• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Asuhan Keperawatan Dalam Penyembuhan Luka Gangren Pada Penderita DM di RSUD dr. Pirngadi Medan Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Asuhan Keperawatan Dalam Penyembuhan Luka Gangren Pada Penderita DM di RSUD dr. Pirngadi Medan Chapter III VI"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini yang digunakan adalah metode kuantitatif dan kualitatif, dengan menggunakan desain eksperimen semu (quasi experiment), dengan rancangan The Separate-Sample Pretest-Posttest Control Group Design, yang dilakukan pada 2 kelompok yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Desain ini bertujuan untuk mencari hubungan sebab akibat dengan adanya keterlibatan penelitian dalam melakukan manipulasi terhadap variabel bebas (Polit dan Hungler, 1999).

Rancangan ini juga berupaya mengungkapkan pengaruh antara variabel bebas dan variabel terkait dengan cara melibatkan kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Pengukuran dilakukan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi yaitu penyembuhan luka kadar gula darah, ukuran luka. DM dengan Gangren. Kontrol tidak diberikan intervensi (Burn dan Grobe, 2001). Desain penelitian diuraikan dalam bentuk bagan sebagai berikut :

Desain Penelitian The Separate-Sample Pretest-Posttest Control Group Design (Polit dan Hungler, 1999)

Measurement of Measurement of

Independent variable Dependent variabel

Experimental Pretes Treatment Posttest

(2)

Nonequivalent Posttest Control group (OIB) (-) (O2-B) Keterangan :

K-A : Kelompok intervensi (Diet, olahraga, penyembuhan luka, pengobatan dokter).

K-B : Kelompok kontrol (pengobatan dokter)

I : Intervensi Peran Asuhan Keperawatan dalam penyembuhan luka gangren pada penderita DM yaitu diet, latihan jasmani, perawatan luka dan pengobatan.

- : Dilakukan perlakuan/intervensi

O1-A : Penyembuhan luka : kadar gula darah, ukuran luka, sebelum intervensi. O2-A : Penyembuhan luka : kadar gula darah, ukuran luka, sesudah intervensi

selama 12 minggu.

O1-B : Penyembuhan luka : kadar gula darah, ukuran luka, awal kontrol. 02-B : Penyembuhan luka : kadar gula darah, ukuran luka, 12 minggu

perlakuan sesudah kontrol.

Analisa yang dilakukan pada penelitian ini adalah membandingkan hasil/nilai akhir kelompok intervensi dengan kelompok kontrol.

(3)

lebih baik. kepada pasien

(4)

Faktor psikologis yang dilakukan, bertujuan untuk membudayakan perilaku pasien DM dalam peran asuhan keperawatan dalam penyembuhan luka DM dengan gangren.

Karena dukungan sosial memungkinkan individu untuk berinteraksi dengan pasien lain. Selain itu individu dapat mengembangkan kepribadiannya serta menyadari siapa dirinya dan dimana posisinya dalam hierarki sosial, sehingga dapat menentukan self identity dan self esteem individu tersebut. Dukungan sosial juga berfungsi untuk mengurangi stress karena melalui interaksi, pasien dapat berpikir lebih realistis dan mendapatkan perspektif lain sehingga dapat lebih memahami masalahnya (Lieberman, 1992).

Pada tahap advokasi peneliti juga melakukan advokasi dengan tenaga kesehatan tentang Pelayanan preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan), kuratif (pengobatan), dan rehabilitatif (pemulihan).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelas III Ruang 14 serta ruang mawar A dan Mawar B RSUD Dr.Pirngadi Medan, dengan alasan rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit tipe B, dan sebagai rumah sakit pendidikan dan rujukan bagi penderita DM.

3.2.2 Waktu Penelitian

(5)

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien luka gangren pada penderita DM di RSUD Dr. Pirngadi Medan dirawat di Kelas III Ruang 14 dan ruang mawar A dan B sebanyak 60 pasien.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini yang dijadikan subjek sebanyak 60 luka gagren pada penderita DM. Subjek penelitian ini diambil berdasarkan kriteria penelitian dan persetujuan dari pasien secara sukarela. Subjek penelitian untuk masing-masing kelompok perlakuan sebanyak 30 pasien. Alasan penentuan sampel 30 pasien untuk masing-masing kelompok untuk membandingkan dua metode perlakuan minimal sampelnya 60 pasien sudah bisa mewakili data penelitian.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini digunakan tehnik consecutive sampling dimana semua subyek penelitian yang datang dan memenuhi kriteria inklusif dimasukan ke penelitian sampai batas waktunya terpenuhi. Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

a. Pasien DM Tipe 2

b. Pasien DM dengan komplikasi luka ganggren c. Pasien berusia 18 – 45 tahun

46-55 tahun 55 tahun keatas

(6)

Kriteria eksklusi :

 Pasien DM Tipe 2 yang tidak bersedia diikutsertakan sebagai responden

penelitian.

 Mengundurkan diri setelah diberikan penjelasan.

 Tidak datang kontrol sesuai dengan prosedur yang telah dijelaskan.

3.4 Cara Kerja dan Alur Penelitian

a. Mendapatkan perizinan untuk melakukan penelitian di tempat pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan.

b. Mendapatkan persetujuan dan kesediaan menjadi subjek penelitian dari bapak/ibu yang datang berobat.

c. Melakukan pemeriksaan kadar gula darah pada Bapak/Ibu yang datang berobat.

d. Melakukan pengumpulan data dengan wawancarai Bapak/Ibu mengenai karakteristik sosial budaya, umur, jenis kelamin, psikologis, sosial, pendidikan dan penghasilan.

(7)

Gambar 3.1 Langkah-langkah Pengambilan Sampel

3.5 Pemeriksaan Kadar Gula dalam Darah

Pada awal penelitian kadar gula darah semua sampel 60 pasien yang terdiri dari kelompok perlakuan 30 pasien, kelompok kontrol 30 pasien. Sampel darah diambil berupa darah vena sebanyak 10 cc yang dilakukan secara steril oleh petugas laboratorium RSUD. Dr.Pirngadi Medan. Penelitian dilakukan pemeriksaan kadar gula darah, pemeriksaan ukuran luka baik dari kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol.

3.6 Pemeriksaan Bentuk dan Ukuran Luka DM

a) Mengetahui bentuk luka dan melakukan pengukuran luka, adalah : i. Komponen penting pada awal pengkajian luka.

ii. Sebagai pedoman untuk mengetahui kemajuan atau kemunduran pada luka.

Populasi Target

Sampel : 60 pasien Sampel dibagi dua dengan

masing-masing kelompok kontrol sebanyak 30 pasien, dan kelompok perlakuan sebanyak 30 pasien dengan

menggunakan consecutive sampling dimana semua subyek penelitian yang datang dan memenuhi kriteria

inklusif dan ekslusif. Perlakuan 30 pasien

(8)

iii. Penting dilakukan secara teratur untuk mengetahui keakuratan, misalnya setiap 3 hari atau seminggu sekali.

b) Pengkajian bentuk dan ukuran luka dapat dilakukan dengan langsung. Bertujuan untuk lebih memudahkan petugas maupun pasien/keluarga untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan proses penyembuhan luka (yakni, memahami kondisi luka, apakah luka dalam kondisi kemajuan dan kemunduran). Pengukuran dilakukan dengan stadium. Pengukuran luka bisa menggunakan kapas lidi steril untuk menilai ada tidaknya goa dengan mengukur berputar searah jarum jam, pinset untuk mengukur kedalaman luka.

c) Alat ukur harus sesuai dan bila alat ukur tersebut digunakan berulang kali, hindari terjadinya insfeksi silang (nosokomial).

d) Lakukan inspeksi dan palpasi pada kulit sekitar luka untuk menilai apakah pada luka terdapat selulitis, edenam benda asing, dermatitis kontak atau maserasi.

3.7 Ethical Clearance dan Informed Consent Sebelum pelaksanaan penelitian dilakukan :

(9)

b. Informed Consent

Setiap peserta penelitian mendatangani formulir persetujuan untuk ikut dalam penelitian, setelah mendapat penjelasan dari Tim Peneliti. Penjelasan tersebut meliputi :

 Dilakukan perawatan luka pada penderita DM dengan steril.  Akan dilakukan pengambilan contoh darah.

 Bagi kelompok perlakuan harus makan obat secara teratur.  Responden harus datang setiap minggu untuk kontrol.

 Penelitian ini tidak akan menimbulkan gangguan pada kesehatan.

 Kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan agar responden datang memeriksakan diri ke rumah sakit terdekat.

3.8 Metode Pengumpulan Data 3.8.1 Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan angket yang disusun oleh peneliti berdasarkan konsep teoritis, berupa pertanyaan-pertanyaan yang terdiri dari diet, olahraga fisik, perawatan luka dan pengobatan pada pasien DM dengan gangren terhadap penyembuhan luka gangren.

(10)

3.9 Variabel dan Definisi Operasional 3.9.1 Definisi Operasional

Definisi operasional variabel - variabel dalam penelitian ini dijelaskan dalam Tabel 3.2. sebagai berikut :

Tabel 3.2 Definisi Operasional

(11)

Tabel 3.2 (Lanjutan) 7. Psikologis Memahami dan

memprediksi perilaku

9. Pendidikan Pendidikan terakhir yang dimiliki

(12)

Tabel 3.2 (Lanjutan)

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 13. Penyembuh

an luka

Dilihat dari ukuran luka dan kadar gula darah responden

Observasi 0. Baik : ababila stadium I ukuran luka KGD 109 kembali ke normal. 1. Buruk :

ukuran luka stadium 1-5, KGD :120

Ordinal

3.10 Metode Pengukuran 3.10.1 Validitas dan Reliabilitas

Kualitas data ditentukan oleh validitas dan reliabilitas alat ukur. Validitas adalah kesahihan, yaitu seberapa dekat alat ukur mengatakan apa yang seharusnya diukur (Hastono, 2001; Sastroasmoro dan Ismail, 2002). Sementara itu reliabilitas adalah kehandalan atau ketepatan pengukuran. Suatu pengukuran disebut handal, apabila ia memberikan nilai yang sama atau hampir sama bila pengukuran dilakukan berulang-ulang (Sastroasmoro, 2002).

(13)

kelompok kontrol terdiri dari penyembuhan luka, kadar gula darah, ukuran luka, maka peneliti melakukan uji coba instrumen pada 20 pasien DM yang sedang memeriksa kesehatannya di RSUD Dr.Pirngadi Medan dan didapatkan nilai r (Cronbach’s Alpha) 0.813 untuk instrumen ukur diet, perawatan luka, pengobatan nilai r (cronbach’s Alpha) 0.831 untuk instrumen ukur, olahraga fisik dan nilai r (Cronbach’s Alpha) 0.864 untuk instrumen ukur pengobatan setelah membuang/mengganti beberapa item pernyataan dalam instrumen penelitian.

Hasil uji validitas seluruh item pertanyaan yang dipergunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner

Variabel/Indikator r hitung r tabel Kesimpulan

A.1. Pemberian Diet

Diet1 0.649 0.444 Valid

Diet2 0.785 0.444 Valid

Diet3 0.695 0.444 Valid

Diet4 0.725 0.444 Valid

Diet5 0.784 0.444 Valid

A.2. Olahraga Fisik

Fisik1 0.939 0.444 Valid

Fisik2 0.856 0.444 Valid

Fisik3 0.939 0.444 Valid

Fisik4 0.785 0.444 Valid

Fisik5 0.499 0.444 Valid

A.3. Perawatan Luka

Luka1 0.674 0.444 Valid

Luka2 0.746 0.444 Valid

Luka3 0.716 0.444 Valid

Luka4 0.453 0.444 Valid

Luka5 0.795 0.444 Valid

A.4. Pemberian Insulin

Insul1 0.688 0.444 Valid

Insul2 0.732 0.444 Valid

(14)

Tabel 3.3 (Lanjutan)

Variabel/Indikator r hitung r tabel Kesimpulan

Insul4 0.666 0.444 Valid

Insul5 0.728 0.444 Valid

A.5. Faktor Psikologis

Psiko1 0.735 0.444 Valid

Psiko2 0.801 0.444 Valid

Psiko3 0.677 0.444 Valid

Psiko4 0.755 0.444 Valid

Psiko5 0.735 0.444 Valid

Psiko6 0.808 0.444 Valid

Psiko7 0.787 0.444 Valid

Psiko8 0.769 0.444 Valid

Psiko9 0.761 0.444 Valid

A.6. Faktor Sosial

Sos1 0.726 0.444 Valid

Sos2 0.764 0.444 Valid

Sos3 0.677 0.444 Valid

Sos4 0.701 0.444 Valid

Sos5 0.726 0.444 Valid

Sos6 0.746 0.444 Valid

Sumber: Hasil penelitian tahun 2014 (data diolah)

Hasil uji validitas tersebut di atas memperlihatkan bahwa seluruh item pertanyaan memiliki nilai r-hitung >r-table (0.444), sehingga dapat disimpulkan

bahwa seluruh item pertanyaan adalah valid. b. Uji Reliabilitas

(15)

digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan data atau jawaban yang sama, dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran, dengan ketentuan : jika nilai r-Alpha > r-table maka dinyatakan reliable

Hasil uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui apakah instrumen penelitian reliabel atau tidak dengan hasil pengujian sebagai berikut :

Tabel 3.4 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Penelitian

Variabel Alpha

Cronbach’s

Batas Reliabilitas

Keterangan

Pemberian diet 0.886 0.7 Reliabel

Olahraga fisik 0.922 0.7 Reliabel

Perawatan luka 0.855 0.7 Reliabel

Pemberian insulin 0.866 0.7 Reliabel

Faktor psikologis 0.835 0.7 Reliabel

Faktor sosial 0.897 0.7 Reliabel

Sumber: Hasil penelitian tahun 2014 (data diolah)

Tabel 3.4 di atas memperlihatkan bahwa hasil uji reliabilitas menunjukkan alpha cronbach’s lebih besar dari 0,7 sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel /indikator penelitian adalah reliabel.

3.11 Pengolahan Data

(16)

3.11.1 Editing Data

Data yang sudah terkumpul diperiksa kelengkapan pengisian, konsistensi jawaban serta keterbacaan (kejelasan) jawaban dari setiap kuesioner.

3.11.2 Koding Data

Adalah pemberian/pembuatan kode-kode pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Dalam lembaran tiap responden yang menjawab “ya” nilainya = 1, “Tidak” nilainya = 0.

Contoh:

Item pertanyaan ke-1 pada variabel pemberian diet. Apakah anda selalu menuruti keinginan/nafsu makan tanpa mengindahkan aturan makan yang telah ditetapkan. Jika responden menjawab Ya, maka di input 1 dalam program SPSS. Jika responden menjawab Tidak, maka di input 0 dalam program SPSS .

0 : Terpenuhi : Jika total jawaban responden 3 – 5 1 : Tidak terpenuhi : Jika total jawaban responden 0 – 2 3.11.3 Entri Data

(17)

Tabel 3.5 Indikator Pengukuran Variabel Peran Asuhan Keperawatan dalam Penyembuhan Luka Gangren Pada Penderita DM di RSUD Dr.

Pirngadi Medan

Variabel Dimensi Indikator Item

(18)

3. Melakukan

(19)

Tabel 3.5 (Lanjutan)

Variabel Dimensi Indikator Item

(20)

Sedang 150-199 6. Ukuran luka Stadium luka

2,3,4,5

(21)

3.12 Metode Analisis Data

Untuk menjawab tujuan penelitian dilakukan analisis data sebagai berikut : 3.12.1 Analisis Univariat

Dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel independen, variabel dependen dan variabel perancu.

3.12.2 Analisis Bivariat

Merupakan analisis hasil dari variabel independen yang diduga

mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen, dilakukan dengan uji chi-square dengan kasus kontrol karena variabel indipenden dan dependen

menggunakan 2 kategori yaitu : baik dan buruk untuk melihat faktor risiko dengan tabel 2x2 dengan skala ukur ordinal.

3.12.3 Analisis Multivariat

(22)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian adalah meliputi karakteristik responden, asuhan keperawatan dan penyembuhan luka gangren pada penderita DM berdasarkan indikatornya masing masing.

4.1. Karakteristik Responden

Analisis univariat dilakukan untuk menentukan distribusi frekuensi karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, psikologi dan sosial sebagai berikut :

4.2 Analisis Univariat 4.2.1 Karakteristik Responden

Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, psikologi dan sosial.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Penghasilan,

Psikologi dan Sosial di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014 Karakteristik

Responden

Intervensi Kontrol

p

n % n %

Umur

18 – 45 Tahun 6 20,0 8 20,7

46 – 55 Tahun 14 46,7 9 30,0 0,414

55 Tahun 10 33,3 13 43,3

Jenis Kelamin

Laki-laki 7 23,3 13 43,4

0,100

Perempuan 23 76,7 17 56,7

Psikologi

Baik 17 56,7 12 40,0

0,196

(23)

Tabel 4.1 (Lanjutan) Sosial

Baik 17 56,7 11 36,7

0,121

Tidak baik 13 43,3 19 63,3

Pendidikan

Tinggi 11 36,7 5 16,7 0,080

Rendah 19 63,3 25 83,3

Penghasilan

Tinggi 10 33,3 13 43,3 0,426

Rendah 20 66,7 17 56,7

Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa pada kelompok intervensi, mayoritas responden berusia 46-55 tahun sebanyak 46,7%, jenis kelamin perempuan sebanyak 76,7%, psikologi baik sebanyak 56,7%, sosial baik sebanyak 56,7%, pendidikan rendah sebanyak 63,3% dan penghasilan rendah sebanyak 66,7%.

(24)

Tabel 4.2 Deskripsi Jawaban Item Pertanyaan Diet pada saat pagi, siang & malam dengan porsi 1

4. Apakah hanya pada siang hari saja anda makan dengan nasi + lauk pauk

23 76,7 7 23,3 9 30,0 21 70,0

5. Apakah keluarga turut mendukung anda dalam perencanaan makan yang telah ditetapkan.

22 73,3 8 26,7 16 53,3 14 46,7

(25)

Tabel 4.3 Deskripsi Jawaban Item Pertanyaan Olahraga Fisik

1. Menurut anda, apakah olahraga itu penting bagi

3. Apakah latihan olahraga fisik harus dilakuan secara teratur.

20 66,7 10 33,3 11 36,7 19 63,3

4. Apakah anda setiap hari

melakukan olahraga fisik 20 66,7 10 33,3 11 36,7 19 63,3 5. Melakukan jenis olahraga

fisik sesuai yang dianjurkan

20 66,7 10 33,3 11 36,7 19 63,3

Tabel 4.3 di atas memperlihatkan hasil responden terhadap ke-5 item pertanyaan tentang olahraga fisik pada kelompok intervensi dan kontrol. Pada kelompok intervensi responden terbanyak yang menjawab “ya” dari pertanyaan item ke-1 yaitu responden menganggap penting berolahraga bagi penderita diabetes mellitus sebanyak 26 responden (86,7%), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga sebanyak 23 responden (76,7%). Berarti bahwa kelompok intervensi lebih banyak yang mengetahui bahwa olahraga itu penting bagi penderita diabetes mellitus dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Pertanyaan ke-5, jenis olah raga yang dianjurkan pada penderita DM adalah olah raga aerobik seperti jogging, berenang, senam kelompok dan

(26)

responden kelompok kontrol, ada yang melakukan lebih dari 1 jenis olahraga. Pada kelompok intervensi, olahraga jogging sebanyak 20 responden (100,0%), olahraga berenang 1 responden (5,0%), senam kelompok 4 responden (20,0%), bersepeda 2 responden (10,0%). Pada kelompok kontrol, olahraga jogging sebanyak 11 responden (100,0%) dan olahraga senam kelompok 4 responden (36,4%).

Tabel 4.4 Deskripsi Jawaban Item Pertanyaan Perawatan Luka Kelompok Intervensi dan Kontrol

3. Apakah petugas kesehatan memberitahukan cara perawatan luka lanjutan di rumah

21 70,0 9 30,0 19 63,3 11 36,7

4. Menurut anda apabila luka gangren dirawat dengan baik dan benar maka pasti akan sembuh.

23 76,7 7 23,3 18 60,0 12 40,0

5. Apakah pengobatan luka gangren anda

menggunakan obat antiseptik atau desinfektan

25 83,3 5 16,7 21 70,0 9 30,0

(27)

menjawab “ya” dari pertanyaan item ke-1 dan ke-5 yaitu responden tahu cara perawatan luka pada penderita diabetes mellitus dan responden melakukan pengobatan luka ganggrennya menggunakan obat antiseptik atau desinfektan masing-masing sebanyak 25 responden (83,3 %), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga yaitu responden tahu cara perawatan luka pada penderita diabetes mellitus sebanyak 25 responden (83,3 %). Berarti bahwa baik kelompok kontrol maupun intervensi telah mengetahui perawatan luka pada penderita diabetes mellitus.

Tabel 4.5 Deskripsi Jawaban Item Pertanyaan Pemberian Insulin Kelompok Intervensi dan Kontrol 2. Apakah terapi insulin

yang anda lakukan mempunyai waktu yang teratur.

18 60,0 12 40,0 17 56,7 13 43,3

3. Yang dikatakan terapi insulin dengan 5. Apakah anda teratur

mengkonsumsi jenis obat insulin berupa oral.

21 70,0 9 30,0 13 43,3 17 56,7

(28)

pertanyaan item ke-1 yaitu setiap hari responden mendapatkan terapi insulin sebanyak 26 responden (86,7 %), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga sebanyak 25 responden (83,3 %). Berarti bahwa kelompok intervensi lebih banyak mendapatkan terapi insulin dibandingkan dengan kelompok kontrol.

Tabel 4.6 Deskripsi Jawaban Item Pertanyaan Psikologi Kelompok Intervensi dan Kontrol

No Item Pertanyaan

Intervensi Kontrol

Ya Tidak Ya Tidak

n % n % n % n %

1. Saya kesulitan untuk menjalankan diet DM seperti yang dianjurkan dokter.

28 93,3 2 6,7 28 93,3 2 6,7

2. Saya dapat mengendalikan keluarga ketika saya 5. Mengontrol BB adalah sesuatu

yang harus dijalankan, tidak 7. Mengkonsumsi obat DM adalah

(29)

kelompok intervensi responden terbanyak yang menjawab “ya” dari pertanyaan item ke-1 yaitu responden kesulitan untuk menjalankan diet DM seperti yang dianjurkan dokter. Sebanyak 28 responden (93,3 %), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga sebanyak 28 responden (93,3 %).

Tabel 4.7 Deskripsi Jawaban Item Pertanyaan Sosial Kelompok Intervensi dan Kontrol

No Item Pertanyaan

Intervensi Kontrol

Ya Tidak Ya Tidak

n % n % n % n %

1. Saya banyak menerima dukungan dari teman-teman untuk penyembuhan luka gangren saya .

26 86,7 4 13,3 26 86,7 4 13,3

2. Tetangga saya selalu

menyarankan agar saya tetap menjalani proses

penyembuhan luka gangren dengan disiplin .

22 73,3 8 26,7 17 56,7 13 43,3

3. Keperdulian sanak saudara membuat saya terus

bersemangat menjalani proses penyembuhan luka gangren.

13 43,3 17 56,7 12 40,0 18 60,0

4. Dukungan semangat yang saya terima dari responden lain

(30)

kelompok intervensi responden terbanyak yang menjawab “ya” dari pertanyaan item ke-1 yaitu responden banyak menerima dukungan dari teman-teman untuk penyembuhan luka gangrennya sebanyak 26 responden (86,7 %), sedangkan pada kelompok kontrol mayoritas responden menjawab “ya” dari item pertanyaan ke-1 juga sebanyak 26 responden (86,7 %).

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Diet Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan

Diet

Pre Test

p

Post Test

p Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol

n % n % n % n %

Terpenuhi 12 40,0 14 46,7

0,602

24 80,0 11 36,7

0,001 Tidak

Terpenuhi

18 60,0 16 53,3 6 20,0 19 63,3

Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0

(31)

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Olahraga Fisik Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum

Pirngadi Medan Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol

n % n % n % n %

Berdasarkan Tabel 4.9 di atas dapat dilihat bahwa pada waktu Pre Test ada 11 responden (36,7%) yang berada dalam kelompok intervensi dan olahraga fisiknya tidak teratur dan ada 16 responden (53,3%) yang berada dalam kelompok kontrol dan olahraga fisiknya tidak teratur. Kemudian, pada waktu Post Test ada 7 responden (23,3%) yang berada dalam kelompok intervensi dan olahraga fisiknya tidak teratur dan ada 20 responden (66,7%) yang berada dalam kelompok kontrol dan olahraga fisiknya tidak teratur. Pada waktu Pre Test, tidak ada perbedaan proporsi olahraga fisik yang teratur untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol. Sedangkan pada waktu Post Test, ada perbedaan proporsi olahraga fisik yang teratur untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol.

Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Perawatan Luka Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum

Pirngadi Medan Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol

n % n % n % n %

(32)

lukanya tidak baik dan ada 24 responden (80,0%) yang berada dalam kelompok kontrol dan perawatan lukanya tidak baik. Kemudian, pada waktu Post Test ada 7 responden (23,3%) yang berada dalam kelompok intervensi dan perawatan lukanya tidak baik dan ada 20 responden (66,7%) yang berada dalam kelompok kontrol dan perawatan lukanya tidak baik. Pada waktu Pre Test dan Post Test, ada perbedaan proporsi perawatan luka yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol.

Tabel 4.11 Distribusi Frekuensi Pengobatan Dokter (Pemberian Insulin) Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

di Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan

Pemberian Insulin

Pre Test

p

Post Test

p Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol

n % n % n % n %

Baik 1 3,3 2 6,7

0,554

24 80,0 11 36,7

0,001

Tidak Baik 29 96,7 28 93,3 6 20,0 19 63,3

Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0

(33)

Tabel 4.12 Distribusi Frekuensi Kadar Gula Darah Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum

Pirngadi Medan Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol

n % n % n % n % berada dalam kelompok intervensi dan KGD buruk dan ada 16 responden (53,3%) yang berada dalam kelompok kontrol dan KGD buruk. Pada waktu Pre Test, tidak ada perbedaan proporsi KGD yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol. Sedangkan pada waktu Post Test, ada perbedaan proporsi KGD yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol.

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Ukuran Luka Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum

Pirngadi Medan Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol

n % n % n % n %

(34)

kontrol dan ukuran lukanya buruk. Kemudian, pada waktu Post Test ada 4 responden (13,3%) yang berada dalam kelompok intervensi dan ukuran lukanya buruk dan ada 23 responden (76,7%) yang berada dalam kelompok kontrol dan ukuran lukanya buruk. Pada waktu Pre Test, tidak ada perbedaan proporsi ukuran luka yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol. Sedangkan pada waktu Post Test, ada perbedaan proporsi ukuran luka yang baik untuk pasien antara kelompok intervensi dan kontrol.

Tabel 4.14 Distribusi Frekuensi Penyembuhan Luka Pre Test dan Post Test pada Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit Umum

Pirngadi Medan

Penyembuhan Luka

Pre Test

p

Post Test

p Intervensi Kontrol Intervensi Kontrol

n % n % n % n %

Baik 2 6,7 1 3,3

0,554

6 20,0 0 0,0

0,024

Buruk 28 93,3 29 96,7 24 80,0 30 100,0

Total 30 100,0 30 100,0 30 100,0 30 100,0

(35)

4.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis secara simultan dari dua variabel. Penelitian terhadap dua variabel biasanya mempunyai tujuan untuk mendiskripsikan distribusi data, meguji perbedaan dan mengukur hubungan antara dua variabel yang diteliti.

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel bebas yakni asuhan keperawatan (pemberian diet, olahraga fisik, perawatan luka, pemberian insulin) dengan variabel terikat yakni penyembuhan luka gangren pada penderita DM dengan menggunakan uji chi-square sehingga analisis bivariat tersebut terdiri dari 4 bentuk hubungan yakni 1) Hubungan pemberian diet dengan penyembuhan luka gangren, 2) Hubungan latihan fisik dengan penyembuhan luka gangren, 3) Hubungan perawatan dengan penyembuhan luka gangren, 4) Hubungan pemberian insulin dengan penyembuhan luka gangren 4.3.1 Hubungan Pemberian Diet dengan Penyembuhan Luka Gangren

pada Penderita DM

Tabel 4.15 Hubungan Pemberian Diet dengan Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2014

Diet

Penyembuhan Luka

p OR

95% CI Baik Buruk Total

n % n % n %

Terpenuhi 21 60,0 14 40,0 35 100,0

0,001 7,88 (2,22-27,91) Tidak

terpenuhi

4 16,0 21 84,0 25 100,0 Total 25 41,7 35 58,3 60 100,0

(36)

penyembuhan lukanya baik dan 14 orang (40,0%) yang penyembuhan lukanya buruk. Dari 25 responden dengan pemberian diet tidak terpenuhi, terdapat 4 orang (16,0%) yang penyembuhan lukanya baik dan 21 orang (84,0%) yang penyembuhan lukanya buruk.

Selanjutnya, uji chi-square memperlihatkan nilai p=0,001 dan OR sebesar 7,88 dengan 95%CI=2,22-27,91, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien yang pemberian dietnya terpenuhi 7,88 kali lebih besar kemungkinan penyembuhan lukanya baik dibandingkan dengan pasien yang pemberian dietnya tidak terpenuhi.

Bila dianalisis per kelompok, maka hubungan pemberian diet dengan penyembuhan luka gangren pada penderita DM dapat dilihat pada Tabel 4.16 sebagai berikut:

Tabel 4.16 Hubungan Pemberian Diet dengan Penyembuhan Luka Gangren Pada Penderita DM Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit

Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

Diet

Intervensi Kontrol

Penyembuhan luka

p

Penyembuhan luka

p

Baik Buruk Baik Buruk

n % n % n % n %

Terpenuhi 18 60,0 6 20,0

0,645

3 10,0 8 26,7

0,041 Tidak

terpenuhi 4 13,3 2 6,7 0 0,0 19 63,3

Total 22 73,3 8 26,7 3 10,0 27 90,0

(37)

responden kelompok kontrol, ada 3 responden (10,0%) yang pemberian dietnya terpenuhi dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik serta 8 responden (26,7%) yang pemberian dietnya terpenuhi dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka buruk.

Selanjutnya, uji chi-square pada kelompok intervensi memperlihatkan nilai p=0,645, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian diet dalam asuhan keperawatan tidak memiliki hubungan signifikan dengan penyembuhan pasien DM pada kelompok intervensi. Nilai p=0,041 pada kelompok kontrol dapat disimpulkan bahwa pemberian diet dalam asuhan keperawatan memiliki hubungan signifikan dengan penyembuhan pasien DM pada kelompok kontrol. 4.3.2 Hubungan Olahraga Fisik dengan Penyembuhan Luka Gangren pada

Penderita DM

Tabel 4.17 Hubungan Olahraga Fisik dengan Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2014

Olahraga Fisik

Penyembuhan Luka

p OR

95% CI Baik Buruk Total

n % n % n %

Teratur 19 61,3 12 38,7 31 100,0

0,001 6,01

(1,92-19,23) Tidak

teratur

6 20,7 23 79,3 29 100,0 Total 25 41,7 35 58,3 60 100,0

(38)

Selanjutnya, uji chi-square memperlihatkan nilai p=0,001 dan OR sebesar 6,01 dengan 95%CI=1,92-19,23, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien yang olahraga fisiknya teratur 6,01 kali lebih besar kemungkinan penyembuhan lukanya baik dibandingkan dengan pasien yang olahraga fisiknya tidak teratur.

Bila dianalisis per kelompok, maka hubungan olahraga fisik dengan penyembuhan luka gangren pada penderita DM dapat dilihat pada Tabel 4.18 sebagai berikut:

Tabel 4.18 Hubungan Olahraga Fisik dengan Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit

Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

Olahraga Fisik

Intervensi Kontrol

Penyembuhan luka

p

Penyembuhan luka

p

Baik Buruk Baik Buruk

n % n % n % n %

Teratur 16 53,3 4 13,3

0,384

3 10,0 8 26,7

0,041 Tidak

teratur 6 20,0 4 13,3 0 0,0 19 63,3

Total 22 73,3 8 26,7 3 10,0 27 90,0

(39)

Hasil uji chi-square pada kelompok intervensi memperlihatkan nilai p=0,384, sehingga dapat disimpulkan bahwa olahraga fisik dalam asuhan keperawatan tidak memiliki hubungan signifikan dengan penyembuhan pasien DM pada kelompok intervensi. Nilai p=0,041 pada kelompok kontrol dapat disimpulkan bahwa olahraga fisik dalam asuhan keperawatan memiliki hubungan signifikan dengan penyembuhan pasien DM pada kelompok kontrol.

4.3.3 Hubungan Perawatan Luka dengan Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM

Tabel 4.19 Hubungan Perawatan Luka dengan Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

Perawatan Luka

Penyembuhan Luka

p OR

95% CI Baik Buruk Total

n % n % n %

Baik 22 53,7 19 46,3 41 100,0

0,006 6,18 (1,56-24,48) Tidak baik 3 15,8 16 84,2 19 100,0

Total 25 41,7 35 58,3 60 100,0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.19 memperlihatkan bahwa dari 41 responden dengan perawatan luka baik, terdapat 22 orang (53,7%) yang penyembuhan lukanya baik dan 19 orang (46,3%) yang penyembuhan lukanya buruk. Dari 19 responden dengan perawatan luka tidak baik, terdapat 3 orang (15,8%) yang penyembuhan lukanya baik dan 16 orang (84,2%) yang penyembuhan lukanya buruk.

(40)

Bila dianalisis per kelompok, maka hubungan perawatan luka dengan penyembuhan luka gangren pada penderita DM dapat dilihat pada Tabel 4.20 sebagai berikut:

Tabel 4.20 Hubungan Perawatan Luka dengan Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM Kelompok Intervensi dan Kontrol di Rumah Sakit

Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

Perawatan Luka

Intervensi Kontrol

Penyembuhan luka

p

Penyembuhan luka

p

Baik Buruk Baik Buruk

n % n % n % n %

Baik 19 63,3 6 20,0

0,589

3 10,0 13 43,3

0,228

Tidak baik 3 10,0 2 6,7 0 0,0 14 46,7

Total 22 73,3 8 26,7 3 10,0 27 90,0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.20 memperlihatkan bahwa dari 30 responden kelompok intervensi, ada 19 responden (63,3%) yang perawatan lukanya baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik serta 6 responden (20,0%) yang perawatan lukanya baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka buruk. Selanjutnya dari 30 responden kelompok kontrol, ada 3 responden (10,0%) yang perawatan lukanya baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik serta 13 responden (43,3%) yang perawatan lukanya baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka buruk.

(41)

hubungan signifikan dengan penyembuhan pasien DM pada kelompok kontrol. 4.3.4 Hubungan Pemberian Insulin dengan Penyembuhan Luka Gangren

pada Penderita DM

Tabel 4.21 Hubungan Pemberian Insulin dengan Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2014

Pemberian Insulin

Penyembuhan Luka

p OR

95% CI

Baik Buruk Total

n % n % n %

Baik 21 60,0 14 40,0 35 100,0

0,001 7,88 (2,22-27,91) Tidak baik 4 16,0 21 84,0 25 100,0

Total 25 41,7 35 58,3 60 100,0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.21 memperlihatkan bahwa dari 35 responden dengan pemberian insulin baik, terdapat 21 orang (60,0%) yang penyembuhan lukanya baik dan 14 orang (40,0%) yang penyembuhan lukanya buruk. Dari 25 responden dengan pemberian insulin tidak baik, terdapat 4 orang (16,0%) yang penyembuhan lukanya baik dan 21 orang (84,0%) yang penyembuhan lukanya buruk.

Selanjutnya, uji chi-square memperlihatkan nilai p=0,001 dan OR sebesar 7,88 dengan 95%CI=2,22-27,91, sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien yang pemberian insulinnya baik 7,88 kali lebih besar kemungkinan penyembuhan lukanya baik dibandingkan dengan pasien yang pemberian insulinnya tidak baik.

(42)

Tabel 4.22 Hubungan Pemberian Insulin dengan Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM Kelompok Intervensi dan Kontrol

di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan Tahun 2014

Pemberian Insulin

Intervensi Kontrol

Penyembuhan luka

p

Penyembuhan luka

p

Baik Buruk Baik Buruk

n % n % n % n %

Baik 18 60,0 4 13,3

0,158

3 10,0 10 33,3

0,070 Tidak baik 4 13,3 4 13,3 0 0,0 17 56,7

Total 22 73,3 8 26,7 3 10,0 27 90,0

Hasil tabulasi silang pada Tabel 4.22 memperlihatkan bahwa dari 30 responden kelompok intervensi, ada 18 responden (60,0%) yang pemberian insulinnya baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik serta 4 responden (13,3%) yang pemberian insulinnya baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka buruk. Selanjutnya dari 30 responden kelompok kontrol, ada 3 responden (10,0%) yang pemberian insulinnya baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka baik serta 10 responden (33,3%) yang pemberian insulinnya baik dalam asuhan keperawatan dan mengalami penyembuhan luka buruk.

(43)

4.4 Analisis Multivariat

Pada analisis multivariat menunjukkan variabel yang dimasukkan dalam model prediksi regresi logistik ganda adalah variabel yang mempunyai nilai p<0,25 pada analisis bivariatnya yaitu diet, olahraga fisik, perawatan luka dan pemberian insulin dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4.23 Hasil Analisis yang Memenuhi Asumsi Multivariat (Kandidat)

Variabel P

Diet 0,001*

Olahraga fisik 0,001*

Perawatan luka 0,006*

Pengobatan Pemberian insulin (dokter) 0,001* Keterangan : * variabel yang memenuhi syarat

Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan regresi logistik ganda dengan metode backward LR yaitu variabel yang tidak berpengaruh (p>0,05) dikeluarkan secara otomatis secara bertahap sampai diperoleh variabel yang berpengaruh.

Tabel 4.24 Hasil Uji Multivariat Asuhan Keperawatan dan Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM Secara Overall

Variabel B Sig. Exp(B)

(Odd Ratio) 95% CI

Diet 1,816 0,019 6,149 1,351-27,983

Olahraga Fisik 1,902 0,007 6,697 1,693-26,487 Pemberian Insulin 1,316 0,083 3,728 0,843-16,487

Constant -1,571 - - -

(44)

fisiknya teratur 6,697 kali lebih besar kemungkinan penyembuhan lukanya baik dibandingkan dengan pasien yang olahraga fisiknya tidak teratur, dapat dilihat pada Tabel 4.25 berikut:

Nilai Percentage Correct diperoleh sebesar 78,3 yang artinya variabel olahraga fisik dan diet menjelaskan pengaruhnya terhadap penyembuhan luka pasien DM sebesar 78,3%, sedangkan sisanya sebesar 21,7% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak termasuk dalam variabel penelitian ini.

Model persamaan regresi logistik berganda yang dapat memprediksi olahraga fisik yang memengaruhi penyembuhan luka adalah sebagai berikut:

)

P : probabilitas penyembuhan luka pasien DM X1 : Diet, koefisien regresi 1,816

X2 : Olahraga fisik, koefisien regresi 1,902

X3 : Pemberian insulin, koefisien regresi 1,316

a : Konstanta -1,571

e : Bilangan alamiah 2,71828

Persamaan di atas diketahui bahwa seorang pasien DM yang dietnya tidak terpenuhi, olahraga fisiknya tidak teratur, pemberian insulin tidak baik maka kemungkinan akan mengalami penyembuhan luka gangren tidak baik sebesar 96,96%.

(45)

OR, makin kuat pengaruh variabel tersebut terhadap penyembuhan luka. Hasil penelitian ini juga menunjukkan seberapa besarkah populasi dapat dicegah bila olahraga fisik diperbaiki dapat dilihat dari population attributable risk proportion (PAR):

p = proporsi kasus yang mempunyai faktor terpajan

r = Rasio odds variabel yang paling dominan (olahraga fisik)

Sehingga dari hasil perhitungan PAR yang diperoleh dapat diambil kesimpulan bahwa 66,60% risiko penyembuhan luka pada pasien DM dapat dicegah dengan menghilangkan faktor risiko yaitu olahraga fisik.

Bila dianalisis per kelompok, maka variabel yang terpilih menjadi kandidat analisis multivariat dapat dilihat pada Tabel 4.25.

Tabel 4.25 Hasil Analisis yang Memenuhi Asumsi Multivariat (Kandidat) pada Kelompok Intervensi dan Kontrol

Variabel P

Intervensi Kontrol

Diet 0,680 0,016*

Olahraga fisik 0,243* 0,016*

Perawatan luka 0,460 0,088*

Pengobatan Pemberian insulin (dokter)

0,081* 0,037*

(46)

Hasil analisis pada kelompok intervensi diperoleh bahwa variabel olahraga fisik dan pemberian insulin mempunyai nilai p<0,25 sehingga kedua variabel inilah yang terpilih menjadi kandidat dalam analisis multivariat kelompok intervensi. Kemudian, dari hasil analisis pada kelompok kontrol diperoleh variabel diet, olahraga fisik, perawatan luka dan pemberian insulin mempunyai nilai p<0,25 yang kemudian menjadi kandidat dalam analisis multivariat kelompok kontrol.

Hasil analisis multivariat pada kelompok intervensi maupun kontrol tidak ditemukan variabel yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka gangren pada penderita DM di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

4.5 Analisa Kualitatif Peranan Asuhan Keperawatan dalam Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM di RSUD Dr.Pirngadi Medan

Analisa kualitatif tentang Peranan Asuhan Keperawatan diperoleh melalui wawancara langsung berpedoman pada interview guide. Hasil penelitian menunjukkan adalah sejumlah variasi jawaban yang diberikan oleh responden dan dapat dirangkum sebagai berikut :

Keinginan nafsu makan aturan makan yang telah ditetapkan pada pagi siang, malam, dengan porsi 1 piring serta mengikuti petunjuk tentang jadwal aturan makan sehingga turut mendukung dalam mendukung dalam perencanaan makanan yang telah ditetapkan.

(47)

sendi, gerakan senam kaki dapat dilakukan secara teratur dengan sendirinya atau bersama-sama dengan keluarga.

Perawatan luka dilakukan melepaskan atau mengangkat kulit yang mati atau untuk meningkatkan penyembuhan luka, mencegah membatasi atau mengontrol panas, merah, bengkak, adanya nanah (pus) kemudian menyerap nanah dengan memakai kain verban, membasahi luka lalu melindungi luka jangan sampai terbentur, terantuk, terjepit, terinjak, melindungi luka sekitar dari tanda-tanda infeksi.

Pemberian insulin cepat yaitu menurunkan kadar gula darah dalam waktu 20 menit mencapai puncaknya dalam waktu 2-4 jam bekerja 6-8 jam, insulin cepat sering kali digunakan beberapa kali suntikan setiap harinya dan disuntik 15-20 menit sebelum makan.

Insulin kerja sedang mulai dikerjakan dalam waktu 1-3 jam mencapai puncak maksimum 6-10 jam dan bekerja selama 18-26 jam. Insulin ini disuntik pada pagi hari, bisa pada malam hari untuk memenuhi kebutuhan sepanjang malam. Insulin berjalan lambat efektif timbul 6 jam dan bekerja selama 28 – 36 jam gunanya adalah untuk mengontrol kadar gula darah sesuai dengan dosisnya pada penderita.

(48)

Sering dilakukan dirumah atau dilakukan sendiri karena biaya murah, efektif, efisien dan cepat mengetahui hasilnya.

4.6 Model Edukasi Psikologi pada Penderita DM Pemberdayaan Pasien Mendukung perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan pencegahan dan penyesuaian keadaan psikologi serta kualitas yang lebih baik. Seperti penanganan pada pasien menjalankan

- Diet - Olahraga - Perawatan luka

- Pemberian pengobatan insulin

- Ada perubahan gaya hidup pasien, antara lain mengurangi porsi makanan, lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayur, serta rutin berolahraga. - Kondisi sakit menyebabkan pasien memacu diri untuk berorganisasi dan

berinteraksi dengan pasien lain antara lain melalui seminar. - Ada yang semakin enerjik beraktivitas

- Terdapat pasien yang lebih pasrah, “nrima” menganggap penyakit yang disandang sebagai cobaan dari Tuhan, dan lebih banyak melakukan ibadah.

4.7 Model Dukungan Sosial dan Keluarga pada Pasien DM

(49)

masyarakat. Dilakukan sosialisasi dengan keluarga, pasien, pertemuan, konsultasi antara pasien dan keluarga.

4.8 Edukasi pada Penderita Gangren dengan DM

Edukasi pada penderita diabetes mellitus dengan gangren dapat dipahami antara lain memahami dan mengerti keterbatasan pasien dalam melaksanakan aktivitas bergerak, kurang pengetahuan didalam melaksanakan kebutuhan makan sering kali makan tidak dilaksanakan dengan diet yang baik.

Perawatan lukanya sering kali tidak diperhatikan karena ketidaktahuan dalam perawatan luka. Hal ini dikarenakan pasien sudah menganggap penyakitnya tidak akan sembuh dan sudah putus asa. Maka perlunya penanganan yang adekuat pada pasien yang mengalami penyakit DM dengan gangren. Seperti memperhatikan kebersihan diri, kaki, kuku, kulit, pemakaian sepatu jangan sempit.

Promosi kesehatan dalam perilaku sehat merupakan faktor penting pada kegiatan pelayanan kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan diabetes yang optimal dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dokter, ahli diet, perawat dan tenaga kesehatan lain.

4.9 Perilaku Sehat Penyandang Diabetes

(50)
(51)

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Peran Asuhan Keperawatan dalam Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM

Berdasarkan hasil diketahui bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa pemberian diet terhadap luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan adalah pada kelompok intervensi baik yakni sebanyak 28 responden (93.3%) dan minoritas menyatakan pemberian diet adalah buruk pada kelompok kontrol yakni sebanyak 26 responden (86.7%), sedangkan pada tingkat kesembuhan pasien, memperlihatkan bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa kesembuhan luka gangren pada penderita DM di RSU Dr. Pirngadi Medan adalah baik yakni sebanyak 21 responden (35.0%) dan minoritas menyatakan kesembuhan adalah buruk yakni sebanyak 14 responden (23.3%). Selanjutnya dengan pemberian diet yang buruk dalam asuhan keperawatan terhadap luka gangrene pada penderita DM 21 responden (35,0%) mengalami penyembuhan buruk dan 4 responden (6,7%) mengalami penyembuhan luka yang baik.

(52)

Menurut Smeltzer (2002), Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa di bentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Oleh karena itu, diperlukan pemberian diet khusus bagi penderita DM yang dikenal dengan terapi gizi medis. Menurut hasil penelitian ilmiah terapi gizi medis merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Agar dapat berhasil Terapi Gizi Medis memerlukan keterlibatan menyeluruh dari anggota (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan, dan pasien itu sendiri). Setiap penderita diabetes sebaiknya mendapat Terapi Gizi Medis sesuai dengan kebutuhan agar sasaran terapi dapat tercapai. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin.

Menurut Sulistyawati (2011), diet diabetes mellitus merupakan pengaturan pola makan bagi penderita diabetes mellitus berdasarkan jumlah, jenis, dan jadwal pemberian makanan Prinsip diet bagi penderita DM adalah mengurangi dan mengatur konsumsi karbohidrat sehingga tidak menjadi beban bagi mekanisme pengaturan gula darah. Menjadi diabetes sering segera dikaitkan dengan tidak boleh makan gula. Memang benar gula menaikkan gula darah namun perlu diketahui bahwa semua makanan juga menaikkan gula darah.

(53)

masyarakat umum, yaitu makanan yang beragam bergizi dan berimbang atau lebih dikenal dengan gizi seimbang maksudnya adalah sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Hal yang sangat penting ditekankan adalah pola makan yang disiplin dalam hal Jadwal makan, Jenis dan Jumlah makanan atau terkenal dengan istilah 3J. Pengaturan porsi makanan sedemikian rupa sehingga asupan zat gizi tersebar sepanjang hari.

Pola dan gaya hidup responden akan mempengaruhi pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut. Menurut Wijayakusuma (2004), penyakit Diabetes Melitus dapat disebabkan oleh beberapa hal: Pola makan dan tata laksana hidup sehat, faktor obesitas, pola genetis, bahan-bahan kimia dan obat-obatan, penyakit dan infeksi pada pankreas, pola tidur dan istirahat dan faktor usia, kadar glukosa darah adalah tingkat glukosa di dalam darah. Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 adalah merupakan suatu penyakit kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah serta presominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pengukuran Kadar glukosa darah pada penderita Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dilakukan oleh perawat dengan pengukuran kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) dikelompokan menjadi 3 kriteria yaitu; bukan DM, belum pasti DM dan DM, semakin tinggi nilai kadar glukosa darah sewaktu (mg/dl) maka positif DM, begitu pula sebaliknya.

(54)

sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor resiko yang berubah secara epidemiologik diperkirakan adalah: bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh. Kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan beberapa faktor genetik yang berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2 (Gustaviani, 2006).

5.2 Peranan Olahraga Fisik dalam Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM

(55)

Latihan jasmani merupakan salah satu pilar penatalaksanaan DM disamping edukasi, terapi gizi medis dan intervensi farmakologis. Manfaat latihan jasmani bagi penderita diabetes antara lain meningkatkan penurunan kadar glukosa darah, mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lemak darah, menormalkan tekanan darah, serta meningkatkan kemampuan kerja Pada saat seresponden melakukan olah raga terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot yang aktif. Disamping itu terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Pada saat olah raga, sumber energi utama adalah glukosa dan lemak.

Latihan fisik pada penderita DM memiliki peranan yang sangat penting dalam mengendalikan kadar gula dalam darah, dimana saat melakukan latihan fisik terjadi peningkatan pemakaian glukosa oleh otot yang aktif sehingga secara langsung dapat menyebabkan penurunan glukosa darah. Selain itu dengan latihan fisik dapat menurunkan berat badan, meningkatkan fungsi kardiovaskuler dan respirasi, menurunkan LDL dan meningkatkan HDL sehingga mencegah penyakit jantung koroner apabila latihan fisik ini dilakukan secara benar dan teratur. Anjuran olahraga atau latihan fisik sebetulnya bukan merupakan hal yang baru sebelum ditemukannya insulin pada tahun 1921, namun pada waktu itu belum jelas batasan latihan fisik yang harus dilakukan seperti jenis latihan, dosis, frekuensi maupun intensitas dari latihan (Sidartawan, 1995).

(56)

mengajak senam kaki dalam perawatan pasien luka gangren harus dilakukan oleh perawat yang menanganinya (di rumah sakit tidak dilakukan). Pasien dapat melaksanakan senam kaki sambil: Duduk dan tidur sebanyak 5 x mengikuti pergerakan yang dibantu oleh perawat, menggerakkan kaki keatas dan kebawah sampai 5 x, menggerakan ujung jari-jari kaki kebawah dan keatas, kesamping, memutar 5 x, menggerakan pergelangan kaki ke kanan dan ke kiri sampai 5 x. Dilakukan selama 12 minggu.

Jenis olah raga yang dianjurkan pada penderita DM adalah olah raga aerobik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh khususnya meningkatkan fungsi dan efisiensi metabolisme tubuh. Olah raga aerobik seperti jogging, berenang, senam kelompok dan bersepeda tepat dilakukan pada penderita DM karena menggunakan semua otot – otot besar, pernapasan dan jantung. Pada senam aerobik misalnya, dari variasi gerakan - gerakan yang banyak terutama gerakan dasar pada kaki dan jalan dapat memenuhi kriteria CRIPE (continous, rhythmical, interval, progresif dan endurance) sehingga sesuai dengan tahapan kegiatan yang harus dilakukan. Disamping itu senam aerobik yang dilakukan secara berkelompok akan memberi rasa senang pada anggota dan juga dapat memotivasi anggota yang lain untuk terus melakukan olah raga secara kontinue dan teratur (Sidartawan, 1995).

(57)

pada kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3 bulan (HbA1C) dan masa tubuh pada penderita DM tipe-2, memperlihatkan terjadinya penurunan HbA1C yang signifikan setelah intervensi latihan fisik dibanding kelompok kontrol (7.65 vs. 8.31%, dengan mempertimbangkan perbedaan mean 0.66%; P <0.001). Sedang pengaruh terhadap berat badan antara kelompok dengan intervensi latihan fisik dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Hasil metaregresi memperkuat bahwa manfaat efek latihan jasmani pada HbA1C tidak tergantung pada efek perubahan yang terjadi pada berat badan (Boule et al., 2001). Oleh karena itu program latihan fisik yang terstruktur secara klinis dan statistik memberikan pengaruh yang bermanfaat terhadap kontrol kadar glukosa darah, dan efek tersebut tidak didahului terjadinya penurunan berat badan.

Hasil meta analisis yang berikutnya oleh peneliti yang sama (Boule et al., 2001) memperlihatkan bahwa latihan fisik yang intensif dapat memprediksi pertimbangan perbedaan mean pada HbA1C (r = 0.91, P = 0.002) ke tingkat yang lebih besar dibanding latihan fisik tidak intensif (r = 0.46, P = 0.26). Hasil ini memberikan harapan pada setiap individu dengan DM tipe-2 yang sudah menjalankan latihan fisik dengan intensitas sedang untuk meningkatkan intensitas latihan fisiknya dalam usaha memperoleh manfaat tambahan baik pada kemampuan aerobik maupun kontrol kadar glukosa darah (Boule et al., 2001). Diharapkan dengan adanya latihan jasmani yang dilakukan, kadar glukosa darah pada penderita DM tipe-2 dapat menurun.

(58)

mencegah kegemukan, ikut berperan dalam mengatasi kemungkinan terjadinya komplikasi aterogenik, gangguan lemak darah, meningkatkan kadar kolesterol HDL, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, menormalkan tekanan darah, serta meningkatkan kemampuan kerja. Pada saat responden melakukan latihan jasmani, pada tubuh akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan bakar tubuh oleh otot yang aktif dan terjadi pula reaksi tubuh yang kompleks meliputi fungsi sirkulasi, metabolisme, dan susunan saraf otonom. Dimana glukosa yang disimpan dalam otot dan hati sebagai glikogen, glikogen cepat diakses untuk dipergunakan sebagai sumber energi pada latihan jasmani terutama pada beberapa atau permulaan latihan jasmani dimulai Setelah melakukan latihan jasmani 10 menit, akan terjadi peningkatan glukosa 15 kali dari kebutuhan biasa, setelah 60 menit, akan meningkat sampai 35 kali (Suhartono, 2004). Dimana setelah beberapa menit berlangsung tubuh akan mengompensasi energi dari lemak. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani (Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan DM tipe-2 di Indonesia, 2006).

Jenis latihan jasmani yang dianjurkan untuk para penderita diabetes adalah jalan, jogging, berenang dan bersepeda. Tahapan dalam latihan jasmani juga sangat diperlukan, tahapan dalam latihan jasmani perlu dilakukan agar otot tidak memperoleh beban secara mendadak. Tahapan latihan jasmani mulai dari pemanasan (warming up), latihan inti (conditioning), pendinginan (cooling down), serta peregangan (stretching).

(59)

dari latihan jasmani setelah 2 x 24 jam hilang, oleh karena itu untuk memperoleh efek tersebut latihan jasmani perlu dilakukan 2 hari sekali atau seminggu 3 kali. Penderita diabetes diperbolehkan melakukan latihan jasmani jika glukosa darah kurang dari 250 mg%. Jika kadar glukosa diatas 250 mg, pada waktu latihan jasmani akan terjadi pemecahan (pembakaran) lemak akibat pemakaian glukosa oleh otot terganggu, hal ini membahayakan tubuh dan dapat menyebabkan terjadinya koma-ketoasidosis (Suhartono, 2004).

Hasil tinjauan secara sistematik dan meta-analisis penelitian klinis mengenai efek intervensi latihan fisik yang terstruktur selama ≥ 8 minggu pada kadar glukosa darah rata-rata dalam 2-3 bulan (HbA1C) dan masa tubuh pada penderita DM tipe-2, memperlihatkan terjadinya penurunan HbA1C yang signifikan setelah intervensi latihan fisik dibanding kelompok control (7.65 vs. 8.31%, dengan mempertimbangkan perbedaan mean 0.66%; P <0.001). Sedang pengaruh terhadap berat badan antara kelompok dengan intervensi latihan fisik dan kelompok kontrol tidak ada perbedaan. Hasil metaregresi memperkuat bahwa manfaat efek latihan jasmani pada HbA1C tidak tergantung pada efek perubahan yang terjadi pada berat badan (Boule et al., 2001). Oleh karena itu program latihan fisik yang terstruktur secara klinis dan statistik memberikan pengaruh yang bermanfaat terhadap kontrol kadar glukosa darah, dan efek tersebut tidak didahului terjadinya penurunan berat badan.

(60)

Senam Diabates Melitus. Senam diabetes adalah senam fisik yang dirancang menurut usia dan status fisik dan merupakan bagian dari pengobatan diabetes mellitus (Persadia, 2000). Senam diabetes dibuat oleh para spesialis yang berkaitan dengan diabetes, diantaranya adalah rehabilitasi medis, penyakit dalam, olahraga kesehatan, serta ahli gizi dan sanggar senam (Sumarni, 2008).

Senam tersebut khusus dirancang untuk pasien DM dan gerakan senam DM tidak jauh beda dari senam kesehatan jasmani (SKJ) yaitu pemanasan, gerakan inti, pendinginan. Senam diabetes mellitus dilakukan secara teratur 3-5 kali dalam seminggu dengan durasi 60-60 menit. Gerakan yang mudah dilakukan, serta ekonomis (Ilyas, 2009).

Penelitian Allen (1999) bahwa olahraga yang teratur dan konsisten dapat menurunkan kebutuhan insulin sebesar 100% dan penurunan kadar glukosa dalam darah. Latihan fisik menyebabkan adaptasi lokal dalam otot-otot terutama dalam peningkatan beberapa enzim peningkatan aktifitas enzim yang aktif bersamaan dengan kapilarisasi dari otot yang aktif akan meningkatkan sensitifitas insulin dan peningkatan penggunaan glukosa dalam darah.

Dari hasil penelitian (Indriati, 1990) mengatakan bahwa adanya pengaruh latihan fisik dengan turunnya kadar glukosa darah, hal ini dibuktikan dengan penurunan kadar glukosa darah rata-rata 60, 767 mg pada penelitian yang dia lakukan pada penderita diabetes mellitus tipe 1 dan 2.

(61)

dalam peningkatan beberapa enzim peningkatan aktifitas enzim yang aktif bersamaan dengan kapilarisasi dari otot yang aktif akan meningkatkan sensitifitas insulin dan peningkatan penggunaan glukosa dalam darah.

Manfaat dari senam diabetes mellitus menurut Santoso (2010) adalah: (1) Mengontrol gula darah, terutama pada diabetes mellitus tipe 2 yang mengikuti olahraga teratur; (2) Menghambat dan memperbaiki faktor resiko penyakit kardiovaskuler yang banyak terjadi pada penderita DM; (3) Senam DM dapat memperbaiki profil lemak darah, dan kolesterol total, serta memperbaiki sirkulasi dan tekanan darah; (4) Menurunkan berat badan, pengaturan olahraga secara optimal dan diet DM pada penderita kegemukan; (5) Memperbaiki gejala-gejala muskuloskeletal otot, tulang, sendi, serta gejala-gejala neuropati perifer seperti kesemutan, dan kebas; (6) Mencegah terjadinya DM yang dini terutama bagi responden-responden dengan riwayat keluarga DM; (7) Mengurangi kebutuhan pemakaian obat oral dan insulin.

5.3. Peranan Perawatan Luka dalam Penyembuhan Luka Gangren pada Penderita DM

(62)

responden (36.7%) dan minoritas menyatakan kesembuhan adalah buruk yakni sebanyak 19 responden (31.7%) mengalami penyembuhan luka buruk selanjutnya dengan perawatan luka yang buruk dalam asuhan keperawatan terhadap luka gangren pada penderita DM 16 responden (26,7%) mengalami penyembuhan yang buruk dan 3 responden (5,0%) mengalami penyemhuhan yang baik. Melakukan perawatan luka gangren dengan protap ditutup (seharusnya tidak boleh ditutup). Kerjasama dengan pasien keluarga dalam melaksanakan perawatan luka steril mencuci luka, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan dan menghindari infeksi, pencucian luka untuk kebersihan serta membuang jaringan yang mati mencuci luka dengan cairan luka NaCl 0,9% dilakukan debridement (nikrotomi) membuang jaringan nektrotik yang menempel di luka lalu diberi salep cukup efektif untuk melindungi kulit sekitar luka dari cairan/eksudat jika eksudat berlebihan mengganti balutan 2-3 x sehari untuk kulit yang kering beri lotion atau minyak. Melaksanakan perawatan luka sehari-hari dapat mengatasi kemampuan diri sendiri untuk lebih terampil antara lain tercapainya penyembuhan luka dengan kriteria: berkurangnya oedema sekitar luka, pus tidak ada dan jaringan baru mulai terlihat warna merah mudah. Bau busuk pada luka berkurang, tanda-tanda infeksi tidak terjadi lagi. Dilakukan selama 12 minggu hasilnya tanda-tanda infeksi tidak ada tanda vital dalam batas normal 36-37,50C. Keadaan luka kering dan membaik kadar KGD normal (140 mg/dl).

(63)

disebutkan dalam beberapa literature lebih efektif untuk proses penyembuhan luka bila dibandingkan dengan metode konvensional. Perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance ini dikenal sebagai metode modern dressing dan memakai alat ganti balut yang lebih modern. Metode tersebut belum begitu familiar bagi perawat di Indonesia. Biasanya, tidak banyak yang dilakukan untuk merawat luka. Apalagi jika hanya luka ringan. Langkah pertama yang diambil adalah membersihkannya kemudian langsung diberi obat luka atau yang lebih dikenal dengan obat merah. Sementara pada luka berat, setidaknya langkah yang diambil tidak jauh dari membersihkannya dahulu, setelah itu diberi obat. Sering responden tidak memperhatikan perlukah luka tersebut dibalut atau tidak.

(64)

disebabkan karena kegagalan relatif sel Beta dan resistensi insulin.

Gangren, luka kronis di bagian kaki, merupakan salah satu bentuk gangguan yang sering terjadi akibat adanya penumpukan plak pada pembuluh darah perifer. Kondisi ini sering menyerang penderita diabetes yang kadar gula darah dalam tubuhnya tidak terkontrol. Upaya penyembuhan luka kronis di kaki (gangren) pada penderita diabetes dibutuhkan penanganan yang menyeluruh. Tidak bisa jika hanya dilakukan dengan memberikan antibiotik saja dan perawatan luka biasa. Menurutnya, butuh pemeriksaan lebih dalam apakah ada penyumbatan dan penyempitan pada pembuluh darah kaki. Jika ada, maka sumbatan tersebut harus dibuka. Hal ini dikarenakan sumbatan tersebut adalah penyebab utama terjadinya luka. Aliran darah akan terhambat jika mengalami sumbatan pada pembuluh darah kaki, sehingga akan ada jaringan yang tidak bisa mendapatkan pasokan oksigen dan makanan. Kondisi ini akan membuat jaringan menjadi mati seiring berjalannya waktu hingga terbentuk luka. Oleh sebab itu, jika sumbatan tidak dibuka, maka akan mempersulit penyembuhan luka. da beberapa cara untuk membuka sumbatan pembuluh darah kaki. Bisa dengan cara operasi pembalonan, atau juga dengan cara pemasangan stent (cincin/ring), sama seperti penanganan penyakit jantung koroner, bedanya hanya terletak pada lokasi pembuluh darah.

Gambar

Tabel 3.2  Definisi Operasional
Tabel 3.2 (Lanjutan)
Tabel 3.2 (Lanjutan)
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas Item Kuesioner
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lingkungan sekolah yang sehat seperti : pelayanan kesehatan yang memadai, pengendalian penyakit menular, pengaturan personal hygiene siswa, program yang baik dari

Akar berfungsi sebagai penopang berdirinya tanaman, Batang berfungsi sebagai penerus unsur hara yang diserap oleh akar tanaman dan disebarkan keseluruh bagian

[r]

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa ekstrak etanol herba sawi pahit yang diberikan secara oral pada mencit selama 28 hari dan untuk kelompok

Kemud'in bila d i l i a t rata-rata skor frekuensi konsumsi sumber karbohidrat lainnya yaitu singkong dan umbi lainnya, ternyata skor frekuensi konsumsi singkong juga

Aplikasi pendukung pembelajaran IPS SD ini telah diuji menggunakan metode pengujian black box dengan hasil uji semua fungsi yang diharapkan berhasil dan metode

Mereka mampu berinteraksi dengan sangat baik dengan teknologi digital seperti internet, video games , dan computer games (Selwyn, 2009). Anak sebagai pengguna aplikasi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepuasan pada kompensa- si, motivasi kerja, dan komitmen organisasional memiliki pengaruh po- sitif dan signifikan terhadap kedisiplinan