• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Olahraga Fisik dalam Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM

95% CI Baik Buruk Total

5.2 Peranan Olahraga Fisik dalam Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM

Berdasarkan hasil uji deskriptif diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa olahraga fisik luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 27 responden (90.0%) dan minoritas menyatakan olahraga fisik adalah buruk yakni sebanyak 21 responden (70.0%) sedangkan pada tingkat kesembuhan pasien, hasil uji deskriptif memperlihatkan bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa kesembuhan luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 23 responden (38.3%) dan minoritas menyatakan kesembuhan adalah buruk yakni sebanyak 14 responden (23.3%). Selanjutnya dengan olahraga fisik yang buruk dalam asuhan keperawatan terhadap luka gangren pada penderita DM 21 responden (35,0%) mengalami penyembuhan yang buruk dan 2 responden (3,33%) mengalami penyembuhan yang baik.

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar penatalaksanaan DM disamping edukasi, terapi gizi medis dan intervensi farmakologis. Manfaat latihan jasmani bagi penderita diabetes antara lain meningkatkan penurunan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lemak darah, menormalkan tekanan darah, serta meningkatkan kemampuan kerja Pada saat seresponden melakukan olah raga terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot yang aktif. Disamping itu terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Pada saat olah raga, sumber energi utama adalah glukosa dan lemak.

Latihan fisik pada penderita DM memiliki peranan yang sangat penting dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat melakukan latihan fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa darah. Selain itu dengan latihan fisik dapat menurunkan berat badan, meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan respirasi, menurunkan LDL dan meningkatkan HDL sehingga mencegah penyakit jantung koroner apabila latihan fisik ini dilakukan secara benar dan teratur. Anjuran olahraga atau latihan fisik sebetulnya bukan merupakan hal yang baru sebelum ditemukannya insulin pada tahun 1921, namun pada waktu itu belum jelas batasan latihan fisik yang harus dilakukan seperti jenis latihan, dosis, frekuensi maupun intensitas dari latihan (Sidartawan, 1995).

Melakukan olahraga fisik secara teratur exercise pada pasien ditempat tidur yang tidak bisa bangkit dari tempat tidur. Memengaruhi pasien untuk

mengajak senam kaki dalam perawatan pasien luka gangren harus dilakukan oleh perawat yang menanganinya (di rumah sakit tidak dilakukan). Pasien dapat melaksanakan senam kaki sambil: Duduk dan tidur sebanyak 5 x mengikuti pergerakan yang dibantu oleh perawat, menggerakkan kaki keatas dan kebawah sampai 5 x, menggerakan ujung jari-jari kaki kebawah dan keatas, kesamping, memutar 5 x, menggerakan pergelangan kaki ke kanan dan ke kiri sampai 5 x. Dilakukan selama 12 minggu.

Jenis olah raga yang dianjurkan pada penderita DM adalah olah raga aerobik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh khususnya meningkatkan fungsi dan efisiensi metabolisme tubuh. Olah raga aerobik seperti jogging, berenang, senam kelompok dan bersepeda tepat dilakukan pada penderita DM karena menggunakan semua otot – otot besar, pernapasan dan jantung. Pada senam aerobik misalnya, dari variasi gerakan - gerakan yang banyak terutama gerakan dasar pada kaki dan jalan dapat memenuhi kriteria CRIPE (continous, rhythmical, interval, progresif dan endurance) sehingga sesuai dengan tahapan kegiatan yang harus dilakukan. Disamping itu senam aerobik yang dilakukan secara berkelompok akan memberi rasa senang pada anggota dan juga dapat memotivasi anggota yang lain untuk terus melakukan olah raga secara kontinue dan teratur (Sidartawan, 1995).

Setelah olah raga 10 menit, peningkatan kebutuhan glukosa mencapai 15 kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit, akan meningkat sampai 35 kali (Suhartono, 2004). Hasil tinjauan secara sistematik dan meta-analisis penelitian klinis mengenai efek intervensi latihan fisik yang terstruktur selama ≥ 8 minggu

pada kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3 bulan (HbA1C) dan masa tubuh pada penderita DM tipe-2, memperlihatkan terjadinya penurunan HbA1C yang signifikan setelah intervensi latihan fisik dibanding kelompok kontrol (7.65 vs. 8.31%, dengan mempertimbangkan perbedaan mean 0.66%; P <0.001). Sedang pengaruh terhadap berat badan antara kelompok dengan intervensi latihan fisik dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Hasil metaregresi memperkuat bahwa manfaat efek latihan jasmani pada HbA1C tidak tergantung pada efek perubahan yang terjadi pada berat badan (Boule et al., 2001). Oleh karena itu program latihan fisik yang terstruktur secara klinis dan statistik memberikan pengaruh yang bermanfaat terhadap kontrol kadar glukosa darah, dan efek tersebut tidak didahului terjadinya penurunan berat badan.

Hasil meta analisis yang berikutnya oleh peneliti yang sama (Boule et al., 2001) memperlihatkan bahwa latihan fisik yang intensif dapat memprediksi pertimbangan perbedaan mean pada HbA1C (r = 0.91, P = 0.002) ke tingkat yang lebih besar dibanding latihan fisik tidak intensif (r = 0.46, P = 0.26). Hasil ini memberikan harapan pada setiap individu dengan DM tipe-2 yang sudah menjalankan latihan fisik dengan intensitas sedang untuk meningkatkan intensitas latihan fisiknya dalam usaha memperoleh manfaat tambahan baik pada kemampuan aerobik maupun kontrol kadar glukosa darah (Boule et al., 2001). Diharapkan dengan adanya latihan jasmani yang dilakukan, kadar glukosa darah pada penderita DM tipe-2 dapat menurun.

Manfaat latihan jasmani bagi para penderita diabetes antara lain meningkatkan kebugaran tubuh, meningkatkan penurunan kadar glukosa darah,

mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lemak darah, meningkatkan kadar kolesterol HDL, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, menormalkan tekanan darah, serta meningkatkan kemampuan kerja. Pada saat responden melakukan latihan jasmani, pada tubuh akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot yang aktif dan terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Dimana glukosa yang disimpan dalam otot dan hati sebagai glikogen, glikogen cepat diakses untuk dipergunakan sebagai sumber energi pada latihan jasmani terutama pada beberapa atau permulaan latihan jasmani dimulai Setelah melakukan latihan jasmani 10 menit, akan terjadi peningkatan glukosa 15 kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit, akan meningkat sampai 35 kali (Suhartono, 2004). Dimana setelah beberapa menit berlangsung tubuh akan mengompensasi energi dari lemak. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe-2 di Indonesia, 2006).

Jenis latihan jasmani yang dianjurkan untuk para penderita diabetes adalah jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Tahapan dalam latihan jasmani juga sangat diperlukan, tahapan dalam latihan jasmani perlu dilakukan agar otot tidak memperoleh beban secara mendadak. Tahapan latihan jasmani mulai dari pemanasan (warming up), latihan inti (conditioning), pendinginan (cooling down), serta peregangan (stretching).

Pada saat melakukan latihan jasmani kerja insulin menjadi lebih baik dan yang kurang optimal menjadi lebih baik lagi. Akan tetapi efek yang dihasilkan

dari latihan jasmani setelah 2 x 24 jam hilang, oleh karena itu untuk memperoleh efek tersebut latihan jasmani perlu dilakukan 2 hari sekali atau seminggu 3 kali. Penderita diabetes diperbolehkan melakukan latihan jasmani jika glukosa darah kurang dari 250 mg%. Jika kadar glukosa diatas 250 mg, pada waktu latihan jasmani akan terjadi pemecahan (pembakaran) lemak akibat pemakaian glukosa oleh otot terganggu, hal ini membahayakan tubuh dan dapat menyebabkan terjadinya koma-ketoasidosis (Suhartono, 2004).

Hasil tinjauan secara sistematik dan meta-analisis penelitian klinis mengenai efek intervensi latihan fisik yang terstruktur selama ≥ 8 minggu pada kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3 bulan (HbA1C) dan masa tubuh pada penderita DM tipe-2, memperlihatkan terjadinya penurunan HbA1C yang signifikan setelah intervensi latihan fisik dibanding kelompok control (7.65 vs. 8.31%, dengan mempertimbangkan perbedaan mean 0.66%; P <0.001). Sedang pengaruh terhadap berat badan antara kelompok dengan intervensi latihan fisik dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Hasil metaregresi memperkuat bahwa manfaat efek latihan jasmani pada HbA1C tidak tergantung pada efek perubahan yang terjadi pada berat badan (Boule et al., 2001). Oleh karena itu program latihan fisik yang terstruktur secara klinis dan statistik memberikan pengaruh yang bermanfaat terhadap kontrol kadar glukosa darah, dan efek tersebut tidak didahului terjadinya penurunan berat badan.

Latihan (aktifitas fisik) merupakan cara yang sangat penting untuk dilakukan oleh penderita diabetes mellitus terutama dalam menangani peningkatan glukosa dalam darah. Salah satu latihan yang dianjurkan adalah

Senam Diabates Melitus. Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang menurut usia dan status fisik dan merupakan bagian dari pengobatan diabetes mellitus (Persadia, 2000). Senam diabetes dibuat oleh para spesialis yang berkaitan dengan diabetes, diantaranya adalah rehabilitasi medis, penyakit dalam, olahraga kesehatan, serta ahli gizi dan sanggar senam (Sumarni, 2008).

Senam tersebut khusus dirancang untuk pasien DM dan gerakan senam DM tidak jauh beda dari senam kesehatan jasmani (SKJ) yaitu pemanasan, gerakan inti, pendinginan. Senam diabetes mellitus dilakukan secara teratur 3-5 kali dalam seminggu dengan durasi 60-60 menit. Gerakan yang mudah dilakukan, serta ekonomis (Ilyas, 2009).

Penelitian Allen (1999) bahwa olahraga yang teratur dan konsisten dapat menurunkan kebutuhan insulin sebesar 100% dan penurunan kadar glukosa dalam darah. Latihan fisik menyebabkan adaptasi lokal dalam otot-otot terutama dalam peningkatan beberapa enzim peningkatan aktifitas enzim yang aktif bersamaan dengan kapilarisasi dari otot yang aktif akan meningkatkan sensitifitas insulin dan peningkatan penggunaan glukosa dalam darah.

Dari hasil penelitian (Indriati, 1990) mengatakan bahwa adanya pengaruh latihan fisik dengan turunnya kadar glukosa darah, hal ini dibuktikan dengan penurunan kadar glukosa darah rata-rata 60, 767 mg pada penelitian yang dia lakukan pada penderita diabetes mellitus tipe 1 dan 2.

Penelitian Allen (1999) bahwa olahraga yang teratur dan konsisten dapat menurunkan kebutuhan insulin sebesar 60-50% dan penurunan kadar glukosa dalam darah. Latihan fisik menyebabkan adaptasi lokal dalam otot-otot terutama

dalam peningkatan beberapa enzim peningkatan aktifitas enzim yang aktif bersamaan dengan kapilarisasi dari otot yang aktif akan meningkatkan sensitifitas insulin dan peningkatan penggunaan glukosa dalam darah.

Manfaat dari senam diabetes mellitus menurut Santoso (2010) adalah: (1) Mengontrol gula darah, terutama pada diabetes mellitus tipe 2 yang mengikuti olahraga teratur; (2) Menghambat dan memperbaiki faktor resiko penyakit kardiovaskuler yang banyak terjadi pada penderita DM; (3) Senam DM dapat memperbaiki profil lemak darah, dan kolesterol total, serta memperbaiki sirkulasi dan tekanan darah; (4) Menurunkan berat badan, pengaturan olahraga secara optimal dan diet DM pada penderita kegemukan; (5) Memperbaiki gejala-gejala muskuloskeletal otot, tulang, sendi, serta gejala-gejala neuropati perifer seperti kesemutan, dan kebas; (6) Mencegah terjadinya DM yang dini terutama bagi responden-responden dengan riwayat keluarga DM; (7) Mengurangi kebutuhan pemakaian obat oral dan insulin.

5.3. Peranan Perawatan Luka dalam Penyembuhan Luka Gangren pada