BAB I PENDAHULUAN
D. Tinjauan Kepustakaan
2. Peranan Laboratorium forensik dalam pembuktian
Sebagaimana diketahui bahwa laboratorium forensik dibentuk untuk membantu proses penyidikan dengan melalui pemeriksaan barang bukti dari suatu tindak pidana yang terjadi.
Laboratorium forensik sebagai sarana pembantu dalam proses penyidikan dan melaksanakan tugasnya, yakni melakukan pemeriksaan terhadap barang bukti jika ada permintaan pemeriksaan, jika tidak ada permintaan pemeriksaan barang bukti maka pihak laboratorium forensik tidak berwenang melakukan pemeriksaan walaupun barang bukti sudah ada.
Mengingat dalam proses penyidikan, untuk mengungkapkan suatu tindak pidana tidak mutlak harus berpedoman pada keterangan saksi dan keterangan tersangka atau terdakwa saja, akan tetapi penting pula dan bahkan dapat membantu terungkapnya suatu tindak pidana dengan melalui pemeriksaan barang bukti.
Laboratorium forensik ataupun disebut juga sebagai laboratorium kriminalistik merupakan dapur pemeriksaan barang bukti tersebut. Oleh sebab itu, bagian-bagian serta peralatan dalam laboratorium tersebut semuanya diarahkan untuk pemecahan masalah-masalah atau misteri yang terkandung dalam bukti fisik tersebut. Suatu laboratorium forensik yang besar, dalam buku Introduction to
18
Diakses dari situs http : //warta.labfor.blogspot/Mengenal-lebih-dekat-puslabfor-bareskrim-polri.html. Diakses pada Minggu, 04 Mei 2014 pukul 13.34 WIB.
14
Criminalistic karangan Charles E. O’Hara dan James W. Osterburg digambarkan
terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut : 19 A. Ruang Rekaman dan Bukti Fisik
Tempat penyimpanan bukti-bukti fisik serta surat-surat yang berhubungan dengan itu.
B. Ruang Kimia
Tempat pemeriksaan secara kimiawi terhadap bukti-bukti fisik. C. Ruang Fisika
Untuk pemeriksaan sidik jari dan bukti-bukti fisik lainnya yang terdiri dari seksi dokumen untuk pemeriksaan dokumen, seksi senjata api untuk pemeriksaan senjata api, peluru dan hal-hal lain yang berhubungan dengan senjata api.
D. Ruang Spektograf
Ruang untuk pemeriksaan dengan menggunakan sinar ultraviolet, sinar X dan spektograf.
Terkhusus di Indonesia yang dalam hal ini adalah laboratorium forensik Polri, memberikan pelayanan bagi aparat penegak hukum serta masyarakat umum yang memerlukan jasa pemeriksaan/pelayanan umum untuk mendapatkan rasa keadilan dan atau keperluan lainnya. Jenis-jenis pelayanan yang diberikan laboratorium forensik Polri sebagai berikut :
A. Bidang Dokumen dan Uang Palsu Forensik (Biddokupalfor) bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan
19
15
pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti dokumen (tulisan tangan, tulisan ketik, dan tanda tangan), uang palsu (uang kertas RI, uang kertas asing, dan uang logam) dan produk cetak (produk cetak konvensional, produk cetak digital, dan cakram optik) serta memberikan pelayanan umum forensik kriminalistik.
B. Bidang Balistik dan Metalurgi Forensik (Bidbalmetfor) bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti senjata api (senjata api, peluru dan selongsong peluru), bahan peledak (bahan peledak, komponen-komponen bom, dan bom pasca ledakan (post blast) ) dan metalurgi (bukti nomor seri, kerusakan logam), dan kecelakaan konstruksi serta memberikan pelayanan umum forensik kriminalistik. C. Bidang Fisika dan Komputer Forensik (Bidfiskomfor) bertugas
menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti uji kebohongan (lie
detector), jejak, radioaktif, konstruksi bangunan, peralatan teknik,
kebakaran/pembakaran, dan komputer (suara dan gambar (audio/video), komputer & telepon genggam (computer & mobile phones), dan kejahatan jaringan internet/intranet (cyber network) serta memberikan pelayanan umum forensik kriminalistik.
D. Bidang Kimia, Toksikologi, dan Biologi Forensik (Bidkimbiofor) bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan laboratoris kriminalistik barang bukti kimia (bahan kimia yang
16
belum diketahui (unknown material), dan bahan kimia produk industri), biologi/serologi (serologi, biologi molecular, dan bahan-bahan hayati) dan toksikologi atau lingkungan hidup (toksikologi, mikroorganisme, dan pencemaran lingkungan hidup), serta memberikan pelayanan umum forensik kriminalistik.
E. Bidang Narkotika, Psikotropika dan obat berbahaya forensik (Bidnarkobafor) bertugas menyelenggarakan pelayanan pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti narkotika (narkotika bahan alam, bahan sintesa & semi sintesa, dan cairan tubuh), psikotropika (bahan & sediaan psikotropika, laboratorium illegal (clandestine labs) bahan psikotropika) dan obat (bahan kimia obat berbahaya, bahan kimia adiktif, dan prekursor). Serta memberikan pelayanan umum forensik kriminalistik.
Jenis pelayanan Laboratorium Forensik Polri tersebut di sajikan dalam bentuk produk pemeriksaan Laboratorium Forensik Polri yang dikategorikan sesuai kepentingannya. Untuk kepentingan peradilan (pro justicia), jenis pelayanan ini hanya diberikan berdasarkan permintaan dari Aparat Penegak Hukum (Polri, Jaksa, Hakim, POM TNI, PPNS dan instansi terkait lainnya) dalam rangka proses penegakan hukum (Tahap Penyidikan, Penuntutan serta Peradilan) untuk suatu Perkara Pidana dalam bentuk berita acara pemeriksaan teknis kriminalistik TKP dan pemeriksaan laboratoris kriminalistik barang bukti. Untuk kepentingan non peradilan (non justicia), jenis pelayanan ini dapat diberikan kepada / diminta masyarakat dalam rangka proses penegakan aturan internal
17
kelompok / masyarakat atau untuk meredam terjadinya konflik atau untuk kepentingan terapi (bukan kepentingan penegakan hukum). Biasanya dilakukan untuk suatu Perkara Perdata, Perkara dalam rumah tangga atau kepentingan terapi apabila ada kecurigaan terhadap anggota keluarga yang diduga terlibat narkoba, dalam bentuk surat keterangan pemeriksaan contoh uji.20
Menurut James W. Osterberg, bahwa kriminalitas adalah suatu profesi dan disiplin ilmu yang bertujuan untuk mengenal, identifikasi, individualisme dan evaluasi bukti-bukti fisik dengan jalan menerapkan ilmu-ilmu dalam masalah hukum dan ilmu.21
Dengan demikian bukti-bukti fisik dengan penilaiannya, secara ilmu merupakan bidang kriminalistik. Berikut ini kita juga akan melihat apa yang dikemukakan oleh Goenawan Gotomo, bahwa kriminalistik adalah ilmu yang dapat dipakai untuk mencari, menghimpun, menyusun bahan-bahan guna peradilan.
Identifikasi menurut kriminalistik ditujukan kepada teori dasar bahwa semua objek dapat dibagi dan kemudian dibagi lagi atas sub yang didasarkan kepada keadaan objek itu. Ini berarti apakah suatu obyek menjadi bagian atau sub bagian sesuatu. Sidik jari, tanda-tanda, bekas-bekas, noda darah, rambut, gas dan sebagainya dapat diklasifikasikan.
Misalnya, di tempat kejadian perkara (TKP) terdapat bagian-bagian tersebut, maka hal ini dapat menjadi bahan yang sangat berharga, bagian-bagian atau sub
20
Diakses dari situs http : //warta.labfor.blogspot/Mengenal-lebih-dekat-puslabfor-bareskrim-polri.html. Diakses pada Minggu, 04 Mei 2014 pukul 13.34 WIB.
21
Andi Hamzah, Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik dan Sarana Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1986 halaman 12.
18
bagian itu berasal dari mana. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kriminalistik berkaitan dengan keadaan atau asal sesuatu. Jika terdapat darah, maka ahli kriminalistik dihadapkan pada pertanyaan yang harus dijawabnya, darah itu berasal dari mana. Jika sebuah peluru ditemukan pada tubuh korban, ahli tersebut harus menjawab peluru itu berasal dari senjata apa dan yang mana. Jika suatu potongan tulang itu tulang manusia atau binatang, kalau sudah dipastikan bahwa itu tulang manusia maka diperiksa umur berapa orang itu, tingginya berapa, tentu semua itu semua itu berguna bagi suatu identifikasi. Identifikasi melalui bukti-bukti fisik ini sering sangat menyulitkan tersangka untuk melepaskan diri atau membela diri.
Pemeriksaan laboratories ini akan membantu terungkapnya suatu tindak pidana yang telah terjadi, karena barang bukti ini tidak dapat berbohong sedangkan alat bukti berupa keterangan saksi dan keterangan tersangka atau terdakwa dapat saja berbohong atau disuruh berbohong. halaman ini sesuai dengan pendapat Musa Perdana Kusuma adalah sebagai berikut : 22
a. Tidak semua peristiwa kejahatan disaksikan oleh saksi mata. b. Saksi mata dapat berbohong atau disuruh berbohong.
c. Bukti fisik yang jumlahnya tidak terbatas yang tidak dapat berbohong atau disuruh untuk berbohong karena sifatnya dan bukti fisik.
Tujuan selanjutnya dari laboratorium forensik adalah untuk diri penjahat dan masyarakat. Oleh karena itu bagaimanapun cermatnya melakukan kejahatan,
22
19
kemungkinan barang bukti tetap ada. Barang bukti inilah yang akan diperiksa secara laboratories oleh pihak laboratorium forensik.
Kejahatan yang terungkap melalui pemeriksaan barang bukti, secara physikologi masyarakat akan berpikir bila akan melakukan kejahatan. Dengan berfungsinya laboratorium forensik secara efektif, masyarakat akan mengalami perkembangan dalam arti perkembangan prilaku dalam masyarakat. Dengan demikian tatanan hukum dalam proses perkembangannya lambat laun diharapkan tercermin dalam jiwa para individu sebagai anggota masyarakat.
Didalam sistem pembuktian, praktek harus menemukan hal-hal yang harus diperiksa, lebih dahulu adalah penelitian terhadap zat, kotoran, atau jenis rambut, bekas noda darah dan sebagainya. Kegiatan penyidikan dengan menggunakan laboratorium telah dikenal orang sejak tahun 1920. Para ahli yang bertugas di dalam laboratorium tersebut biasanya menghadapi masalah-masalah yang menyangkut pembunuhan, misalnya usaha untuk mempelajari sebab- sebab kematian atau mengenai sifat daripada yang digunakan untuk mematikan korban ataupun penelitian mengenai bubuk-bubuk yang mengandung narkotika atau jenis-jenis candu atau minuman keras dan racun. Penelitian demikian itu akan dipergunakan sebagai dasar penuntutan dan bilamana mampu memberikan keyakinan kepada hakim, maka berdasar itu pula putusan hakim dapat dijatuhkan.
Menurut Klotter-Meier bahwa : 23
“Laboratorium kriminal menjadi demikian penting oleh karena tidak semua terdakwa melakukan pengakuan atas perbuatan yang dibuatnya. Oleh karena itu pembuktian-pembuktian dilakukan dengan menggunakan ahli-ahli yang
23
Bawengan, G.W, Penyelidikan Perkara Pidana dan Teknik Introgasi, Pradnya Paramita, Jakarta, 1989, halaman 137.
20
berkecimpung di dalam dunia laboratorium kriminal. Sama halnya dengan ahli-ahli di bidang lain, maka keahli-ahlian pada laboratorium kriminal setelah mengikuti pendidikan khusus, kemudian latihan-latihan serta pengalaman.”
Kematian yang disebabkan karena kecelakaan, bunuh diri, atau pembunuhan adalah merupakan permasalahan yang harus dapat dijawab, dibuat terang dan jelas oleh dokter dan khususnya oleh penyidik. Kejelasan tersebut memang diperlukan dan harus diusahakan oleh karena baik kecelakaan, bunuh diri, atau pembunuhan membawa implikasi yang berbeda-beda, baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun dari sudut proses peradilan pada umumnya. Kematian karena kecelakaan
(accidental death) dan bunuh diri masih merupakan dalam ruang lingkup
penyidikan. Dalam kasus kecelakaan dan bunuh diri penyidik sering kali dihadapkan dengan kasus dimana tanda-tanda kekerasan jelas terlihat akan tetapi tidak ada satu petunjuk pun atau tanda-tanda yang mengarah adanya unsur-unsur kriminal sebagai penyebab kecelakaan itu sendiri.24
Dalam kasus-kasus kematian yang merupakan kejahatan, yakni kasus pembunuhan, kasus penganiayaan yang mengakibatkan kematian dan kasus kematian yang disebabkan oleh perbuatan kelalaian, masalah kematian merupakan masalah yang paling utama yang harus diungkapkan, oleh karena kasus-kasus tersebut baru terjadi apabila korbannya mengalami kematian. Selain daripada itu, pengungkapan kapan masalah-masalah yang bertalian dengan kematian tersebut, merupakan dasar bagi penyelesaian perkara pidana yang bersangkutan, baik penyidikan maupun penuntutan dan peradilan.
24
Abdul Mun’im Idries, Agung Legowo Tjiptomarnoto, Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses Penyidikan, CV. Agung Seto, Jakarta, 2011, halaman 53.
21
Pembunuhan secara terminologi berarti perkara membunuh, atau perbuatan membunuh. Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain.
Tindak pidana pembunuhan dianggap sebagai delik material bila delik tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh Undang-undang. Dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II bab XIX, yang terdiri dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350.
Bentuk kesalahan tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain ini dapat berupa sengaja (dolus) dan tidak sengaja (alpa). Kesengajaan adalah suatu perbuatan yang dapat terjadi dengan direncanakan terlebih dahulu atau tidak direncanakan. Tetapi yang penting dari suatu peristiwa itu adalah adanya niat yang diwujudkan melalui perbuatan yang dilakukan sampai selesai. Berdasarkan unsur kesalahan, tindak pidana pembunuhan dapat dibedakan menjadi:
a. Pertama, Pembunuhan Biasa
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 338 KUHP merupakan tindak pidana dalam bentuk pokok (Doodslag In Zijn Grondvorm), yaitu delik yang telah dirumuskan secara lengkap dengan semua unsur-unsurnya. Adapun rumusan Pasal 338 KUHP adalah:
“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”
22
“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Pada pembunuhan biasa ini, Pasal 338 KUHP menyatakan bahwa pemberian sanksi atau hukuman pidananya adalah pidana penjara paling lama lima belas tahun. Disini disebutkan paling lama jadi tidak menutup kemungkinan hakim akan memberikan sanksi pidana kurang dari lima belas tahun penjara.
Dari ketentuan dalam pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa adalah sebagai berikut :
Unsur subyektif :
Perbuatan dengan sengaja. Dengan sengaja (Doodslag) artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu (Met voorbedachte rade).
Unsur obyektif :
Perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain. Unsur obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu menghilangkan, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus menghendaki, dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang lain.
23
Berkenaan dengan nyawa orang lain maksudnya adalah nyawa orang lain dari si pembunuh. Terhadap siapa pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi soal, meskipun pembunuhan itu dilakukan terhadap bapak/ibu sendiri, termasuk juga pembunuhan yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP.
Dari pernyataan ini, maka undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih berat karena telah membunuh dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan tertentu atau mempunyai hubungan khusus dengan pelaku.
Berkenaan dengan unsur nyawa orang lain juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak termasuk perbuatan yang dapat dihukum, karena orang yang bunuh diri dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat dipertanggungjawabkan. b. Pembunuhan Dengan Pemberatan (Gequalificeerde Doodslag)
halaman ini diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut :
“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.”
Perbedaan dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah: “diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan.” Kata diikuti (gevold) dimaksudkan diikuti kejahatan lain. Pembunuhan itu dimaksudkan untuk mempersiapkan dilakukannya kejahatan lain.
c. Pembunuhan Berencana (Moord)
Tindak pidana ini diatur dalam Pasal 340 KUHP, unsur-unsur pembunuhan berencana adalah; unsur subyektif, yaitu dilakukan dengan sengaja dan
24
direncanakan terlebih dahulu, unsur obyektif, yaitu menghilangkan nyawa orang lain.
Jika unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan sengaja akan timbulnya suatu akibat tetapi ia tidak membatalkan niatnya, maka ia dapat dikenai Pasal 340 KUHP.
Ancaman pidana pada pembunuhan berencana ini lebih berat dari pada pembunuhan yang ada pada Pasal 338 dan 339 KUHP bahkan merupakan pembunuhan dengan ancaman pidana paling berat, yaitu pidana mati, di mana sanksi pidana mati ini tidak tertera pada kejahatan terhadap nyawa lainnya, yang menjadi dasar beratnya hukuman ini adalah adanya perencanaan terlebih dahulu. Selain diancam dengan pidana mati, pelaku tindak pidana pembunuhan berencana juga dapat dipidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.
d. Pembunuhan yang Dilakukan dengan Permintaan yang Sangat dan Tegas oleh Korban Sendiri.
Jenis kejahatan ini mempunyai unsur khusus, atas permintaan yang tegas (uitdrukkelijk) dan sungguh-sungguh/ nyata (ernstig). Tidak cukup hanya dengan persetujuan belaka, karena hal itu tidak memenuhi perumusan Pasal 344 KUHP. e. Pembunuhan tidak sengaja.
Tindak pidana yang dilakukan dengan tidak sengaja merupakan bentuk kejahatan yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku. Kejahatan ini diatur dalam Pasal 359 KUHP. Terhadap kejahatan yang melanggar Pasal 359 KUHP ini ada dua macam hukuman yang dapat dijatuhkan terhadap pelakunya yaitu berupa
25
pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun. Ketidaksengajaan (alpa) adalah suatu perbuatan tertentu terhadap seseorang yang berakibat matinya seseorang. Bentuk dari kealpaan ini dapat berupa perbuatan pasif maupun aktif.
Dengan demikian di dalam penyelesaian perkara pidana yang menyangkut tubuh, kesehatan dan nyawa manusia seperti kasus pembunuhan yang menyebabkan kematian pemeriksaan laboratorium forensik mutlak diperlukan, karena proses penegakan hukum dan keadilan itu merupakan usaha yang ilmiah, dapat dilihat dari pasal - pasal yang tercantum di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dimana terdapat dalam bentuk keterangan ahli, pendapat seorang ahli, ahli kedokteran kehakiman, dokter dan surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya (KUHAP Pasal 187 butir c).25
Visum et Repertum yang merupakan surat keterangan dari surat keterangan dari seorang ahli (dokter), termasuk alat bukti surat sesuai dengan Pasal 184 ayat 1 KUHAP, sedangkanalat bukti keterangan ahli, ialah apa yang dinyatakan di sidang pengadilan.26
Istilah Visum et Repertum berasal dari bahasa latin yaitu Visum yang artinya
something seen, appearance (sesuatu yang dilihat), et yang artinya and (dan),
Repertum yang artinya invention, find out (ditemukan). Jadi Visum et Repertum
adalah apa-apa yang dilihat dan ditemukan pada korban. Dalam pengertian bebas
25
Abdul Mun’im Idries, Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik, CV. Sagung Seto, Jakarta, 2009, halaman 9.
26
26
adalah keterangan tertulis dari seorang dokter atas sumpah jabatannya dengan permintaan tertulis dari pihak yang berwenang, mengenai apa yang dilihat dan/atau ditemukan pada barang bukti baik orang hidup atau mati untuk kepentingan peradilan (pro justitia).27
Terdapat 2 macam jenis Visum et Repertum, yaitu :28 a. Untuk korban hidup
1) Visum et Repertum
Diberikan kepada korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut. Jadi jelasnya diberukan kepada korban yang tidak mengalami halangan untuk mengerjakan perkerjaan sehari-hari atau tidak perlu masuk rumah sakit. Dalam Visum et Repertum ini pada kesimpulannya digolongkan pada luka dalam kualifikasi C (sesuai dengan penganiayaan ringan). Dalam
Visum et Repertum dokter sama sekali tidak boleh menulis kata
“penganiayaan” dalam kesimpulannya, karena istilah penganiayaan adalah istilah hukum.
2) Visum et Repertum sementara
Diberikan setelah pemeriksaan dan ternyata korban perlu diperiksa atau dirawat lebih lanjut, baik di rumah sakit maupun di rumah. Jadi apabila seseorang penderita masih dipandang perlu oleh dokter untuk mendapat pengawasan daripadanya, maka dibuatlah Visum et Repertum sementara.
Visum et Repertum sementara ini dipergunakan sebagai bukti menahan
terdakwa. Pada kesimpulan Visum et Repertum sementara tidak
27
H. R. Abdussalam, Op. cit, halaman 6.
28
27
dicantumkan kualifikasi daripada luka karena masih dalam pengobatan atau perawatan belum selesai.
3) Visum et Repertum lanjutan
Diberikan setelah korban (1) Sembuh; (2) meninggal; (3) pindah rumah sakit; (4) pindah dokter. Kualifikasi luka dalam Visum et Repertum
lanjutan setelah penderita selesai dirawat. Jadi pada korban yang belum sembuh dan pindah ke dokter lain kualifikasi luka tidak tercantum.
b. Untuk korban mati
Disebut Visum et Repertum jenazah, dengan tujuan pokok menentukan sebab kematian dan cara kematian. Untuk menentukan sebab kematian harus dilakukan pemeriksaan terhadap semua organ tubuh, jadi harus dilakukan Otopsi. Tanpa melakukan otopsi tidak mungkin menentukan sebab kematian yang pasti. Jika semua organ belum diperiksa, hasilnya masih “suspect”. Visum et Repertum
jenazah yang dibuat tanpa otopsi akan menjelekkan nama dokter pembuatnya sendiri. Dalam Visum et Repertum korban yang hidup perlu dikualifikasi luka. Dalam Visum et Repertum korban yang mati harus disebut sebab kematian, misalnya kematian korban disebabkan oleh karena luka tusukan yang mengenai jantung, luka tembak yang mengenai otak dan sebagainya. Susunan Visum et Repertum dapat dibagi dalam 5 bagian :
1) Bagian I, pada lembar kertas sebelah kiri atas selalu dicantumkan kata “pro justitia”. Dengan mencantumkan kata ini, maka Visum et Repertum
28
2) Bagian II, bagian ini merupakan bagian pendahuluan yang berisi keterangan-keterangan. Keterangan tentang permohonan Visum et Repertum (identitas Visum et Repertum), yaitu nama pemohon, pangkat, kesatuan, alamat dan sebagainya. Kemudian keterangan tentang dokter yang membuat Visum et Repertum, nama, jabatan, alamat, dan sebagainya. Terakhir, identitas dari korban yang diperiksa : nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat dan sebagainya.
3) Bagian III, bagian ini berisi tentang pemberitaan. Bagian ini merupakan bagian yang terpenting daripada Visum et Repertum karena berisi keterangan mengenai apa yang ditemukan pada korban oleh dokter yang memeriksa. Dalam bagian ini semua keterangan ditulis seobjektif-objektifnya dan dengan kata-kata yang mudah dimengerti bukan hanya dimengerti oleh dokter saja, melainkan juga oleh hakim. Dalam bagian ini tidak boleh dipergunakan istilah dalam bahasa lain atau istilah kedokteran lainnya. Singkatan kata dan angka harus ditulis penuh, misalnya cc harus ditulis dengan centimeter kubik, 5 harus ditulis “lima”. Dalam pemberitaan ini juga tidak boleh dibuat suatu diagnosa. Misalnya, untuk luka tidak boleh menyebut luka tembak, luka iris atau luka tusuk, tapi harus