(3) Perusahaan wajib membuat catatan terpisah untuk kekayaan dan
kewajiban Perusahaan, Dana Tabarru’, dan Dana Investasi Peserta.
Pasal 4
(1) Kekayaan dan kewajiban Dana Tabarru’ merupakan kekayaan dan
a. pembayaran santunan kepada Peserta yang mengalami musibah atau pihak lain yang berhak;
b. pembayaran reasuransi;
c. pembayaran kembali Qardh ke Perusahaan; dan/atau
d. pengembalian Dana Tabarru’ akibat pembatalan polis dalam
periode yang diperkenankan.
(3) Perusahaan wajib membentuk DanaTabarru ’ untuk setiap lini
usaha.
(4) Dalam hal hukum jumlah bilangan besar untuk suatu lini usaha belum dapat dipenuhi, Perusahaan dapat membentuk Dana
Tabarru ’ secara gabungan dari beberapa lini usaha.
(5) Perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib
menginformasikan penggabungan Dana Tabarru ’ kepada Peserta
dan mencantumkannya di dalam polis. Pasal 5
(1) Perusahaan yang akan menghentikan kegiatan usaha asuransi
atau usaha reasuransi dengan prinsip syariah atas permintaan sendiri atau atas perintah Menteri, wajib mengalihkan seluruh
Peserta beserta Dana Tabarru’ yang dikelolanya kepada
Perusahaan lain, dan/atau mengembalikan alokasi Dana Tabarru’
yang dapat menjadi hak Peserta yang tidak bersedia dialihkan ke Perusahaan lain.
(2) Dalam hal Menteri memerintahkan Perusahaan untuk
mengalihkan kepesertaan pada lini usaha tertentu kepada Perusahaan lain, maka pengalihan kepesertaan wajib diikuti
pengalihan Dana Tabarru’ pada lini usaha tertentu dimaksud.
(3) Dalam hal Perusahaan tidak lagi memiliki Peserta dan Perusahaan
akan menghentikan kegiatan usahanya atas permintaan sendiri,
Dana Tabarru’ yang ada wajib dihibahkan kepada lembaga sosial
(4) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
terdiri atas 1 (satu) orang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia, yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Perusahaan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Pasal 6
(1) Kekayaan dan kewajiban Dana Investasi Peserta merupakan
kekayaan dan kewajiban masing-masing Peserta secara individu.
(2) Perusahaan wajib membentuk Dana Investasi Peserta untuk setiap
jenis portofolio investasi sesuai dengan Akad pengelolaan investasi yang digunakan dalam polis.
(3) Dalam hal Perusahaan akan menawarkan jenis portofolio investasi
yang baru, Perusahaan wajib menginformasikan kepada Peserta mengenai pembentukan Dana Investasi Peserta untuk jenis portofolio investasi yang baru dimaksud.
BAB IV
AKAD
Pasal 7
Polis asuransi dan perjanjian reasuransi dengan prinsip syariah wajib
mengandung Akad Tabarru’ dan Akad Tijarah.
Pasal 8
(1) Akad Tabarru ’ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, wajib
memuat sekurang-kurangnya:
a. kesepakatan para Peserta untuk saling tolong menolong
(ta’awuni);
b. hak dan kewajiban masing-masing Peserta secara individu;
c. hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dalam kelompok;
d. cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunan/klaim;
e. ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik
kembali oleh Peserta dalam hal terjadi pembatalan oleh Peserta;
f. ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian
Pasal 9
(1) Akad Tijarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat berupa
Akad Wakalah bil Ujrah, Akad Mudharabah, dan Akad
MudharabahMusytarakah.
(2) Penggunaan salah satu Akad Tijarah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib dilakukan secara konsisten sampai berakhirnya polis.
(3) Dalam hal disepakati perubahan Akad Tijarah, penggunaan Akad
Tijarah yang baru hanya dapat diterapkan pada polis yang baru.
(4) Dalam hal perubahan Akad Tijarah sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) terjadi untuk pengelolaan Dana Tabarru’, Perusahaan
wajib memisahkan Dana Tabarru’ yang dikelola berdasarkan Akad
Tijarah yang lama dari Dana Tabarru ’ yang dikelola berdasarkan Akad Tijarah yang baru.
(5) Perusahaan dapat menggunakan Akad Tijarah yang berbeda
dalam pengelolaan risiko dan pengelolaan investasi Dana Tabarru
’.
Pasal 10
(1) Akad Wakalah bil Ujrah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(1), wajib memuat sekurang-kurangnya:
a. objek yang dikuasakan pengelolaannya;
b. hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau Peserta
secara individu sebagai muwakkil (pemberi kuasa);
c. hak dan kewajiban Perusahaan sebagai wakil (penerima kuasa)
termasuk kewajiban Perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan risiko dan/atau kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau wanprestasi yang dilakukan Perusahaan;
d. batasan kuasa atau wewenang yang diberikan Peserta kepada
Perusahaan;
f. ketentuan lain yang disepakati.
(2) Objek yang dikuasakan pengelolaannya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a, meliputi namun tidak terbatas pada:
a. kegiatan administrasi;
b. pengelolaan dana;
c. pembayaran klaim;
d. underwriting;
e. pengelolaan portofolio risiko;
f. pemasaran; dan/atau
g. investasi.
(3) Dalam hal pengelolaan investasi Dana Tabarru ’ atau Dana
Investasi Peserta didasarkan Akad Wakalah bil Ujrah, Perusahaan tidak berhak memperoleh bagian dari hasil investasi.
Pasal 11
Akad Mudharabah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1),
wajib memuat sekurang-kurangnya:
a. hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau Peserta secara
individu sebagai shahibul mal (pemilik dana);
b. hak dan kewajiban Perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana)
termasuk kewajiban Perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan Perusahaan;
c. batasan wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan;
d. bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi; dan
e. ketentuan lain yang disepakati.
Pasal 12
Akad Mudharabah Musytarakah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) wajib memuat sekurang-kurangnya:
a. hak dan kewajiban Peserta secara kolektif dan/atau Peserta secara
diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan Perusahaan;
c. batasan wewenang yang diberikan Peserta kepada Perusahaan;
d. cara dan waktu penentuan besar kekayaan Peserta dan kekayaan
Perusahaan;
e. bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi; dan
f. ketentuan lain yang disepakati.
BAB V
SURPLUS UNDERWRITING
Pasal 13
(1) Surplus Underwriting dapat dibagikan dengan pilihan pembagian
sebagai berikut:
a. seluruhnya ditambahkan ke dalam Dana Tabarru’;
b. sebagian ditambahkan ke dalam Dana Tabarru’ dan sebagian
dibagikan kepada Peserta; atau
c. sebagian ditambahkan ke dalam Dana Tabarru ’, sebagian
dibagikan kepada Peserta, dan sebagian dibagikan kepada Perusahaan.
(2) Pilihan pembagian Surplus Underwriting sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib dimuat di dalam polis.
(3) Pilihan pembagian Surplus Underwriting sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan proporsi pembagian Surplus Underwriting tidak
dapat diubah sampai dengan berakhirnya polis.
(4) Surplus Underwriting yang dapat dibagikan dihitung berdasarkan
(5) Dalam hal pembagian Surplus Underwriting kepada Peserta secara
ekonomis membutuhkan biaya yang lebih besar daripada bagian yang akan dibagikan, Perusahaan tidak dapat mengambil bagian Peserta tersebut, dan dapat menambahkannya ke dalam Dana
Tabarru ’, memperhitungkannya untuk mengurangi kontribusi
Peserta periode berikutnya, atau memanfaatkannya untuk dana sosial.
(6) Pemanfaatan bagian Surplus Underwriting Peserta sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) wajib diatur di dalam polis. Pasal 14
(1) Perusahaan dilarang melakukan pembagian Surplus Underwriting
kepada Peserta atau Perusahaan dalam hal:
a. masih terdapat Qardh di dalam kewajiban Dana Tabarru ’; atau