PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI DENGAN
PEMBERIAN MIKROBA PADA CEKAMAN
ALUMINIUM DAN KEKERINGAN
SKRIPSI
OLEH:
AHMAD FADLI ARBIAN 070301013/BDP-AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
PERTUMBUHAN DAN HASIL KEDELAI DENGAN
PEMBERIAN MIKROBA PADA CEKAMAN
ALUMINIUM DAN KEKERINGAN
SKRIPSI
OLEH:
AHMAD FADLI ARBIAN 070301013/BDP-AGRONOMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Judul Skripsi : Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Dengan Pemberian Mikroba Pada Cekaman Aluminium dan Kekeringan
Nama : Ahmad Fadli Arbian
NIM : 070301013
Departemen : Budidaya Pertanian Program Studi : Agronomi
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr.Ir.Dra. Chairani Hanum, MS Ir. Sanggam Silitonga Ketua Anggota
Mengetahui,
Ir. T. Sabrina, M.Agr,Sc. Ph.D Ketua Departemen Agroekoteknologi
ABSTRAK
AHMAD FADLI ARBIAN: Pertumbuhan dan Hasil Kedelai dengan Pemberian Mikroba pada Cekaman Aluminium dan Kekeringan, di bawah bimbingan CHAIRANI HANUM dan SANGGAM SILITONGA
Penanaman kedelai mengalami cekaman kekeringan di lapangan karena jumlah curah hujan tidak merata sepanjang tahun dan kondisi tanah yang telah mengalami kemasaman. Untuk itu diperlukan suatu upaya penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai di lahan kering masam dengan pemberian teknologi mikroba. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, pada bulan Februari 2011 - Mei 2011, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 3 faktor yaitu Varietas, Mikroba (tanpa mikrob, rhizobium,mikoriza, bakteri pelarut fospat), cekaman kekeringan dan keasaman (KL 80%; ph 5,2, KL 40%; ph 5,2, KL 80%; ph 6,5, KL 40%; ph 6,5). Parameter yang diamati adalah umur berbunga ,total luas daun, bobot basah akar,bobot basah tajuk,bobot kering akar,bobot kering tajuk, jumlah polong per tanaman, bobot kering biji per tanaman,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap parameter total luas daun, umur berbunga, bobot basah akar, bobot kering akar dan jumlah polong per tanaman. perlakuan mikroba berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah polong per tanaman. perlakuan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata terhadap parameter luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk,bobot kering akar jumlah polong per tanaman dan bobot kering biji per tanaman. interaksi perlakuan varietas dan mikroba berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. interaksi perlakuan varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata terhadap parameter luas daun dan bobot basah akar. interaksi perlakuan mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata terhadap parameter bobot basah akar dan bobot kering akar. interaksi perlakuan varietas, mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan.
ABSTRACT
Ahmad Fadli Arbian: Yield and Growth of Soybean by aplicating Microbes in Alluminum Stress and Drought Stress. Under the guidance of Chairani Hanum and Sanggam Silitonga
Soybean planting experienced drought stress in the field because rainfall amounts were not evenly distributed during the year and soil condition have experienced unfriendliness. It required a research effort that aims to determine the yield and the gowth of some soybean varieties in dryland sour with the provision of microbial technology. The research was conducted at the Geenhouse School of Agiculture, University of North Sumatra, Medan, in February 2011 - May 2011, using a randomized factorial design of three factors: varieties, Microbes (without microbial, rhizobium, mycorrhizae, bacteria fospat solvent), drought stress and acidity (KL 80%; pH 5.2, 40% KL; pH 5.2, 80% KL; pH 6.5, 40% KL; pH 6.5). The parameters observed were flowering age, total leaf area, wet weight of roots, wet weight of crown, dry weight of roots, dry weight of crown, number of pods per plant, seeds per plant dry weight,
The results showed that the treatment of varieties was significantly different the parameters of total leaf area, flowering age,wet weight of roots, dry weight of roots. The treatment of microbial was significantly influenced the parameters of number of pods per plant. The treatment of alluminum stress and drought stress was significantly influenced the parameters leaf area, wet weight of crown, wet weight of roots, dry weight of crown, dry weight of roots, number of pods per plant, seeds per plant dry weight . The treatment interactions of the varieties and the microbial have not yet significantly influenced of the parameters. The treatment interactions of the variety and the alluminum stress and drought stress significantly influenced the parameters of leaf area and wet weight of roots. The treatment interactions of the microbial and the alluminum stress and drought stress significantly influenced the parameters of wet weight of roots and dry weight of roots. The treatment interactions of the varieties, the microbial and the alluminum stress and drought stress has not yet significantly influenced parameters of the observations.
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kisaran pada tanggal 24 Maret 1989, putra pertama dari
empat bersaudara dari Ayahanda Arba’in dan Ibu Ratna Ningsih..
Tahun 2007, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Tanjung Pura, Langkat dan
pada tahun yang sama terdaftar sebagai mahasiswa Progam Studi Agonomi,
Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian USU melalui jalur
Penerimaan Mahasiswa Prestasi (PMP).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota bidang
pendidikan dan pelatihan BKM Al-Mukhlisin (2007-2008), ketua bidang
pendidikan dan pelatihan BKM Al-Mukhlisin (2008-2009), anggota divisi
tanaman buah obat dan sayur Himadita Nursery (2008-2009), ketua divisi
tanaman perkebunan dan kehutanan Himadita Nursery (2009-2010), ketua umum
himadita nursery (2010-2011), sebagai asisten laboratorium morfologi dan
taksonomi tumbuhan serta laboratorium anatomi tumbuhan (2009-2010) dan
asisten laboratorium dasar agonomi (2010-2011).
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Bakrie
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
Maha Kuasa atas segala rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Pertumbuhan dan Hasil Kedelai dengan Pemberian
Mikroba Pada Cekaman Aluminium dan Kekeringan”
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan
mendidik penulis selama ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Ibu Dr. Ir. Dra. Chairani Hanum, MS, , dan Bapak Ir. Sanggam Silitonga
selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan
memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan
judul, melakukan penelitian, sampai penelitian selesai. Khusus pada Bapak Fery
Gunawan di Laboratorium FP UISU dan Ibu Neli di Laboratorium Biologi Tanah
FP USU, penulis menyampaikan banyak terima kasih atas bantuannya selama
penulis mengumpulkan data. Kesempatan ini juga Penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Progam Studi Agonomi
Departemen Budidaya Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat
disebutkan satu per satu disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa tiada gading yang tak retak, demikian juga
skripsi ini tak luput dari kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, penulis
menerima kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
RIWAYAT HIDUP ... iii
KATA PENGANTAR ... iv Syarat Tumbuh Kedelai ... 4
Iklim ... 4
Tanah ... 5
Pengaruh Cekaman Aluminium Terhadap Kedelai ... 5
Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Kedelai ... 6
Rhizobium ... 9
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) ... 11
Bakteri Pelarut Fospat ... 13
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu ... 16
Bahan dan Alat ... 16
Metode Penelitian ... 16
Peubah Amatan ... 19
Pelaksanaan Penelitian ... 21
Persiapan Media Tanam ... 21
Penentuan kebutuhan kapur ... 21
Inokulasi rhizobium ... 21
Aplikasi bakteri pelarut fospat ... 21
Aplikasi FMA ... 22
Penanaman ... 22
Penjarangan ... 22
Penyiraman ... 22
Pemupukan ... 22
Penyiangan... 22
Pengendalian hama dan penyakit ... 22
Panen ... 23
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 24
Pembahasan ... 55
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 65
Saran ... 66
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Umur berbunga (hari) pada perlakuan varietas dan mikroba ... 25
2. Umur berbunga pada perlakuan varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan... 26
3. Umur berbunga (hari) pada perlakuan mikroba dan cekaman
aluminium dan kekeringan ... 26
4. Umur berbunga (hari) pada perlakuan varietas, mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan ... 27
5. Total luas daun (cm2) pada perlakuan varietas dan mikroba ... 28
6. Total luas daun (cm2) pada perlakuan varietas dan cekaman
aluminium dan kekeringan ... 29
7. Total luas daun (cm2) pada perlakuan mikroba dan cekaman
aluminium dan kekeringan ... 31
8. Total luas daun (cm2) pada perlakuan varietas, mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan ... 31
9. Bobot basah tajuk (g) pada perlakuan varietas dan mikroba ... 32
10. Bobot basah tajuk (g) pada perlakuan varietas dan cekaman
aluminium dan kekeringan ... 32
11. Bobot basah tajuk (g) pada perlakuan mikroba dan cekaman
aluminium dan kekeringan ... 34
12. Bobot basah tajuk (g) pada perlakuan varietas, mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan ... 34
13. Bobot kering tajuk (g) pada perlakuan varietas dan mikroba ... 35
14. Bobot kering tajuk (g) pada perlakuan varietas dan cekaman
aluminium dan kekeringan ... 35
15. Bobot kering tajuk (g) pada perlakuan mikroba dan cekaman
aluminium dan kekeringan ... 37
16. Bobot kering tajuk (g) pada perlakuan varietas, mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan ... 37
18. Bobot basah akar pada perlakuan varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan... 39
19. Bobot basah akar (g) pada perlakuan mikroba dan cekaman
aluminium dan kekeringan ... 41
20. Bobot basah akar (g) pada perlakuan varietas, mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan ... 42
21. Bobot kering akar (g) pada perlakuan varietas dan mikroba ... 43
22. Bobot kering akar (g) pada perlakuan varietas dan cekaman
aluminium dan kekeringan ... 44
23. Bobot kering akar (g) pada perlakuan mikroba dan cekaman
aluminium dan kekeringan ... 46
24. Bobot kering akar (g) pada perlakuan varietas, mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan ... 47
25. Jumlah polong per tanaman (polong) pada perlakuan varietas dan mikroba ... 48
26. Jumlah polong per tanaman (polong) pada perlakuan varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan ... 49
27. Jumlah polong per tanaman (polong) pada perlakuan mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan ... 50
28. Jumlah polong per tanaman (polong) pada perlakuan varietas, mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan ... 51
29. Bobot kering bij per tanaman (g) pada perlakuan varietas dan mikroba ... 52
30. Bobot kering bij per tanaman (g) pada perlakuan varietas dan
cekaman aluminium dan kekeringan ... 52
31. Bobot kering bij per tanaman (g) pada perlakuan mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan ... 53
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Histogam perbedaan varietas terhadap umur berbunga... 25
2. Histogam perbedaan varietas terhadap total luas daun ... 28
3. Gafik pengaruh cekaman aluminium dan kekeringan terhadap total luas daun ... 30
4. Histogam pengaruh interaksi varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan terhadap total luas daun ... 30
5. Histogam pengaruh interaksi varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan terhadap total luas daun... 33
6. Gafik pengaruh cekaman aluminium dan kekeringan terhadap bobot basah tajuk... 36
7. Histogam perbedaan varietas terhadap bobot basah akar ... 39
8. Gafik pengaruh cekaman aluminium dan kekeringan terhadap bobot basah akar ... 40
9. Histogam pengaruh interaksi varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan terhadap bobot basah akar ... 41
10.Histogam pengaruh interaksi mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan terhadap bobot basah akar ... 42
11.Histogam perbedaan varietas terhadap bobot basah akar ... 44
12.Gafik pengaruh cekaman aluminium dan kekeringan terhadap bobot kering akar... 45
13.Histogam pengaruh interaksi mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan terhadap bobot kering akar ... 46
14.Histogam perbedaan varietas terhadap jumlah polong per tanaman ... 48
15.Pengaruh cekaman aluminium dan kekeringan terhadap jumlah polong per tanaman ... 50
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Deskripsi Kedelai Varietas Nanti ... 70
2. Deskripsi Kedelai Varietas Cikuray ... 71
3. Bagan Lahan Percobaan ... 72
4. Bagan tata letak polibek antar blok dan antar plot ... 73
5. Jadwal Kegiatan Penelitian ... 74
6. Analisis Tanah... 75
7. Menghitung kebutuhan kapur dengan metode Kurva Ca(OH)2 ... 76
8. Menghitung kebutuhan air ... 77
9. Data Pengamatan Umur Berbunga (HST) ... 79
10.Daftar Sidik Ragam Umur Berbunga ... 79
11.Data Pengamatan Total Luas Daun (cm2) ... 80
12.Daftar Sidik Ragam Total Luas Daun ... 80
13.Data Pengamatan Bobot Basah Tajuk (g) ... 81
14.Daftar Sidik Ragam Bobot Basah Tajuk ... 81
15.Data Pengamatan Bobot Kering Tajuk (g) ... 82
16.Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Tajuk ... 82
17.Data Pengamatan Bobot Basah Akar (g) ... 83
18.Daftar Sidik Ragam Bobot Basah Akar... 83
19.Data Pengamatan Bobot Kering Akar (g) ... 84
20.Daftar Sidik Ragam Bobot Kering Akar ... 84
21.Data pengamatan jumlah polong per tanaman (Polong) ... 85
23.Daftar sidik ragam jumlah polong per tanaman ... 86
24.Data pengamatan bobot kering biji per tanaman (g) ... 87
25.Data hasil transformasi (x+0,5)1/2 ... 87
ABSTRAK
AHMAD FADLI ARBIAN: Pertumbuhan dan Hasil Kedelai dengan Pemberian Mikroba pada Cekaman Aluminium dan Kekeringan, di bawah bimbingan CHAIRANI HANUM dan SANGGAM SILITONGA
Penanaman kedelai mengalami cekaman kekeringan di lapangan karena jumlah curah hujan tidak merata sepanjang tahun dan kondisi tanah yang telah mengalami kemasaman. Untuk itu diperlukan suatu upaya penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai di lahan kering masam dengan pemberian teknologi mikroba. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, pada bulan Februari 2011 - Mei 2011, menggunakan rancangan acak kelompok faktorial 3 faktor yaitu Varietas, Mikroba (tanpa mikrob, rhizobium,mikoriza, bakteri pelarut fospat), cekaman kekeringan dan keasaman (KL 80%; ph 5,2, KL 40%; ph 5,2, KL 80%; ph 6,5, KL 40%; ph 6,5). Parameter yang diamati adalah umur berbunga ,total luas daun, bobot basah akar,bobot basah tajuk,bobot kering akar,bobot kering tajuk, jumlah polong per tanaman, bobot kering biji per tanaman,
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas berbeda nyata terhadap parameter total luas daun, umur berbunga, bobot basah akar, bobot kering akar dan jumlah polong per tanaman. perlakuan mikroba berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah polong per tanaman. perlakuan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata terhadap parameter luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk,bobot kering akar jumlah polong per tanaman dan bobot kering biji per tanaman. interaksi perlakuan varietas dan mikroba berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter. interaksi perlakuan varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata terhadap parameter luas daun dan bobot basah akar. interaksi perlakuan mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata terhadap parameter bobot basah akar dan bobot kering akar. interaksi perlakuan varietas, mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan.
ABSTRACT
Ahmad Fadli Arbian: Yield and Growth of Soybean by aplicating Microbes in Alluminum Stress and Drought Stress. Under the guidance of Chairani Hanum and Sanggam Silitonga
Soybean planting experienced drought stress in the field because rainfall amounts were not evenly distributed during the year and soil condition have experienced unfriendliness. It required a research effort that aims to determine the yield and the gowth of some soybean varieties in dryland sour with the provision of microbial technology. The research was conducted at the Geenhouse School of Agiculture, University of North Sumatra, Medan, in February 2011 - May 2011, using a randomized factorial design of three factors: varieties, Microbes (without microbial, rhizobium, mycorrhizae, bacteria fospat solvent), drought stress and acidity (KL 80%; pH 5.2, 40% KL; pH 5.2, 80% KL; pH 6.5, 40% KL; pH 6.5). The parameters observed were flowering age, total leaf area, wet weight of roots, wet weight of crown, dry weight of roots, dry weight of crown, number of pods per plant, seeds per plant dry weight,
The results showed that the treatment of varieties was significantly different the parameters of total leaf area, flowering age,wet weight of roots, dry weight of roots. The treatment of microbial was significantly influenced the parameters of number of pods per plant. The treatment of alluminum stress and drought stress was significantly influenced the parameters leaf area, wet weight of crown, wet weight of roots, dry weight of crown, dry weight of roots, number of pods per plant, seeds per plant dry weight . The treatment interactions of the varieties and the microbial have not yet significantly influenced of the parameters. The treatment interactions of the variety and the alluminum stress and drought stress significantly influenced the parameters of leaf area and wet weight of roots. The treatment interactions of the microbial and the alluminum stress and drought stress significantly influenced the parameters of wet weight of roots and dry weight of roots. The treatment interactions of the varieties, the microbial and the alluminum stress and drought stress has not yet significantly influenced parameters of the observations.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan komoditi pangan strategis dalam perekonomian
nasional ditinjau dari berbagai aspek antara lain merupakan sumber protein nabati,
salah satu sumber pendapatan utama petani dan mempunyai tingkat permintaan
yang relatif cepat. Serta merupakan bahan pakan ternak dan industri yang dapat
dikembangkan. Dalam pengembangan kedelai, petani mempertimbangkan
keunggulan komoditas tersebut untuk memberikan tingkat produksi yang mampu
bersaing dengan komoditas lainnya (Sirappa dkk, 2004).
Produksi kedelai nasional setiap tahunnya mengalami kenaikan dan
penurunan. Hal ini dapat dilihat dari data produksi kedelai
Indonesia yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009 berturut-turut adalah sebagai berikut 723.483
ton, 808.353, 747.611 ton, 592.381,ton, 775.710 ton dan 924.51 ton.
Naik turunnya produksi kedelai ini disebabkan oleh rendahnya minat petani
untuk menanam kedelai, luas lahan pertanian yang dapat digunakan semakin
habis, dan teknik budidaya yang digunakan petani.
Salah satu kendala penanaman tanaman kedelai dilapangan adalah
keterbatasan air atau terjadinya cekaman kekeringan pada periode
pertumbuhannya. Pada tanaman legum seperti kedelai, hal ini tidak saja
mengurangi proses fotosintesis tetapi juga menghambat proses fiksasi nitrogen
menyebabkan ketersediaan nitogren sulit terpenuhi bagi pertumbuhan kedelai
yang pada gilirannya akan mempengaruhi produksi kedelai yang maksimal
(Barus dan yusuf, 2004).
Umumnya tanah-tanah tropis seperti halnya Indonesia relatif miskin unsur
hara dan mempunyai pH rendah. Pada pH rendah ion P akan mudah bersenyawa
dengan Al, Fe dan Mn, sehingga sering mengalami keracunan Al dan Fe.
Keracunan Al akan menghambat pemanjangan dan perkembangan akar primer
serta menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu akar. Selain itu pada pH
rendah aktifitas mikroba sangat rendah sehingga mekanisme penyediaan unsur
hara melalui proses penguraian bahan organik terhambat dan bahan organik tanah
sulit terurai (Simanjuntak, 2005).
Untuk mengatasi keadaan tersebut dapat dilakukan berbagai usaha antara
lain dengan cara budidaya dan mengadakan penapisan terhadap genotipe kedelai
untuk tanah masam dan tahan kondisi kering. Alternatif lain untuk mengatasi
pengaruh kekeringan adalah dengan menggunakan pupuk hayati. Beberapa jenis
mikroba tanah yang digunakan sebagai pupuk hayati dan berperan spesifik dalam
pertumbuhan tanaman antara lain bakteri Rhizobium, fungi mikoriza arbuskula
(FMA), dan bakteri pelarut fospat
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan
penelitian guna mengetahui pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai
(Glycine max L Merril.) dengan pemberian mikrobia pada cekaman aluminium
Tujuan Penelitian
Menguji pengaruh pemberian mikroba dan cekaman ganda aluminium dan
kekeringan serta interaksi ketiganya terhadap pertumbuhan dan hasil beberapa
varietas kedelai (Glycine max L. Merrill).
Hipotesis Penelitian
Ada perbedaan tanggap pada pertumbuhan dan hasil beberapa varietas
kedelai (Glycine max L. Merril) akibat pemberian mikroba dan cekaman ganda
aluminium dan kekeringan serta interaksi ketiga faktor tersebut
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai salah satu
syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian, Universitas
TINJAUAN PUSTAKA
Syarat Tumbuh Iklim
Pertumbuhan kedelai optimum tercapai pada suhu 20 – 25º C. Suhu 12 –
20º C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman,
tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan
kecambah,serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi
dari 30º C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosíntesis
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Kedelai dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas, di
tempat-tempat yang terbuka dan bercurah hujan 100 – 400 mm3 per bulan. Oleh karena
itu, kedelai kebanyakan ditanam didaerah yang terletak kurang dari 400 m di atas
permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik, jika ditanam di daerah
beriklim kering (Andrianto dan Indarto, 2004).
Kedelai merupakan tanaman berhari pendek, yakni apabila penyinaran
terlalu lama melebihi 12 jam, tanaman tidak akan berbunga. Hampir semua
varietas tanaman kedelai berbunga dari umur 30 – 60 hari (Yustika, 1985).
Kedelai dapat dibudidayakan mulai dari daerah khatulistiwa sampai letak
lintang 550 LU dan 550 LS pada ketinggian 0-2000 m dpl.Iklim kering lebih
disukai tanaman kedelai dibanding iklim sangat lembab.Curah hujan optimum
antara 100-200 mm bulan. Varietas kedelai berbiji besar cocok ditanam dilahan
Tanah
Tanaman ini umumnya dapat beradaptasi terhadap berbagai jenis tanah,
dan menyukai tanah yang bertekstur ringan hingga sedang, dan berdrainase baik,
tanaman ini peka terhadap kondisi salin (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8 – 7,
namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Tanah –
tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, gumosol, latosol dan andosol. Pada tanah
– tanah podzolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa,
pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik
atau kompos dalam jumlah yang cukup (Andrianto dan Indarto, 2004).
Tanaman kedelai dapat ditanam pada berbagai jenis tanah dengan drainase
dan aerase yang baik. Jenis tanah yang sangat cocok untuk menanam kedelai ialah
alluvial, regosol, gumosol, latosol, dan andosol. Untuk menaikkan pH, dilakukan
pengapuran misalnya dengan kalsit (CaCO3), dolomit (Ca Mg(CO3)2), atau kapur
bakar. Pemberian kapur dilakukan sekitar 2-4 minggu sebelum tanam, bersamaan
dengan pengolahan lahan (Fachruddin, 2002).
Pengaruh Cekaman Aluminium Terhadap Kedelai
Konsentrasi aluminium yang cukup tinggi pada tanah asam (yang pHnya
dibawah 4,7) dapat menghambat pertumbuhan beberapa spesies,tidak hanya
karena efeknya yang merusak ketersediaan fosfat, tapi karena penghambatan
penyerapan besi dan karena efek beracun secara langsung terhadap metabolisme
tumbuhan (Salisbury dan Ross , 1995).
Ketersediaan P dalam tanah pada umumnya rendah. Hal ini disebabkan P
tanah basa, tanaman tidak dapat menyerap P dalam bentuk terikat dan harus
diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman. Mikroba tanah berperan
dalam beberapa aktivitas dalam tanah seperti pelarutan P terikat oleh sekresi
asam, dan mineralisasi komponen fosfat organik dengan mengubahnya menjadi
bentuk anorganik (Suliasih dan Rahmat, 2006).
Tanaman yang toleran terhadap keracunan Al memiliki kemampuan untuk
menekan pengaruh buruk keracunan Al tersebut. Kriteria tanaman yang toleran
antara lain : (a) akar sanggup tumbuh terus dan ujung akar tidak rusak, (b)
mengurangi absorpsi Al, (c) memiliki berbagai cara untuk menetralkan pengaruh
toksik Al setelah diserap tanaman, (d) sanggup menciptakan keadaan yang kurang
asam di daerah perakaran, (e)translokasi ion Al ke bagian atas tanaman sedikit,
karena sebagian besar ditoleran di akar, dan (f) karena suatu mekanisme tertentu
maka ion aluminium tidak sanggup menghambat serapan Ca, Mg dan K
(Prasetiyono dan Tasliah, 2003).
Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Kedelai
Pengaruh cekaman kekeringan tidak hanya pada fase vegetatif tetapi juga
pada fase generatif. Secara morfologis pengaruh cekaman kekeringan terjadi pada
pertumbuhan vegetatif, terutama pada luas daun, pertumbuhan tunas baru. Pada
fase generatif pembungaan tidak normal, aborsi embrio,dan perkembangan biji
dan buah tidak normal yang akhirnya dapat menurunkan hasil (Nurita, 2004).
Cekaman kekeringan pada kedelai telah diketahui menurunkan laju
fotosintesis dan indeks luas daun tanaman, tanaman memendek, menekan
perkembangan akar dan tajuk kedelai. Cekaman kekeringan juga menyebabkan
meningkatkan jumlah bunga yang gugur, mengurangi jumlah polong berisi,
menurunkan jumlah biji/tanaman dan bobot persatuan biji serta menurunkan hasil
biji kedelai (Haryati, 2003).
Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk, sangat
peka terhadap cekaman , yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan
perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau
keduanya.Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan
stomata.Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman
air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif
dalam fotosintesa dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya
terhadap hasil (Goldsworthy dan Fisher, 1992).
Toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan secara fisiologis
berkaitan dengan perubahan aktivitas metabolisme yang antara lain ditunjukkan
oleh perubahan akumulasi prolin dalam jaringan daun . Prolin pada kondisi
cekaman kekeringan berperan sebagai penetralisir racun amoniak bebas yang
diproduksi berlebihan dalam daun dan berfungsi juga sebagai substrat selama
respirasi serta sumber energi selama penyembuhan tanaman setelah cekaman
(Husni, 2006).
Menurut Kramer (1972) dalam Mapegau (2006) menyatakan Tanaman
yang mengalami cekaman air stomata daunnya menutup sebagai akibat
menurunnya turgor sel daun sehingga mengurangi jumlah CO2 yang berdifusi ke
dalam daun. Kecuali itu dengan menutupnya stomata, laju transpirasi menurun
sehingga mengurangi suplai unsur hara dari tanah ke tanaman, karena traspirasi
sebagian besar unsur hara masuk ke dalam tanaman bersama-sama dengan aliran
air.
Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab
keragaman penampilan tanaman. Progam genetik yang akan diekspresikan pada
suatu fase pertumbuhan yang berpengaruh dapat diekspresikan pada berbagai sifat
tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan
keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat
perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang
digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno ,1995).
Perlakuan varietas memberikan respon yang berpengaruh pada kondisi
lingkungan yang berpengaruh sehingga menunjukkan pengaruh yang sangat
nyata. Di samping faktor lingkungan, pertumbuhan dan produksi tanaman juga
dipengaruhi oleh faktor genetis tanaman itu sendiri (Somaatmadja ,1985).
Tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan diluar
dari tingkat optimum dan dapat menyelesaikan hidupnya secara lengkap asalkan
keadaan lingkungan tidak melebihi batas fisiologi proses kehidupan. Tanaman
akan memberikan reaksi (tanggapan) terhadap perubahan lingkungan tersebut.
Pada keadaan lingkungan yang tidak optimum, manipulasi sering dilakukan untuk
menciptakan keadaan lingkungan mendekati keadaan optimum agar kapasitas
genetik yang setinggi mungkin dapat diekspresikan. Manipulasi tersebut dapat
disajikan pada pertumbuhan (Sitompul dan Guritno ,1995).
Menurut Menurut Kramer (1980) Didalam Arabi (2004) menyatakan
potensi genetik akan berpengaruh pada masing-masing tanaman. Jenis taaman
yang baik, terutama bila kondisi faktor lingkungan dapat memberikan modifikasi
dan fungsi yang baik terhadap tanaman.
Tanaman menunjukkan toleransi dengan menciptakan potensial air yang
tinggi, yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial jaringan dengan
meningkatkan penyerapan air atau menekankehilangan air. Pada mekanisme ini
tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran,
mengatur stomata, mengurangi absorbsi radiasi surya dengan pembentukan
lapisan lilin atau bulu rambut daun yang tebal, dan menurunkan permukaan
evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengurangan luas daun
(Nurhayati, 2007).
Rhizobium
Inokulum Rhizobium adalah bahan yang mengandung bakteri Rhizobium
spp yang digunakan untuk menjamin terbentuknya bintil akar pada tanaman
leguminosa. Jenis inokulum tertentu ditujukan untuk jenis tanaman leguminosa
tertentu pula, misalnya inokulum untuk kedelai (Departemen Pertanian, 1983).
Kedelai termasuk tanaman golongan C3 cukup toleran terhadap naungan.
Tanaman ini memiliki habitus yang pendek, tegak dan bercabang dengan kanopi
yang rapat. Sistem perakarannya berupa akar tunggang yang menyebar lebih
dalam dan membentuk bintil akar yang mampu memfiksasi N2 secara simbiosis
dengan bakteri Rhizobium sp. Efektivitas fiksasi N oleh Rhizobium sp. pada bintil
akar kedelai dimulai sejak fase pertumbuhan vegetatif awal pada umur tanaman
18 hari, terus meningkat dan menurun kembali pada fase pembungaan hingga
untuk pertumbuhannya dan sebagian dirembeskan ke medium perakaran yang
dapat dimanfaatkan oleh tanaman lain yang berada di sekitarnya (Turmudi, 2002).
Suatu pigmen merah yang disebut leghemoglobin dijumpai dalam bintil
akar antara bakteroid dan selubung membrane yang mengelilinginya. Jumlah
leghemoglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah
nitrogen yang difiksasi. Bintil akar efektif mampu memfiksasi N dari udara dan
mengkonversi N menjadi asam amino untuk disumbangkan kepada tanaman
kedelai (Rao, 1994).
Didalam tanah terutama pada lahan yang baru dibuka atau pada
tanah-tanah masam menyebabkan kurangnya efektivitas dan jumlah rhizobia didalam
tanah. Sifat rhizobia adalah keefektifan strain atau kemanpuan untuk membentuk
bintil akar yang mempunyai potensi penambat N udara (Hanafiah ,1992).
Tingkat infektivitas rhizobia dapat disajikan dari jumlah bintil akar yang
terbentuk dimana semakin banyak jumlah bintil akar yang terbentuk semakin
tinggi pula infektivitasnya. Dan semakin kecil bobot bintil akar maka
menunjukkan bahwa rhizobia yang menginfeksi bintil akar kurang infektif
(Hanafi ,2006)
Dahlia (2005) yang menyatakan Bahan organik tinggi bukan karena
tumbuhan yang tumbuh pada tanah tersebut menghasilkan banyak bahan organik
yang tinggi, akan tetapi karena bahan organik yang berada di permukaan tanah
sulit terurai karena aktivitas mikroba tertekan akibat pH yang terlalu rendah.
Selain itu ketersediaan unsur hara pupuk yang diberikan jugarendah terutama
pupuk P. Hanafiah (1994) juga menyatakan keberhasilan inokulasi pelarut fosfat
adalah kandungan bahan organik. Tanah dengan kandungan bahan organik rendah
tidak dapat memberikan kondisi lingkungan yang sesuai untuk aktivitas
mikroorganisme pelarut fosfat.
Menurut Denso (1992) dalam Elfianti (2008) menyatakan Keberhasilan
inokulasi mikroba pada tanaman legum sangat bergantung pada kondisi hara dari
lingkungannya. Jika tanahnya bersifat masam menyebabkan meningkatnya
konsentrasi ion H, Al, Mn dan Fe,kurang tersedianya unsur Ca, Mo dan P serta
menjadi faktor pembatas pada pertumbuhan, kolonisasi mikoriza dan survival
bakteri bintil akar. Kisaran ph tanah yang sesuai untuk hidup rhizobia adalah
sedikit netral sampai agak alkali, pada ph tanah 5,0 hanya sebagian rhizobia yang
hidup.. Jika konsenterasi Al tinggi maka sel bakteri rhizobia dapat diikat oleh Al
sehingga mengakibatkan pergerakan rhizobia terhambat yang memperkecil
kemampuan infeksi dan pembentukan bintil akar.
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
Jamur sudah bersimbiosis dengan akar tanaman, sejak tanaman berevolusi.
Jamur yang tumbuh dan berasosiasi dengan alga, dikenal sebagai lichen. Namun,
lichen ini dapat terbentuk jika bersimbiosis dengan akar Bryophyta, Pteridophyta
dan tanaman tingkat tinggi, dan simbiosis ini disebut sebagai mikoriza. Mikoriza
merupakan fungi bakteria yang membentuk nodul pada tanaman Leguminosa dan
Actinomycetes, dan membentuk nodul pada jumlah tertentu pada tanaman lain
(Russel, 1991).
Beberapa pengaruh FMA antara lain : (1) Kemampuannya yang tinggi
dalam meningkatkan penyerapan air dan hara terutama P. (2) Bertindak sebagai
kemasaman, salinitas, keracunan logam berat dalam tanah. (4) Meningkatkan
produksi hormon auksin yang berfungsi meningkatkan elastisitas dinding sel dan
mencegah atau memperlambat proses penuaan akar. Mikoriza ini berpengaruh
terhadap pertumbuhan yang lebih baik dan produksi yang tinggi. Dengan
demikian akan dihasilkan jagung yang bermutu tinggi secara kualitas dan
kuantitas (Sastrahidayat, 1995).
Terdapat dua macam mikoriza, yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Pada
ektomikoriza (juga disebut mikoriza ektotrof). Jamur ini seluruhnya
menyelubungi masing-masing cabang akar dalam selubung atau mantel hifa.
Hifa-hifa itu hanya manembus antar sel korteks akar (interseluler). Pada endomikoriza,
jamurnya tidak membentuk suatu selubung luar tetapi hidup di dalam sel-sel akar
(intraseluler) dan membentuk hubungan langsung antar sel-sel akar dan tanah
sekitarnya. Kisaran suhu yang optimal untuk pembentukan jaringan bakteriroid
didalam bintil akar adalah 200-300 C, dibawah suhu 100 C dan diatas 370 C,
rhizobia tidak dapat tumbuh (Rao, 1994).
Yang paling menarik dari dua tipe mikoriza adalah kemampuannya untuk
memperbaiki pertumbuhan tanaman dengan mempertinggi pengambilan P. Dalam
tanah yang defisien P, tanaman bermikoriza biasanya jelas-jelas tumbuh lebih
baik dibandingkan dengan tanaman non-mikoriza tetapi akan terjadi sebaliknya
pada tanah yang disuplai fosfat dengan baik. Sesungguhnya dalam tanah seperti
ini, tanaman bisa memperlihatkan tingkat infeksi yang sangat rendah. Keuntungan
tanaman bermikoriza tidak dapat diterangkan berdasarkan morfologi akar, karena
mereka mengambil fosfat lebih cepat per unit panjang akar daripada tanaman
yang lebih pendek, juga pada ektomikoriza adalah mungkin bahwa pengaruh
mikroba rizosfer dalam menurunkan panjang akar disebabkan infeksi
endomikoriza, karena hal tersebut memiliki pengaruh nyata
(Fitter dan Hay, 1991).
Daniel dan Trappe (1980) didalam Hapsoh (2003) yang menyatakan
kelembaban, suhu dan ph tanah mempengaruhi perkecambahan hifa.
Perkecambahan maksimun terjadi pada air tanah kapasitas lapang, suhu antara
18-25 dan ph 6-8. Menurut Gianinazzi-Pearson & Gianinazzi (1983), didalam
Hapsoh (2003) mengungkapkan kolonisasi berkurang pada cahaya rendah dalam
hubungannya dengan suplai karbohidrat. Pengaruh cahaya mengurangi persentase
kolonisasi di mana fotosintesis juga rendah. Kolonisasi lebih tinggi pada intensitas
cahaya lebih tinggi dalam hubungannya dengan konsentrasi gula di akar.
Bakteri Pelarut Fosfat
Mikroba pelarut phosphat adalah pupuk hayati(biofertilizer) yang
merupakan hasil dari rekayasa bioteknologi bidang ilmu tanah. Penggunaan pupuk
hayati phosphat ini merupakan salah satu bagian dari Sistem Pemeliharaan
Tanaman Terpadu (Integated Plant Nutrition System) yang dikembangkan dalam
Sistem Pertanian Organik(Organic Farming System) di Indonesia saat ini
(Ernita, 2004)
Pupuk hayati phosphat dapat berupa mikroorganisme pelarut phosphat
(golongan bakteri, jamur ataupun aktinomisetes) ataupun mikoriza diketahui
mampu meningkatkan efisiensi pemupukan P terutama pada lahan-lahan yang
telah jenuh dengan pemupukan (lahan yang telah dipupuk berat) dengan cara
dan Mn2+. Lahan yang telah jenuh dengan pemupukan dicirikan dengan tingginya
kandungan P-total tanah tetapi kandungan P- tersedia yang rendah sampai sangat
rendah. Lahan seperti ini tidak tanggap/respon lagi dengan pemupukan P.
Tingginya kandungan P-total tanah terjadi akibat pemupukan yang terus menerus
dan tidak dilakukan secara rasional (berimbang) sehingga residu pupuk semakin
bertimbun. Efisiensi pemupukan P yang diberikan ke dalam tanah relatif sangat
rendah, berkisar antara 10 hingga 30% saja diambil tanaman, selebihnya akan
terakumulasi dan berubah bentuk menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Phosphat
yang terakumulasi sebagai residu ini terjadi karena phosphat bersifat immobil
sehingga tidak mudah tercuci di dalam tanah (Soepardi, 1983).
Bakteri pelarut fosfat (BPF) merupakan bakteri tanah yang bersifat non
patogen dan termasuk dalam katagori bakteri pemacu pertumbuhan tanaman.
Bakteri tersebut menghasilkan vitamin dan fitohormon yang dapat memperbaiki
pertumbuhan akar tanaman dan meningkatkan serapan hara. Bakteri pelarut fosfat
merupakan satu-satunya kelompok bakteri yang dapat melarutkan P yang terjerap
permukaan oksida-oksida besi dan almunium sebagai senyawa Fe-P dan Al-P.
Bakteri tersebut berperan juga dalam transfer energi, penyusunan protein,
koenzim, asam nukleat dan senyawa-senyawa metabolik lainnya yang dapat
menambah aktivitas penyerapan P pada tumbuhan yang kekurangan P
(Widawati, 2005).
Keberhasilan inokulasi pelarut fosfat pada kondisi lapangan dipengaruhi
oleh beberapa faktor biologi, diantaranya adalah kandungan bahan organik. Tanah
dengan kandungan bahan organik rendah tidak dapat memberikan kondisi
Penambahan bahan organik dengan inokulasi mikroorganisme pelarut fosfat dapat
meningkatkan aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat dan kesediaan P tanah,
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian + 25 meter diatas permukaan laut,
yang direncanakan pada bulan Februari 2011 hingga bulan Mei 2011.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai
merupakan varietas pilihan hasil uji hayati akar,bahan mikroba (rhizobium,
mikoriza, dan bakteri pelarut fospat),topsoil,kapur dolomit (Ca),insektisida
Kurater 3 G, fungisida Dithane M-45, air.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ph-meter, gembor, gelas
ukur, meteran, timbangan,handsprayer,oven,,pacak sampel,ayakan tanah, amplop
dan alat tulis
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3
faktor perlakuan yaitu :
Faktor I :Varietas (V) yang terdiri atas 2 taraf, yaitu :
V1 = Nanti (Varietas toleran cekaman Al dan kekeringan)
V2 = Cikuray (Varietas peka cekaman Al dan kekeringan)
Faktor II :Mikroba (M) yang terdiri atas 4 jenis, yaitu :
M0 = Tanpa mikroba
M1= Rhizobium (1 liter/ 1 g benih)
M3 = Bakteri pelarut fospat (5 ml/ 1 g benih)
Faktor III : Cekaman ganda aluminium dan kekeringan (C) yang terdiri atas 4
jenis, yaitu :
C1 = pH 5,2 dengan KL 80 %
C2 = pH 5,2 dengan KL 40 %
C3 = pH 6,5 dengan KL 80 %
C4 = pH 6,5 dengan KL 40 %
Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 32 kombinasi, yaitu :
V1MoC1 V1MoC2 V1MoC3 V1MoC4
V1M1C1 V1M1C2 V1M1C3 V1M1C4
V1M2C1 V1M2C2 V1M2 C3 V1M2C4
V1M3C1 V1M3C2 V1M3 C3 V1M3C4
V2MoC1 V2MoC2 V2MoC3 V2MoC4
V2M1C1 V2M1C2 V2M1C3 V2M1C4
V2M2C1 V2M2C2 V2M2 C3 V2M2C4
V2M3C1 V2M3C2 V2M3 C3 V2M3C4
Jumlah ulangan (Blok) : 3 ulangan,
Jumlah plot / blok : 32 plot
Jumlah plot seluruhnya : 96 plot
Jarak polibek dalam barisan : 25 cm
Jarak polibek antar blok : 50 cm
Jumlah tanaman/plot : 4 tanaman
Jumlah tanaman/seluruhnya : 384 tanaman
Jumlah sampel/plot : 2 tanaman
Jumlah sampel destruktif : 96 tanaman
Jumlah sampel : 192 tanaman
Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dengan
model linear aditif sebagai berikut :
Yijk = μ + ρi + αj + βk +γl +(αβ)jk + (αγ)jl + (βγ)kl + (αβγ)jkl +
ε
ijki = 1, 2 j = 1, 2 k = 1, 2, 3, 4, 5, 6 l = 1,2,3
Dimana:
Yijkl = Hasil pengamatanpada blok ke-i dengan perlakuan varietas (V) pada
tarafke-j, perlakuanMikroba (M) pada taraf ke-kdan perlakuan
cekaman ganda taraf k-l
µ = Nilai tengah
ρi = Efek blok ke-i
αi = Efek dari perlakuan varietas (V)pada taraf ke-j
βj = Efek dari perlakuanmikroba (M) pada taraf ke-k
γl = Efek dari perlakuan cekaman ganda (C) pada taraf k-l
(αβ)jk = Efek interaksi varietas (V) pada taraf ke-j dengan mikroba(M) pada
taraf ke-j
(αγ)jl = Efek interaksi varietas (V) pada tarafke-j dengan cekaman
ganda(C) pada taraf ke-l
(βγ)kl = Efek interaksi mikroba (M) pada taraf ke-k dengan cekaman
ganda(C) pada taraf ke-l
(αβγ)jkl = Efek interaksi varietas (V) pada taraf ke-j,mikroba(M) pada taraf
ε
ijk = Efek galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan varietas (V)pada taraf ke-j, perlakuan mikroba pada taraf ke-k dan perlakuan
cekaman ganda (C) pada taraf ke-l.
Data hasil penelitian yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji beda
rataan berdasarkan uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%
(Steel dan Torrie, 1995)
Peubah Amatan
Umur berbunga (hari)
Umur berbunga diamati setelah 75 % tanaman dalam masing – masing plot
telah mengeluarkan bunga.
Total luas daun (cm2)
Total luas daun dihitung pada saat akhir vegetatif tanaman yang ditandai
dengan keluarnya bunga. Penghitungan total luas daun dilakukan pada daun bagian
tengah yaitu pada cabang primer yang ke 3 atau 4 dari pangkal batang. Pengukuran
total luas daun ditentukan dengan menggunakan metode LAM (Leaf Area Meter)
Bobot basah akar (g)
Bagian akar tanaman dipisahkan dari tajuk tanaman dengan cara memotong
bagian leher akar kemudian ditimbang. Pengamatan ini dilakukan pada akhir
pertumbuhan vegetatif.
Bobot basah tajuk (g)
Bobot basah tajuk dihitung dengan menimbang seluruh tajuk tanaman
yang masih segar. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pertumbuhan vegetatif.
Akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dan
dibersihkan dari kotoran yang ada lalu dimasukkan kedalam amplop cokelat yang
telah dilubangi, kemudian diovenkan dengan suhu 105º C selama 24 jam hingga
bobot keringnya konstan saat penimbangan. Pengamatan ini dilakukan pada akhir
pertumbuhan vegetatif.
Bobot kering tajuk (g)
Bagian tajuk tanaman dipisahkan dari akar dengan cara memotong pada
bagian pangkal batang lalu tajuk tersebut dibersihkan dari kotoran yang ada lalu
dimasukkan kedalam amplop cokelat yang telah dilubangi, Kemudian diovenkan
dengan suhu 105º C selama 24 jam jam hingga bobot keringnya konstan saat
penimbangan. Pengamatan ini dilakukan pada akhir pertumbuhan vegetatif.
Jumlah Polong Per Tanaman (polong)
Pengamatan dilakukan terhadap semua jumlah polong setiap tanaman
sampel dengan menghitung jumlah polong berisi dan jumlah polong hampa.
Pengamatan ini dilakukan pada saat panen.
Bobot Kering Biji Per Tanaman (g)
Pengamatan ini dilakukan pada saat kadar air biji ± 14 %. Untuk mencapai
kadar air tersebut dilakukan dengan cara menjemur biji di bawah sinar matahari
selama 2 – 3 hari, kemudian ditimbang. Penimbangan biji dilakukan hanya pada
tanaman sampel.
Persiapan lahan
Rumah kaca yang akan digunakan untuk penelitian terlebih dahulu
dibersihkan dari sampah atau sisa tanaman.
Persiapan media tanam
Media tanam yang digunakan adalah tanah podsolik merah kuning asal
Simalingkar terlebih dahulu dikering-anginkan selama 3 hari kemudian dilakukan
pengayakan. Analisis kimia tanah serta penentuan kadar air dan kapasitas lapang
dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah FP USU (Lampiran).
Penentuan kebutuhan kapur
Penentuan kebutuah kapur dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah FP
USU dengan menggunakan metode kurva Ca(OH)2 sesuai dengan perlakuan.
(Lampiran).
Inokulasi rhizobium
Inokulasi rhizobium dilakukan sebelum penanaman sesuai dengan
perlakuan. Aplikasi rhizobium ini dilaksanakan dengan cara merendam benih
kedelai dengan larutan rhizobium sesuai dengan perlakuan.
Aplikasi bakteri pelarut fospat
Aplikasi bakteri pelarut fospat dilakukan sebelum penanaman sesuai
dengan perlakuan. Aplikasi bakteri pelarut fospat ini dilaksanakan dengan cara
merendam benih kedelai dengan larutan bakteri pelarut fospat sesuai dengan
perlakuan.
Aplikasi FMA dalam bentuk mikofer diberikan sebanyak 5 g/lubang
tanam sebelum tanam.
Penanaman
Benih kedelai sebanyak 2 benih ditanam kedalam lubang tanam,
kemudian ditutup dengan tanah.
Penjarangan
Penjarangan tanaman dilakukan saat tanaman berumur 5 HST.
Penjarangan dilakukan dengan memotong tanaman sehingga hanya tinggal satu
tanaman yang paling baik pertumbuhannya.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan sesuai dengan perlakuan.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan 1 hari sebelum benih ditanam .Dosis pupuk yang
digunakan adalah Urea 0,3 g/tanaman, MOP 0,6 g/tanaman dan KCl 0,3 g /
tanaman.
Penyiangan
Untuk menghindari persaingan antara gulma dan tanaman, maka dilakukan
penyiangan. Penyiangan gulma dilakukan secara manual untuk membersihkan
gulma yang terdapat di polibek
Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dilakukan dengan penyemprotan insektisida Decis 50
EC dengan konsentrasi 1-2 ml / liter air, sedangkan pengendalian penyakit
1-2 g / liter air. Penyemprotan insektisida dan fungisida dilakukan sesuai kondisi
di lapangan yaitu apabila tingkat kerusakan yang ditimbulkan sudah sangat parah.
Panen
Kriteria panen yaitu sebagian besar daun sudah menguning lalu gugur, polong
berubah warna dari hijau sampai kuning kecoklatan, batang berwarna kuning agak
kecoklatan. Panen dilakukan sekali dengan cara memotong 5 cm diatas pangkal
batang utama dengan menggunakan pisau. Kemudian polong dijemur dibawah sinar
matahari dan biji diambil dari polongnya.
Hasil
Dari hasil analisis data diperoleh bahwa; perlakuan varietas berbeda nyata
nyata terhadap parameter total luas daun, umur berbunga, bobot basah akar, bobot
kering akar dan jumlah polong per tanaman ; perlakuan mikroba berpengaruh
nyata terhadap parameter jumlah polong per tanaman ; interaksi perlakuan
varietas dan mikroba berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter;
perlakuan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata terhadap
parameter luas daun, bobot basah tajuk, bobot basah akar, bobot kering tajuk,
bobot kering akar, jumlah polong per tanaman dan bobot kering biji per tanaman.
; interaksi perlakuan varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan
berpengaruh nyata terhadap parameter luas daun dan bobot basah akar ; interaksi
perlakuan mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata
terhadap parameter bobot basah akar dan bobot kering akar ; interaksi perlakuan
varietas, mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh tidak
nyata terhadap semua parameter pengamatan.
Umur berbunga (hari)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari umur berbunga disajikan pada
lampiran 9 hingga 10. Dari sidik ragam diperoleh bahwa varietas berbeda nyata
nyata terhadap parameter umur berbunga, mikroba berpengaruh tidak nyata
terhadap parameter umur berbunga, cekaman aluminium dan kekeringan
berpengaruh nyata terhadap parameter umur berbunga, interaksi perlakuan
varietas dan mikroba, interaksi perlakuan varietas dan cekaman aluminium dan
dan interaksi perlakuan varietas, mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan
berpengaruh tidak nyata terhadap umur berbunga.
Hasil uji beda rataan umur berbunga pada perlakuan varietas dan mikroba
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.Umur berbunga (hari) pada perlakuan varietas dan mikroba Varietas Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh
tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Dari sidik ragam (lampiran 10) diperoleh bahwa varietas berbeda nyata
nyata terhadap parameter umur berbunga. Dari Tabel 1 dapat disajikan umur
berbunga tercepat terdapat pada V2 (51,17 hari) dan terlama pada varietas V1
(57,23 hari).
Histogam antara perlakuan varietas dengan umur berbunga dapat disajikan
pada Gambar 1.
Dari sidik ragam (lampiran 10) diperoleh bahwa perlakuan mikroba dan
interaksi antara varietas dan mikroba berpengaruh tidak nyata.
Data umur berbunga pada interaksi varietas dan cekaman aluminium dan
kekeringan dapat disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Umur berbunga (hari) pada perlakuan varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan
Varietas (V)
Cekaman aluminium dan kekeringan (C)
Rataan
C1 C2 C3 C4
V1 55,33 54,58 58,33 60,67 57,23 b
V2 52,00 48,50 54,25 49,92 51,17 a
Rataan 53,67 51,54 56,29 55,29 54,20
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Dari sidik ragam (lampiran 10) diperoleh bahwa perlakuan cekaman
aluminium dan kekeringan dan interaksi antara varietas dan cekaman aluminium
dan kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap umur berbunga.
Data umur berbunga pada interaksi mikroba dan cekaman aluminium dan
kekeringan berpengaruh tidak nyata disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3.Umur berbunga (hari) pada perlakuan mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan
Mikroba Cekaman aluminium dan kekeringan (C) Rataan
C1 C2 C3 C4
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Data umur berbunga pada interaksi perlakuan varietas, mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh tidak nyata seperti disajikan
Tabel 4.Umur berbunga (hari) pada perlakuan varietas, mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan
Varietas
(V) Mikroba (M)
Cekaman aluminium dan kekeringan (C)
Rataan Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
berpengaruh tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Total luas daun (cm2)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari total luas daun dapat disajikan
pada lampiran 11 hingga 12. Dari sidik ragam diperoleh bahwa varietas berbeda
nyata nyata terhadap parameter total luas daun, mikroba berpengaruh tidak nyata
terhadap parameter total luas daun, cekaman aluminium dan kekeringan
berpengaruh nyata terhadap parameter total luas daun, interaksi perlakuan varietas
dan mikroba berpengaruh tidak nyata pada total luas daun, interaksi perlakuan
varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata pada
parameter total luas daun, interaksi perlakuan mikroba dan cekaman aluminium
dan kekeringan dan interaksi perlakuan varietas, mikroba dan cekaman aluminium
dan kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap parameter total luas daun.
Hasil uji beda rataan total luas daun pada perlakuan varietas dan mikroba
Tabel 5. Total luas daun (cm2) pada perlakuan varietas dan mikroba
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Dari sidik ragam (lampiran 12) diperoleh bahwa varietas berbeda nyata
terhadap parameter total luas daun. Dari Tabel 5 dapat disajikan total luas daun
tertinggi terdapat pada V2 (21,39 cm2) dan terendah pada varietas V1 (15,39 cm2).
Histogam antara perlakuan varietas dengan total luas daun dapat disajikan
pada Gambar 2.
Gambar 2. Histogam perbedaan varietas terhadap total luas daun
Dari sidik ragam (lampiran 12) diperoleh bahwa perlakuan mikroba dan
interaksi antara varietas dan mikroba berpengaruh tidak nyata.
Data total luas daun pada interaksi varietas dan cekaman aluminium dan
Tabel 6.Total luas daun (cm2) pada perlakuan varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan
Varietas (V)
Cekaman aluminium dan kekeringan (C)
Rataan
C1 C2 C3 C4
V1 25,78 c 8,88 ef 18,63 d 8,27 ef 15,39 b V2 32,99 ab 11,33 d 33,96 a 7,29 ef 21,39 a Rataan 29,39 a 10,11 c 26,30 ab 7,78 c 18,39 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh
tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Dari sidik ragam (lampiran 12) diperoleh bahwa perlakuan cekaman
aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata. Dari Tabel 6 selanjutnya dapat
disajikan total luas daun tertinggi terdapat pada C1 (29,39 cm2) yang berpengaruh
nyata dengan C2 dan C4, tetapi berpengaruh tidak nyata dengan C3. C3
menempati urutan kedua (26,30 cm2) yang berpengaruh nyata dengan C2 dan
C4.sedangkan interaksi antara varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan
berpengaruh tidak nyata.
Hubungan antara perlakuan cekaman aluminium dan kekeringan dengan
total luas daun dapat disajikan pada Gambar 3, semakin tinggi keasaman tanah
menyebabkan peningkatan total luas daun dan semakin tinggi kadar KL tanah
menyebabkan peningkatan total luas daun.
Gambar 3. Gafik pengaruh cekaman aluminium dan kekeringan terhadap total luas daun.
Dari sidik ragam (lampiran 12) diperoleh interaksi antara varietas dan
cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata. Dari Tabel 6 dapat
disajikan total luas daun tertinggi terdapat pada kombinasi V2C3 (33,96 cm2)yang
berpengaruh nyata dengan kombinasi ,V1C1,V1C2, V1C3, V1C4, V2C2, V2C2
dan V2C4, tetapi berpengaruh tidak nyata dengan V2C1. Kombinasi V2C1
menempati urutan kedua (32,99 g) yang berpengaruh nyata dengan kombinasi
V1C1,V1C2,V1C3,V1C4,V2C2 dan V2C4.
Histogam interaksi kedua perlakuan dengan total luas daun dapat
disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Histogam pengaruh interaksi varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan terhadap total luas daun
Ŷ =11.816 - 0.1489x
V1C1 V1C2 V1C3 V1C4 V2C1 V2C2 V2C3 V2C4
T
Data total luas daun pada perlakuan mikroba dan cekaman aluminium dan
kekeringan berpengaruh tidak nyata disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7.Total luas daun (cm2) pada perlakuan mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan
Mikroba Cekaman aluminium dan kekeringan (C) Rataan
C1 C2 C3 C4 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh
tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Data umur berbunga pada interaksi perlakuan varietas, mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh tidak nyata seperti disajikan
pada Tabel 8.
Tabel 8.Total luas daun (cm2) pada perlakuan varietas, mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan
Varietas
(V) Mikroba (M)
Cekaman Aluminium dan Kekeringan (C)
rataan
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Bobot basah tajuk (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot basah tajuk dapat
disajikan pada lampiran 13 hingga 14. Dari sidik ragam diperoleh bahwa varietas
cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata terhadap parameter bobot
basah tajuk, interaksi perlakuan varietas dan mikroba, interaksi perlakuan varietas
dan cekaman aluminium dan kekeringan, interaksi perlakuan mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan, dan interaksi perlakuan varietas, mikroba
dan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap
parameter bobot basah tajuk
Hasil uji beda rataan bobot basah tajuk pada interaksi perlakuan varietas
dan mikroba dapat disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9.Bobot basah tajuk (g) pada perlakuan varietas dan mikroba Varietas
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Dari sidik ragam (lampiran 14) diperoleh bahwa varietas , perlakuan
mikroba dan interaksi antara varietas dan mikroba berpengaruh tidak nyata
terhadap parameter bobot basah tajuk
Data bobot basah tajuk pada interaksi varietas dan cekaman aluminium
dan kekeringan dapat disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10.Bobot basah tajuk (g) pada perlakuan varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan
Varietas (V)
Cekaman aluminium dan kekeringan (C)
Rataan
C1 C2 C3 C4
V1 6,81 1,81 5,81 1,29 3,93
V2 6,31 1,97 9,75 1,34 4,85
Rataan 6,56 ab 1,89 c 7,78 a 1,32 c 4,39 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh
Dari sidik ragam (lampiran 14) diperoleh bahwa perlakuan cekaman
aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata. Dari Tabel 10 selanjutnya dapat
disajikan bobot basah tajuk tertinggi terdapat pada C3 (7,78 g) yang berpengaruh
nyata dengan C2 dan C4, tetapi berpengaruh tidak nyata dengan C1. C1
menempati urutan kedua (6,65 g) yang berpengaruh nyata dengan C2 dan
C4.sedangkan interaksi antara varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan
berpengaruh tidak nyata.
Hubungan antara perlakuan cekaman aluminium dan kekeringan dengan
Bobot Basah Tajuk dapat disajikan pada Gambar 5, semakin tinggi keasaman
tanah menyebabkan penurunan bobot basah tajuk dan semakin tinggi kadar KL
tanah menyebabkan peningkatan bobot basah tajuk.
Data Bobot Basah Tajuk pada interaksi mikroba dan cekaman aluminium
dan kekeringan berpengaruh tidak nyatadisajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Bobot basah tajuk (g) pada perlakuan mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan
Mikroba Cekaman aluminium dan kekeringan (C) Rataan
C1 C2 C3 C4 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh
tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Data bobot basah tajuk pada interaksi perlakuan varietas, mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh tidak nyata seperti disajikan
pada Tabel 12.
Tabel 12. Bobot basah tajuk (g) pada perlakuan varietas, mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan
varietas
(V) Mikroba (M)
Cekaman Aluminium dan Kekeringan (C)
rataan
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Bobot kering tajuk (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot kering tajuk dapat
disajikan pada lampiran 15 hingga 16. Dari sidik ragam diperoleh bahwa varietas
cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata terhadap parameter bobot
kering tajuk, interaksi perlakuan varietas dan mikroba, interaksi perlakuan varietas
dan cekaman aluminium dan kekeringan, interaksi perlakuan mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan,dan interaksi perlakuan varietas, mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh tidak nyata terhadap parameter
bobot kering tajuk.
Hasil uji beda rataan bobot kering tajuk pada perlakuan varietas dan
mikroba dapat disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Bobot Kering Tajuk (g) pada Perlakuan Varietas dan Mikroba Varietas
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Dari sidik ragam (lampiran 16) diperoleh bahwa varietas, mikroba dan
interaksi antara varietas dan mikroba berpengaruh tidak nyata terhadap parameter
bobot kering tajuk
Data bobot kering tajuk pada varietas dan cekaman aluminium dan
kekeringan dapat disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14. Bobot kering tajuk (g) pada perlakuan varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan
Varietas (V)
Cekaman aluminium dan kekeringan (C)
Rataan
C1 C2 C3 C4
V1 2,43 0,49 1,95 0,47 1,33
V2 2,20 0,68 2,86 0,57 1,58
Rataan 2,31 ab 0,58 c 2,40 a 0,52 c 1,45 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh
Dari sidik ragam (lampiran 16) diperoleh bahwa perlakuan cekaman
aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata. Dari Tabel 15 selanjutnya dapat
disajikan bobot kering tajuk tertinggi terdapat pada C3 (2,40 g) yang berpengaruh
nyata dengan C2 dan C4, tetapi berpengaruh tidak nyata dengan C1. C1
menempati urutan kedua (2,31 g) yang berpengaruh nyata dengan C2 dan
C4.sedangkan interaksi antara varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan
berpengaruh tidak nyata terhadap parameter bobot kering tajuk
Hubungan antara perlakuan cekaman aluminium dan kekeringan dengan
Bobot Kering Tajuk dapat disajikan pada Gambar 6, semakin tinggi keasaman
tanah menyebabkan penurunan bobot basah tajuk dan semakin tinggi kadar KL
tanah menyebabkan peningkatan bobot basah tajuk.
Data bobot kering tajuk pada interaksi mikroba dan cekaman aluminium
dan kekeringan berpengaruh tidak nyatadisajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Bobot kering tajuk (g) pada perlakuan mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan
Mikroba Cekaman aluminium dan kekeringan (C) Rataan
C1 C2 C3 C4 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh
tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Data bobot kering tajuk pada interaksi perlakuan varietas, mikroba dan
cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh tidak nyata seperti disajikan
pada Tabel 16.
Tabel 16. Bobot kering tajuk (g) pada perlakuan varietas, mikroba dan cekaman aluminium dan kekeringan
Varietas
(V) Mikroba (M)
Cekaman aluminium dan kekeringan (C)
rataan
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Bobot basah akar (g)
Data hasil pengamatan dan sidik ragam dari bobot basah akar dapat
disajikan pada lampiran 17 hingga 18. Dari sidik ragam diperoleh bahwa varietas
berbeda nyata terhadap parameter bobot basah akar, mikroba berpengaruh tidak
berpengaruh nyata terhadap parameter bobot basah akar, interaksi perlakuan
varietas dan mikroba berpengaruh tidak nyata pada bobot basah akar, interaksi
perlakuan varietas dan cekaman aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata
pada parameter bobot basah akar, interaksi perlakuan mikroba dan cekaman
aluminium dan kekeringan berpengaruh nyata terhadap parameter bobot basah
akar, sedangkan interaksi perlakuan varietas, mikroba dan cekaman aluminium
dan kekeringan belum berpengaruh nyata.
Hasil uji beda rataan bobot basah akar pada perlakuan varietas dan
mikroba dapat disajikan pada Tabel 17.
Tabel 17. Bobot basah akar (g) pada perlakuan varietas dan mikroba Varietas
(V)
Mikroba (M)
Rataan
M0 M1 M2 M3
V1 0,35 0,60 0,44 0,52 0,48 b
V2 0,69 0,58 0,57 0,76 0,65 a
Rataan 0,52 0,59 0,50 0,64 0,56
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berpengaruh tidak nyata menurut Uji jarak berganda duncan(DMRT) pada taraf 5%.
Dari sidik ragam (lampiran 18) diperoleh bahwa varietas berbeda nyata
terhadap parameter bobot basah akar. Dari Tabel 17 dapat disajikan bobot basah
akar tertinggi terdapat pada V2 (0,65 g) dan terendah pada varietas V1 (0,48 g).
Histogam antara perlakuan varietas dengan total luas daun dapat disajikan