• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Peran Vitamin C bagi Penyembuhan Luka Bakar

Vitamin C atau Ascorbic Acid (C6H8O6) merupakan molekul yang digunakan pada proses hidroksilasi dari berbagai reaksi biokimia sel. Memiliki fungsi utama pada hidroksilasi dari kolagen (Nelson dan Cox 2005). Ascorbic Acid menstimulasi fibroblast dermis (Azulay et al 2003).

Vitamin C larut dalam air membantu dalam proses sintesis kolagen dan meningkatkan mekanisme pertahanan dari sistem imun dan memfasilitasi penyembuhan luka. (Abgoon 2000). Ascorbic acid merupakan co-factor esensial bagi pembentukan kolagen, proteoglikan dan komponen organik dari jaringan matriks intraseluler seperti tulang, kulit, dinding kapiler dan jaringan ikat.

Kekurangan ascorbic acid dapat menyebabkan abnormalitas dari serat kolagen dan perubahan matriks intraseluler yang bermanifestasi menjadi lesi kulit, kurangnya adhesi dari sel endotelium, dan penurunan daya tarik jaringan berserat (Porto 2002) Ascorbic acid diperlukan pada hidroksilasi dari proline dan lysine residu dari prokolagen, yang dibutuhkan untuk perubahan menjadi kolagen.

Hydroxiproline juga menstabilkan struktur triple-helix dari kolagen (Gross 2000).

15

Efek immuno-modulasi, dimana vitamin C dibutuhkan untuk melawan infkesi melalui kulit, neutrofil/makrofag dan skin-barrier. Meningkatkan proses kemotaksis, proses fagosit oleh neutrofil dan uptake atau clearence dari makrofag.

Vitamin C berperan penting pada diferensiasi dan maturasi pada sel-T immature dan sel natural killer (Sugiura 2018).

Vitamin C sangat penting selama penyembuhan luka, juga mengurangi ekspresi mediator pro-inflamasi dan meningkatkan ekspresi berbagai mediator penyembuhan luka (Mohammed B.M et al 2016). Percobaan kultur sel fibroblast juga menunjukkan bahwa vitamin C dapat mengubah profil ekspresi gen dalam fibroblast dermis, mempromosikan proliferasi fibroblas dan proses migrasi yang sangat penting untuk remodeling jaringan dan penyembuhan luka (Duarte T.L et al 2009).

16

Gambar 2.3. Peran vitamin C dalam fungsi fagosit

Meningkatkan migrasi neutrofil dalam respon terhadap kemotaksis (a).

Meningkatkan fagositosis dari mikroba (b) dan menstimulasi spesies oksigen reaktif (ROS) dan membunuh mikroba (c) vitamin C mendukung apoptosis serta meningkatkan uptake dan clearence oleh makrofag dan menghambat nekrosis.(d)

2.6. Pemberian vitamin C secara sistemik pada luka bakar

Stress oksidatif pasca luka bakar mengarah pada kebocoran kapiler sistemik dan aktifasi leukosit. Pada studi evaluasi pemberian antioksidan dengan

17

vitamin C dosis tinggi mengarah pada pengurangan edema luka bakar dan pencegahan aktivasi leukosit setelah perpindahan plasma. Tikus donor diberikan luka bakar ( n=7; pada air 100 derajat celcius selama 12 detik dengan area luas luka bakar 30% atau panas tipuan (air panas 37 derajat celcius; n=2) dan dibunuh setelah 4 jam kemudian dilakukan pengambilan plasma. Plasma Dibagi menjadi 4 grup yang terdiri dari masing-masing 8 sampel; grup plasma hanya luka bakar (BP), grup plasma dengan pemberian bolus vitamin C 66mg/kgBB + dosis maintenance 33mg/kgBB/hari (VC66), grup plasma dengan pemberian bolus vitamin C 33mg/kgBB + dosis maintenance 17.5mg/kgBB/hari (VC33) dan grup hanya diberikan panas tipuan (Sham Burn/SB). Kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopi fluorescence intravital pada mesentery saat menit 0, 60 dan 120 untuk dilihat parameter mikrohemodinamik, leukosit acuan, dan ekstravasasi albumin.

Hasilnya, pada pengamatan tidak terdapat perbedaan mikrohemodinamik ditiap waktu pemeriksaan. Grup BP menginduksi kebocoran kapiler, secara signifikan perbandingan yang jauh dibanding grup kontrol SB (P<.001). Grup VC66 mereduksi gangguan pertahanan mikrovaskular jika dibandingkan dengan grup SB, sebaliknya VC33 tidak dijumpai efek signifikan. Leukosit berbanding lurus meningkat setelah diberikan infus (BP), hal ini tidak ditemukan pada grup SB.

Pemberian vitamin C tidak mempengaruhi aktivasi leukosit (P>.05). Transfer BP mengarah kepada kebocoran kapiler sistemik. Pemberian vitamin C dosis tinggi (pemberian bolus vitamin C 66mg/kgBB + dosis maintenance 33mg/kgBB/hari atau VC66) mengurangi kerusakan endotel dibanding SB, sebaliknya dosis separuh (VC33) memberikan hasil tidak efisien. Aktivasi leukosit tidak dipengaruhi oleh pemberian antioksidan. Kebocoran kapiler berdiri sendiri

18

terhadap interaksi leukosit-endotel setelah pemindahan plasma. Dosis tinggi vitamin C seharusnya dipertimbangkan untuk pemberian parenteral bagi pasien luka bakar (Kremer 2010)

Namun, kegunaan antioksidan pada sisa perawatan luka bakar tidak jelas.

Vitamin C adalah antioksidan yang menjanjikan yang telah diperiksa dalam studi resusitasi luka bakar dan menunjukkan keampuhan dalam mengurangi kebutuhan cairan pada fase akut setelah luka bakar. (Rizzo JA 2016).

Sedangkan pada pasien luka bakar, memerlukan asupan vitamin C yang relatif tinggi untuk menormalkan status vitamin C plasma 500 – 1000 mg/hari (Fukushima 2010). Pemberian antioksida mikronutrien termasuk vitamin C kepada pasien dengan gangguan penyembuhan luka dapat mempersingkat untuk penutupan luka (Blass et al 2012). Remokendasi para ahli, vitamin C aman diberikan secara sistemik baik peroral dan intravena dalam dosis harian 250 – 1000 mg (Feinstein 2013).

2.7. Pemberian vitamin C secara topikal pada luka bakar

Vitamin C tersedia dalam beberapa bentuk aktif. Diantara beberapa sediaan L-ascorbic acid adalah bentuk yang paling aktif secara biologi dan banyak digunakan serta baik digunakan dalam beberapa penelitian (Farris 2009).

Bentuk ini bersifat hidrofilik dan memiliki molekul tidak stabil. Mengurangi keasaman L-ascorbic acid pada pH dibawah 3.5 merupakan metode efektif untuk meningkatkan stabilitas dan permeabilitas yang dimilikinya (Pinnell et al 2001).

Konsentrasi optimal dari vitamin C bergantung pada formulasinya. Pada kebanyakan studi agar memiliki efek biologi yang signifikan diperlukan vitamin

19

C dengan konsentrasi lebih besar dari 8%. Dan dalam sebuah studi juga menyampaikan bahwa dengan konsentrasi vitamin C lebih dari 20% tidak memberikan efek biologi sifnifikan (Farris 2009). Sediaan topikal yang tersedia dalam bentuk produk saat ini dalam rentang kandungan vitamin C 10% sampai dengan 20% (Firas 2017).

Gambar 2.4. Pengiriman nutrisi melalui aplikasi topikal

Pengiriman nutrisi bergantung pada difusi dari vaskularisasi dermis (Langton 2010), pengiriman selanjutnya diperparah oleh sifat kimia dari lapisan luar epidermis, sedikitnya pergerakan cairan ekstraseluler antar sel karena lipid dan protein kompleks membentuk penghalang kulit. Semua ini memungkinkan nutrisi tidak dengan mudah dapat mencapai sel-sel lapisan terluar dari epidermis dan sel-sel ini menerima sedikit dukungan nutrisi dari dermis (Baumann 2007).

20

2.8. Kelebihan vitamin C diberikan secara topikal dibanding sistemik Asam L-askorbat adalah bentuk kimia aktif dari vitamin C. Di alam, vitamin C yang ditemukan adalah asam L-askorbat dan asam D-askorbat. Namun hanya asam L-askorbat yang aktif secara biologis sehingga digunakan dalam dalam praktik medis. Penyerapan vitamin C dalam usus dibatasi oleh mekanisme transpor aktif. Oleh karena itu, jumlah vitamin C yang diserap sedikit meskipun sediaan oral yang tinggi. Selain itu bioavailabilitas vitamin C di kulit tidak memadai ketika diberikan secara oral (Traikovich 2009).

Pemberian Vitamin C dalam dosis besar secara parenteral dapat menyebabkan oksalosis yang meluas, aritmia jantung serta kerusakan fungsi ginjal yang berat. Dosis besar juga dapat menyebabkan disuria akibat iritasi uretra bagian distal. Efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan dalam dosis besar (> 1000 mg/hari) dalam jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan terhadap Vitamin C. Dosis besar dapat menyebabkan diare dan kalsium oksalat kalkuli renal dapat terbentuk jika urin bersifat asam (Kristina 2010).

21

Wound contraction Waktu penyembuhan luka lebih singkat

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental untuk menilai efek pemberian vitamin C dalam penyembuhan luka pada luka bakar derajat dua (mid dermal) pada tikus Wistar. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen sederhana (Post Test Only Control Group Design).

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hewan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian dilakukan bulan Oktober - November 2018.

3.3. Populasi dan Sampel

Perkiraan besar sampel ditentukan menurut rumus Federer : (n-1) (t-1) ≥ 15

n = sampel tiap kelompok t = jumlah kelompok perlakuan

(n-1) (t-1) ≥ 15 (n-1) (2-1) ≥ 15 n-1 ≥ 15

n ≥ 16

23

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi adalah tikus Wistar sehat dengan bobot 250-300 gram (Sayeed MM 2005). Tikus yang memiliki kelainan pada kulit baik karena trauma maupun kongenital dieksklusikan, setiap tikus wistar yang mati sebelum selesai masa evaluasi dieksklusikan kemudian diganti dengan tikus baru dengan perlakuan sama. Jika luka pada tikus wistar mengalami infeksi yang tidak teratasi dieklusikan kemudian diganti dengan tikus baru dengan perlakuan yang sama.

3.5. Cara Kerja Penelitian

Tikus Wistar yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sejumlah 40 kemudian dipelihara dalam kondisi yang serupa yaitu disimpan di kandang dengan temperatur 22°C dan kelembaban yang terjaga. Secara random, tikus kemudian dikelompokkan kedalam 2 kelompok perlakuan yang berbeda.

Kelompik 1 merupakan kelompok eksperimental yang diberi Vitamin C topikal setelah mengalami luka bakar, kelompok 2 merupakan kelompok kontrol yang mengalami luka bakar ditutup dengan transparant dressing setelah pemberian cairan saline. Seluruh tikus wistar dibius melalui injeksi intraperitoneal ketamin hydrochloride. Pada kondisi steril, menggunakan besi yang telah dipanaskan ditempelkan selama 35 detik pada bagian dorsum tikus yang sudah dicukur bulunya untuk menginduksi luka bakar. Dengan rumus Meeh (A=10 x W2/3 , dimana A= area dalam cm2, 10 adalah konstanta dan W= berat dalam gram) dihitung luas permukaan tikus Wistar dan luka bakar yang dibuat sekitar 1% dari keseluruhan luas permukaan). Maka ukuran luka bakar yang akan dibuat adalah 2x2 cm. Pada kelompok 1, luka bakar ditutup dengan transparent dressing setelah

24

pengolesan Vitamin C topikal. Pada kelompok 2, luka bakar ditutup setelah pemberian cairan saline. Setelah tindakan, tikus ditempatan pada kondisi yang sama dan diberi makanan yang sama. Luka dievaluasi sesaat ketika diinduksi luka bakar, hari ke 3, 7 dan 14 dengan transparent dressing dibuka. Luka dievaluasi dengan menggunakan aplikasi +Woundesk dengan menilai luas luka bakar.

3.6. Variabel

 Variabel dependen :

Pengukuran penurunan luas luka bakar yang dilakukan dengan metode +WoundDesk.

 Variabel independen :

Pemberian vitamin C topikal cream 10% yang kemudian ditutup dengan transparant dressing setelah penempelan besi panas yang dicelupkan ke air mendidih (1000 C) selama 10 detik berukuran 2x2 cm selama 35 detik pada bagian dorsum tikus yang bulunya telah dicukur hingga didapatkan luka bakar mid dermal.

3.7. Kerangka Konsep

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian Vitamin C

Topikal cream 100%

penurunan luas luka bakar yang dilakukan dengan metode

+WoundDesk.

25

3.8. Pengolahan Data

Data yang di peroleh kemudian disajikan dalam mean ± SD untuk data numerik yang terdistribusi normal dan median (min-max) untuk data yang tidak terdistribusi normal. Kemudiaan dilakukan uji T tidak berpasangan pada data dengan distribusi normal atau Mann Whitney/Wilcoxon untuk data yang distribusinya tidak normal. Nilai p kurang dari 0.05 dianggap signifikan.

3.9. Definisi Operasional pembuluh darah karena permeabilitas dindingnya meninggi.

Vitamin C Topikal Sediaan vitamin C atau ascorbic acid 10% dalam bentuk krim.

Kelompok perlakuan Setelah dilakukan penempelan besi panas berukuran 2x2cm selama 35 detik pada bagian dorsum tikus yang bulunya telah dicukur hingga didapatkan luka bakar mid dermal, daerah luka dioles dengan vitamin C topikal pada 10 menit setelah penempelan besi panas, setelah evaluasi hari ke 3 dan 7 kemudian ditutup dengan penutup transparan.

Kelompok kontrol Setelah dilakukan penempelan besi panas berukuran 2x2cm selama 35 detik pada bagian dorsum tikus yang bulunya telah dicukur hingga didapatkan luka bakar derajat dua, daerah luka diberi NaCl 0.9% kemudian ditutup dengan penutup transparan.

Cara evaluasi luka Evaluasi luka menggunakan metode WoundDesk untuk menilai luas luka, pengukuran panjang secara vertikal, lebar secara horisontal, area (area permukaan), kedalaman, estimasi volume luka pada hari ke 3, 7 dan 14.

3.10. Hipotesis

Hipotesis untuk penelitian ini adalah vitamin C topikal dapat mempercepat proses penyembuhan saat fase re-epitelialisasi & granulasi dan pembentukan kolagen pada fase remodelling jaringan luka bakar mid dermal.

26

3.11. Alur Penelitian

Disimpan di kandang dengan temperatur 22°C dan kelembaban yang terjaga.

Kriteria Inklusi Tikus Wistar

Randomisasi Diinduksi dengan besi panas

Kelompok 2 Kelompok 1

Daerah luka bakar dinilai pada hari induksi, 3, 7 dan 14 menggunakan aplikasi +WoundDesk. Setiap setelah penilaian daerah luka bakar selesai dilakukan surgical debridement dilanjutkan pemberian topikal vitamin C

diberikan dan ditutup kembali (hari induksi, 3 dan 7).

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dari total 40 sampel tikus wistar yang diikutsertakan pada penelitian, dilakukan uji normalitas terlebih dahulu dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas pada semua periode pengamatan dengan nilai diatas 0.05 yang artinya semua data terdistribusi normal kemudian akan dilakukan analisa dengan menggunakan independent T-test, sedangkan hasil uji normalitas dengan nilai dibawah 0.05 uji statistik yang digunakan adalah Mann-Whitney.

Tabel 4.1. Perbedaan luas luka bakar pada kelompok vitamin C topikal dan kelompok control

Hari Luas Luka Bakar mid dermal

Kontrol (Saline) Vitamin C topikal P Hari, (X±S.D)

Hari ke-0 482,83±28,5 502,16±36,2 0,068a

Hari ke-3 482,4±29,1 436,7±33,8 <0,001a

Hari ke-7 468,4±29,8 468,4±29,8 <0,001a

Hari ke-14 433,4±32,2 304,6±31,5 <0,001a

aIndependent T-test

1. Perbandingan luas luka kedua kelompok pada hari ke-0

Kelompok yang diberikan vitamin C topikal memiliki rata-rata luas luka bakar 502,16±36,2 dan kelompok kontrol memiliki rata-rata luas luka bakar 482,83±28,5. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p=0.068 yang berarti tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara kelompok vitamin C topikal dan kontrol pada hari induksi luka bakar.

28

2. Perbandingan luas luka kedua kelompok pada evaluasi hari ke-3

Kelompok yang diberikan vitamin C topikal memiliki rata-rata luas luka bakar 436,7±33,8 dibandingkan kelompok kontrol yang diberikan normal saline memiliki rata-rata luas luka bakar 482,4±29,1. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p<0,001 sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata dua kelompok yang signifikan (p<0,05) antara pemberian vitamin C topikal dibandingkan dengan yang tidak diberikan vitamin C topikal terhadap peningkatan desposisi kolagen pada luka bakar mid dermal hari ketiga.

3. Perbandingan luas luka kedua kelompok pada evaluasi hari ke-7

Kelompok yang diberikan vitamin C topikal memiliki rata-rata luas luka bakar 409,4±32.5 dibandingkan kelompok kontrol yang diberikan normal saline memiliki rata-rata luas luka bakar 468,4±29,8. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p<0,001 sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata dua kelompok yang signifikan (p<0,05) antara pemberian vitamin C topikal dibandingkan dengan yang tidak diberikan vitamin C topikal terhadap peningkatan desposisi kolagen pada luka bakar mid dermal hari ketujuh.

4. Perbandingan luas luka kedua kelompok pada evaluasi hari ke-14

Kelompok yang diberikan vitamin C topikal memiliki rata-rata luas luka bakar 304,6±31,5 dibandingkan kelompok kontrol yang diberikan normal saline memiliki rata-rata luas luka bakar 433,4±32,2. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p<0,001 sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata dua kelompok yang signifikan (p<0,05) antara pemberian vitamin C topikal dibandingkan dengan yang tidak diberikan vitamin C topikal terhadap peningkatan desposisi kolagen pada luka bakar mid dermal hari ke-14.

29

Gambar 4.1. Grafik evaluasi luka bakar

Pemberian vitamin C topikal memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan hanya dengan pemberian saline. Pada hari ke-14 pasca induksi luka bakar, luas luka bakar pada kelompok vitamin C topikal telah berkurang sebanyak% sedangkan pada kelompok kontrol hanya 10.07%.

Gambar 4.2. Tabel persentase penurunan luas luka bakar

0

Hari Ke-0 Hari Ke-3 Hari Ke-7 Hari ke-14

Luas Luka Bakar (cm2)

30

Pada gambar 4.2. tampak penurunan luas luka bakar terbesar pada evaluasi ke-14, yaitu sebesar 5.01% dan terkecil pada evaluasi hari ke-7 sebesar 5.39%

Gambar 4.3. Penggunaan wound desk dalam penilaian luka

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian vitamin C topikal terhadap penyembuhan luka bakar mid-dermal pada tikus Wistar berupa pengukuran luas luka bakar pada hari ke 3, 7, dan 14 pasca perlakuan.

Vitamin C atau Ascorbic Acid (C6H8O6) merupakan molekul yang digunakan pada proses hidroksilasi dari berbagai reaksi biokimia sel. Memiliki fungsi utama pada hidroksilasi dari kolagen (Nelson dan Cox 2005). Ascorbic Acid menstimulasi fibroblast dermis (Azulay et al 2003).

Vitamin C larut dalam air membantu dalam proses sintesis kolagen dan meningkatkan mekanisme pertahanan dari sistem imun dan memfasilitasi penyembuhan luka. (Abgoon 2000). Ascorbic acid merupakan co-factor esensial bagi pembentukan kolagen, proteoglikan dan komponen organik dari jaringan matriks intraseluler seperti tulang, kulit, dinding kapiler dan jaringan ikat.

Kekurangan ascorbic acid dapat menyebabkan abnormalitas dari serat kolagen dan perubahan matriks intraseluler yang bermanifestasi menjadi lesi kulit, kurangnya adhesi.

Peran vitamin C topikal dalam penyembuhan luka adalah sebagai antiinflamasi dan cictrizing pada luka, yang ditandai dengan penurunan jumlah makrofag, peningkatan jumlah pembuluh darah baru, proliferasi fibriblas yang tinggi dan produksi serat kolagen yang lebih tebal dan terorganisir.

Pada penelitian ini menunjukkan bawha terdapat perbedaan rata-rata dua kelompok yang signifikan (p<0,05) antara pemberian vitamin C topikal

32

dibandingkan dengan yang tidak diberikan vitamin C topikal terhadap peningkatan desposisi kolagen pada luka bakar mid dermal sehingga luas luka bakar semakin berkurang lebih baik dari hari ke hari dibandingkan dengan kelompok kontrol. Secara statistik dapat disimpulkan pada hari ke 3 dengan nilai p<0,001 terdapat perbedaan rata-rata dua kelompok yang signifikan antara kelompok yang diberikan vitamin C topikal dibandingkan dengan yang tidak diberikan vitamin C topikal. Pada hari ke 7 dan hari ke 14 juga menunjukkan hasil uji statistik dengan nilai p<0,001 sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata dua kelompok yang signifikan antara kedua kelompok ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kazakos dkk (2009) yang memperlihatkan efektivitas pemberian vitamin C topikal dalam membantu penyembuhan luka dengan mempercepat reepitalisasi pada daerah luka akut dan luka bakar, juga pada penelitian yang dilakukan Aracena dkk melaporkan bahwa pemberian vitamin C topikal pada 10 pasien dengan luka bakar pada mata mempercepat reepitelisasi pada kelopak mata dan kornea. Pada penelitian yang dilakukan oleh Umit Ozcelik dkk (2016) yang menggunakan 30 tikus wistar yang dibagi menjadi 3 kelompok, pada kelompok tikus yang telah diinduksi luka bakar secara sengaja dan diberikan vitamin C topikal menunjukkan hasil yang serupa dimana terlihat penyembuhan terhadap luka bakar yang lebih cepat dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan vitamin C topikal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Venter dkk (2015) pada 60 tikus wistar yang sebelumnya diberikan streptozosin agar terjadi diabetes melitus diinduksi luka bakar mid dermal kemudian dibagi menjadi 2 kelompok dimana setengahnya adalah kelompok kontrol dan sisanya kelompok yang diberikan vitamin C topikal, penyembuhan luka bakar pada hari ke 21 secara

33

makroskopis maupun mikroskopis menunjukkan perbedaan yang bermakna. Pada penelitian yang dilakukan oleh Marck RE (2014) menyebutkan bahwa vitamin C topikal membantu penyembuhan luka bakar pada tikus wistar bahkan pada luka bakar mid dermal. Penyembuhan luka yang lebih baik juga ditemukan pada penelitian Lyras dkk (2010).

Namun hasil ini berbeda sedikit dari yang penelitian yang didapat oleh Roos E. Marck dkk (2016) yang menyatakan penambahan vitamin C topikal dalam perawatan luka bakar tidak menghasilkan perbaikan cangkok dan epitelisasi yang lebih baik, penelitian ini juga tidak dapat menunjukkan kualitas bekas luka yang lebih baik. Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara tingkat pengambilan rata-rata atau tingkat epitelisasi rata-rata pada hari 5-7 antara daerah yang dirawat dengan vitamin C topikal dan daerah kontrol. Namun, area luka yang dirawat vitamin C topikal menunjukkan epitelisasi yang lebih sering atau lebih baik dan sama rata pada hari ke 5-7 dibandingkan dengan area yang dirawat standar.

Luka pada kulit menginduksi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang dihasilkan dari kaskade asam arakidonat, seperti prostaglandin, leukotrien, dan asam hidroksyeikosa¬tetraenolik (Hete) (Trenam, Dabbagh et al., 1991). Mediator tersebut menarik neutrofil dan makrofag ke luka dan mengambil bagian dalam semua manifestasi klinis dari proses inflamasi. Sel-sel ini memainkan peran penting terhadap produksi dan pelepasan protein¬ase dan spesies oksigen reaktif (ROS). Peningkatan produksi ROS dikenal sebagai "burst burst", karena aktivasi neutrofil dan makrofag menggunakan sitokrom oksidase NADPH untuk

34

mengurangi oksigen molekuler menjadi anion superoksida (Wientjes And Segal, 1995).

Selain sel-sel inflamasi, tipe sel lain, seperti fibroblas, juga dapat menghasilkan ROS sebagai respons terhadap sitokin pro-inflamasi (Meier, Radeke et al., 1989). Peningkatan ROS lokal penting untuk pertahanan terhadap infeksi mikroba; Namun, produksi berkepanjangan dari tingkat tinggi ROS dapat menyebabkan kerusakan sel (Cerutti dan Trump, 1991). ROS juga dapat mengaktifkan dan mempertahankan kaskade asam arakdonat inflamasi (Trenam, Dabbagh et al., 1991). Oleh karena itu, dalam penelitian ini, efek anti-inflamasi vitamin C yang diamati pada luka tikus TG mungkin terkait dengan efek antioksidannya, mengingat bahwa vitamin C mengambil bagian dalam proses oksuksi sel sel, yang bertanggung jawab untuk mengubah radikal bebas oksigen menjadi bentuk lembam (Nelson dan Cox, 2005; Naidu, 2003), dan memadamkan pensinyalan ROS yang diinduksi oleh interaksi sitokin-reseptor, mencegah aktivasi respon yang dimediasi ROS, dan juga memadamkan ROS yang dihasilkan dari pensinyalan (Cárcamo et al. , 2004).

Efek anti-inflamasi vitamin C pada hewan TG tidak menunda perbaikan jaringan, tetapi lebih mempersingkat waktu penyembuhan sehubungan dengan CG. Penurunan pH dan tekanan oksigen pada luka kulit menginduksi angiogenesis (Diegelmann et al., 1981; Knighton et al., 1981), yang dikonfirmasi pada hewan TG dari penelitian kami. Oleh karena itu, aplikasi topikal vitamin C pada luka menjaga integritas dinding pembuluh darah (Azulay et al., 2003), meningkatkan jumlah neovessels dan meningkatkan suplai darah ke luka, yang meningkatkan proliferasi dan viabilitas sel yang terlibat dalam proses

35

penyembuhan. Pembuluh darah yang baru terbentuk menunjukkan struktur anatomi normal dalam pemeriksaan mikroskopis confocal dan tampaknya terintegrasi dalam arsitektur vaskular yang sehat (Kirsten et al., 2004).

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

1. Vitamin C topikal dapat mempercepat waktu penyembuhan luka berdasarkan pengamatan makroskopis pada hari ke-14 pada tikus Wistar dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya diberikan normal saline.

2. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p<0,001 sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata dua kelompok yang signifikan (p<0,05) terhadap peningkatan desposisi kolagen pada luka bakar mid dermal

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan:

1. Penggunaan vitamin C topikal dalam aplikasi luka bakar pada manusia.

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemberian vitamin C topikal pada penyembuhan luka bakar mid dermal pada manusia, dikarenakan manfaat

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemberian vitamin C topikal pada penyembuhan luka bakar mid dermal pada manusia, dikarenakan manfaat

Dokumen terkait