• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Syura dalam Menerapkan Prinsip Darurat

BAB II KEADAAN DARURAT NEGARA DALAM HUKUM ISLAM

E. Peran Syura dalam Menerapkan Prinsip Darurat

Prinsip darurat didasarkan bahwa darurat itu diukur dengan ukuran keburukannya. Artinya, darurat memperbolehkan kita melanggarnya agar jangan sampai melampaui ukuran yang ditentukan (dipaksa) oleh darurat yang sebenarnya. Oleh itu, untuk membatasi ukuran ini adalah syûrâ. Darurat sebagai suatu teori umum

dan serba meliputi merupakan dasar bagi fleksibilitas (kelenturan) dari banyaknya

hukum-hukum syar’i, baik yang berhubungan dengan akidah, ibadah, pemerintah maupun muamalah. Dalam konteks keterwakilan (syûrâ), prinsip darurat (dhârûrî)

dapat dijelaskan sebagai prinsip yang didasarkan kepada standar batas negatifnya. Artinya darurat yang membuka peluang pergeseran hukum boleh (ibâhât) itu adalah

yang tidak melampaui batas-batas darurat. Ukuran yang dapat distandardisasi untuk melihat baik tidaknya darurat itu difungsikan, adalah melalui standar syûrâ.55 Dengan demikian, syura dapat diangkat untuk menentukan demarkatif (batas pemisah) suatu

regulasi (pengaturan) dapat disebut melanggar atau tidak melanggar.56

Darurat itu merupakan berpengaruh pada sikap pribadi, dan juga berpengaruh pada ketetapan jama’ah, rakyat atau umat, setiap suatu ketetapan yang dikeluarkan di dalam syura adalah ketika keluar dari kehendak bebas, jauh dari tekanan dan paksaan,

baik paksaan ini datang sebagai hasil dari perbuatan pihak kedua itu sendiri atau dari kondisi-kondisi asing dari kedua belah pihak. Sebagai hasil dari itu, pihak yang melakukan tindakan pemberontakan dan kemudian menang dari pihak asing yang

menyerang sehingga dipaksakan kepada ahl hall wal aqd yang kemudian mengambil

suatu ketetapan tentang pengakuan terhadap pemerintahannya, dan mereka pun benar-benar telah mengeluarkan ketetapan ini tanpa ada pilihan bebas bagi mereka, maka ketetapan ini jelas merupakan ketatapan yang tercela, tidak mengikat mereka,

44 ) C # 2+ , " 3 & + # " # , %

% 4 ) . ; & " " ! "

( ) , $$4& 4$4

56

Asap Taufik Akbar, “Fikih Politik NU (Pendekatan sosialisasi Atas Lahirnya Konsep Wali Al- Amr al-Dlarury bi al- Syaukah)”, Makalah tidak diterbitkan, (Jakarta: PPs. UIN, 2002), h. 5

dan tidak pula mengikat orang lain. Hal itu berarti bahwa mereka harus cepat-cepat membatalkannya dan membersihkannya dari perbuatan tersebut. 57

Syûrâ yang merupakan sebuah sistem yang mencapai tujuan secara syar’i dan

ditetapkan dengan melihat manfaatnya serta disepakati oleh banyak orang adalah sebuah solusi (penyelesaian) untuk menetapkan sebuah keadaan yang dianggap genting dan darurat. Akan tetapi, mengakui sahnya pemerintahan darurat bukan berarti tidak lagi memperdulikan perbedaan antara pemerintahan itu dengan pemerintahan yang sah secara syûrâ yang perwujudannya ialah khalifah yang sah dan

(râsyidah) lurus.58

Setelah mengatahui penjelasan bagaimana dan tindakan hukum Islam dalam mengatasi masalah darurat negara disebabkan pemberontakan, oleh itu, penulis akan meneruskan pada bab tentang Konsep Keadaan Darurat Dalam Perundangan Malaysia 4% - # < 7 ( " " : ) +: ) E ( - ! , F $$1& 4$% 4' # $ 4$%

BAB III

K0NSEP KEADAAN DARURAT DALAM PERUNDANGAN MALAYSIA

Dalam mendirikan sebuah negara, pasti menginginkan sebuah negara dan bangsa yang mewujudkan akan keselarasan yang dinamis. Namun demikian, perjalanan untuk membina sebuah negara yang aman dan damai itu terdapat permasalahan oleh beberapa kasus yang menyebabkan negara ini dapat dikatakan darurat.

Dalam perjalanan sejarah, sejak kemerdekaan sampai sekarang, negara Malaysia tidak pernah terlepas dari aneka peristiwa dan kejadian-kejadian yang bersifat luar biasa, baik di bidang politik, di bidang ekonomi maupun di bidang sosial. Demikian pula, bencana alam terus-menerus menerpa dari waktu ke waktu, baik yang datang dari laut, udara, maupun dari perut bumi. Bencana alam juga datang dari manusia, dari hewan seperti flu burung, nyamuk demam berdarah, dan lain-lain sebagainya.59 Demikian penulis akan meneruskan pada bab ini bagaimana awal kejadian darurat di Malaysia dan apakah yang dikatakan perbuatan yang membahayakan negara, siapakah yang berhak dalam memberikan ketentuan apabila berlakunya darurat negara serta bagaimana pemerintah atau Perundangan Malaysia dalam menyelesaikan masalah ini.

4$ - )) + + # , + "

! "H0 ) > ) " ) " + ) I + .

E. Kriteria Perbuatan dan Tindakan Pemberontakan yang Dikatakan Negara Dalam Keadaan Darurat

Keadaan darurat negara terdapat dalam Pasal 150 Perlembagaan Malaysia. Dalam ayat (1) Pasal 150 dinyatakan:

Jika Yang di-Pertuan Agong berpuas hati bahawa suatu darurat besar sedang berlaku yang menyebabkan keselamatan, atau kehidupan ekonomi, atau ketentera-man umum di dalam Persekutuan atau ketentera-mana-ketentera-mana bahagiannya terancam, maka Yang di-Pertuan Agong boleh mengeluarkan suatu Proklamasi Darurat dengan membuat dalamnya suatu perisytiharan yang bermaksud sedemikian.

Berdasarkan Pasal 150(1) tersebut bahwa apa yang dimaksud darurat adalah satu darurat besar atau terjadinya suatu keadaan yang genting, kacau, buruknya keadaan yang membahayakan serta mengancam keselamatan (keamanan) negara atau kehidupan perekonomian negara.60 Akan tetapi Perlembagaan tidak memberikan definisi yang rinci tentang darurat dan jenis-jenisnya. Sehingga ada orang yang mengatakan bahwa suatu krisis itu belum sampai kepada tingkat darurat atau belum dapat dikatakan darurat, tetapi ada juga yang mengatakan bahwa suatu keadaan krisis itu telah sampai kepada keadaan darurat. Adanya perbedaan pendapat tersebut tidak dapat memberikan penyelesaian yang pasti untuk keamanan negara. Oleh karena itu, Perlembagaan memberikan wewenang kepada Yang di-Pertuan Agong untuk menen-tukan apakah suatu keadaan krisis itu sudah mencapai keadaan darurat atau belum. Bagindalah yang dapat menentukan ada tidaknya keadaan darurat tersebut, walaupun pada hakekatnya Baginda berbuat demikian atas nasihat dari Jemaah Menteri.61

23 # $ ((

Berkenaan dengan tidak adanya penjelasan yang rinci tentang darurat dalam Undang-undang, Lord MacDermott sebagaimana dikutip oleh Wu Min Aun mengatakan bahwa yang dimaksud dengan keadaan darurat seperti yang dipakai dalam pasal 150(1) tidak hanya dibatasi kepada mengunakan kekerasan ataupun ancaman kekerasan di luar undang-undang dalam segala bentuknya, makna asal kata darurat itu juga dapat mencakup keadaan-keadaan atau suasana dan peristiwa yang luas, termaksuk berbagai kejadian seperti perang, kemarau panjang, banjir, wabah penyakit dan jatuhnya kerajaan atau pemerintahan.62

Keadaan bahaya atau darurat itu sendiri dapat terjadi dalam beberapa kemungkinan bentuk dan viarasi, mulai dari yang paling besar tingkat bahayanya sampai ke tingkat yang paling kurang bahayanya. Tingkat bahaya yang timbul juga ada yang bersifat langsung dan ada pula yang bersifat tidak langsung. Oleh karena itu, dipandang dari pengertian demikian, keadaan-keadaan demikian itu, dalam praktik, sangat bervariasi atau beraneka ragam bentuk dan tingkat kegentingannya yang memaksa kepala pemerintahan untuk bertindak cepat. Jika dirinci, keadaan yang demikian itu dapat berkaitan dengan keadaan-keadaan berikut:

a. Keadaan bahaya karena ancaman perang yang datang dari luar negeri.

b. Keadaan bahaya karena tentera nasional sedang berperang di luar negeri, seperti tentera Amerika Serikat berperang dengan Iraq.

c. Keadaan bahaya karena peperangan yang terjadi di dalam negeri atau ancaman pemberontakan bersenjata.

21 + , ( " + ,

d. Keadaan bahaya karena kerusuhan sosial yang menimbulkan ketegangan sosial yang menyebabkan fungsi-fungsi pemerintahan konstitusional tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

e. Keadaan bahaya karena terjadinya bencana alam (natural disaster) atau

kecelakaan yang dahsyat yang menimbulkan kepanikan, ketegangan, dan mengakibatkan pemerintah konstitusional tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Misalnya, musibah gelombang ”tsunami” di Aceh dan

bencana-bencana alam yang lainnya.

f. Keadaan bahaya karena kondisi keuangan negara.63

Untuk setiap jenis bahaya atau keadaan darurat tersebut, diperlukan upaya- upaya yang berbeda-beda pula bentuk, corak, dan sifatnya. Bahkan untuk setiap jenis keadaan itu sangat mungkin memerlukan format perundangan yang juga berbeda-beda satu sama lain untuk ditugasi memulihkan keadaan agar menjadi normal kembali. Oleh karena itu, diperlukan pula pengaturan yang rinci mengenai mekanime untuk mengatasi keadaan darurat.

Suatu keadaan yang menyebabkan darurat negara terdapat dalam Pasal 149 ayat (1) yaitu perbuatan subversif,64 tindakan yang memudaratkan ketenteraman umum, pelaku perbuatan tersebut telah dianggap sebagai penentang subversif jika:

2 , ) < . " ' , ! " , - ; :

F # 133%& 2$

2( / # : )

a) Melakukan kekerasan terhadap orang dan harta atau menyebabkan orang banyak takut akan kekerasan tersebut;

b) Membangkitkan perasaan yang tidak suka terhadap Yang di-Pertuan Agong atau

mana-mana kerajaan dalam persekutuan;

c) Mengembangkan perasaan jahat atau permusuhan antara beberapa kaum atau golongan penduduk yang mungkin menyebabkan kekerasan;

d) Telah menyebabkan mudarat kepada penyelenggaraan atau perjalanan apa-apa bekalan atau perkhidmatan kepada orang ramai atau mana-mana golongan orang ramai dalam Persekutuan;

e) Mendatangkan mudarat kepada ketenteraman umum atau keselamatan,

persekutuan atau mana-mana bahagiannya. 65

Dengan demikian, keadaan negara dapat dibedakan antara keadaan normal dan keadaan yang tidak normal atau luar biasa yang bersifat pengecualian. Keadaan darurat negara yang bersifat tidak normal itu dapat terjadi karena berbagai kemungkinan sebab dan faktor. Penyebabnya dapat timbul dari luar (external) dan

dapat pula dari dalam negeri sendiri (internal). Ancamannya dapat berupa ancaman

militer atau ancaman bersenjata atau dapat pula yang tidak bersenjata, tetapi dapat menimbulkan korban jiwa dan raga di kalangan warga negara ataupun mengancam integritas wilayah negara yang kedua-duanya harus dilindungi oleh negara.66

24 ) , ( " % , % ,

) " + ) I + . & 11%

Keadaan yang tidak normal itu, jika terjadi harus dihadapi, diatasi, dan akibat-akibatnya harus ditanggulangi dengan maksud untuk mengembalikan negara kepada keadaan yang normal menurut Undang-undang Dasar dan peraturan perundang-undangan yang normal. Jika keadaan yang tidak normal itu terjadi, harus ada pemegang kekuasaan yang diberi kewenangan untuk membuat keputusan tertinggi dengan mengabaikan untuk sementara waktu beberapa prinsip dasar yang dianut oleh negara yang bersangkutan.

F. Sejarah Pelaksanaan Hukum Darurat di Malaysia

Di Malaysia telah banyak peristiwa atau kejadian luar biasa yang menyebabkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam keadaan biasa atau normal menjadi tidak berdaya dan tidak lagi efektif untuk dipakai guna mencapai tujuan pembentukkannya. Selepas Perang Dunia kedua, Malaysia pernah berada di bawah pemerintahan meliter. Darurat Tanah Melayu yang berlaku pada tahun

1948 sampai 1960 adalah persengkatan antara Partai Komunis Malaya (PKM) dengan kerajaan British di Tanah Melayu. Darurat tersebut telah diisytiharkan pada 7-7-1948.

Awal mula darurat dapat dikatakan bahwa semua berawal dari pendudukan

Jepang 1942-1945. PKM dan MPAJA (Malayan People Anti Japanese Army).

Nasionalisme orang Tanah Melayu yang telah dipengaruhi oleh orang Jepang sewaktu pendudukannya telah mendorong kepada mereka supaya ingin membentuk negara sendiri. Pembunuhan sebanyak tiga orang pengurus ladang keturunan Inggris

di Sungai Siput, Perak pada tahun 1948, telah menyebabkan negara menyatakan darurat di seluruh Tanah Melayu. Sebulan setelah itu PKM diharamkan. Yang paling teruknya, dapat dikatakan dengan pelarangan kegiatan PKM oleh negara Persekutuan Inggris karena dianggap sebagai partai politik yang radikal.67 Larangan ini telah menimbulkan ketidakpuasan hati oleh kebanyakan tokoh dalam PKM karena jasa mereka telah dilupakan oleh negara persekutuan Inggris sewaktu dalam penjajahan Jepang. Waktu itu juga, ketua PKM, telah mengubahkan dasarnya yang bersikap sederhana kepada bentuk yang agresif, yaitu dengan pembunuhan. PKM memulakan dengan mogok bersama dengan kesatuan para pekerja, serta pembentukan Persatuan Buruh Baru (New Democratic Youth League). Namun, pemogokan itu telah gagal dan

undang-undang yang baru dibuat oleh negara persekutuan Inggris untuk melemahkan PKM, seterusnya PKM menggunakan serangan bersenjata untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Hubungan PKM dan negara kerajaan Inggris yang semakin buruk dan setelah Chin Peng sebagai ketua yang baru, gerakan bersenjata dibuat, dengan pembunuhan 3 ketua Kuo Min Dang (KMT), dan 3 orang pengurus ladang getah yang berbangsa Eropa, termasuk 1 penolong, pada 12-6-1948 dan 15-6-1948. Darurat Negeri dilaksanakan di Johor pada 19-6-1948.68

Pada permasalahan lain, Perundangan Darurat ini dikeluarkan disebabkan oleh tindakan kekacauan yang telah terjadi pada 1963, negara Malaysia mengalami krisis akibat ketimpangan kekayaan antara golongan keturunan Tionghoa yang

2% "" 566 $ $ ,6 6 7 " ! "" ) 1 , )

133' ! ) 4 33 .

umumnya pedagang, yang menguasai sebagian besar ekonomi Malaysia, dengan golongan miskin, penduduk Melayu. Selain itu, orang Tionghoa juga menguasai sebagian besar kekayaan negara.

Kerusuhan rasial di Singapura pada 1964 juga merupakan salah satu penyebab keluarnya negara itu dari Malaysia (dulunya Singapura merupakan bagian dari Malaysia), dan ketegangan rasial terus berlangsung. Kebanyakan orang Melayu tidak puas dengan negara yang baru saja merdeka itu yang berkeinginan untuk menenangkan etnis Tionghoa dengan pengeluaran mereka.

Pada pemilihan umum 10 Mei1969, koalisi Aliansi yang memerintah diketuai oleh United Malays National Organization (UMNO)69 menderita kekalahan besar. Partai terbesar golongan Tionghoa Democratic Action Party dan Gerakan mendapat suara dalam pemilihan, dan berhak untuk mengadakan pawai kemenangan melalui jalur yang telah ditetapkan di Kuala Lumpur. Namun, pawai yang berisik dan kasar dan menyimpang dari jalurnya dan mengarah ke distrik Melayu Kampong Bahru, mengolok penduduknya.70 Perusuh mulai beraksi di ibukota Kuala Lumpur dan wilayah sekitar negeri Selangor, dengan pengecualian gangguan kecil di Melaka

tempat lain di negara tersebut tetap tentram. Keadaan darurat nasional dan jam malam

diumumkan pada 16 Mei tetapi jam malam dikurangi di beberapa bagian di negara tersebut pada 18 Mei dan dihilangkan dalam waktu seminggu di pusat Kuala Lumpur.

2$B 8J ! ! ) )

%3 "" 566 $ $ ,6 6 7897 :+ # #7

Menurut data polisi, 184 orang meninggal dan 356 terluka, 753 kasus

pembakaran dicatat dan 211 kendaraan hancur atau rusak berat. Sumber lain menyebutkan jumlah yang meninggal sekitar 196 orang atau bahkan lebih dari 200 orang. Beberapa memperkirakan jumlah kematian bahkan mencapai 700 orang sebagai akibat dari kerusuhan.71 Dari peristiwa itu, maka perundangan darurat negara dibentuk.

Undang-undang darurat, sekalipun berlawanan dengan Perundangan, boleh dibuat oleh pihak lain, selain Perlemen atau Yang di-Pertuan Agong dengan syarat, pihak berkuasa itu telah diwakilkan dengan sempurna. Selanjutnya, setelah kita mengatahui sebagian sejarah mengapa dan bagaimana timbulnya pelaksaan hukum darurat di Malaysia, maka pada bab yang seterusnya, penulis akan menghuraikan perkara-perkara atau perbuatan yang mengakibatkan darurat.

C. Berbagai Kasus-Kasus Keadaan Darurat dalam Sejarah Di Malaysia

Sejak kemerdekaan sampai sekarang, telah banyak peristiwa atau kejadian luar biasa yang menyebabkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kejadian-kejadian tersebut mengandung dan mengakibatkan hal-hal yang mengancam dan membahayakan sehingga kondisi yang normal tidak dapat bertahan. Ancaman yang membahayakan itu sendiri beraneka ragam bentuk dan corak, yang berbeda-beda dari kasus yang satu ke kasus yang lain, pada satu tempat ke satu tempat yang lain. Untuk meghadapi berbagai potensi gangguan dan ancaman tersebut,

maka dalam Perlembagaan Persekutuan telah ditetapkan suatu aturan pada Pasal 149 yaitu tentang perbuatan subversif, tindakan yang memudaratkan ketenteraman umum dan Pasal 150 tentang pengumuman atau pemberlakuan keadaan darurat oleh Yang di-Pertuan Agong.

Berbagai pergolakan dan bencana yang bersifat membahayakan, sebagian besar di antaranya dapat di atasi dengan secara resmi. Ada beberapa keadaan darurat yang pernah diberlakukan di Malaysia. Deklarasi keadaan darurat untuk pertama kali telah dibuat oleh negara Inggris pada tanggal 13 Juli 1948 untuk mencegah keadaan luar biasa dan huru-hara yang ditimbulkan oleh pemberontakan komunis. Pada masa itu Tanah Melayu belum merdeka, negeri ini diperintah untuk mengikuti perjanjian persekutuan Tanah Melayu tahun 1948. Dalam perjanjian ini tidak disebut langsung sebab akibat darurat secara terperinci. Tetapi tidak diragukan lagi bahwa perjanjian ini mengizinkan Majelis negara bagian untuk membuat undang-undang, memberi wewenang kepada negara pusat untuk membuat deklarasi darurat dan mengambil beberapa langkah mencegah keadaan huru-hara ini.

Pemberian izin ini dapat dilihat dalam kutipan “……peace order and good

government……..” untuk negeri-negeri di Semenanjung Malaysia sebagai tujuan dari

perjanjian itu. Undang-undang seperti ini tidaklah dianggap menyimpang dari bidang kewenangan (ultra vires) Perjanjian Persekutuan. Oleh karena itu, Majelis Negeri

Ordinan72 Peraturan Darurat 1948. Di bawah bagian pasal 3 ordinan inilah deklarasi darurat yang tertanggal 13 Juli 1948 itu telah dibuat oleh Badan Tinggi Persekutuan Melayu. Ordinan ini juga mempunyai beberapa turunan berupa undang-undang kecil yang telah dibuat dan dipraktekan untuk menghapuskan keadaan darurat tersebut.73

Selanjutnya, deklarasi darurat kedua yang dibuat oleh Yang di-Pertuan Agong pada 3 September 1964, dalam jangka waktu kurang lebih dua minggu sebelum lahirnya Persekutuan Malaysia. Negara Indonesia yang pada saat itu dipimpin oleh Presiden Soekarno dan menteri luar negeri Dr. Subandrio menentang dengan keras kelahiran Negara Malaysia. Konon Malaysia adalah suatu ancaman politik yang akan membahayakan kedudukan Indonesia. Pertentangan ini terjadi pada awalnya dalam arena diplomatik dan politik antarbangsa, tetapi apabila benar bahwa Malaysia akan memproklamirkan diri, maka Soekarno akan melancarkan konfrontasi terhadap Malaysia dengan mengatakan bahwa para tentaranya sebentar lagi akan memasuki perairan negeri Johor, Melaka dan negeri Sembilan. Bahkan tak lama setelah itu, tentara Indonesia telah mendarat di beberapa tempat di Johor, Melaka dan negeri Sembilan. Namun, ancaman ini berhasil dicegah oleh Akta Keselamatan Dalam Negeri 1960 (sekarang-International Security Act), di mana seluruh wilayah pantai

selebar dua batu diukur dari air pinggir laut, wilayah perairan di negeri-negeri Tanah Melayu dan Singapura telah diumumkan sebagai batas wilayah darurat negara.

%1J ) ! ! " "7

"

% - )) + + # , + "

Tetapi, apabila tentara Indonesia akan mendarat di Pontian dan di Labis, Johor, Negeri sembilan dan Melaka yang telah diumumkan sebagai wilayah darurat negara, maka hal ini bertujuan agar Pasukan Keselamatan Malaysia (Tentara) dapat bertindak dengan bebas.74

Deklerasi darurat yang ketiga telah dibuat oleh negara pada 14 September 1966, yang bertujuan untuk menyelesaikan pertikaian politik yang membahayakan keadaan keselamatan di Negeri Sarawak. Ini telah dijelaskan oleh wakil Perdana Menteri, Tun Abdul Razak dalam pidatonya di Parlemen. Pertikaian politik yang timbul di negeri Sarawak pada waktu itu disebabkan karena ketua menteri Sarawak Datuk Stephen Kalong Ningkan, enggan meletakkan jabatan apabila beliau dipecat oleh Yang dipertuan Negeri Sarawak Tun Abang Haji Openg. Deklarasi darurat yang sangat penting ialah deklarasi yang dibuat oleh Yang di-Pertuan Agong pada 15 Mei 1969. Deklarasi ini dibuat karena adanya suatu konflik golongan antara orang-orang Melayu dengan orang-orang bukan Melayu yang meletus pada 13 Mei 1969 di mana sedang berlangsung pemilihan umum untuk legislatif dan juga negera bagian. Pada waktu kampanye pemilihan umum, isu-isu golongan telah muncul. Pada 13 Mei 1969 Pemilihan umum ini belum selesai dan keputusan pemilihan umum masih dalam tahap menunggu. Namun telah terjadi insiden pada saat itu yang menyebabkan warga sipil yang tidak berdosa terbunuh, rumah dan toko dibakar dan harta benda binasa. Oleh karenanya, Yang di-Pertuan Agong atas nasihat jemaah menteri yang ada pada

waktu itu telah membuat maklumat darurat.75 Sayangnya, parlemen tidak dapat bersidang karena parlemen yang lama telah dibubarkan dan parlemen yang baru belum terbentuk. Kemudian Yang di-Pertuan Agong membuat beberapa undang-undang yang dinamakan ordinan dengan menggunakan kewenangannya di bawah pasal 150 Undang-Undang Dasar Malaysia. Ada 77 ordinan semuanya yang dibuat oleh Yang di-Pertuan Agong yang meliputi berbagai permasalahan, tetapi ordinan yang terpenting ialah ordinan darurat (kuasa perlu) No. 1 dan ordinan darurat (kuasa perlu) No. 2. di bawah wewenang kedua ordinan ini dalam usaha mencegah darurat, pemerintahan di negara ini tidak lagi dijalankan dalam sistem bersama menteri tetapi dijalankan dengan satu sistem baru yang sama dengan pemerintahan militer.

Deklarasi darurat yang keempat, merupakan darurat yang terpenting ialah sebuah maklumat yang di buat Yang di-Pertuan Agong pada 15 Mei 1969. Deklarasi ini dibuat berdasarkan peristiwa perselisihan dan kerusuhan antara kaum (golongan) antara orang-orang Melayu dengan orang-orang non-Melayu yang meledak pada 13 Mei 1969. Hal ini terjadi pada bulan Mei 1969. Berikutnya, pada tahun 1977 pihak komunis telah melakukan kekacauan dengan melakukan pengeboman di tugu peringatan dan melempar bom di pos Polisi Kehutanan di Jalan Pekeliling, Kuala Lumpur yang merupakan bulan pemilihan umum untuk legislatif dan juga untuk pemilihan Dewan Perwakilan Daerah (Undangan Negeri). Pada waktu kampanya pemilihan umum, isu-isu golongan telah ditimbulkan dengan ada batasan. Pada 13

%4 "" 566 $ $ ,6 6 7897 :+ # #7

Mei 1969 pemilihan umum belum selesai dan keputusan pemenang pemilihan umum masih ditunggu-tunggu, tanpa terduga terjadi insiden yang menyebabkan banyak warga sipil yang tidak berdosa terbunuh sia-sia, rumah dan toko dibakar dan harta benda lenyap.Oleh karenanya, Yang di-Pertuan Agong atas nasihat sebagian menteri yang ada pada waktu itu telah membuat deklarasi darurat.

Deklarasi darurat yang kelima dibuat oleh Yang di-Pertuan Agong pada 8 November 1977. Deklarasi ini dibuat untuk menyelesaikan pertikaian politik yang timbul di negeri Kelantan, yang pada saat itu diperintah oleh partai PAS (Partai Islam se-Malaysia). Partai PAS merupakan salah satu anggota partai dalam Barisan Nasional pada waktu itu yang memerintah negara pusat dan negari-negeri lain. Anggota PAS meminta Menteri Besar76 Kelantan pada waktu itu Datuk Haji Mohd. Nasir meletakan jabatan tetapi beliau enggan berhenti dari jabatan sebagai Menteri Besar.77

Setelah melihat kasus-kasus yang telah pernah terjadi di Malaysia, maka dapat disimpulkan bahwa keadaan darurat itu bukan saja karena bencana alam atau

Dokumen terkait