• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENYEMBUHAN LUKA BAKAR MID DERMAL DENGAN PEMBERIAN VITAMIN C TOPIKAL PADA TIKUS WISTAR TESIS OLEH : FAJAR DWIJAYANTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENYEMBUHAN LUKA BAKAR MID DERMAL DENGAN PEMBERIAN VITAMIN C TOPIKAL PADA TIKUS WISTAR TESIS OLEH : FAJAR DWIJAYANTO"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PENYEMBUHAN LUKA BAKAR MID DERMAL DENGAN PEMBERIAN VITAMIN C TOPIKAL

PADA TIKUS WISTAR

TESIS

OLEH :

FAJAR DWIJAYANTO 147041014

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENYEMBUHAN LUKA BAKAR MID DERMAL DENGAN PEMBERIAN VITAMIN C TOPIKAL PADA TIKUS WISTAR

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (M.Ked (Surg)) pada Program Studi Magister Kedokteran Klinik

Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

OLEH

FAJAR DWIJAYANTO 147041014

PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar.

Nama : Fajar Dwijayanto

NIM : 147041014

Tanda Tangan :

Penulis,

dr. Fajar Dwijayanto NIM : 147041014

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Penyembuhan Luka Bakar Mid Dermal Dengan Pemberian Vitamin C Topikal Pada Tikus Wistar

Nama : dr. Fajar Dwijayanto

Nim : 147041014

Program Studi : Kedokteran / Ilmu Bedah Kategori : Bedah Plastik

Hasil Penelitian Magister Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah ini telah diperiksa dan disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Utama Abdi Tarigan, Sp.BP-RE(K) dr. Frank Bietra Buchari, Sp.BP-RE(K) NIP: 1971016162002121 0 004 NIP: 19710513200801 1 008

Diketahui Oleh :

Plt. Ketua Departemen Ilmu Bedah Plt. Ketua Program Studi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara Medan Universitas Sumatera Utara Medan

Dr. dr. Adi Muradi Muhar, SpB-KBD dr. Edwin Saleh Siregar, SpB-KBD NIP. 19671207200012 1 001 NIP. 19790325200912 1 004

(5)

SURAT KETERANGAN

Sudah diperiksa Hasil Penelitian Magister Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah :

Judul Penelitian : Penyembuhan Luka Bakar Mid Dermal Dengan Pemberian Vitamin C Topikal Pada Tikus Wistar

Nama : dr. Fajar Dwijayanto

Nim : 147041014

Program Studi : Kedokteran / Ilmu Bedah Kategori : Bedah Plastik

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan

Medan, Oktober 2019 Konsultan Metodologi Penelitian

Fakultas Kedokteran Usu

Prof. dr. H. Aznan Lelo, PhD, Sp.FK NIP. 195112021979021001

(6)

SURAT KETERANGAN

Sudah diperiksa Hasil Penelitian Magister Program Pendidikan Dokter Spesialis Bedah :

Judul Penelitian : Penyembuhan Luka Bakar Mid Dermal Dengan Pemberian Vitamin C Topikal Pada Tikus Wistar

Nama : dr. Fajar Dwijayanto

Nim : 147041014

Program Studi : Kedokteran / Ilmu Bedah

Institusi : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan Kategori : Bedah Plastik

Medan, Oktober 2019

Seksi Ilmiah Program Studi Pendidikan Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

dr. Utama Abdi Tarigan, Sp.BP-RE(K) NIP: 1971016162002121 0 004

(7)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Sumatera Utara, Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fajar Dwijayanto

NIM : 147041014

Program Studi : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Ilmu Bedah

Jenis Karya : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-ekslusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul: “Penyembuhan Luka Bakar Mid Dermal Dengan Pemberian Vitamin C Topikal Pada Tikus Wistar”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non- ekslusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media/

formatkan, mengelola dalam bentuk database, merawat dan mempublikasikan tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan

Pada Tanggal : Oktober 2019 Yang Menyatakan,

dr. Fajar Dwijayanto

(8)

ABSTRAK

Pendahuluan: Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh panas, dingin, arus listrik, bahan kimia, gas, petir, dan radiasi (termasuk sinar matahari). Vitamin C yang larut dalam air membantu dalam proses sintesis kolagen dan meningkatkan mekanisme pertahanan sistem kekebalan dan memfasilitasi penyembuhan luka. Kami bertujuan untuk melihat efek pemberian vitamin C topikal pada penyembuhan luka bakar mid-dermal pada tikus Wistar.

Metode Material: Studi eksperimental untuk menilai pengaruh pemberian vitamin C pada penyembuhan luka pada luka bakar derajat dua (dermal) pada tikus Wistar. Desain penelitian menggunakan desain eksperimen sederhana (Post Test Only Control Group Design). Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmasi Hewan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan pada bulan Oktober - November 2018.

Hasil: Kelompok yang diberi vitamin C topikal memiliki rata-rata luas luka bakar 304,6 ± 31,5 dibandingkan dengan kelompok kontrol yang diberi saline normal 433,4 ± 32,2. Berdasarkan uji statistik diperoleh nilai p <0,001 sehingga terdapat perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok (p <0,05) antara kelompok vitamin C topikal dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberi vitamin C topikal untuk meningkatkan pengendapan kolagen pada luka bakar mid dermal hari ke-14. Pemberian vitamin C topikal memberikan hasil yang lebih baik dari sekedar pemberian saline. Pada induksi pasca luka bakar hari ke-14, area luka bakar pada kelompok vitamin C topikal berkurang 39,4% sedangkan pada kelompok kontrol hanya 10,7%.

Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa vitamin C topikal dapat mempercepat penyembuhan dan pengurangan luas luka bakar berdasarkan pengamatan makroskopis pada hari ke- 14 pada tikus Wistar dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya diberikan normal saline. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p <0,001 sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata kedua kelompok (p <0,05) terhadap peningkatan pengendapan kolagen pada luka bakar mid dermal.

Kata kunci: Luka Bakar, Vitamin C, Penyembuhan Luka Bakar

(9)

ABSTRACT

Introduction: A burn is a trauma caused by heat, cold, electric current, chemicals, gas, lightning, and radiation (including sunlight). Water-soluble Vitamin C helps in the process of collagen synthesis and enhances the defense mechanism of the immune system and facilitates wound healing. We aim to see the effect of topical vitamin C administration on healing mid-dermal burns in Wistar rats.

Material Methods: Experimental studies to assess the effect of vitamin C administration on wound healing in second-degree (dermal) burns in Wistar rats.

The research design used a simple experimental design (Post Test Only Control Group Design). This research was conducted at the Laboratory of Animal Pharmacy, Faculty of Pharmacy, University of North Sumatra, Medan, in October - November 2018.

Result: The group given topical vitamin C had an average burn area of 304.6 ± 31.5 compared to the control group given normal saline with 433.4 ± 32.2. Based on statistical tests, the value of p <0.001 was concluded, so there were significant differences between the two groups (p <0.05) between topical vitamin C compared with those not given topical vitamin C to increase collagen deposition in mid-dermal burns on the 14th day. The provision of topical vitamin C gives better results than just the administration of saline. On the 14th-day post-burn induction, the burn area in the topical vitamin C group was reduced by 39.4%

while in the control group, it was only 10.7%.

Conclusion: Based on the results of research that has been done it can be concluded that Topical vitamin C can accelerate healing and reduction in burn area based on macroscopic observations on day 14 in Wistar rats compared to control groups that are only given normal saline. Based on statistical tests, it was found that p-value <0.001 so that it was concluded that there were significant differences in the average of the two groups (p <0.05) on the increase in collagen deposition in mid dermal burns.

Keywords: Burn, Vitamin C, Burns Healing

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena hanya dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul

“Penyembuhan Luka Bakar Mid Dermal Dengan Pemberian Vitamin C Topikal Pada Tikus Wistar”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Dokter Spesialis Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Rasa hormat, penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara (USU), Dekan Fakultas Kedokteran USU, Ketua TKP-PPDS FK-USU, dan Ketua Program Studi Magister Kedokteran FK-USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah dan Magister Kedokteran Klinis di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Direktur RSUP Haji Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi, dan RS Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan begitu banyak kemudahan dan izin dalam menjalani pendidikan dan penelitian.

3. Dr. dr. Adi Muradi Muhar, SpB-KBD selaku Kepala Departemen Ilmu Bedah FK-USU dan dr. Doddy Prabisma Pohan, SpB-TKV selaku Sekretaris Departemen Ilmu Bedah.

4. dr. Edwin Saleh Siregar, SpB-KBD sebagai Ketua Program studi Ilmu Bedah FK-USU dan dr. Dedy Hermansyah, SpB(K)Onk sebagai Sekretaris Program studi Ilmu Bedah FK-USU yang telah dengan sungguh-sungguh membantu, membimbing, memberi dorongan dan membentuk penulis menjadi dokter Spesialis Bedah yang berbudi luhur serta siap mengabdi pada nusa dan bangsa.

(11)

5. FK-USU yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan serta senantiasa membimbing, memberi dorongan dan kemudahan selama penulis menjalani pendidikan.

6. Khusus mengenai karya tulis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Utama Abdi Tarigan, Sp.BP-RE(K) dan dr. Frank Bietra Buchari, Sp.BP-RE(K) selaku pembimbing tesis, yang telah memberikan bimbingan dan kemudahan bagi penulis selama melaksanakan penelitian, juga telah banyak meluangkan waktu dan dengan kesabaran membimbing penulis sampai selesainya karya tulis ini. Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan.

7. Guru Besar: Prof. dr. Bachtiar Surya, SPB-KBD yang telah memberikan bimbingan dan teladan selama penulis menjalani pendidikan.

8. Seluruh staf pengajar Departemen Ilmu Bedah FK USU, para guru penulis serta para guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang dengan kesabaran dan perhatiannya senantiasa membimbing penulis selama mengikuti pendidikan. Penulis haturkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga.

9. Abang, kakak, dan adik-adik, seluruh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Bedah FK-USU dan Dokter Muda yang telah banyak membantu penulis selama menjalani pendidikan.

10. Seluruh perawat/ paramedis di berbagai tempat di mana penulis pernah bertugas selama pendidikan, terima kasih atas bantuan dan kerjasama yang baik selama ini.

11. Yang terhormat dan tersayang kepada Orang tua penulis, Ayahanda dan Ibunda yang selalu memberikan cinta, kasih sayang, dukungan dan doa yang tak putus-putusnya serta Saudara-saudaraku yang telah memberikan semangat dan doanya.

(12)

12. Istri tercinta yang telah memberikan dorongan setulus hati dalam menyelesaikan studi program Pascasarjana, semoga ilmu yang penulis dapatkan bermanfaat bagi keluarga.

Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis sampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung selama pendidikan maupun dalam penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun besar harapan penulis kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak. Demikian pula atas bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Medan, Penulis

dr. Fajar Dwijayanto

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT KETERANGAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Definisi Luka Bakar ... 5

2.2. Klasifikasi Luka Bakar ... 5

2.3. Fase Penyembuhan Luka Bakar ... 9

2.4. Kandungan Vitamin C pada Kulit ... 13

2.5. Peran Vitamin C bagi Penyembuhan Luka Bakar ... 14

2.6. Pemberian Vitamin C Sistemik pada Luka Bakar ... 16

2.7. Pemberian Vitamin C Topikal pada Luka Bakar ... 18

2.8. Kelebihan vitamin C diberikan secara topikal dibanding Sistemik ... 20

2.9. Kerangka Teori ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1. Desain Penelitian ... 22

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 23

3.5. Cara Kerja Penelitian ... 23

3.6. Variabel ... 24

3.7. Kerangka Konsep ... 25

3.8. Pengolahan Data ... 25

3.9. Definisi Operasional ... 25

3.10. Hipotesis ... 26

(14)

3.11. Alur Penelitian ... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 27

BAB IV PEMBAHASAN ... 31

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

LAMPIRAN ... 40

(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

Tabel 2.1. Kandungan vitamin C pada kulit manusia dan

perbandingannya dengan jaringan lain ... 14 Tabel 3.1. Definisi Operasional ... 24 Tabel 4. 1. Perbedaan luas luka bakar pada kelompok vitamin C topikal

dan kelompok kontrol ... 27

(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

Gambar 2.1. Rule of nine pada pasien dewasa ... 9

Gambar 2.2. Lund-Browder Charts pada pasien anak ... 9

Gambar 2.3. Peran vitamin C dalam fungsi fagosit ... 16

Gambar 2.4. Pengiriman nutrisi melalui aplikasi topical ... 19

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian ... 25

Gambar 4.1. Grafik evaluasi luka bakar ... 29

Gambar 4.2. Tabel persentase penurunan luas luka bakar ... 29

Gambar 4.3. Penggunaan wound desk dalam penilaian luka ... 30

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Luka bakar merupakan masalah kesehatan masyarakat global. Hal ini disebabkan karena tingginya angka mortalitas dan morbiditas luka bakar.

Berdasarkan data rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan, terdapat 353 kasus luka bakar pada tahun 2011-2014 penyebab terbanyak adalah flame burn injury (174 kasus, 50,4%) (Maulana,2014).

Berdasarkan kedalaman jaringan luka bakar yang rusak, luka bakar dibagi menjadi 3 klasifikasi besar yaitu luka bakar superficial, mid dan deep. Klasifikasi yang lebih lanjut diperjelas menjadi epidermal, superficial dermal, mid-dermal, deep dermal dan full-thickness (ANZBA 2013).

Fase penyembuhan luka bakar dibagi menjadi 3 fase : inflamasi, re- epitelialisasi & granulasi jaringan, dan pembentukan matriks & remodelling. Fase inflamasi dibagi menjadi fase early dan late, memperlihatkan banyaknya sel-sel infiltrat neutrofil dan mononuklear. Wound contraction dimulai setelah jaringan granulasi terbentuk dengan baik, dan akumulasi kolagen segera dimulai setelah onset pembentukan jaringan granulasi (Clark 2013).

Perawatan luka bakar menggunakan antimikroba topikal dengan pembalutan bertujuan untuk menyerap eksudat dari luka. Antibiotik topikal digunakan untuk mencegah pertumbuhan koloni bakteri. Manajemen luka bakar adalah penggunaan balutan atau wound dressing. Pemilihan pembalut luka (dressing) harus menyerupai fungsi normal kulit yaitu sebagai proteksi,

(18)

2

menghindari eksudat, mengurangi nyeri lokal, respon psikologis baik, dan mempertahankan kelembaban dan menghangatkan guna mendukung proses penyembuhan (EMSB 2013).

Beberapa obat sintetis yang digunakan dalam perwatan luka bakar menghabiskan biaya yang mahal dan menyebabkan berbagai masalah seperti alergi, peneliti mencari pengobatan bahan alternatif untuk mempercepat penyembuhan dan mengurangi biaya pengobatan. Beberapa studi penelitian menggunakan vitamin C topikal untuk mempercepat penyembuhan luka bakar.

Vitamin C atau ascorbic acid adalah antioksidan yang bersifat larut dalam air.

Vitamin C melindungi kulit terhadap sinar ultraviolet,radikal bebas, dan bermacam kerusakan terhadap kulit, serta memiliki efek anti-inflamasi, yang merupakan agen bagi depigmentasi kulit. Vitamin C cair diperlukan untuk cross- link molekul kolagen untuk meningkatkan kekuatan jaringan. Akhirnya, merangsang gen kolagen untuk mensintesis kolagen agar menyembuhkan lukanya (Telang 2012).

Penelitian sebelumnya pada babi telah menunjukkan bahwa menggunakan larutan Vitamin C 10% dan aplikasi topikal dari buah yang mengandung Vitamin C pada luka bakar meningkatkan konsentrasi vitamin ini di kulit (Sing et al 2013).Studi tentang Vitamin C topikal bagi penyembuhan luka pada tikus, pada grup intervensi dilakukan pengamatan dengan hasil inflamasi yang rendah, jaringan granulasi dan makrofag yang lebih banyak dan meningkatnya jumlah neovaskularisasi. Disimpulkan bahwa vitamin C dapat mempercepat pertumbuhan jaringan granulasi (Lima et al 2009). Topikal vitamin C solution memiliki efek positif pada luas jaringan nekrotik, epitelisasi dan jaringan granulasi dan

(19)

3

menyebabkan hasil signifikan pada luas daerah yang diintervensi. Terbukti bahwa vitamin C topikal efektif mempercepat proses penyembuhan luka bakar(Sarpooshi et al 2017).

Efek pemberian intraoral dan intravena vitamin C terhadap penyembuhan pada pasien-pasien luka bakar telah terbukti mempercepat penyembuhan luka bakar (Dubick et al 2005). Penyerapan vitamin C dalam usus dibatasi oleh mekanisme transpor aktif., bioavailabilitas vitamin C di kulit tidak memadai ketika diberikan secara oral (Traikovich 2009). Maka penelitian ini untuk menguji efek topikal vitamin C pada jaringan granulasi luka bakar.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan suatu penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian “Apakah pemberian vitamin C akan mempercepat penyembuhan luka bakar mid dermal pada tikus Wistar?”

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui pemberian vitamin C topikal akan mempercepat penyembuhan luka bakar mid dermal pada tikus Wistar.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah mengetahui pengaruh Vitamin C topikal terhadap waktu penyembuhan saat fase re-epitelialisasi & granulasi dan

(20)

4

pembentukan kolagen pada fase remodelling jaringan luka bakar mid dermal pada tikus Wistar.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi keilmuan

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam penggunaan vitamin C topikal sebagai bahan tambahan topikal pada perawatan luka bakar pada manusia.

2. Penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan pengetahuan atau penelitian berikutnya mengenai pengaruh vitamin C topikal terhadap derajat luka bakar mid dermal.

1.4.2. Bagi Peneliti

1. Menambah wawasan dan kemampuan dalam penelitian eksperimental, khususnya yang berhubungan dengan vitamin C topikal dan luka bakar.

2. Menambah pengetahuan mengenai pengaruh vitamin C topikal terhadap penyembuhan pada fase-fase luka bakar dengan menggunakan ilmu kedokteran yang telah dipelajari.

1.4.3. Bagi Institusi

1. Memajukan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dalam bidang penelitian.

2. Memberikan informasi terkait teknik pemberian bahan alternatif pada perawatan luka bakar.

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, dingin, arus listrik, bahan kimia, gas, petir, dan radiasi (termasuk sinar matahari). Luka bakar yang termasuk signifikan adalah :

 Luka bakar dengan luas lebih dari 10% dari total body surface area (TBSA)

 Luka bakar area khusus – wajah, tangan, kaki, genitalia, perineum dan sendi- sendi utama.

 Luka bakar derajat full-thickness besar dari 5% dari TBSA.

 Luka bakar listrik

 Luka bakar bahan kimia

 Luka bakar dengan trauma inhalasi

 Luka bakar yang mengelilingi daerah tungkai atau dada

 Luka bakar pada bayi dan orang lanjut usia.

 Luka bakar pada orang yang mengalami gangguan medis sebelumnya yang

memerlukan manajemen khusus, memperpanjang masa pemulihan dan meningkatkan angka kematian.

 Luka bakar berhubungan dengan trauma lain (ANZCOR Guideline 2016).

2.2. Klasifikasi

Berdasarkan kedalaman jaringan luka bakar yang rusak, luka bakar dibagi menjadi 3 klasifikasi besar yaitu luka bakar superficial, mid dan deep. Klasifikasi

(22)

6

yang lebih lanjut diperjelas menjadi 5. Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat dan kedalaman luka bakar

1. Luka bakar superficial adalah luka bakar yang dapat sembuh secara spontan dengan bantuan epitelisasi. Luka bakar superficial dibagi menjadi luka bakar epidermal dan superficial dermal.

Luka bakar epidermal, luka bakar yang hanya terkena pada bagian epidermis kulit. Penyebab tersering luka bakar ini adalah matahari dan ledakan minor. Lapisan epidermis yang bertingkat terbakar dan mengalami proses penyembuhan dari regenerasi laspisan basal epidermis. Akibat dari produksi mediator inflamasi yang meningkat, luka bakar ini menjadi hiperemis dan menimbulkan nyeri. Dapat sembuh dalam waktu cepat (7 hari), tanpa meninggalkan bekas luka kosmetik.

Luka bakar superficial dermis, luka bakar yang mengenai bagian epidermis dan bagian superficial dermis (dermis papiler). Ciri khas dari tipe luka bakar ini adalah munculnya bula. Bagian kulit yang melapisi bula telah mati dan terpisah dari bagian yang masih viable dengan membentuk edema. Edema ini dilapisi oleh lapisan nekrotik yang disebut bula. Bula dapat pecah dan mengekspos lapisan dermis yang dapat meningkatkan kedalaman dari jaringan yang rusak pada luka bakar. Oleh karena saraf sensoris yang terekspos, luka bakar kedalaman ini umumnya sangat nyeri. Dapat sembuh secara spontan dengan bantuan epitelisasi dalam 14 hari yang meninggalkan efek warna luka yang berbeda dengan kulit yang tidak terkena.

(23)

7

2. Luka bakar Mid-Dermal

Luka bakar mid-dermal adalah luka bakar yang terletak diantara luka bakar superficial dermal dan deep dermal. Pada luka bakar ini jumlah sel epitel yang bertahan untuk proses re-epitelisasi sangat sedikit dikarenakan luka bakar yang agak dalam sehingga penyembuhan luka bakar secara spontan tidak selalu terjadi. Capillary refill pada pasien dengan luka bakar kedalaman ini berkurang dan edema jaringan serta bula akan muncul. Warna luka bakar pada kedalaman ini berwarna merah muda agak gelap, namun tidak segelap pada pasien luka bakar deep dermal. Sensasi juga berkurang, namun rasa nyeri tetap ada yang menunjukkan adanya kerusakan pleksus dermal dari saraf cutaneous.

3. Luka bakar Deep

Luka bakar deep memiliki derajat keparahan yang sangat besar. Luka bakar kedalaman ini tidak dapat sembuh spontan dengan bantuan epitelisasi dan hanya dapat sembuh dalam waktu yang cukup lama dan meninggalkan bekas eskar yang signifikan.

Luka bakar deep dermal, luka yang dengan kedalaman deep-dermal pada umumnya memiliki bula dengan dasar bula yang menunjukkan warna blotchy red pada reticular dermis. Warna ini disebabkan karena ekstravasasi hemoglobin dari sel darah merah yang rusak karena rupturnya pembuluh darah. Ciri khas pada luka bakar kedalaman ini disebut dengan fenomena capillary blush. Pada kedalaman ini, ujung-ujung saraf pada kulit juga terpengaruh menyebabkan sensasi rasa nyeri menjadi hilang.

(24)

8

Luka bakar full-thickness, luka bakar tipe ini merusak kedua lapisan kulit epidermis dan dermis dan dapat mempenetrasi ke struktur yang lebih dalam.

Warna luka bakar ini umumnya berwarna putih dan waxy atau tampak seperti gosong. Saraf sensoris pada luka bakar full-thickness sudah seluruhnya rusak menyebabkan hilangnya sensasi pinprick . Kumpulan kulit-kulit mati yang terkoagulasi pada luka bakar ini memiliki penampilan leathery , yang disebut eskar (ANZBA 2013).

2.1.1. Klasifikasi Berdasarkan Luas Luka

Sedangkan berdasarkan luas lesi dapat diklasifikasikan menjadi 3 yakni:

1. Luka bakar ringan, yakni luka bakar derajat I seluas <10% atau derajat II seluas <2%.

2. Luka bakar sedang, yakni luka bakar derajat I seluas 10-15% atau derajat II seluas 5-10%

3. Luka bakar berat, yakni luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III seluas >10%

Untuk menilai luas luka menggunakan metode “Rule of Nine” berdasarkan LPTT (Luas Permukaan Tubuh Total). Luas luka bakar ditentukan untuk menentukan kebutuhan cairan, dosis obat dan prognosis. Persentase pada orang dewasa dan anak-anak berbeda. Pada dewasa, kepala memiliki nilai 9% dan untuk ektremitas atas memiliki nilai masing-masing 9%. Untuk bagian tubuh anterior dan posterior serta ekstremitas bawah memiliki nilai masing-masing 18%, yang termasuk adalah toraks, abdomen dan punggung. Serta alat genital 1%. Sedangkan pada anak-anak persentasenya berbeda pada kepala memiliki nilai 18% dan ektremitas bawah 14% (Yapa, 2009).

(25)

9

Gambar 2.1. Rule of nine pada pasien dewasa

Gambar 2.2. Lund-Browder Charts pada pasien anak

2.3. Fase penyembuhan luka bakar

Penyembuhan luka bakar tergantung pada kedalaman luka bakar. Jackson (1959) menggambarkan tiga zona kerusakan jaringan luka bakar (Arturson, 1996):

(26)

10

1. Zona pusat koagulasi ini adalah bagian tengah dari luka bakar dengan nekrosis coagulative lengkap.

2. Zona stasis adalah dipinggiran zona koagulasi. Sirkulasi lamban dalam zona ini tetapi dapat pulih setelah resusitasi awal yang memadai dan perawatan luka yang tepat.

3. Zona terluar dari hiperemi ini adalah perangkat untuk zona stasis. Ini adalah hasil dari vasodilatasi intens seperti yang terlihat dalam fase inflamasi setelah trauma. Hal ini akhirnya pulih sepenuhnya.

2.3.1. Penyembuhan luka bakar

Proses penyembuhan pada luka bakar bergantung pada kedalaman luka.

Pada luka bakar epidermal dan superfisial dermis, penyembuhan luka terjadi secara primer. Luka superfisial dermis sembuh dari sisa epitelium folikel rambut yang banyak ditemukan pada dermis superfisial. Proses penyembuhan akan memakan waktu 5-7 hari dan biasanya jaringan sikatriks minim terjadi. Pada luka bakar deep dermal dan full-thickness, proses penyembuhan luka terjadi secara sekunder yang melibatkan proses epitelisasi dan kontraksi (Tiwari, 2012).

Penelitian dasar klinik mengenai perawatan luka berbasis lembab (moist) untuk mencapai keadaan lembab telah dapat diterima secara universal sebagai standar baku untuk berbagai tipe luka. Alasan yang rasional teori perawatan luka dalam suasana lembab adalah (Morris 2015) :

1. Fibrinolisis

2. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dengan cepat dihilangkan (fibrinolitik) oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.

(27)

11

3. Angiogenesis

Keadaan hipoksia pada perawatan tertutup akan lebih merangsang lebih cepat angiogenesis dan mutu pembuluh kapiler. Angiogenesis akan bertambah dengan terbentuknya heparin dan tumor necrosis factor – alpha (TNF-alpha).

4. Kejadian infeksi

Lebih rendah dibandingkan dengan perawatan kering (2.6% vs 7.1%) 5. Pembentukan growth factor

Yang berperan pada proses penyembuhan dipercepat pada suasana lembab.

Epidermic Growth Factor/EGF , Fibroblast Growth Factor/FGF dan interleukin 1 adalah substansi yang dikeluarkan oleh makrofag yang berperan pada angiogenesis dan pembentukan stratum korneum. Platelet-derivied Growth Factor/PDGF dan Transforming Growth Factor/TGF-beta yang dibentuk oleh platelet berfungsi pada proliferasi fibroblas.

6. Percepat pembuatan sel aktif

Invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka lebih dini.

Fase inflamasi (reaktif), proliferasi (reparasi) dan maturasi (remodeling) berkonstitusi dalam ketiga fase pada proses penyembuhan luka. Ketiga fase ini sama terjadi untuk semua jenis luka, hanya terdapat perbedaan durasi pada tiap fase (Tiwari, 2012).

2.3.2. Fase Inflamasi

a. Respon Vaskular: Segera setelah luka bakar ada sebuah vasodilatasi lokal dengan ekstravasasi cairan diruang ketiga. Dalam luka bakar yang luas

(28)

12

peningkatan permeabilitas kapiler dapat digeneralisasi dengan ekstravasasi besar cairan plasma dan membutuhkan pengganti.

b. Respon seluler: Neutrofil dan monosit adalah sel pertama yang bermigrasi di lokasi peradangan. Kemudian pada neutrofil mulai menurun dan digantikan oleh makrofag. Migrasi sel ini diinisiasi oleh faktor chemotactic seperti kalikrein dan peptida fibrin dilepaskan dari proses koagulasi dan zat dilepaskan dari sel mast seperti tumor necrosis faktor, histamin, protease, leukotreins dan sitokin. Respon seluler membantu dalam fagositosis dan pembersihan jaringan yang mati serta racun yang dikeluarkan oleh jaringan luka bakar (Tiwari, 2012)

2.3.3. Fase Proliferasi

Pada luka bakar ketebalan parsial re-epitelisasi dimulai dalam bentuk migrasi keratinosit dari lapisan kulit unsur tambahan dalam dermis beberapa jam setelah cedera, ini biasanya meliputi luka dalam waktu 5-7 hari. Setelah reepithelisasi membentuk zona membran antara dermis dan epidermis.

Angiogenesis dan fibrogenesis membantu dalam pemulihan dermis.

Penyembuhan setelah luka bakar dieksisi dan grafting. (Tiwari, 2012) 2.3.4. Fase Remodelling

Fase Remodelling adalah fase ketiga dari penyembuhan dimana pematangan graft atau bekas luka terjadi. Pada tugas akhir ini fase penyembuhan luka pada awalnya ada peletakan protein struktural berserat yaitu kolagen dan elastin sekitar epitel, endotel dan otot polos sebagai matriks ekstraseluler.

Kemudian dalam fase resolusi matriks ekstraseluler ini remodeling menjadi jaringan parut dan fibroblast menjadi fenotip myofibroblast yang bertanggung

(29)

13

jawab untuk kontraksi bekas luka. Di tingkat dua dermal mendalam dan ketebalan penuh luka bakar yang tersisa untuk penyembuhan sendiri dari fase resolusi ini adalah berkepanjangan dan waktu bertahun-tahun dan bertanggung jawab untuk jaringan parut hipertrofik dan kontraktur. Hiperpigmentasi pada luka bakar ringan adalah karena respon terlalu aktif dari melanosit dan hipopigmentasi terlihat pada luka bakar dalam adalah karena penghancuran melanosit dari pelengkap kulit.

Didaerah kulit yang dicangkokkan sekali inervasi dimulai, tumbuh dengan saraf mengubah kontrol melanosit yang biasanya mengarah untuk hiperpigmentasi pada individu berkulit gelap dan hipopigmentasi pada individu berkulit putih (Tiwari, 2012)

2.4. Kandungan vitamin C pada kulit

Kulit normal mengandung konsentrasi tinggi vitamin c, dengan tingkat yang sebanding dengan jaringan tubuh yang lain dan jauh di atas konsentrasi plasma, menunjukkan akumulasi aktif dari sirkulasi mungkin dalam rentang milimolar (McArdle et al, 2002). Vitamin C ditransportasikan melalui pembuluh darah ke dalam sel pada lapisan dermis. Variasi kadar vitamin C pada organ-organ tubuh dalam sebuah studi independen (Pullar 2017) :

(30)

14

Tabel 2.1. Kandungan vitamin C pada kulit manusia dan perbandingannya dengan jaringan lain

2.5. Peran vitamin C bagi penyembuhan luka bakar

Vitamin C atau Ascorbic Acid (C6H8O6) merupakan molekul yang digunakan pada proses hidroksilasi dari berbagai reaksi biokimia sel. Memiliki fungsi utama pada hidroksilasi dari kolagen (Nelson dan Cox 2005). Ascorbic Acid menstimulasi fibroblast dermis (Azulay et al 2003).

Vitamin C larut dalam air membantu dalam proses sintesis kolagen dan meningkatkan mekanisme pertahanan dari sistem imun dan memfasilitasi penyembuhan luka. (Abgoon 2000). Ascorbic acid merupakan co-factor esensial bagi pembentukan kolagen, proteoglikan dan komponen organik dari jaringan matriks intraseluler seperti tulang, kulit, dinding kapiler dan jaringan ikat.

Kekurangan ascorbic acid dapat menyebabkan abnormalitas dari serat kolagen dan perubahan matriks intraseluler yang bermanifestasi menjadi lesi kulit, kurangnya adhesi dari sel endotelium, dan penurunan daya tarik jaringan berserat (Porto 2002) Ascorbic acid diperlukan pada hidroksilasi dari proline dan lysine residu dari prokolagen, yang dibutuhkan untuk perubahan menjadi kolagen.

Hydroxiproline juga menstabilkan struktur triple-helix dari kolagen (Gross 2000).

(31)

15

Efek immuno-modulasi, dimana vitamin C dibutuhkan untuk melawan infkesi melalui kulit, neutrofil/makrofag dan skin-barrier. Meningkatkan proses kemotaksis, proses fagosit oleh neutrofil dan uptake atau clearence dari makrofag.

Vitamin C berperan penting pada diferensiasi dan maturasi pada sel-T immature dan sel natural killer (Sugiura 2018).

Vitamin C sangat penting selama penyembuhan luka, juga mengurangi ekspresi mediator pro-inflamasi dan meningkatkan ekspresi berbagai mediator penyembuhan luka (Mohammed B.M et al 2016). Percobaan kultur sel fibroblast juga menunjukkan bahwa vitamin C dapat mengubah profil ekspresi gen dalam fibroblast dermis, mempromosikan proliferasi fibroblas dan proses migrasi yang sangat penting untuk remodeling jaringan dan penyembuhan luka (Duarte T.L et al 2009).

(32)

16

Gambar 2.3. Peran vitamin C dalam fungsi fagosit

Meningkatkan migrasi neutrofil dalam respon terhadap kemotaksis (a).

Meningkatkan fagositosis dari mikroba (b) dan menstimulasi spesies oksigen reaktif (ROS) dan membunuh mikroba (c) vitamin C mendukung apoptosis serta meningkatkan uptake dan clearence oleh makrofag dan menghambat nekrosis.(d)

2.6. Pemberian vitamin C secara sistemik pada luka bakar

Stress oksidatif pasca luka bakar mengarah pada kebocoran kapiler sistemik dan aktifasi leukosit. Pada studi evaluasi pemberian antioksidan dengan

(33)

17

vitamin C dosis tinggi mengarah pada pengurangan edema luka bakar dan pencegahan aktivasi leukosit setelah perpindahan plasma. Tikus donor diberikan luka bakar ( n=7; pada air 100 derajat celcius selama 12 detik dengan area luas luka bakar 30% atau panas tipuan (air panas 37 derajat celcius; n=2) dan dibunuh setelah 4 jam kemudian dilakukan pengambilan plasma. Plasma Dibagi menjadi 4 grup yang terdiri dari masing-masing 8 sampel; grup plasma hanya luka bakar (BP), grup plasma dengan pemberian bolus vitamin C 66mg/kgBB + dosis maintenance 33mg/kgBB/hari (VC66), grup plasma dengan pemberian bolus vitamin C 33mg/kgBB + dosis maintenance 17.5mg/kgBB/hari (VC33) dan grup hanya diberikan panas tipuan (Sham Burn/SB). Kemudian dilakukan pemeriksaan mikroskopi fluorescence intravital pada mesentery saat menit 0, 60 dan 120 untuk dilihat parameter mikrohemodinamik, leukosit acuan, dan ekstravasasi albumin.

Hasilnya, pada pengamatan tidak terdapat perbedaan mikrohemodinamik ditiap waktu pemeriksaan. Grup BP menginduksi kebocoran kapiler, secara signifikan perbandingan yang jauh dibanding grup kontrol SB (P<.001). Grup VC66 mereduksi gangguan pertahanan mikrovaskular jika dibandingkan dengan grup SB, sebaliknya VC33 tidak dijumpai efek signifikan. Leukosit berbanding lurus meningkat setelah diberikan infus (BP), hal ini tidak ditemukan pada grup SB.

Pemberian vitamin C tidak mempengaruhi aktivasi leukosit (P>.05). Transfer BP mengarah kepada kebocoran kapiler sistemik. Pemberian vitamin C dosis tinggi (pemberian bolus vitamin C 66mg/kgBB + dosis maintenance 33mg/kgBB/hari atau VC66) mengurangi kerusakan endotel dibanding SB, sebaliknya dosis separuh (VC33) memberikan hasil tidak efisien. Aktivasi leukosit tidak dipengaruhi oleh pemberian antioksidan. Kebocoran kapiler berdiri sendiri

(34)

18

terhadap interaksi leukosit-endotel setelah pemindahan plasma. Dosis tinggi vitamin C seharusnya dipertimbangkan untuk pemberian parenteral bagi pasien luka bakar (Kremer 2010)

Namun, kegunaan antioksidan pada sisa perawatan luka bakar tidak jelas.

Vitamin C adalah antioksidan yang menjanjikan yang telah diperiksa dalam studi resusitasi luka bakar dan menunjukkan keampuhan dalam mengurangi kebutuhan cairan pada fase akut setelah luka bakar. (Rizzo JA 2016).

Sedangkan pada pasien luka bakar, memerlukan asupan vitamin C yang relatif tinggi untuk menormalkan status vitamin C plasma 500 – 1000 mg/hari (Fukushima 2010). Pemberian antioksida mikronutrien termasuk vitamin C kepada pasien dengan gangguan penyembuhan luka dapat mempersingkat untuk penutupan luka (Blass et al 2012). Remokendasi para ahli, vitamin C aman diberikan secara sistemik baik peroral dan intravena dalam dosis harian 250 – 1000 mg (Feinstein 2013).

2.7. Pemberian vitamin C secara topikal pada luka bakar

Vitamin C tersedia dalam beberapa bentuk aktif. Diantara beberapa sediaan L-ascorbic acid adalah bentuk yang paling aktif secara biologi dan banyak digunakan serta baik digunakan dalam beberapa penelitian (Farris 2009).

Bentuk ini bersifat hidrofilik dan memiliki molekul tidak stabil. Mengurangi keasaman L-ascorbic acid pada pH dibawah 3.5 merupakan metode efektif untuk meningkatkan stabilitas dan permeabilitas yang dimilikinya (Pinnell et al 2001).

Konsentrasi optimal dari vitamin C bergantung pada formulasinya. Pada kebanyakan studi agar memiliki efek biologi yang signifikan diperlukan vitamin

(35)

19

C dengan konsentrasi lebih besar dari 8%. Dan dalam sebuah studi juga menyampaikan bahwa dengan konsentrasi vitamin C lebih dari 20% tidak memberikan efek biologi sifnifikan (Farris 2009). Sediaan topikal yang tersedia dalam bentuk produk saat ini dalam rentang kandungan vitamin C 10% sampai dengan 20% (Firas 2017).

Gambar 2.4. Pengiriman nutrisi melalui aplikasi topikal

Pengiriman nutrisi bergantung pada difusi dari vaskularisasi dermis (Langton 2010), pengiriman selanjutnya diperparah oleh sifat kimia dari lapisan luar epidermis, sedikitnya pergerakan cairan ekstraseluler antar sel karena lipid dan protein kompleks membentuk penghalang kulit. Semua ini memungkinkan nutrisi tidak dengan mudah dapat mencapai sel-sel lapisan terluar dari epidermis dan sel-sel ini menerima sedikit dukungan nutrisi dari dermis (Baumann 2007).

(36)

20

2.8. Kelebihan vitamin C diberikan secara topikal dibanding sistemik Asam L-askorbat adalah bentuk kimia aktif dari vitamin C. Di alam, vitamin C yang ditemukan adalah asam L-askorbat dan asam D-askorbat. Namun hanya asam L-askorbat yang aktif secara biologis sehingga digunakan dalam dalam praktik medis. Penyerapan vitamin C dalam usus dibatasi oleh mekanisme transpor aktif. Oleh karena itu, jumlah vitamin C yang diserap sedikit meskipun sediaan oral yang tinggi. Selain itu bioavailabilitas vitamin C di kulit tidak memadai ketika diberikan secara oral (Traikovich 2009).

Pemberian Vitamin C dalam dosis besar secara parenteral dapat menyebabkan oksalosis yang meluas, aritmia jantung serta kerusakan fungsi ginjal yang berat. Dosis besar juga dapat menyebabkan disuria akibat iritasi uretra bagian distal. Efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan dalam dosis besar (> 1000 mg/hari) dalam jangka panjang dapat menyebabkan ketergantungan terhadap Vitamin C. Dosis besar dapat menyebabkan diare dan kalsium oksalat kalkuli renal dapat terbentuk jika urin bersifat asam (Kristina 2010).

(37)

21

2.9. Kerangka Teori

Luka bakar deep dermal

Inflamasi Prostaglandin

Leukotrien

Aktivasi Kaskade Asam

Makrofag ROS

Eliminasi Bakteri

TNF-α

Proliferasi

Angiogenesis Jumlah lumen

kapiler

Fibroblas

Kolagen

Hasil luka berkurang dari luas sebelumnya

Vitamin C (ascorbic acid)

Luka bakar full-thickness Luka bakar

superficial dermis

Luka bakar mid dermal Luka bakar

epidermal

LUKA BAKAR

Granulasi

Epitelisasi

Wound contraction Waktu penyembuhan luka lebih singkat

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental untuk menilai efek pemberian vitamin C dalam penyembuhan luka pada luka bakar derajat dua (mid dermal) pada tikus Wistar. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain eksperimen sederhana (Post Test Only Control Group Design).

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hewan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian dilakukan bulan Oktober - November 2018.

3.3. Populasi dan Sampel

Perkiraan besar sampel ditentukan menurut rumus Federer : (n-1) (t-1) ≥ 15

n = sampel tiap kelompok t = jumlah kelompok perlakuan

(n-1) (t-1) ≥ 15 (n-1) (2-1) ≥ 15 n-1 ≥ 15

n ≥ 16

(39)

23

3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi adalah tikus Wistar sehat dengan bobot 250-300 gram (Sayeed MM 2005). Tikus yang memiliki kelainan pada kulit baik karena trauma maupun kongenital dieksklusikan, setiap tikus wistar yang mati sebelum selesai masa evaluasi dieksklusikan kemudian diganti dengan tikus baru dengan perlakuan sama. Jika luka pada tikus wistar mengalami infeksi yang tidak teratasi dieklusikan kemudian diganti dengan tikus baru dengan perlakuan yang sama.

3.5. Cara Kerja Penelitian

Tikus Wistar yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sejumlah 40 kemudian dipelihara dalam kondisi yang serupa yaitu disimpan di kandang dengan temperatur 22°C dan kelembaban yang terjaga. Secara random, tikus kemudian dikelompokkan kedalam 2 kelompok perlakuan yang berbeda.

Kelompik 1 merupakan kelompok eksperimental yang diberi Vitamin C topikal setelah mengalami luka bakar, kelompok 2 merupakan kelompok kontrol yang mengalami luka bakar ditutup dengan transparant dressing setelah pemberian cairan saline. Seluruh tikus wistar dibius melalui injeksi intraperitoneal ketamin hydrochloride. Pada kondisi steril, menggunakan besi yang telah dipanaskan ditempelkan selama 35 detik pada bagian dorsum tikus yang sudah dicukur bulunya untuk menginduksi luka bakar. Dengan rumus Meeh (A=10 x W2/3 , dimana A= area dalam cm2, 10 adalah konstanta dan W= berat dalam gram) dihitung luas permukaan tikus Wistar dan luka bakar yang dibuat sekitar 1% dari keseluruhan luas permukaan). Maka ukuran luka bakar yang akan dibuat adalah 2x2 cm. Pada kelompok 1, luka bakar ditutup dengan transparent dressing setelah

(40)

24

pengolesan Vitamin C topikal. Pada kelompok 2, luka bakar ditutup setelah pemberian cairan saline. Setelah tindakan, tikus ditempatan pada kondisi yang sama dan diberi makanan yang sama. Luka dievaluasi sesaat ketika diinduksi luka bakar, hari ke 3, 7 dan 14 dengan transparent dressing dibuka. Luka dievaluasi dengan menggunakan aplikasi +Woundesk dengan menilai luas luka bakar.

3.6. Variabel

 Variabel dependen :

Pengukuran penurunan luas luka bakar yang dilakukan dengan metode +WoundDesk.

 Variabel independen :

Pemberian vitamin C topikal cream 10% yang kemudian ditutup dengan transparant dressing setelah penempelan besi panas yang dicelupkan ke air mendidih (1000 C) selama 10 detik berukuran 2x2 cm selama 35 detik pada bagian dorsum tikus yang bulunya telah dicukur hingga didapatkan luka bakar mid dermal.

3.7. Kerangka Konsep

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian Vitamin C

Topikal cream 100%

penurunan luas luka bakar yang dilakukan dengan metode

+WoundDesk.

(41)

25

3.8. Pengolahan Data

Data yang di peroleh kemudian disajikan dalam mean ± SD untuk data numerik yang terdistribusi normal dan median (min-max) untuk data yang tidak terdistribusi normal. Kemudiaan dilakukan uji T tidak berpasangan pada data dengan distribusi normal atau Mann Whitney/Wilcoxon untuk data yang distribusinya tidak normal. Nilai p kurang dari 0.05 dianggap signifikan.

3.9. Definisi Operasional

3.1. Tabel Definisi Operasional

Variabel Definisi

Luka bakar mid dermal Luka bakar yang mencapai dermis, tetapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa. Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung, atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena permeabilitas dindingnya meninggi.

Vitamin C Topikal Sediaan vitamin C atau ascorbic acid 10% dalam bentuk krim.

Kelompok perlakuan Setelah dilakukan penempelan besi panas berukuran 2x2cm selama 35 detik pada bagian dorsum tikus yang bulunya telah dicukur hingga didapatkan luka bakar mid dermal, daerah luka dioles dengan vitamin C topikal pada 10 menit setelah penempelan besi panas, setelah evaluasi hari ke 3 dan 7 kemudian ditutup dengan penutup transparan.

Kelompok kontrol Setelah dilakukan penempelan besi panas berukuran 2x2cm selama 35 detik pada bagian dorsum tikus yang bulunya telah dicukur hingga didapatkan luka bakar derajat dua, daerah luka diberi NaCl 0.9% kemudian ditutup dengan penutup transparan.

Cara evaluasi luka Evaluasi luka menggunakan metode WoundDesk untuk menilai luas luka, pengukuran panjang secara vertikal, lebar secara horisontal, area (area permukaan), kedalaman, estimasi volume luka pada hari ke 3, 7 dan 14.

3.10. Hipotesis

Hipotesis untuk penelitian ini adalah vitamin C topikal dapat mempercepat proses penyembuhan saat fase re-epitelialisasi & granulasi dan pembentukan kolagen pada fase remodelling jaringan luka bakar mid dermal.

(42)

26

3.11. Alur Penelitian

Disimpan di kandang dengan temperatur 22°C dan kelembaban yang terjaga.

Kriteria Inklusi Tikus Wistar

Randomisasi Diinduksi dengan besi panas

Kelompok 2 Kelompok 1

Daerah luka bakar dinilai pada hari induksi, 3, 7 dan 14 menggunakan aplikasi +WoundDesk. Setiap setelah penilaian daerah luka bakar selesai dilakukan surgical debridement dilanjutkan pemberian topikal vitamin C

diberikan dan ditutup kembali (hari induksi, 3 dan 7).

(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Dari total 40 sampel tikus wistar yang diikutsertakan pada penelitian, dilakukan uji normalitas terlebih dahulu dengan menggunakan uji Kolmogorov- Smirnov. Hasil uji normalitas pada semua periode pengamatan dengan nilai diatas 0.05 yang artinya semua data terdistribusi normal kemudian akan dilakukan analisa dengan menggunakan independent T-test, sedangkan hasil uji normalitas dengan nilai dibawah 0.05 uji statistik yang digunakan adalah Mann-Whitney.

Tabel 4.1. Perbedaan luas luka bakar pada kelompok vitamin C topikal dan kelompok control

Hari Luas Luka Bakar mid dermal

Kontrol (Saline) Vitamin C topikal P Hari, (X±S.D)

Hari ke-0 482,83±28,5 502,16±36,2 0,068a

Hari ke-3 482,4±29,1 436,7±33,8 <0,001a

Hari ke-7 468,4±29,8 468,4±29,8 <0,001a

Hari ke-14 433,4±32,2 304,6±31,5 <0,001a

aIndependent T-test

1. Perbandingan luas luka kedua kelompok pada hari ke-0

Kelompok yang diberikan vitamin C topikal memiliki rata-rata luas luka bakar 502,16±36,2 dan kelompok kontrol memiliki rata-rata luas luka bakar 482,83±28,5. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p=0.068 yang berarti tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara kelompok vitamin C topikal dan kontrol pada hari induksi luka bakar.

(44)

28

2. Perbandingan luas luka kedua kelompok pada evaluasi hari ke-3

Kelompok yang diberikan vitamin C topikal memiliki rata-rata luas luka bakar 436,7±33,8 dibandingkan kelompok kontrol yang diberikan normal saline memiliki rata-rata luas luka bakar 482,4±29,1. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p<0,001 sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata- rata dua kelompok yang signifikan (p<0,05) antara pemberian vitamin C topikal dibandingkan dengan yang tidak diberikan vitamin C topikal terhadap peningkatan desposisi kolagen pada luka bakar mid dermal hari ketiga.

3. Perbandingan luas luka kedua kelompok pada evaluasi hari ke-7

Kelompok yang diberikan vitamin C topikal memiliki rata-rata luas luka bakar 409,4±32.5 dibandingkan kelompok kontrol yang diberikan normal saline memiliki rata-rata luas luka bakar 468,4±29,8. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p<0,001 sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata- rata dua kelompok yang signifikan (p<0,05) antara pemberian vitamin C topikal dibandingkan dengan yang tidak diberikan vitamin C topikal terhadap peningkatan desposisi kolagen pada luka bakar mid dermal hari ketujuh.

4. Perbandingan luas luka kedua kelompok pada evaluasi hari ke-14

Kelompok yang diberikan vitamin C topikal memiliki rata-rata luas luka bakar 304,6±31,5 dibandingkan kelompok kontrol yang diberikan normal saline memiliki rata-rata luas luka bakar 433,4±32,2. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p<0,001 sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata- rata dua kelompok yang signifikan (p<0,05) antara pemberian vitamin C topikal dibandingkan dengan yang tidak diberikan vitamin C topikal terhadap peningkatan desposisi kolagen pada luka bakar mid dermal hari ke-14.

(45)

29

Gambar 4.1. Grafik evaluasi luka bakar

Pemberian vitamin C topikal memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan hanya dengan pemberian saline. Pada hari ke-14 pasca induksi luka bakar, luas luka bakar pada kelompok vitamin C topikal telah berkurang sebanyak% sedangkan pada kelompok kontrol hanya 10.07%.

Gambar 4.2. Tabel persentase penurunan luas luka bakar

0 100 200 300 400 500 600

Hari Ke-0 Hari Ke-3 Hari Ke-7 Hari ke-14

Luas Luka Bakar (cm2)

Hari

Luas Luka Bakar

Kontrol vitamin C

45.7 59

128.8

-10 10 30 50 70 90 110 130 150

Pengurangan Luas Luka Bakar Hari ke 3 Hari ke 7 Hari ke 14

(46)

30

Pada gambar 4.2. tampak penurunan luas luka bakar terbesar pada evaluasi ke-14, yaitu sebesar 5.01% dan terkecil pada evaluasi hari ke-7 sebesar 5.39%

Gambar 4.3. Penggunaan wound desk dalam penilaian luka

(47)

BAB V PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pemberian vitamin C topikal terhadap penyembuhan luka bakar mid-dermal pada tikus Wistar berupa pengukuran luas luka bakar pada hari ke 3, 7, dan 14 pasca perlakuan.

Vitamin C atau Ascorbic Acid (C6H8O6) merupakan molekul yang digunakan pada proses hidroksilasi dari berbagai reaksi biokimia sel. Memiliki fungsi utama pada hidroksilasi dari kolagen (Nelson dan Cox 2005). Ascorbic Acid menstimulasi fibroblast dermis (Azulay et al 2003).

Vitamin C larut dalam air membantu dalam proses sintesis kolagen dan meningkatkan mekanisme pertahanan dari sistem imun dan memfasilitasi penyembuhan luka. (Abgoon 2000). Ascorbic acid merupakan co-factor esensial bagi pembentukan kolagen, proteoglikan dan komponen organik dari jaringan matriks intraseluler seperti tulang, kulit, dinding kapiler dan jaringan ikat.

Kekurangan ascorbic acid dapat menyebabkan abnormalitas dari serat kolagen dan perubahan matriks intraseluler yang bermanifestasi menjadi lesi kulit, kurangnya adhesi.

Peran vitamin C topikal dalam penyembuhan luka adalah sebagai antiinflamasi dan cictrizing pada luka, yang ditandai dengan penurunan jumlah makrofag, peningkatan jumlah pembuluh darah baru, proliferasi fibriblas yang tinggi dan produksi serat kolagen yang lebih tebal dan terorganisir.

Pada penelitian ini menunjukkan bawha terdapat perbedaan rata-rata dua kelompok yang signifikan (p<0,05) antara pemberian vitamin C topikal

(48)

32

dibandingkan dengan yang tidak diberikan vitamin C topikal terhadap peningkatan desposisi kolagen pada luka bakar mid dermal sehingga luas luka bakar semakin berkurang lebih baik dari hari ke hari dibandingkan dengan kelompok kontrol. Secara statistik dapat disimpulkan pada hari ke 3 dengan nilai p<0,001 terdapat perbedaan rata-rata dua kelompok yang signifikan antara kelompok yang diberikan vitamin C topikal dibandingkan dengan yang tidak diberikan vitamin C topikal. Pada hari ke 7 dan hari ke 14 juga menunjukkan hasil uji statistik dengan nilai p<0,001 sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata dua kelompok yang signifikan antara kedua kelompok ini. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kazakos dkk (2009) yang memperlihatkan efektivitas pemberian vitamin C topikal dalam membantu penyembuhan luka dengan mempercepat reepitalisasi pada daerah luka akut dan luka bakar, juga pada penelitian yang dilakukan Aracena dkk melaporkan bahwa pemberian vitamin C topikal pada 10 pasien dengan luka bakar pada mata mempercepat reepitelisasi pada kelopak mata dan kornea. Pada penelitian yang dilakukan oleh Umit Ozcelik dkk (2016) yang menggunakan 30 tikus wistar yang dibagi menjadi 3 kelompok, pada kelompok tikus yang telah diinduksi luka bakar secara sengaja dan diberikan vitamin C topikal menunjukkan hasil yang serupa dimana terlihat penyembuhan terhadap luka bakar yang lebih cepat dibandingkan dengan kelompok yang tidak diberikan vitamin C topikal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Venter dkk (2015) pada 60 tikus wistar yang sebelumnya diberikan streptozosin agar terjadi diabetes melitus diinduksi luka bakar mid dermal kemudian dibagi menjadi 2 kelompok dimana setengahnya adalah kelompok kontrol dan sisanya kelompok yang diberikan vitamin C topikal, penyembuhan luka bakar pada hari ke 21 secara

(49)

33

makroskopis maupun mikroskopis menunjukkan perbedaan yang bermakna. Pada penelitian yang dilakukan oleh Marck RE (2014) menyebutkan bahwa vitamin C topikal membantu penyembuhan luka bakar pada tikus wistar bahkan pada luka bakar mid dermal. Penyembuhan luka yang lebih baik juga ditemukan pada penelitian Lyras dkk (2010).

Namun hasil ini berbeda sedikit dari yang penelitian yang didapat oleh Roos E. Marck dkk (2016) yang menyatakan penambahan vitamin C topikal dalam perawatan luka bakar tidak menghasilkan perbaikan cangkok dan epitelisasi yang lebih baik, penelitian ini juga tidak dapat menunjukkan kualitas bekas luka yang lebih baik. Tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara tingkat pengambilan rata-rata atau tingkat epitelisasi rata-rata pada hari 5-7 antara daerah yang dirawat dengan vitamin C topikal dan daerah kontrol. Namun, area luka yang dirawat vitamin C topikal menunjukkan epitelisasi yang lebih sering atau lebih baik dan sama rata pada hari ke 5-7 dibandingkan dengan area yang dirawat standar.

Luka pada kulit menginduksi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang dihasilkan dari kaskade asam arakidonat, seperti prostaglandin, leukotrien, dan asam hidroksyeikosa¬tetraenolik (Hete) (Trenam, Dabbagh et al., 1991). Mediator tersebut menarik neutrofil dan makrofag ke luka dan mengambil bagian dalam semua manifestasi klinis dari proses inflamasi. Sel-sel ini memainkan peran penting terhadap produksi dan pelepasan protein¬ase dan spesies oksigen reaktif (ROS). Peningkatan produksi ROS dikenal sebagai "burst burst", karena aktivasi neutrofil dan makrofag menggunakan sitokrom oksidase NADPH untuk

(50)

34

mengurangi oksigen molekuler menjadi anion superoksida (Wientjes And Segal, 1995).

Selain sel-sel inflamasi, tipe sel lain, seperti fibroblas, juga dapat menghasilkan ROS sebagai respons terhadap sitokin pro-inflamasi (Meier, Radeke et al., 1989). Peningkatan ROS lokal penting untuk pertahanan terhadap infeksi mikroba; Namun, produksi berkepanjangan dari tingkat tinggi ROS dapat menyebabkan kerusakan sel (Cerutti dan Trump, 1991). ROS juga dapat mengaktifkan dan mempertahankan kaskade asam arakdonat inflamasi (Trenam, Dabbagh et al., 1991). Oleh karena itu, dalam penelitian ini, efek anti-inflamasi vitamin C yang diamati pada luka tikus TG mungkin terkait dengan efek antioksidannya, mengingat bahwa vitamin C mengambil bagian dalam proses oksuksi sel sel, yang bertanggung jawab untuk mengubah radikal bebas oksigen menjadi bentuk lembam (Nelson dan Cox, 2005; Naidu, 2003), dan memadamkan pensinyalan ROS yang diinduksi oleh interaksi sitokin-reseptor, mencegah aktivasi respon yang dimediasi ROS, dan juga memadamkan ROS yang dihasilkan dari pensinyalan (Cárcamo et al. , 2004).

Efek anti-inflamasi vitamin C pada hewan TG tidak menunda perbaikan jaringan, tetapi lebih mempersingkat waktu penyembuhan sehubungan dengan CG. Penurunan pH dan tekanan oksigen pada luka kulit menginduksi angiogenesis (Diegelmann et al., 1981; Knighton et al., 1981), yang dikonfirmasi pada hewan TG dari penelitian kami. Oleh karena itu, aplikasi topikal vitamin C pada luka menjaga integritas dinding pembuluh darah (Azulay et al., 2003), meningkatkan jumlah neovessels dan meningkatkan suplai darah ke luka, yang meningkatkan proliferasi dan viabilitas sel yang terlibat dalam proses

(51)

35

penyembuhan. Pembuluh darah yang baru terbentuk menunjukkan struktur anatomi normal dalam pemeriksaan mikroskopis confocal dan tampaknya terintegrasi dalam arsitektur vaskular yang sehat (Kirsten et al., 2004).

(52)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan:

1. Vitamin C topikal dapat mempercepat waktu penyembuhan luka berdasarkan pengamatan makroskopis pada hari ke-14 pada tikus Wistar dibandingkan dengan kelompok kontrol yang hanya diberikan normal saline.

2. Berdasarkan uji statistik didapatkan nilai p<0,001 sehingga disimpulkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata dua kelompok yang signifikan (p<0,05) terhadap peningkatan desposisi kolagen pada luka bakar mid dermal

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disarankan:

1. Penggunaan vitamin C topikal dalam aplikasi luka bakar pada manusia.

2. Dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemberian vitamin C topikal pada penyembuhan luka bakar mid dermal pada manusia, dikarenakan manfaat vitamin C topikal pada luka bakar belum pasti karena terbatasnya uji klinis vitamin C topikal pada kasus luka bakar terutama pada manusia.

3. Waktu pengamatan dan populasi sampel dapat diperpanjang dan ditambah untuk dapat mengetahui keakuratan proses penyembuhan yang lebih jelas.

4. Pengamatan efek penyembuhan luka seperti hypertrophic scarring pada luka bakar yang diberikan vitamin C topikal.

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Anitra C. Carr and Silvia Maggini Department of Pathology, University of Otago, Christchurch. Vitamin C and Immune Function.2017; Nutrients 2017, 9, 1211

Australia and New Zealand Burn Association. Emergency Management of Sever e Burns (EMSB) Australia ANZBA 2013.

Baumann, L. Skin ageing and its treatment. J. Pathol. 2007, 211, 241–251.

[CrossRef] [PubMed]

Clark R. The molecular and cellular biology of wound repair. New York: Springer Science & Business Media; 2013.

Cassie D. Platelets. Departement of Biostatistic & Epidemiology Collage. of Public Health OUHSC. 2011.

Duarte, T.L.; Cooke, M.S.; Jones, G.D. Gene expression profiling reveals new protective roles for vitamin C in human skin cells. Free Radic. Biol. Med.

2009, 46, 78–87. [CrossRef] [PubMed]

Dubick MA, Williams C, Elgjo GI, Kramer GC. High-dose vitaminCinfusion reduces fluid requirements in the resuscitation of burn-injured sheep.

Shock. 2005;24(2):139–44. [PubMed: 16044084].

Farris PK. Cosmetical vitamins: vitamin C.in: draelos Zd, dover Js, alam m, eds.Cosmoceuticals. Procedures in Cosmetic Dermatology. 2nd ed. new York: saunders elsevier; 2009:51–56.

Fette A (2006). A clinimetric analysis of wound measurement tools. Available from http:// www.worldwide wounds.com/2006/January/Fette. Accessed 7/6/2011

Feinstein A. Prevention’s healing with vitamins: The most effective vitamin and mineral treatments for everyday health problems and serious disease.

Tehran: Afaringan; 2013.

Greene, RM, Johnson B, O’Grady K, Toriumi DM. Blood Products in wound healing. in: Friedman CD, Gosain AK, Hom DB, Hebda PA. (editors).

Essential tissue healing of the face and neck. Shelton, Connecticut: BC Decker Inc; 2009: 379-87.

Gross RL. The effect of ascorbate on wound healing. Int Ophthalmol Clin 2000;40:51-57.

Gambar

Gambar 2.1. Rule of nine pada pasien dewasa
Tabel 2.1.  Kandungan vitamin C pada kulit manusia dan perbandingannya  dengan jaringan lain
Gambar 2.3. Peran vitamin C dalam fungsi fagosit
Gambar 2.4. Pengiriman nutrisi melalui aplikasi topikal
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukan pemberian bubuk kopi robusta ( Coffea robusta lindl ) terbukti berpengaruh terhadap proses penyembuhan luka bakar

Lapisan GAGs-hidrogel dapat mempercepat penyembuhan luka, sehingga penelitian ini perlu dilakukan untuk mengetahui efek penyembuhan luka bakar gel lendir bekicot (Achatina

Pengaruh Perawatan dengan Ekstrak Daun Pegagan (Centella asiatica ) dalam Mempercepat Penyembuhan Luka Bakar Derajat 2 Dangkal pada Tikus Putih ( Rattus norvegicus )

Pemberian ekstrak daun bidara (Ziziphus mauritiana l.) 100% pada proses penyembuhan luka insisi gingiva tikus wistar jantan (Rattus norvegicus) dapat mempercepat proses

Terdapat perbedaan pada persentase luas penyembuhan luka, waktu epitelisasi, dan peningkatan serabut kolagen pada jaringan kulit paska luka bakar dengan pemberian gel

Kandungan alliin pada bawang putih (Allium sativum L) dipercaya dapat membantu proses penyembuhan luka bakar derajat II dangkal tersebut, dengan aktivitas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian gel putih telur apakah dapat mempercepat waktu penyembuhan luka bakar dan meningkatkan kepadatan

dari penyembuhan luka.16 Sedangkan pada rata-rata total skor Nagaoka penyembuhan luka bakar antara kelompok perlakuan 7.88 dan kontrol yaitu 7.44, setelah itu dilakukan uji kemaknaan